Anda di halaman 1dari 18

ADMINITRASI PUBLIK

MODUL III

RESUME PRESENTATION

HERMENEGILDO SIPA
INTI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
 Teori administrasi publik, Eran Vigoda (2002) mengemukakan bahwa
ada tiga disiplin ilmu sebagai “core sources” dari ilmu administrasi publik
antara lain: ilmu politik dan analisis kebijakan, sosiologi dan studi cultural,
manajemen organisasi dan ilmu bisnis termasuk didalamnya ilmu perilaku
manusia dan sumber daya manusia.
 Ketiga ilmu adminisrasi tersebut mengerucut kedalam dua konsentrasi
yakni:
1. kebijakan publik dan
2. manajemen publik.
 Kebijakan publik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari proses
pembuatan keputusan atau proses memilih, mengesahkan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi kebijakan untuk memecahkan
masalah-masalah tertentu.
 Manajemen publik merupakan disiplin ilmu manajemen yang diterapkan
dalam sektor publik yang pada intinya merupakan pengelolaan sebuah
pelaksanaan kebijakan di sektor publik.
I. KEBIJAKAN PUBLIK
A. SEJARAH SINGKAT DAN PENGERTIAN KEBIJAKAN
PUBLIK

 Secara umum penggambaran ide public policy diawali oleh John Dewey (Thoha, 2008; 104).
Dalam bukunya yang berjudul Logic : The Theory of Inquiry, Dewey membeberkan
perhatiannya tentang sifat eksperimen dari cara mengukur kebijaksanaan (policy). Tahap
berikutnya buah pikir Dewey ini dikembangkan oleh Harold Lasswell dengan mempertajam
ide ilmu policy.

 Ilmu Policy didefinisikan sebagai studi tentang proses pembuatan keputusan atau proses
memilih dan mengevaluasi informasi yang tersedia dan bergayutan untuk memecahkan
masalahmasalah tertentu. Pusat perhatian dari studi ini ada pada lima (5) tugas intelektual,
yakni : penjelasan tujuan, penguraian dari kecenderungan, penganalisaan keadaan, proyeksi
dari 75 pengembangan masa depan, penelitian, evaluasi dan pemilihan alternatif (Lasswell,
1968).

 Perkembangan lanjut dari studi policy ini dipengaruhi oleh makin kompleksnya masalah-
masalah publik. Makin banyak dibutuhkan ahli policy khususnya analis kebijakan publik baik
di sektor pemerintah maupun swasta/ perusahaan. Beragam definisi kebijakan publik
berkembang sesuai cara pandang ahli yang mendefinisikan.
 Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan negara yang merupakan
kepentingan publik dengan memperhatikan input yang tersedia, berdasarkan usulan dari
seseorang atau sekelompok orang di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan.
I. KEBIJAKAN PUBLIK
B. PROSES KEBIJAKAN PUBLIK

 Proses kebijakan publik merupakan aktivitas intelektual untuk


memecahkan masalah publik yang dilakukan dalam proses kegiatan yang
bersifat politis.

 James Anderson (1979) memerinci proses kebijakan publik tersebut


meliputi lima langkah yakni : Formulasi masalah, Formulasi kebijakan
Penentuan Kebijakan Implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.

 Proses kebijakan secara umum meliputi:


1. Analisis kebijakan,
2. Pengesahan kebijakan,
3. Implementasi kebijakan, dan Evaluasi kebijakan.
1. Analisis Kebijakan
 Analisis kebijakan merupakan disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai
metode penelitian dan argument untuk menghasilkan dan memindahkan informasi relevan
dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan pada tingkatan politik untuk memecahkan
masalah-masalah kebijakan (Dunn, 2003).
 Cakupan proses analisis kebijakan umumnya meliputi : identifikasi masalah, identifikasi
alternatif, seleksi alternatif dan pengusulan alternatif terbaik.

