KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kebijakan Publik
a. Pengertian dan Konsep Kebijakan Publik
Sansekerta, dan Latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis
(negara-kota) dan Pur (kota) dikembangkan dalam bahasa latin menjadi politia
(negara) dan akhirnya dalam Bahasa Inggris pertengahan menjadi policie, yang
dikeluarkan oleh pemerintah, maupun partai politik, dan yang lainnya. Dengan
demikian siapapun dapat terkait dalam suatu kebijakan (Parson, 2006:7). James E.
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
seorang pelaku atau sekelompok pelaku yang berisi serangkaian tindakan yang
(1) kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang
berorientasi pada tujuan, (2) kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola
12
tindakan pejabat-pejabat pemerintah, (3) kebijakan merupakan apa yang benar-
benar dilakukan oleh pemerintah, (4) kebijakan bisa bersifat positif dalam arti
atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk
tidak melakukan sesuatu, (5) kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada
selalu terkait dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Hal
pengertian kebijakan sebagai apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan itu dapat berupa sasaran atau tujuan dari
(1992: 2). Ia menyatakan, bahwa kebijakan merupakan apa saja yang dipilih oleh
tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada
13
ditetapkan tetapi dilaksanakan dalam bentuk nyata. Kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah tersebut juga harus dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.
membedakan antara apa yang ingin dilaksanakan pemerintah dengan apa yang
sebenarnya mereka lakukan di lapangan”. Hal ini menjadi penting karena kebijakan
bukan hanya sebuah keputusan sederhana untuk memutuskan sesuatu dalam suatu
momen tertentu, namun kebijakan harus dilihat sebagai sebuah proses. Untuk itulah
pengertian kebijakan sebagai suatu arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik
bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain
outcomes).
yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah
kebijakan publik. Hasil-hasil kebijakan lebih merujuk pada manifestasi nyata dari
14
dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Adapun dampak-dampak kebijakan lebih
merujuk pada akibat-akibat kebijakan bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau
tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah
Dari beberapa definisi kebijakan publik (public policy) di atas, maka dapat
yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mencapai
kepentingan publik.
b. Tahap-Tahap Kebijakan
Untuk menghasilkan suatu kebijakan publik yang baik dan legitimated, maka
dalam studi kebijakan publik ada proses atau tahapan-tahapan kebijakan yang harus
tentang proses atau tahapan kebijakan publik. Hal ini menunjukkan, bahwa
kebijakan publik memiliki dimensi dan sudut pandang yang sangat luas. Adapun
di masyarakat.
15
mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga ataupun keputusan
berkembang di masyarakat.
posisi yang penting, karena kebijakan akan dikatakan berhasil atau tidak,
16
tergantung pada implementasinya. Van Meter dan Van Horn (1974: 445-468),
encompasses those actions by public or private individuals (or group) that are
atau individu (atau kelompok) yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang
(1982:190), mengemukakan:
yang dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran (target group)
17
sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan”. Tujuan kebijakan diharapkan
akan muncul manakala policy output dapat diterima dan dimanfaatkan dengan baik
oleh kelompok sasaran sehingga dalam jangka panjang hasil kebijakan akan mampu
diwujudkan.
adalah, “Cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan, tidak kurang tidak
program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dan kebijakan
Kebijakan Publik
Proyek
Kegiatan
Pemanfaatan
bagian dari proses atau siklus kebijakan (part of stage of the policy process). Dalam
18
hal ini Anderson (1990:172) memandang implementasi sebagai “Administration of
the law in which various actors, organization, procedures, and techniques work
together to put adopted policies into effect in an effort to attain policy or program
kebijakan telah disyahkan dalam bentuk hukum) dengan mengerahkan sumber daya
yang ada agar kebijakan tersebut mampu mencapai atau mewujudkan tujuan.
Kedua, implementasi kebijakan dilihat sebagai suatu studi atau sebagai suatu
subject matter (ontologi), cara memahami obyek yang dipelajari (epistimologi), dan
spesifik.
dengan teliti.
