Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP PENELITIAN DAN PREMIS

2.1 Kajian Pustaka

Setelah merumuskan latar belakang penelitian, maka langkah selanjutnya dalam

penelitian kualitatif adalah mencari teori dan konsep-konsep yang dapat dijadikan

landasan tinjauan pustaka. Teori dalam penelitian kualitatif sangat penting, karena teori

dapat memandu peneliti untuk mencoba menerangkan fenomena kualitatif, diperoleh

pengetahuan tentang hubungan antara variable yang mengandung fenomena-fenomena

yang berkaitan dengan masalah penelitian.

2.1.1 Implementasi

2.1.1.1 Pengertian Implementasi

Implementasi kebijakan secara sederhana dapat diartikan sebagai proses menerjemahkan

peraturan kedalam bentuk tindakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan

suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis karena wujudnya

intervensi berbagai kepentingan.

Van Meter dan Horn dalam Purwanto dan Dyah (2015;20) mendefinisikan

implementasi secara lebih spesisfik, yaitu: “Policy implementation encompasses those

actions by public or private individuals (or group) that are directed at the achievement of

objectives set forth in prior policy decisions”.


Dalam perkembangan pemaknaan terhadap implementasi terus mengalami

perkembangan implementasi dipahami secara lebih kompleks sebagai sebuah transaksi

(pertukaran) sebagai sumberdaya yang melibatkan banyak stakeholder.

Menurut Purwanto dan Dyah (2015:21) Implementasi intinya:

“kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang

dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya

untuk mewujudkan tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan diharapakan akan muncul

manakala policy output dapat diterima dan dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok

sasaran sehingga dalam jangka panjang hasil kebijakan akan mampu diwujudkan”.

Policy Target Policy


Delivery Implikasi
Output group outcomes

Gambar 2.1

Implementasi sebagai Delivery Mechanism policy output

Sumber : Purwanto dan Dyah (2015:21)

Menurut Wahab (2012: 143) mengatakan bahwa: “Implementasi adalah suatu output

(Keluaran), atau sejauhmana derajat dukungan terhadap suatu program, misalnya

seberapa besar pengeluaran yang sudah dianggarkan untuk sebuah program ataupun

sejumlah penyimpangan yang terjadi akibat kegagalan mematuhi peraturan negara”.


Grindle dalam Dyah dan Arif (2014:32) menjelaskan bahwa:

“Proses umum implementasi dapat dimulai ketika tujuan dan sasaran telah

dispesifikasikan, program-program telah dedesain, dan telah dialokasikan untuk

pencapaian tujuan. Hal tersebut merupakan syarat-syarat dasar (the content of policy) dan

konteks kebijakan (the context of policy) yang terkait dengan formulasi kebijakan”.

Menurut Mazmanian dan Sabatier, (Wahab:2012:135) mengatakan bahwa:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program

dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi kebijakan,

yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkanya pedoman-

pedoman kebijakan publik yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikanya

maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-

kejadian”.

Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2008:68), merumuskan proses implementasi

ini sebagai:

“Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk

undang-undang, namun dapat pula berbentuk peraturan-peraturan atau keputusan-

keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan”.

Akhirnya, implementasi dapat pula dilihat dari sudut pandang kelompok sasaran, misalnya

masyarakat kurang mampu yang belum mendapatkan Bantuan Sosial Tunai (BST)

2.1.1.2 Pengertian Kebijakan


Kebijakan publik ialah hasil unteraksi intensif antara para actor pembuatan kebijakan

berdasarkan pada fenomena yang harus dicarikan solusinya, kebijakan publik kerap pula

menyertakan partisipasi masyarakat guna menghasilkan keputusan yang baik. Kebijakan

terjadi pada konteks politik yang tidak demokratik sehingga keputusan sangan berisipat

top-down.

Dye dalam Agustino (2014:7) mengatakan bahwa: “kebijakan publik adalah apa yang

dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan”.

Carl Friedrich dalam Agustino (2014:7) mengatakan bahwa:

“Serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,kelompok, atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan

(kesulitan-kesulitan) dan kemungkina-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana

kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan

yang dimaksud”.