1). Identifikasi Masalah


 Identifikasi masalah merupakan proses untuk mengenali dan menentukan permasalahan yang
perlu ditangani secara serius. Informasi tentang masalah kebijakan publik ini dapat
diperoleh berbagai indikator pembangunan semacam standar pelayanan minimal (SPM) dalam
penyelenggaraan urusan wajib, evaluasi rencana pembangunan jangka menengah (RPJM),
laporan-laporan survai, jurnal-jurnal atau interview langsung ke masyarakat.
2). Identifikasi Alternatif
 Untuk dapat mengidentifikasikan alternatif yang tepat seorang analis harus memiliki teori
yang cukup pada masalah yang akan dipecahkan. Dengan bekal teori analis akan mengurai
ke dalam faktor-faktor penyebab permasalahan dan menterjemahkan ke dalam alternatif
pemecahan masalah. Aspek teoritis haruslah dikuatkan dengan aspek praktis agar alternative
kebijakan dapat dioperasionalkan.
1. Analisis Kebijakan
3). Seleksi Alternatif
 Untuk dapat menyeleksi dan memilih alternatif-alternatif kebijakan yang nantinya
akan diajukan kepada policy makers, diperlukan kriteria atau standar yang rasional.
Bardach dalam Patton & Sawicki (1986) mengemukakan beberapa kriteria seleksi
alternatif yang meliputi : technical feasibility, economic and financial possibility,
political viability, and administrtatif operability.
 Secara umum penentuan kriteria menggunakan dua prinsip, yakni :
(1) Rasionalitas
(2) Demokrasi.
Prinsip rasionalitas diterapkan untuk mendapatkan alternatif terbaik sesuai kaidah
keilmuan seperti analisis biaya dan manfaat. Harus dihitung beberapa biaya yang
harus dikeluarkan untuk implementasi masingmasing alternatif dan seberapa
manfaat yang bisa didapatkan bila salah satu alternatif diimplementasikan.

Prinsip demokrasi adalah prinsip seleksi alternative dengan melibatkan


stakeholders. Alternatif hanya dapat diterima bila disetujui para stakeholders atau
pihak yang berkepentingan melalui forum dialog, diskusi dan sebagainya.
2. PENGESAHAN DAN FORMULASI KEBIJAKAN

 Proses pengesahan kebijakan biasa juga disebut pembuatan


keputusan. Bila usulan kebijakan telah diadopsi dan disahkan
oleh pihak yang berwenang, maka usulan kebijakan tersebut
sudah berubah menjadi kebijakan yang sah (legitimate).
Kebijakan yang sudah sah tadi selanjutnya mengikat semua pihak
yang berkaitan atau pihak yang menjadi sasaran kebijakan
tersebut.

 Di negara-negara demokratis, prinsip dasar dalam pengesahan


kebijakan adalah “mayority coalition building” atau “mayority
vote”, artinya bila 80 mayoritas pihak-pihak yang terkait dalam
proses pengesahan telah setuju, maka pengesahan dapat
dilakukan.
3. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
 Implementasi merupakan langkah menterjemahkan rencana ke dalam praktek. Gordon (1986) yang
mengatakan bahwa implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program.
Hal ini berarti implementor harus mengatur cara mengorganisir menginterpretasikan aturan main dan
menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.

 Gow dan Morss dalam Turner dan Hulme (1997) mengungkapkan ada beberapa penghambat implementasi
kebijakan, yakni :
1). Hambatan politik, ekonomi dan lingkungan
2). Kelemahan institusi
3). Ketidakmampuan SDM dalam bidang teknis dan administrative
4). Kekurangan bantuan teknis
5). Kurangnya desentralisasi dan partisipasi
6). Lemahnya pengaturan waktu (timing)
7). sistem informasi yang kurang mendukung
8). Perbedaan agenda tujuan antar actor
9). Kurangnya dukungan yang berkelanjutan

 Secara lebih tegas, D.L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan, yakni : 1). Logika yang digunakan oleh suatu kebijakan yakni seberapa
benar teori yang dijadikan landasan suatu kebijakan atau seberapa jauh hubungan logis antara kegiatan-
kegiatan yang dilakukan dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan 2). Hakekat kerjasama yang
dibutuhkan yakni apakah semua pihak yang terlibat dalam kerjasama telah merupakan assembling produktif 3).
Ketersediaan sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen untuk mengelola pelaksanaannya.
4. EVALUASI KEBIJAKAN
 Evaluasi kebijakan diperlukan dalam rangkaian proses kebijakan publik karena tidak semua
program mencapai hasil yang diinginkan. Charles O. Jones (1984) sebelumnya secara lebih
ringkas menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat”
suatu kebijakan. Secara umum, evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang berkaitan dengan
estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut : substansi, implementasi dan dampak
(James Anderson, 1975).