19
Secara ontologis untuk memehami fenomena implementasi, subject matter
atau sasaran kebijakan yang jelas dan konsisten, 2) dukungan teori yang kuat dalam
memiliki payung hukum yang sah. Setelah itu tahapan-tahapan implementasi akan
20
mengarahkan orang , sumberdaya, teknologi, menetapkan prosedur, dan seterusnya
agar tujuan kebijakan yang telah ditetapkan dapat tewujud. Alasan utama
dengan dunia realita. Seperti yang dinyatakan oleh Grindle (1980:6), bahwa
berbagai variabel dalam dua kelompok besar, yaitu variabel terikat (dependent
kebijakan dan variabel bebas (independent variabele) yaitu berbagai faktor yang
atas. Bisa jadi terdapat variabel independen yang tidak mempunyai pengaruh
21
variabel dependen, kinerja implementasi kebijakan mempunyai peran sentral,
kinerjanya. Merujuk pendapat Ripley (1985: 134) implementasi dapat dilihat dari
implementasi memiliki dua fokus utama yaitu: "kepatuhan" dan "apa yang terjadi?”
implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan para implementer dalam
Perspektif kedua, tidak hanya memahami implementasi dari aspek kepatuhan para
semata-mata (Ripley, 1985: 134). Pencapaian tujuan kebijakan tidak cukup hanya
dengan mengikuti SOP semata, akan tetapi sangat dipengaruh oleh faktor lain
pendekatannya secara satu pihak dari atas ke bawah, sehingga dalam proses
22
implementasi dianggap menghambat, sehingga para pembuat keputusan
meremehkan inisiatif strategi yang berasal dari level birokrasi rendah maupun
subsistem-subsistem kebijakan.
suatu mekanisme untuk bergerak dari level birokrasi paling bawah (the bottom)
sampai pada pembuat keputusan tertinggi di sektor publik maupun sektor privat.
adalah jika kita bisa membuat kombinasi implementasi kebijakan publik yang
partisipatif, artinya bersifat top-down dan bottom-up. Model ini biasanya lebih
dapat berjalan secara efektif, berkesinambungan dan murah, bahkan dapat juga
dilaksanakan untuk hal-hal yang bersifat national security, (Fischer, Miller, dan
Sidney: 2015).
23
f. Model Implementasi Kebijakan
Menurut Van Meter dan Van Horn (1975: 463), implementasi kebijakan
masing orang dalam organisasi, hal ini menyangkut masalah kepatuhan. Atas
dasar pandangan seperi itu Van Meter dan Van Horn kemudian berusaha untuk
meraih kinerja yang tinggi, dimana selama proses itu berlangsung dipengaruhi
24
a) Standar dan Sasaran
b) Kinerja Kebijakan
Kinerja suatu kebijakan akan rendah jika sumber daya yang diperlukan
suatu kebijakan.
apa apa yang diidealkan oleh kebijakan yang telah menjadi tanggung
25
derajat keterbukaan dan kebebasan komunikasi serta keterkaitan dengan
pembuat kebijakan.
Ini berkaitan dengan lingkungan sistem dari kebijakan itu berada yang
g) Sikap Pelaksana
yang terwujud dalam bentuk respons yang mereka berikan terhadap suatu
Model Van Meter dan Van Horn ini menggambarkan bentuk ikatan
Van Meter dan Van Horn juga dapat digambarkan sebagai berikut:
26
2) Model Implementasi Kebijakan Menurut Merilee S. Grindle
dengan apa yang dikatakan oleh Van Meter dan Van Horn yang melihat
adanya tiga dimensi analisis dalam organisasi yaitu tujuan, pelaksanaan tujuan
mencakup:
Kebijakan yang memberikan manfaat yang aktual tidak hanya formal, ritual
27
d) Kedudukan pembuat kebijakan.
berbeda.
e) Pelaksana Program.
Sumber yang digunakan dalam program, bentuk, besar, dan asal sumber
pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik seperti yang dijelaskan dalam
model Van Meter dan Van Horn. Yang dimaksud oleh Grindle (dalam Samodra
Hasil dari implementasi merupakan hasil dari interaksi yang terjadi dalam
suatu lembaga.
28
c) Kepatuhan serta daya tanggap pelaksana.