Wilson dalam Wahab (2012:13) merumuskan kebijakan publik : “the actions,

objectives, and pronouncements of government on particular matters, the steps they take

(or fail to take) to implement them, and the explanations they give for what happens (or

does not happen)”.

Tindakan-tindakan, tujuan-tujuan dan pertanyaan-pertanyaan pemerintah mengenai

masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah diambil (atau gagal diambil) untuk

di implementasikan, dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh mereka menegnai apa

yang telah terjadi (atau tidak terjadi).


Eatson dalam Tahir (2014:21) mendefinisikan kebijakan: “Pemerintah sebagai

alokasi otoritif bagi seluruh masyarakat sehingga semua yng dipilih pemerintah untuk

dikerjakan atau tidak dikerjakan adalah hasil alokasi nilai-nilai tersebut”.

Anderson dalam Agustino (2017:17) mendefinisikan bahwa kebijakan public sebagai:

“A purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a

problem or matter of concern”.

Kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan tertentu yang

diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan

permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan.

Kaji dalam Tahir (2014:29), mengemukakan bahwa terdapat beberapa unsur yang

terkandung dalam kebijakan publik sebagai berikut:

1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa

yang dimaksud akan dilakukan.

4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai sesuatu

dalam memecahkan masalah publik tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat

pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

5. Kebijakan publik posif selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang

bersifat memaksa (otoritatif).

Nurcholis dalam Tahir (2007:24) memeberikan definisi tentang kebijakan sebagai

keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu. Berisikan

ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman prilaku dalam hal:


1. Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran

ataupun (unit organisasi pelaksana kebijakan).

2. Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam

hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang

dimaksud.

2.1..3 Tahap-Tahap Kebijakan

Proses kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan

banyak proses maupun variable yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapaahli

politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan membagi proses-proses

penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan

public adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada

agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih

dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya,

beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan.

Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali,

sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau

ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang

lama.
Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian

dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal

dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives policy

options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk

masuk ke dalam agenda kebijakan. Dalam tahap perumusan kebijakan

masing-masing alternatf bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan

yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini masing-masing

aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.


3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para

perumus kebijakan. Pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan

tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesnus

antara direktur lembaga ataupun keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi cactatan-catatan alite, jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan

program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatife pemecahan

masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan

administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.

5. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi untuk melihat mana sejauh mana kebijakan yang dibuat telah

mampu memecahkan masalah.

2.1.2 Implementasi kebijakan

Menurut Mazmanian dan Sabatier, (Abdul wahab: 2012:139) merumuskan proses

implementasi kebijakan publik yaitu:

“Implementation is the carryng out of a basic policy decision usually incorporated in

statute but which can also take the form of important executive orders or court decisions

identifies the problem(s) to be addressed, stipulates the objective(s) to be pursued, and in

a variaty of ways, “stuctures” the implementation process. The process normally runs
trough a number of stages beginning with passage of the basic statute, followed by the

policy outputs (decision) of implemating agencies, the compliance of target groups with

those dicisions, the actual impacts both intended and unitended of those outputs the

perceived impacts of agency decision, and finally important revisions (or attempted

revisions) in basic statute (implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,

biasanya dalam bentuk undang-undang. Namun dapat pula bertbentuk perintah-perintah

atau keputusan-keputusan eksekutif penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan

mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan yang

ingin dicapai dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya. Proses ini

berlangsugn setelah sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan

pengesahan undang-undang kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan

keputusan oleh badan (instansi) pelaksana, kesediaan dilaksanakanya keputusan-

keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata baik yang

dikehendaki atau yang tidak dari output tersebut dampak keputusan sebagaimana

dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-

perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-

undang/ peraturan yang bersangkutan.