 Ada dua tugas utama dari evaluasi kebijakan menurut Lester dan Stewart (2000). Dua tugas
tersebut adalah : (1). Menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh
sebuah kebijakan dengan menggambarkan dampak kebijakannya. Tugas ini meliputi usaha
untuk melihat apakah program mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan atau tidak. Bila
tidak, faktor-faktor apa yang menjadi penyebabnya, misalnya apa terjadi kesalahan dalam
perumusan masalah atau ada faktorfaktor lainnya, (2). Menilai keberhasilan atau kegagalan
dari suatu kebijakan berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tugas ini berkaitan erat dengan tugas pertama. Apakah kebijakan berhasil atau tidak mencapai
dampak yang diharapkan.

 Proses kebijakan publik mulai formulasi, implementasi sampai evaluasi yang baik diharapkan
akan membawa kesejahteraan dan kemanfaatan yang lebih banyak bagi masyarakat.
II. MANAJEMEN PUBLIK
A. PERGESERAN PARADIGMA STUDI MANAJEMEN

Perkembangan
 manajemen publik paling tidak dipengaruhi oleh tiga pandangan yaitu
1. Manajemen Normatif
2. Manajemen Deskriptif
3. Manajemen Publik

1. Manajemen Normatif
Pendekatan manajemen normatif melihat management sebagai suatu proses
penyelesaian tugas atau pencapaian tujuan. Effektivitas dari proses tersebut diukur dari
apakah kegiatan-kegiatan organisasi direncanakan, diorganisir, dikordinasikan, dan
dikontrol secara lebih efisien (Stoner, 1978; Rue & Byars, 1981 dalam Keban, 2004).
Sementara itu, R.Miles (1975) mencoba meletakan fungsi-fungsi manajemen normatif
tersebut dalam tiga teori manajemen, pertama yang disebut sesuai dengan model
tradisional, kedua yaitu human relations, dan ketiga adalah human resources.
 Model Tradisional
 Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, seorang manajer sangat dipengaruhi
91 oleh pola pikir manajemen tradisional atau klasik yang melihat manusia yang dipimpinnya adalah
orang yang tidak senang dengan pekerjaan, malas, bodoh, tidak suka bertanggung jawab, dan tidak mampu
mengendalikan diri, serta selalu mengutamakan uang. Karena itu, bawahan seharusnya dikontrol secara
ketat, pekerjaannya harus dirumuskan secara sederhana dan jelas, dan berusaha menterjemahkan
kegiatannya kedalam prosedur-prosedur dan rutinitas yang rinci dan memaksanya untuk mengikutinya,
dan mendorong bekerja dengan paksaan atau memanipulasinya dengan uang. Ini yang disebut sebagai
tugas utama seorang manejer. Harapannya adaiah agar bawahannya dapat bekerja terus, dan selalu
berusaha memenuhi standard yang dituntut.

 Model Human Relations


 Seorang manager berasumsi bahwa bawahannya ingin merasa berguna dan penting, dikenal sebagai
seorang individu yang berarti, dan bahwa keinginan tersebut mungkin lebih penting dari pada uang, maka
jalan keluarnya adalah memuji individu atau bawahannya agar mereka merasa penting/berguna, selalu
mendengarkan keiuhan dan saran bawahannya, dan membiarkan bawahannya rneiakukan pengendalian
dan pengarahan diri daiam hal-hal rutin, Dengan demikian, diharapkan agar bawahan menjadi kerasan atau
termotivasikan, dan bersedia bekerja sama secara sukareia.