29
implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud Sabatier dan Mazmanian
a) Karakteristik masalah
lain.
pelaksana.
30
Gambar 6. Model Implementasi Kebijakan Menurut Sabatier dan Mazmanian
(Sumber: Mazmanian dan Sabatier, 1983:542)
31
interests, strategies of actor involved, institution
and regime characteristics, compliance and
responsiveness)
6. Scheirer (1981) Decision and control processes, resources,
relations with environment, supervisory
expectations, routines, technical requirements,
communication flow, work group norms,
behavioral skills, incentives, cognitive supports
7. Browne & Wildavsky (1984) Formal policy (clarity of objectives and priorities,
validity of theory of causality, sufficiency of
financial resources, sufficiency of power);
learning/adaptation
8. Gross et al. (1971) Implementers clarity about innovation, needed
skills and knowledge, availability of materials,
compatability of organizational arrangements with
innovation, degree of staff motivation
9. Hambleton (1983) Policy message; multiplicity of agents,
perspectives, and ideologies; resources; politics of
planning
10. Larson (1980) Policy goals, implementation procedures,
complexity, changes in economic environment
11. Mazmanian dan sabatier Tractability of the problem (four variables); ability
(1981, 1983) of statute to structure implementation (seven
variables); nonstatutory variables (five); initial
implementation success
12. Montjoy & O’Toole (1979) Policy specificity, resources, agency goals,
routines, world view
13. Nakamura and smallwood Pecificity of policy, technical limitations, actors,
(1980) arenas, organizational structures,
bureaucraticnorms, resources, motivations,
communication networks, compliance mechanisms
14. Pressman & wildavsky (1984) Multiplicity of participants, perspectives, decision
points, intensity of preferences, resources
15. Ross (1984) Implementation strategy, tractabilty of policy
problem, content of policy, structure of broader
sociopolitical and policy system, number of actors,
extent of power diffusion, personal and institutional
dispositions of actors, clarity, adequacy of
resources, support of leaders, institutional routines
16. Williams (1980, 1982) Bergaining and fixing, institutional arraangements,
staff competence, marketlike pressures,
information process, resources
17. Weatherley & Lipsky (1977) Resources, coping behaviors of street-level
bureaucrats
18. Smith (1973) Various tensions among idealized policy,
implementing organization, target group,
environmental factors
19. Van Meter and Van Horn Policy standards, resources, enforcement,
(1975) communications, characteristics of implementing
agencies, political conditions,
32
20. Thomas (1979) Local propensity to accept a program, blend of
policy incentives with conditions, how the issue
develops
Kinerja implementasi inilah yang kemudian menjadi salah satu fokus perhatian
dilakukan oleh orang, kelompok orang, atau organisasi. Kinerja dengan demikian
mewujudkan sasaran dan tujuan suatu kebijakan, baik itu berupa keluaran kebijakan
suatu yang penting. Penilaian terhadap kinerja adalah penerapan metode yang
dipakai oleh peneliti untuk dapat menjawab pertanyaan pokok dalam studi
implementasi, yaitu: 1) Apakah isi dan tujuan dari suatu kebijakan, 2) Apakah
Dari gambar tersebut dapat dilihat tercapainya tujuan suatu kebijakan akan
dan layanan dari suatu program), 2) Proses atau kegiatan (kegiatan untuk
kebijakan berupa produk dan layanan publik yang dapat dinikmati oleh kelompok
tersebut. Alat bantu yang dapat dipakai oleh seseorang peneliti untuk dapat menilai
baik atau buruknya kinerja implementasi suatu kebijakan disebut sebagai indikator.
34
mengevaluasi kinerja implementasi suatu kebijakan, hal ini merujuk world bank
project impact, outcome, output, and input that are monitored during project
implementation to assess progress toward project objectives. They are also used
dampak, hasil, keluaran, dan masukan proyek yang dipantau selama pelaksanaan
proyek untuk menilai kemajuan menuju tujuan proyek. Indikator juga digunakan
Ciri-ciri indikator yang baik menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih
kebijakan.