Menurut Smith dan Larimer, 2009 (Wahab: 2012:141) mengatakan bahwa:

“ Implementasi kebijakan dianggap sebagai suatu proses, keluaran (output) dan hasil

akhir (outcome). Maka konseptualisasikan sebagai suatu proses, serangkaian keputusan (a

serial of decisions) dan tindakan ( action) yang bertujuan melaksanakan keputusan

pemerintaha atau keputusan legislasi negara yang telah dibuat atau dirumuskan

sebelumnya.
Dari definisi-definis diatas dapat disimpulkan bahwa: Implementasi kebijakan adalah

serangkaian proses kebijakan yang dianggap sebagai tahapan yang sangat penting dimana

dapat memahami suatu fakta sesudah suatu program dinyatakan berlaku dan berlangsung

dalam proses kebijakan dimulai dengan beberapa thapan pengesahan undang-undang,

kemudian keluaran (output) kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dengan

adanya hasil akhir (outcomes) dan digerakan secara bekerjasama unstuk menerapkan

kebijakan kea rah tertentu yang dikehendaki. Dengan demikian, tujuan dam sasaran

program atau kebijkan itu secara keseluruhan dapat dicapai secara memuaskan.

2.1.2.1 Faktor implementasi kebijakan

a. Faktor pendukung implementasi kebijakan

Menurut Winarno (2002:102), mengatakan bahwa implementasi kebijakan bila

dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan : “Alat administrasi hukum

dimana berbagai faktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-

sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang

diinginkan”.

Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara

secara sempurna menurut teori implementasi Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun

yang dikutif olehn Wahab, yaitu :

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instsansi pelaksana tidak akan

mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut

mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.


b. Untuk pelaksaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup

memadai.

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

d. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan

kausalitas yang handal.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai

penghubungnya.

f. Hubungan saling ketergantungan kecil.

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna

j. Pihak-pihak yang memilki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan

mendapatkan kepatuhan yang sempurna (Hogwood dan Lewis dalam Wahab

1997:71-78)

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya ditunjukan dan dilaksanakan

untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditunjukan dan harus dilaksanakan pula oleh

seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya.

Menurut James Anderson, masyarakat mengetahui dan melaksanakan suatu

kebijakan public dikarenakan :

1. Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusan

badan-badan pemerintah;

2. Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan;


3. Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional,

dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui prosedur

yang ditetapkan;

4. Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan public karena kebijakan itu

lebih sesuai dengan kepentingan pribadi;

5. Adanya sanksi-sanksi tertentu yang akan dikenakan apabila tidak

melaksanakan suatu kebijakan. (Sugono, 1994:23)

Berdasarkan teori diatas bahwa faktor pendukung implementasi kebijakan

harus didukung dan diterima oleh masyrakat, apabila anggota masyrakat

mengikuti dan mentaati sebuah kebijakan maka sebuah implementasi berjalan

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan tanpa ada hambatan-hambatan yang

mengakibatkan sebuah kebijakan tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya.

b. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan

Menurut sugono dalam buku hukum dan lebijakan publik, implementasi

kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu:

a. Isi kebijakan

1. Implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi

kebijakan , maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup

terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-

program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada.


2. Karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstren dari kebijakan

yang akan dilaksanakan.

3. Kebijakan yang akan diimplementasikan dapat juga menunnjukan

adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti

4. Penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu

kebijakan public dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang

menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang

menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.

b. Informasi

Implementasi kebijakan public mengasumsikan bahwa apa peran yang

terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan

untuk dapat memainkan peranya dengan baik.

Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.

c. Dukungan

Pelaksanaan suatu kebijakan public akan sangat sulit apabila pada

pengimplementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksaan kebijakan

tersebut.

d. Pembagian potensi

Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu

kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para

pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan

diferensiasi (perbedaan) tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur

organisasi pelaksaan dapat menimbulkan maslaah-masalah apabila


pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan

pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang

kurang jelas. (Sunggono:149-153).

Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan

mempunyai manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata

lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus

sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Sehingga

apabila prilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan

pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik tidak akan efektif.

2.1.2.2 Model – Model Implementasi Kebijakan

Menurut Lester dan Stewart dalam Wahab (2012: 153) bahwa model

yang baik yaitu sebuah model yang pada derajat tertentu akan dapat

memainkan peran kunci semacam penyedia hamparan lahan atau pemebri

gambaran secara grafikal beberapa aspek penting dari proses kebijakan.