 Model Human Resources


 Seorang manager berasumsi bahwa orang bisa saja tertarik terhadap pekerjaan yang menantang (tidak
selalu uang), memiliki kreativitas dan inisiatif serta tanggung jawab yang tinggi untuk mengarahkan
pengendalian dan pengarahan dirinya, maka yang dilakukan oleh manajer tersebut adalah memanfaatkan
kemampuan sumberdaya manusia yang ada pada bawahannya, memberikan peluang agar mereka dapat
berkreasi dan berinisiatif, serta memberikan dorongan agar mereka dapat berpartisipasi secara aktif.
Karena itu, diharapkan terjadinya tanggung jawab yang Iebih tinggi di kalangan bawahan, sekaligs terjadi
perbaikan efisiensi dan peningkatan kepuasan kerja.
II. Manajement Deskriptif
 Mintzberg memberikan fungsi-fungsi yang biasa dilakukan oleh seorang manajer di tempat
kerjanya. Menurut Mintzberg, tungsi manajemen yang benar-benar dijalankan terdiri atas
kegiatan-kegiatan personal, interaktif, administrate, dan teknis.
Pertama, adalah kegiatan personal, yaitu kegiatan yang dilakukan manager untuk mengatur
waktunya sendiri, berbicara dengan para broker, menghadiri pertandingan, dan kegiatan-
kegiatan lain yang memuaskan dirinya atau keluarganya. Dalam konteks organisasi, kegiatan-
kegiatan ini mungkin dianggap tidak penting, tetapi sebagai manusia, seorang manager pasti
terlibat, bahkan kadangkadang menentukan keberhasilan kariemya. Seorang manager yang
berhasil biasanya mengatur kegiatan-kegiatan person lebih sukses dalam memimpin
organisasi.
Kedua, adalah kegiatan interaktif. Manager biasanya menggunakan banyak waktu untuk
melakukan interaksi dengan bawahan, atasan, customer, organtsasi lain, dan
pemimpinpemimpin masyarakat. Biasanya dua pertiga dari waktu yang ada digunakan untuk
kegiatan-kegiatan tersebut. Peranan yang dimainkan oleh manager dalam konteks tersebut
terdiri dari interpersonal, informational, dan decision making. Dalam memainkan peranan
intepersonal, seorang manager bertindak sebagai "figurehead", "leader", dan "liaison".
Ketiga, adalah kegiatan administratif. Kegiatan ini mencakup surat-menyurat, penyediaan dan
pengaturan budget, monitoring kebijakan dan prosedur, penanganan masalah kepegawaian.
Biasanya para manager hanya menggunakan sebagian kecil saja dari waktu yang tersedia
untuk kegiatan tersebut. Meskipun demikian, pengalaman menunjukan bahwa banyak
manager yang mengeluh dengan kegiatankegiatan tersebut.
Keempat, adalah kegiatan teknis. Kegiatan ini merupakan kegiatan seorang manager untuk
memecahkan masalah-masalah teknis, melakukan supervisi terhadap pekerjaan teknis, dan
bekerja dengan menggunakan peralatan-peralatan dan perlengkapan-perlengkapan.
III. Manajemen Publik
 Secara umum manajemen publik dapat dipahami sebagai manajemen dengan
lokus pada instansi pemerintah, atau manajemen pengelolaan urusan publik.
Overman dalam Keban (2004) mengemukakan bahwa manajemen publik
bukanlah “scientific management” meski pengaruhnya sangat terasakan.
Manajemen publik bukanlah “policy analisys” ataupun administrasi publik.
Manajemen publik merupakan studi 95 yang bersifat indisipliner yang
mencakup aspek-aspek umum organisasi merupakan gabungan fungsi-fungsi
manajemen seperti planning, organizing dan controlling di satu sisi dan di
sisi lain mencakup SDM, keuangan, fisik, informasi dan juga politik.

 Wilson meletakan 4 (empat) prinsip dasar bagi studi administrasi publik yang
mewarnai manajemen publik sampai sekarang yaitu (1) pemerintah sebagai
setting utama organisasi; (2) fungsi eksekutif sebagai fokus utama; (3)
pencarian prinsip-prinsip dan teknik manajemen yang lebih efektif sebagai
kunci pengembangan kompetensi administrasi, dan (4) metode perbandingan
sebagai suatu metode studi dan pengembangan bidang administrasi publik
(lihat Perry & Kraemer, 1991:5 - 6).
II. MANAJEMEN PUBLIK
B. Teori Organisasi

1. Definisi Organisasi
 Shafritz dan Russel (1997) mendefenisikan organisasi
sebagai suatu kelompok orang yang bekerjasama untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian ini organisasi
merupakan sekumpulan orang yang dikelompokkan dalam
suatu kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Pengelompokan orang ini didasarkan pada prinsip pembagian
kerja, tanggungjawab, peran dan fungsi, hubungan, prosedur,
aturan, standar kerja, tanggungjawab dan otoritas tertentu.
2. Pergeseran Paradigma dalam studi organisasi
Ilmu administrasi pada dasarnya berjalan seiring dengan teori
organisasi (Kusdi, 2009:10). Teori organisasi telah mengalami
beberapa kali evolusi dari masa ke masa. Pembagian periodenya
adalah tiga fase, yaitu klasik, modern dan post-modern (Kusdi,
2009:2). Mary Jo Hatch (1997:5) juga memberikan pembagian
evolusi teori organisasi menjadi empat, yaitu: klasik, modern,
simbolik-interpretatif dan post-modern.

Pemisahan atau pengelompokan teori organisasi berdasarkan periode


atau waktu tersebut hanya bersifat konseptual atau teoritis saja
sehingga dengan mempelajari perkembangan atau evolusi teori
organisasi berdasarkan periode atau fase maka diketahui 98 dan
dipahami gambaran mengenai perkembangan teori organisasi pada
masing-masing periode atau waktu, tokoh atau ahli pemikir beserta
displin ilmu yang mempengaruhinya serta teori atau asumsi yang
dihasilkan.
3. Paradigma Birokrasi (bureaucratic Paradigm)
 Sejak awal mula konsep birokrasi dikenal dari praktek penyelenggaraan
pemerintahan yang buruk. De Gourney dalam Albrow (1989) perintis studi
birokrasi pada tahun 1764 menemukan sebuah fenomena yang berupa penyakit
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang disebut “buruemania”. Penyakit
tersebut digunakan untuk menyebutkan keluhan-keluhan tentang para pejabat, juru
tulis, sekretaris dan juga inspektur yang tidak mementingkan kepentingan umum
tetapi lebih mengedepankan kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya.

 Sejak itu istilah birokrasi mulai dikenal dan pada abad ke 18 mulai populer istilah “
bureau” yang berasal dari bahasa Yunani berarti meja tulis, tempat para pejabat
bekerja dan kemudian bergeser menjadi aturan.

 Kelebihan birokrasi tercatat antara lain : bentuk ini akan berjalan scara efisien pada
organisasi berskala besar seperti rumah sakit, sekolah, militer dlsb. Birokrasi akan
makin cocok bila organisasi bertumbuh besar. Secara alami birokrasi akan menjadi
pilihan karena selalu menjaga standarisasi, apalagi bila sudah tumbuh
“professional bureaucracy”.
4. Paradigma Post Birokrasi (Post Bureucratic Paradigm)
Keban (2004) menjelaskan bahwa Gaebler dan Osborne
(1992) dan Osborne dan Plastrik (1997) mengungkapkan
adanya pergeseran paradigma dari birokrasi Weber ke
paradigma baru yakni paradigm “post bureaucratic” yang
oleh Barzelay, (1992) disebut “postburacratic”.

Dalam paradigma baru, struktur yang selama ini dianggap


sebagai alat kontrol atau kendali birokrasi harus mengikuti
prinsip “the control strategy” yakni memindahkan otoritas
dan kendali dari atas atau pusat ke pemberdayaan para
pegawai atau bawahan (employee empowerment)
organisasi lokal (organizational empowerment) dan
masyarakat (community).
SEKIAN

TERIMA KASIH!!!

Anda mungkin juga menyukai