4) Indikator yang kita susun idealnya juga memenuhi standar nasional dan
pengukuran mempunyai dua indikator utama, yaitu: indikator output dan indikator
outcome (Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2012: 106).
dirasakan oleh kelompok sasaran sebagai akibat adanya realisasi kegiatan, aktivitas,
35
pendistribusian hibah, subsidi, dan lain-lain yang dilaksanakan dalam implementasi
suatu kebijakan. Untuk mengetahui kulitas policy output maka diperlukan berbagai
dievaluasi.
oleh implementer.
h. Kebijakan Pendidikan
pendidikan yang didasarkan pada suatu pertimbangaan dan sistem nilai serta
36
tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengoperasikan pendidikan yang bersifat
sebagai pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan dapat dicapai. Secara
strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan, dalam rangka
pendidikan.
wilayah hingga dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut.
diimplementasikan.
a) Dibuat Oleh yang Berwenang, kebijakan pendidikan harus dibuat oleh para
37
pendidikan, pengelola lembaga pendidikan, dan para politisi yang berkaitan
pendidikan.
tersebut harus memiliki efektivitas dan efisiensi yang tinggi agar kebijakan
tersebut tidak bersifat pragmatis, diskriminatif, dan rapuh dalam hal struktur
akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama
lain. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuanya kelak
i. Desentralisasi Pendidikan
pusat kepada institusi pendidikan di tingkat daerah hingga pada tingkat sekolah.
pengelola pendidikan yang ada di daerah pada tingkat propinsi maupun lokal,
38
pengelolaan pendidikan di daerah (Mulyasa:2005:47). Istilah desentralisasi
Daerah yang secara resmi sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun
kecuali urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah (pusat), dengan tujuan
nasional.
2) Unit perencana yang lebih rendah diberi wewenang dan kekuasaan untuk
39
realokasi sumber-sumber yang telah diberikan kepada mereka sesuai dengan
perencanaan dengan unit yang lebih tinggi (Pusat) di mana posisi unit yang
lebih rendah bukan sebagai bawahan melainkan sebagai partner dari unit
pusat.
Dalam Negeri tahun 1990 telah dibentuk Tim Koordinasi Wajib Belajar Sekolah
dilaksanakan melalui jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
3) Perintisan wajib belajar tingkat SLTP melalui jalur pendidikan sekolah dan
harus dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia yang erat kaitannya dengan gerakan
40
“melek” huruf dan masyarakat belajar. Program wajib belajar sembilan tahun yang
sebelumnya.
manusia sebenarnya telah dimulai tahun 1983 dengan pencanangan wajib belajar
enam tahun, yakni untuk usia 7-15 tahun secara nasional. Suksesnya Program
menjadi sembilan tahun sejak tahun 1994 yang lalu. Program tersebut sekaligus
2009:36).
kehidupan rakyat dengan mewajibkan semua warga negara Indonesia yang berusia
7- 12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan pendidikan dasar dengan program
2. Masyarakat Pesisir
adalah perbatasan atau ruang tempat berubahnya dua lingkungan utama, yaitu laut
dan daratan. Adapun Kay dan Alder (dalam Dirhamsyah, 2001:23) menegaskan,
41
a. Fixed Distance Definitions
Penentuan kawasan pesisir dihitung dari batas antara daratan dan air laut,
ukuran yang ada di kawasan pesisir, seperti diukur dari batas air tertinggi.
Namun batas kawasan tidak ditetapkan secara pasti, tetapi juga tergantung
konstruksi tapal batas, tanda-tanda alam baik berupa fisik maupun biologi, dan
batas administratif.
d. Hybrid Definition
Teknik ini mengadopsi lebih dari satu definisi atau mencampurkan lebih dari
dua tipe definisi dari kawasan pesisir. Konsep ini umum dipergunakan oleh
mil dari garis pantai, sedangkan beberapa negara bagian lainnya menetapkan
42
Sedangkan definisi dari wilayah pesisir menurut Small Islands Developing
“The coast can be defined from a spatial point of view as all those areas that
drain out to the sea and those that periodically inundated by the tides or are
permanently covered by the sea, down to the edge of the continentals helf
where these a bottom slopes rapidly to the deep sea”. ("Pantai dapat
didefinisikan dari sudut pandang spasial karena semua area yang mengalir ke
laut dan yang secara berkala tergenang air pasang atau ditutupi oleh laut
secara permanen, turun ke tepi pantai secara kontinu sampai ke laut dalam ")
Maksudnya adalah pesisir dapat didefinisikan sebagai semua daerah yang
mengalirkan air ke laut dan secara periodik tergenang air pasang atau ditutupi oleh
laut secara permanen. Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan,
bahwa wilayah pesisir adalah wilayah daratan yang berbatasan langsung dengan
laut. Dalam hal ini, wilayah Kabupaten Bangka secara geografis daerah yang
termasuk ke dalam wilayah pesisir karena memiliki garis pantai sepanjang 195,68
kebijakan menunjuk pada dua aspek. Pertama, pada aspek proses merujuk, bahwa
secara konsisten oleh para implementor di lapangan. Kedua, aspek hasil merujuk
43
apakah kebijakan yang diimplementasikan telah mencapai hasil yang telah di
manfaat hasil kebijakan. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan
keseluruhan proses kebijakan, evaluasi kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari
atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan
44
ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi
sendiri.
telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak
3) Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan
premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex
ante).
kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.
Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada
45
hirarki yang merefleksiakan kepentingan relative dan saling ketergantungan
b. Tujuan Evaluasi
Menurut Rossi & Freeman (1985) tujuan untuk mengevaluasi suatu program
Dengan kata lain, hal yang terpenting dalam membuat evaluasi kebijakan adalah
tersedianya tujuan (goals) dan kriteria (criteria). Goals merumuskan sasaran yang
hendak dicapai dalam suatu kebijakan, baik dinyatakan dalam global maupun dalam
mempengaruhi pemikiran sosial dan perilaku selama penelitian atau pada tahun-
tahun mendatang. Hal ini sangat beralasan untuk mengharapkan pengaruh jangka
panjang dengan baik. Evaluasi bertujuan untuk mengukur akibat jangka panjang
setelah seseorang menjalankan aktivitas program tertentu, baik yang berada dalam
atau kebijakan.
merumuskan rencana dan kebijakan, menguji ide inovatif pada bagaimana untuk
46
membagi antara permasalahan masyarakat dan masalah komunitas, menentukan
saran dari satu program yang menentang program lainnya, sehingga tujuan utama
menetapkan sebuah penilaian yang kuat/tegas, akan tetapi ditakutkan jika diteliti
c. Model Evaluasi
Menurut Kaufman dan Thomas (1980: 108-136) model evaluasi ada delapan
yaitu:
Menurut Scriven, konsep evaluasi terdiri dari serangkaian kriteria ekstrinsik atau
output dan memperhatikan kualitas dari tujuan. Evaluasi formatif terdiri dari
Evaluasi formatif ini berguna khususnya untuk pembuat program. Hasil evaluasi
menentukan final, tujuan akhir dari program. Evaluasi ini berlangsung setelah
program.
2) CIPP Model
Dalam model CIPP, data dikumpulkan dan informasi diberikan kepada pihak
47
dalam model ini meliputi: konteks, input, proses dan produk. Evaluasi konteks
3) CSE-UCLA Model
Nama model CSE-UCLA berasal dari lokasi dimana model ini dikembangkan
yaitu Center for the Study of Evaluation at the University of California at Los
dan keseluruhan keberhasilan program. Terdapat 5 stage atau tahap dalam model
ini yaitu:
Tahap 2. Jenis program seperti apa yang dapat memenuhi kebutuhan yang
48
4) Stake’s Countenance Model
antara standar dan kinerja. Model ini juga dianggap menggunakan pendekatan
formatif dan berorientasi pada analisis sistem. Standar dapat diukur dengan
lebih kepada apakah yang sebenarnya terjadi. Evaluator hanya boleh membantu
Menurut Provus evaluasi adalah untuk membangun dan afirmatif, tidak untuk
evaluasi. Kapan saja kita sedang mencoba untuk mengevaluasi sesuatu, ditekankan
bahwa kita harus mempunyai pemahaman tepat dan jelas atas hal yang dievaluasi
49
Pendekatan yang diperkenalkan Provus ini dinamakan Discrepancy
Standar adalah deskripsi tentang acuan atau patokan atau perencanaan yang
adalah suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang
antara standar yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual
(hasil aktual) dari program tersebut (Widoyoko, 2015:186). Standar adalah: kriteria
yang telah dikembangkan dan ditetapkan dengan hasil yang efektif. Penampilan
atau hasil adalah: sumber, prosedur, manajemen, dan hasil nyata yang tampak
kesenjangan antara yang diduga atau yang diperkirakan dengan yang benar-benar
bagian program yang dapat diubah, f) kesenjangan dalam sistem yang tidak
konsisten.
Model evaluasi discrepancy ini memiliki lima tahapan yaitu desain, instalasi,
50
mengemukakan, bahwa evaluasi kesenjangan adalah untuk mengetahui adakah
program atau setelah program selesai. Begitu juga stake, standar yg ditetapkan
harus digunakan sejak awal. Namun, keputusan yang dibuat mengenai keberhasilan
program melibatkan lebih dari sekedar perbandingan antara kinerja dengan standar
tetapi jika ada kesenjangan, keputusan harus dibuat apakah akan mengubah standar
a) Definisi
proses atau aktivitas, serta pengalokasian sumber daya dan partisipan untuk
yang ingin dicapai ditentukan untk masing-masing komponen tersebut. Standar ini
b) Instalasi
agar program bisa dilaksanakan, lembaga pembuat program itu tentu harus
51
dievaluasi adalah ketepatan berbagai sumber daya, perangkat, dan perlengkapan
yang tersedia untuk pelaksanaan program. Jika terdapat suatu program yang
c) Proses
perilakunya berubah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Jika ternyata tidak,
d) Produk
akhir program tercapai atau tidak. Provus membedakan antara dampak terminal
pemikiran ini Provus mendorong evaluator untuk tidak hanya mengevaluasi hasil
berupa kinerja program, tetapi lebih dari itu perlu mengadakan studi lanjut sebagai
agar pemecahan masalah dilakukan secara kooperatif antara evaluator dengan staf
dilakukan, dan 3) upaya mana yang paling baik dilakukan untuk memecahkan
52
7) Scriven’s Goal-free Model
informasi yang lebih luas dalam proses evaluasi. Goal-free evaluation dapat juga
Model responsif berguna dalam evaluasi seni, program humanis dan tipe
menantang. Terdapat perbedaan antara model ini dengan Model Scriven yang
pretest dan posttest, analisis statistik kompleks, dan peningkatan perhatian pada
kegunaan temuan untuk seseorang di dalamnya atau orang yang tertarik dengan
program tersebut.
Pada penelitian ini model evaluasi yang akan digunakan adalah model
untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar yang sudah ditetapkan atau
mengetahui apakah terjadi kesenjangan atau tidak antara standar dengan fakta yang
ada di lapangan.
53
dicapai dengan yang sudah riil dicapai. Dengan kata lain, yang akan dicapai dalam
evaluasi adalah mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standar) yang sudah
Baku adalah criteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan.
terjadi. Apabila tidak terjadi kesenjangan antara kondisi nyata dengan target
kesenjangan yang tinggi antara kondisi nyata dengan kondisi target (acuan), maka
(C) (D (CBA)
)
Implementasi
Kebijakan/Program (A)
(P)
Keterangan:
S : Standard (acuan)
P : Program Performance (Pelaksanaan program)
C : Comparison of S with P (Perbandingan antara acuan dan pelaksanaan
program)
D : Discrepancy information resulting from C (kesenjangan yang diperoleh
dari membandingkan pelaksanaan dan acuan)
T : Terminate (penghentian program)
A : Alternatif of P or S (alternative antara melanjutkan program atau
berpatokan pada acuan)
54
CBA : Cost Benefit Analysis (Analisis pembiayaan)
antara melanjutkan program atau berpatokan pada standar yang telah ditetapkan.
Setelah keputusan diambil maka dilakukan analisa untung dan rugi terhdap
keputusan yang diambil yang disebut Cost Benefit Analysis (Analisis pembiayaan)
standar yang ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program.
untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan dalam
agar pemecahan masalah dilakukan secara kooperatif antara evaluator dengan staf
pengelola. Proses kerjasama yang dilakukan antara lain membicarakan tentang (1)
mengapa ada kesenjangan, (2) upaya perbaikan apa yang mungkin dilakukan, (3)
upaya mana yang paling baik dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
55
Wajib Belajar sembilan tahun untuk masyarakat pesisir di Kabupaten
dan pemerintah daerah. Payung hukum pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun
dianggap paling pas untuk melihat kinerja kebijakan apakah dalam pelaksanaan
e. Jenis Evaluasi
Dalam hal perbedaan waktu dan fungsi, evaluasi kebijakan dalam “siklus
kebijakan alternatif, (yang idealnya) secara analitis lebih transparan, lebih dapat
diramalkan, dan secara politis lebih dapat diperdebatkan (jika dilakukan pada
yang sedang berlangsung. Fungsi penting evaluasi pada tahap ongoing adalah
pada satu titik dan tahap yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan dan
56
kelemahan dalam proses pelaksanaan yang membahayakan pencapaian tujuan
kesenjangan yang ada antara hal-hal yang telah direncanakan dengan realita dan
57
2. Evaluasi Impact, yaitu evaluasi berkenaan dengan hasil dan/atau pengaruh dari
implementasi kebijakan.
3. Evaluasi Kebijakan, yaitu apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan
yang dikehendaki.
evaluasi terhadap proses, meyediakan kembali informasi yang relevan pada proses
implementasi pada satu titik dan tahap, mengidentifikasi kesenjangan yang ada
antara hal-hal yang telah direncanakan dan realita, serta bertujuan untuk
f. Tahap-tahap Evaluasi
tahapan agar evaluasi jelas dan terfokus. Berikut adalah tahapan dalam evaluasi:
Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formatif dan fungsi
58
Stufflebeam membedakan berdasarkan dua hal yaitu proactif evaluation untuk
pertanggungjawaban.
objek evaluasi. Penting sekali menentukan dan mengetahui apa yang akan
akan dievaluasi. Dalam penelitian ini agar lebih sederhana peneliti membagi
59
menjadi 3 aspek utama yaitu, 1) input 2) process, dan 3). Output. Variabel input
penelitian ini.
tujuan, ini adalah hal yang mudah. Ketercapaian tujuan merupakan sebagian
isu kriteria evaluasi. Kriteria lain yaitu identifikasi kebutuhan, nilai-nilai sosial,
pemerintah No. 47 tahun 2008 tentang wajib belajar dan standar kriteria
60
6) Menentukan langkah-langkah dan prosedur yang dilakukan dalam evaluasi
a) Memfokuskan evaluasi
b) Mendesain evaluasi
c) Mengumpulkan informasi
d) Menganalisis informasi
f) Mengelola evaluasi
g) Mengevaluasi evaluasi
61
c) Feasibility (realistik dan teliti)
3 aspek utama/variabel utama yaitu variabel input, process, dan output. Adapun
discrepancy adalah menentukan standar pada tiap-tiap aspek yang hendak diukur
data yang diperoleh dilihat “gap”/ kesenjangan yang terjadi untuk dijadikan bahan
g. Komponen Evaluasi
kebijakan yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn. Dengan melihat
model keberhasilan implementasi yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van
Horn kemudian indikator dibandingkan dengan standar yang telah di tetapkan. Agar
yaitu:
1) Komponen Input
62
sumber daya yang mempunyai peran penting dalam rangka pencapaian
komponen yang meliputi: a) Sumber daya (resources) baik itu berupa sarana
2) Komponen Process
3) Komponen Output
dan layanan publik yang dapat dinikmati oleh kelompok sasaran. Variabel
63
dikontak oleh kelompok sasaran untuk menyampaikan pengaduan. Akses
target.
Terdapat beberapa hasil penelitian yang sesuai dengan penelitian evaluasi ini.
Penelitian dengan judul analisis kritis terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang
evaluasi hasil belajar. Hasil analisis menunjukkan, bahwa usaha-usaha yang telah
dilakukan oleh Pemerintah sudah tepat. kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1)
untuk siswa SD sudah tepat, (2) Surat Keputusan Mendiknas Nomor 012/U/2002
tentang Sistem Penilaian yang menyebutkan penilaian kelas dan ujian meliputi
tentang Ujian Akhir Nasional sudah tepat walaupun ada yang tidak setuju dengan
adanya ujian nasional ulangan, dan (4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Ujian Nasional sudah tepat,
pendidikan tidak hanya menjadi penonton apalagi menjadi pencela. Semua warga
64
pemerintah dalam bidang evaluasi belajar dengan sebaik-baiknya agar kualitas
pemerintah mengenai wajib belajar 9 tahun secara gratis bagi kaum proletar di
pemerintah mengenai wajib belajar 9 tahun secara gratis tersebut sudah berjalan
dan dibuktikan dengan pembebasan biaya pembayaran SPP, uang gedung dan
pemotongan harga buku. Tetapi juga masih ada biaya yang dipungut oleh lembaga
pendidikan seperti biaya pengambilan rapot dan biaya untuk ujian akhir nasional.
Walaupun dengan adanya hal itu, warga Dusun Borah yang sadar akan pentingnya
anaknya
pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar tidak hanya ditempuh melalui sekolah
(pendidikan formal), tetapi juga dapat melalui pendidikan nonformal yaitu Program
Kejar Paket A setara SD dan Kejar Paket B setara SLTP yang hasilnya dapat
dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Penelitian dari Sitta
65
pelaksanaan wajib belajar 12 tahun di Surabaya dengan pemberian Biaya
pendidikan untuk masyarakat Kota Surabaya dan berdampak adanya kuota bagi
66
C. Kerangka Pikir
Wajib belajar 9 (sembilan) tahun merupakan lanjutan dari kebijakan wajib
belajar 6 tahun dengan dikeluarkanya Kepmen tahun 1990 yang membentuk tim
kordinasi wajib belajar sekolah lanjutan tingkat pertama demi meningkatkan mutu
hukum kebijakan wajib belajar sembilan tahun lahir melalui Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar dan Peraturan Mentri
Dasar sembilan tahun dan pemberantasaan buta aksara. Hal ini menunjukkan sangat
sembilan tahun masih banyak mendapat hambatan baik dari segi teknis maupun
membuat hal itu semakin kompleks. Menurut peneliti hal yang paling mempunyai
pengaruh besar dalam kesuksesan program wajib belajar sembilan tahun adalah
acuan yang telah di tetapkan oleh Pemerintah pusat ataupun Pemerintah daerah
belajar 9 (sembilan) tahun, evaluasi ini diarahkan untuk mengetahui secara lebih
sembilan tahun ditinjau dari aspek input, process, dan output. Evaluasi
67
implementasi kebijakan wajib belajar sembilan tahun ini dilaksanakan dengan
dibandingkan dengan standar yang sudah ditetapkan oleh BSNP dan PP. NO 47
atau merubah standar yang sudah ada. Dari kesenjangan yang ada dapat
diidentifikasi kendala yang ada di lapangan. Gambar kerangka pikir penelitian ini
Standar
PP. No.47 Tahun 2008 (Input), (process), dan (Output).
Permendiknas No 16 Tahun 2007 (Input).
Permendiknas No. 13 Tahun 2007 (Input).
Permendiknas No. 24 Tahun 2008 (Input).
Permendiknas No. 25 Tahun 2008 (Input).
Permendiknas No. 69 Tahun 2009 (Input).
Permendiknas No. 24 Tahun 2007 (Input)
Perda No. 4 Tahun 2016 (Input), (process), dan (Output).
Gambar 9. Kerangka berfikir evaluasi implementasi kebijakan wajib belajar sembilan tahun bagi
masyarakat pesisir di Kabupeten Bangka
68
D. Pertanyaan Evaluasi
Dari rumusan masalah dan kerangka berfikir, maka pertanyaan evaluasi ini
Kabupaten Bangka?
2. Adakah kesenjangan kualitas pendidik dan tenaga pendidik dilihat dari aspek
kualifikasi?
Kabupaten Bangka?
Kabupaten Bangka?
69