Tergantung pada motif dari pada penciptanya, tujuan diciptakanya sebuah

modelitu bervariasi. Tujuannya amat sederhana dana mat kompleks. Secara

sederhana dimaksudkan sebagai sebuah alat pengingat yang dapat dilihat

sewaktu-waktu. Tujuan diciptakanya sebuah model yang lebih rumit

dimaksudkan untuk meniru kemampuan olah gerak (manuver) pesawat

terbang berbagai kondisi yang ditempatkan disebuah laboratorium berupa

terowongan angin. Model seperti ini dapat membantuy dalam menyusun

sebuah hipotesis dan melakukan percobaan yang andal. Sebetulnya bisa

menggunakan model-model yang bersifat matematis (mathematical aquation),


dimana sejumlah variable dan hubungan antarvariabel itu diwujudkan dalam

pengertian-pengertian yang abstrak dan simbolik. Tujuan pokok diciptakanya

suatu model abstrak seperti itu tetap sama, yakni sebagai upaya untuk

menjawantahkan, meniru, menjelaskan, meramalkan, mencoba dan menguji

hipotesis.

Selain itu Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2017:133-136)

mengemukakan bahwa ada enam model yang mempengaruhi kinerja

implementasi kebijakan publik sebagai berikut:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya

jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis

dengan sosio-kultur yang mengada di tingkat pelaksana kebijakan. Ketika

ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu

utopis) untuk dilaksanakan ditingkat warga, maka akan sulit

direalisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan

berhasil.

2. Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, manusia

merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan

proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang


berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan

yang telah ditetapkan secara apolitik.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan

publik, hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan

(publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta

cocok dengan para agen pelaksanaannya. Misalnya, implementasi

kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku manusia secara

radikal, maka akan pelaksana projek itu haruslah berkrateristik tegas,

keras, dan ketat melaksanakan aturan sesuai dengan sanksi hukum yang

telah ditetapkan.

4. Sikap Atau Kecenderungan

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan

yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang

mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

5. Komunikasi Antar-Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme sekaligus syarat utama dalam

menentukan keberhasilan kebijakan, semakin baik koordinasi dan


komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses

implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil

terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metre

dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong

keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan, lingkungan yang

dimaksud termasuk lingkungan sosial, ekonomi, dan politik. Dan

lingkungan yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan

kinerja implementasi kebijakan. Oleh sebab itu, upaya untuk

mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kondusif

kondisi lingkungan eksternal.

Hal lain yang dikemukakan oleh Grindle (1980) dalam Agustino (2016:

142-144), mengatakan bahwa suatu implementasi kebijakan publik juga

amat ditentukan oleh tingkat implementability yang terdiri atas:

1) Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang

mempengaruhi).Interest Affected berkaitan dengan berbagai

kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan.

2) Type of Benefits (tipe manfaat). Pada poin ini content of policy

berupa untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu

kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yanag menunjukan


dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan

yang hendak dilaksanakan.

3) Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai).

Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai.

Content of Policy yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa

seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui

suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

4) Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan).

Pengambilan keputusan dalam suatu tindakan kebijakan memegang

peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada

bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan

dari suatu kebijakan yang akan di implementasikan.

5) Program Implementator (pelaksana program). Dalam menjalankan

suatu kebijakan atau program harus di dukung dengan adanya

pelaksanaan kebijakan yang kompeten dan kapabel demi

keberhasilan suatu kebijakan.

6) Resources Commited (sumber-sumber daya yang dapat digunakan).

Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-

sumber daya yang mendukung agar pelaksanaanya berjalan dengan

baik.
Model Pendekatan The Policy Implementation Process

Aktivitas Implementasi
dan Komunikasi
Antarorganisasi
\
Standar dan
Tujuan Karakteristik dari Kecenderungan
Agen Pelaksana /Disposisi dari KINERJA
KEBIJAKAN Pelaksana KEBIJAKAN
PUBLIK
PUBLIK
Standar dan
Tujuan Kondisi
Ekonomi, Sosial,
dan Politik

Sumber: van Metter & van Horn (1975-463)

2.1.2.3 Syarat – Syarat Mengimplementasikan kebijakan publik

Secara sempurna (perpect implementation)

Menurut hogwood dan Gunn dalam Wahab (2012:167) bahwa

mengimplementasikan kebijakan publik secara sempurna diantaranya:

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh instansi pelaksanaan tidak akan

menimbulkan gangguan yang serius.


b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang

cukup memadai.

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlakukan benar-benar tersedia.

d. Kebijakan yang akan di implementasikan disadari oleh hubungan

kausalitas yang andal.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai

penghubungnya

f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil.

g. Pemahaman yang mendalan dan kesepakatan terhadap tujuan.

h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna

j. Pihak-pihak yang memilki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan

mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Dalam hubungan ini yang perlu diingat bahwa tiap tahap akan berpengaruh

terhadap tahap yang lain. Misalnya, tingkat kesdiaan kelompok sasaran untuk

mengindahkan atau mematuhi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam keputusan-

keputusan kebijakan dari badan-badan (instansi) pelaksanaan akan berpengaruh

terhadap dampak nyata (impact) keoutusan-keputusan tersebut.

Jadi implementasi kebijakan itu merupakan tahapan yang sangat penting sebelum

suatu kebijakan itu dilaksanakan melalui proses, ouput (keluaran), outcomes (hasil

akhir). Apabila implementasi kebijakan itu sudah dibuat dengan perencanaan yang

baik maka tujuan yang hendak akan dicapai dapat tercapai sesuai dengan rencana yang

telah ditentukan sebelumnya.


2.1.3 Coronavirus Desease 2019 (COVID-19)

Coronavirus Desease 2019 (Covid-19),merupakan virus RNA strain tunggal

posistif. Virus ini juga disebut dengan virus zononotik, yaitu virus yang

ditransmisikan dari hewan kepada manusia bersifat sensitive terhadap suhu

panas.Covid-19 juga adalah virus jenis baru yang sangat mematikan dan belum

pernah diindentifikasi sebelumnya pada manusia.Virus ini diperkirakan dari

hewan umumnya kelelawar, dan bisa menular dari hewan ke manusia bahkan dari

manusia ke manusia lainnya. Penularan antar manusia kemungkinan besar

melalui percikan dahak saat batuk atau bersin. Hingga saat ini belum ada faksin

atau pengobatan yang mampu menyembuhkan infeksi Virus Coron.

Virus ini menyerang saluran pernapasan manusia dan menyebar melalui tetesan

kecil (doplet) dari hidung atau mulut enderita pada saat batuk dan bersin.

Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi

virus corona, yakni:

a. Demam (suhu tubuh diatas 38 derajat celcius)

b. Batuk kering

c. Sesak napas

Seseorang dapat tertular Covid-19 melalui berbagai cara yakni, sebagai berikut:
a. Tidak sengaja menghirup percikan ludah (doplet) yang keluar saat

penderita covid-19 batuk atau bersin.

b. Memegang hidung atau mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu

setelah menyentuh benda yang terkena cipratan ludah penderita

Covid19.

c. Kontak jarak dekat dengan penderita covid-19 dan lain-lain.

Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari

sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian pasien

yang terinfeksi virus Corona bisa mengalami penurunan oksigen tanpa

adanya gejala apapun. Kondisi ini disebut happy hypoxia.

1. Proses Transmisi Covid-19

Adapun proses transmisinya dapat terjadi dengan tiga metode yaitu

sebagai berikut:

a. Doplet penderita pada saat batuk atau bersin jatuh pada benda

disekitarnya,kemudian ada lain menyentuh benda yang sudah

terkontaminasi dengan doplet tersebut, lalu orang tersebut

menyentuh mata, hidung, atau mulut sebelum mencuci tangan,

maka orang tersebut dapat terinfeksi covid-19.

b. Seseorang tanpa sengaja menghirup doplet dari objek penderita

atau seseorang yang telah terinfeksi covid-19.

c. Kontak pribadi seperti berjabat tangan dengan objek penderita

virus tersebut
2. Ciri-Ciri Gejala Dan Terinfeksi Coronavirus Desease 2019 (Covid-19)

Adapun Ciri-ciri gejala awal dan terinfeksi Covid-19 yaitu pada

awalnya seseorang akan mengalami gejala mirip flu, batuk-batuk,

pilek, 32 serta mengalami demam dalam kurun waktu beberapa hari

hingga mengalami sesak napas akibat infeksi pada paru-paru

(pneumonia). Selanjutnya, gejala dapat sembuh dan terkadang malah

memberat. Penderita dengan gejala yang berat bisa mengalami demam

tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas dan nyeri dada.

Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi melawan corona

2.1.4 Pengertian Program Bantuan Sosial Tunai

Bantuan Sosial Tunai (BST) adalah bantuan berupa uang yang diberikan

kepada keluarga miskin, tidak mampu dan/atau rentan yang terdampak dari

wabah Covid-19. Yang belum pernah menerima bansos regular, yakni program

Keluarga Harapan (PKH) dan program Sembako. Tujuan dari program bantuan

ini adalah guna menjaga daya beli masyarakat di masa pandemik Covid-19.

Program BST dilaksanakan diseluruh Indonesia, kecuali Provinsi daerah

Khusus Ibu Kota Jakarta, Kabupaten Bogor, (meliputi kecamatan cibinong,

Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Klapanunggal, Kecamatan BodongGede,

Kecamatan jonggol, Kecamatan Cileungsi, dan Kecamatan Citeureup), Kota

Depok, Kota Tanggerang, Kota Tanggerang Selatan serta Kota Bekasi.

Pengecualian beberapa Kota/Kabupaten diatas karena lokasi tersebut sudah


diberikan Bantuan Sosial Sembako oleh Direktural Jendral Perlindungan dan

Jaminan Sosial.

Adapun regulasi menegnai program BST, diatur dalam keputusan Mensos

Nomor 54/HUK/2020, tentang pelaksanaan Bantuin Sosial Sembako dan Bantuan

Sosial Tunai Dalam Penanganan Dampak Covid-19.

bahwa pendistribusian bantuan sosial tunai melalui rekening bank-bank

Himabara dan PT. Pos Indonesia yang berstatus badan usaha milik negara. Untuk

para penerima lewat kantror pos, mereka akan dipanggil dengan surat yang

dibubui barcode. Kemudian ketika proses pengambilan mereka diharuskan

menunjukkan KTP dan nantinya akan difoto. Sementara untuk rekening, bantuan

tersebut akan dikirim langsung ke nomor rekening penerima dan bisa diambil di

bank-bank yang telah bekerjasama.

2.2 Konsep Penelitian

Konsep penelitian merupakan alur berfikir peneliti dalam melakukan suatu penelitian.

Pada penelitian ini terdapat fokus masalah yang mana merupakan inti masalah yang

akan diteliti. Fokus masalah ini adalah mengenai aspek yang berhubungan dengan

“Implementasi Kebijakan Program Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk Penangan

Covid-19 di Kelurahan Cibeureum Hilir”. Dengan apa yang senyatanya terjadi di

lapangan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Jones (1996:296) dalam

Agustino (2017:154) dalam melaksanakan aktivitas implementasi program atau


pelaksanaan kebijakan terdapat 3 (tiga) macam aktivitas yang perlu diperhatikan

secara seksama, yakni:

a. Organisai: Pembentukan atau penata ulang sumber daya, unit, dan metode agar

kebijakan dapat memberikan hasil atau dampak.

b. Interpretasi: Menafsirkan Bahasa kebijakan menjadi rencana dan pengarahan

yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan.

c. Penerapan: Ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainya yang

disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

Dari uaraian diatas, maka dapat digambarkan suatu konsep penelitian sebagai berikut :

Implementasi

Kebijakan

Interpretasi Penerapan/
Organisasi
Penerapan

Tujuan Kebijakan

Gambar 2.2 : Konsep Penelitian


2.3 Premis

Premis adalah pernyataan yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan,

dan subjek pada kesimpulan term minor yang tidak boleh terdapat pada kesimpulan.

Perlu diketahui bahwa term adalah suatu kata atau kelompok kata yang meliputi

fungsi subjek (s) atau predikat (p), premis mayor artinya pernyataan umum sementara

premis minor artinya pernyataan khusus. Proses itu dikenal dengan istilah silogisme.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyusun premis mayor yang berkaitan

dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Implementasi Kebjakan Program

Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk Penanganan Covid-19 akan berjalan dengan baik

apabila ditunjang dengan organisasi yang baik, interpretasiyang tepati, dan penerapan

yang jelas.

Sedangkan premis minor akan dirumuskan setelah memperoleh data/informasi

di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai