Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tahapan sebuah kebijakan tentu saja melibatkan seluruh stake holder yang ada, baik
sektor swasta maupun publik secara kelompok maupun individual. Implementasi
kebijakan meliputi tiga unsur yakni tindakan yang diambil oleh badan atau lembaga
administratif; tindakan yang mencerminkan ketaatan kelompok target serta jejaring sosial
politik dan ekonomi yang mempengaruhi tindakan para stake holder tersebut. Interaksi
ketiga unsur tersebut pada akhirnya akan menimbulkan dampak baik dampak yang
diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan.
Hasil akhir implementasi kebijakan paling tidak terwujud dalam beberapa indikator
yakni hasil atau output yang biasanya terwujud dalam bentuk konkret semisal dokumen,
jalan, orang, lembaga; keluaran atau outcome yang biasanya berwujud rumusan target
semisal tercapainya pengertian masyarakat atau lembaga; manfaat atau benefit yang
wujudnya beragam; dampak atau impact baik yang diinginkan maupun yang tak
diinginkan serta kelompok target baik individu maupun kelompok.
Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-
keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-
perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi
pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah
program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang
bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut
jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi
adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan
yakni:
1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan;
2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;
3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;
5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;
6. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.
Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:
1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode;
2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan
dijalankan;
3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.
Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistematis dari
pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini
adalah tentang tahapan kebijakan.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka
dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian tahapan kebijakan
2. Sistematika pembuatan kebijakan
3. Kebijakan publik

C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian tahapan kebijakan
2. Untuk mengetahui sistematika kebijakan
3. Untuk mengetahui tentang kebijakan publik

D. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan motede heuristic. Metode yaitu
proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan kegiatan penelitian.
Metode ini dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan
penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu, penyusunan juga menggunakan studi
literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.

E. Sestimatika Penulisan
Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya
dijabarkan sebagai berikut :
Bagaian kesatu adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memeparkan
beberapa Pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalah utama.
Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar belakang masalah batasan, dan
rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penulisan dan sistematika
penulisan makalah.
Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagaian utama yang
hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyususn berusaha untuk
mendeskripsikan berbagai temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian
sumber/bahan.
Bagian ketiga yaitu Kesimpulan. Pada Kesempatan ini penyusun berusaha untuk
mengemukakan terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh
penyusun dalam perumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tahapan kebijakan


Tahapan kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta,
serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat
memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan
pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling
mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan
keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti
prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya.
Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau
administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
Sebuah kebijakan identik dengan sebuah keputusan, adapun keputusan itu sendiri
dapat diartikan suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan secara
sadar dengan cara menganalisa kemungkinan kemungkinan dari alternatif tersebut
bersama konsekuensinya.Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir, dapat berupa
tindakan atau opini. Itu semua bermula ketika kita perlu untuk melakukan sesuatu tetapi
tidak tahu apa yang harus dilakukan. Untuk itu keputusan dapat dirasakan rasional atau
irrasional dan dapat berdasarkan asumsi kuat atau asumsi lemah. keputusan adalah suatu
ketetapan yang diambil oleh organ yang berwenang berdasarkan kewenangan yang ada
padanya.

B. Sistematika kebijakan publik


Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui
berbagai tahapan. Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn. adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis
dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk
memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam
agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan
status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda
publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik
yang lebih daripada isu lain.

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik
yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues)
sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues
biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai
arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai
karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan
merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian,
penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa
masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber,
1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:
1. Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang
serius;
2. Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis;
3. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan
mendapat dukungan media massa;
4. Menjangkau dampak yang amat luas ;
5. Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
6. Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah
dirasakan kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada
agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda
untuk waktu lama.
Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-
undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan
disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi
dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh
mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2. Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan
masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil
untuk memecahkan masalah.
3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
4. Penilaian/ Evaluasi KebijakanTujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi
pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat
diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.Namun
warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi
dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan
dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.

C. Evaluasi Kebijakan
Dalam mengadakan sebuah proses evaluasi, terdapat beberapa hal yang akan
dibahas yaitu apa yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana proses evaluasi, kapan
evaluasi diadakan, mengapa perlu diadakan evaluasi, dimana proses evaluasi diadakan,
dan pihak yang mengadakan evaluasi.
Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir
(posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan
eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan
untuk melihat tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisa situasi
berikutnya
Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang
harus dilalui yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan
permasalahan, memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk
mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan
hasil penelitian.

D. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara yang di laksanakan agar
sebuah kebijakan dapat tercapai tujuannya(Dwijowijoto,2003:158). Dijelaskan oleh putt
dan springer implementasi kebijakan adalah serangkaian aktivitas dan keputusan yang
memudahkan pernyataan kebijakan dalam formulasi terwujudke dalam paktik organisasi.
Tangkilisan (2003:11) berpendapat bahwa pelaksanaan kebijakan memerlukan sejumlah
keputusan dan tindakan oleh kepala sekolah. ada empat faktor penting dalam
mengimplementasikan kebijakan yaitu komunikasi, sumber, disposisi, atau sikap dan
struktur birokrasi. Untuk mengimplementasikan kebijakan ada dua pilihan langkah yang
memungkinkan, yaitu langsung mengimplemntasikan dalam bentuk program-program,
atau dapat melalui kebijakan derivat (turunan) dari kebijakan publik tersebut.

E. Komunikasi
Proses komunikasi ekfektif diperlukan dalam kerangkapelaksanaan kebijakan. Itu
artinya pemimpin harus mengkomunikasikan kepada bidang yang bertanggung jawab
dalam melaksanakan kebijakan agar memahami kebijakan yang menjadi tenggung
jawabnya, maka untuk mengimplementasikan kebijakan secara tepat, ukuran
implementasi mesti tidak hanya diterima, namun kebijakan yang di laksanakan bagi
mereka harus juga jelas.

F. Sumber Daya
Betapapun jelasnya proses komunikasi kebijakan kepada pelaksana kebijakan dan
betapapun perintah dan kewenangan sudah diberikan, tetapi kalau sumber daya yang
tersedia tidak mendukung hal ini dapat menghambat pelaksanaan kebijakan. Adapun
pentingnya sumber daya ini mencakup: jumlah staf yang tepat, keahlian yang di perlukan,
informasi yang relevan tentang cara melaksanakan kebijakan dan berbagai penyesuaian
lainnya. Jika sumber daya tidak cukup, berarti kebijakan tidak akan terlaksana karena
prosedur kerja, kegiatan yang ditetapkan tidak dapat dibumikan dalam memenuhi tujuan
dan harapan stakeholders atau pelanggan.

G. Disposisi
Disposisi atau sikap di sini dimaksudkan adalah sikap pelaksanaan kebijakan.
Para pelaksana kebijakan yang ditetapkan dengan kemampuannya memang harus
terdorong sepenuh hati atau memiliki komitmen melaksanakan kebijakan tersebut. Disini
diperlukan keseimbangan pandangan bahwa kebijakan dilaksanakan memenuhi tujuan
pribadi dan tujuan organisasi sehingga kebijakan menyentuh harapan yang sejatinya
adalah mencapai tujuan.

H. Sruktur Birokrasi
Bila para pelaksanasudah tahu apa yang akan dikerjakan karena sudah
dikomunikasikan dan mau melaksanakan namun kadang terhambat karena stuktur
birokrasi. Masalah koordinasi menjadi faktor struktur birokrasi yang dapat menghambat
pelaksanaan kebijakan. Karena dalam pelaksanaan kebijakan melibatkan banyak orang,
bidang dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan kebijakan.
Ada beberapa variabel yang termasuk sebagai faktor yang mempengaruhi
kebijakan publik, yaitu:
1. Aktuvitas implementasi dan komunikasi antar organisasi
2. Karakteristik dari agen pelaksana/implementator
3. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik
4. Kecenderungan (dispotision) dari pelaksana implementator.

I. Monitoring Program
Monitoring mencakup pengumpulan data secara vsistematik dan berkelanjutan
atau aktivitas bprogram. Imformasi tersebut mencakup dua jenis utama, yaitu:
Masukan adalah sumber daya yang dibutuhkan oleh pelaksana aktuvitas program.
Anggaran biaya dan waktu merupakan masukan dasar pelayanan sebagai pengukuran
efisiensi.
Hasil adalah produk dari aktivitas program. Sejumlah kasus proses, jumlah hambatan,
jumlah hambatan pernyataan kalimat, dan keempat adalah contoh ukuran hasil
pelayanan sebagai indikator efektivitas.
Monitoring pprogram juga mencakup pengembangan indikator kinerja yang
terstandar dan sistem pelaporan. Selain itu monitoring programpun sebagai proses
menajemen yang memerlukan data maka ada proses pelaporan yang diatur oleh
menajemen untuk memudahkan proses penilaian pihak manajemen puncak.
J. Evaluasi Pengaruh
Evaluasi pengaruh dilaksanakan untuk menentukan tingkatan pencapaian
kebijakan yang sesuai sasaran. Evaluasi pengaruh adalah lebih dari pengembangan
monitoring program, yang berarti pengaruh evaluasi ini adalah berkenaan dengan fokus
perubahan dalam hak sosial dan kondisi fisik. Secara ideal pengaruh evaluasi
memberikan lebih dari suatu deskripsi dari perubahan dalam pengukuran sasaran program
implementasi. Dan juga analisis usaha merancang kajian bahwa membiarkan mereka
menerntukan berapa banyak perubahan ini dicirikan dalam kebijakan yang dievaluasi
secara baik.

K. Evaluasi Proses
Evaluasi proses adalah menentukan mengapa program dilaksanakn pada level ini
dan apakah dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja. Evaluasi proses ini berkenaan
dengan identifikasi jaringan khusus antara aktivitas pelaksanaan kebijakan dengan kinerja
program.
Evaluasi formulasi kebijakan
a) Menggunakan pendekatan
b) Mengarah pada masalah inti
c) Mengikuti prosedur yang telah disepakati
d) Mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal.
Model evaluasi formulasi kebijakan
1) Model kelembagaan
2) Model proses
3) Model kelompok
4) Model elit
5) Model rasional
6) Model inkremental
PENGERTIAN DAN BENTUK ANALISIS
KEBIJAKAN PUBLIK

William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah


suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode
penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan
dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka
memecahkan masalah-masalah kebijakan. Weimer and Vining, (1998:1): The product
of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform some public policy
decision. Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan nasehat atau bahan
pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi,
tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut,
dan juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai
penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.
Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk
membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah
publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan
dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif
kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat
kebijakan.
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan
antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah
adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik
berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah
rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum
maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan
rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih
berkualitas. Dunn (2000: 117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan
publik, yaitu:
1. Analisis kebijakan prospektif
Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi
informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis
kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk
dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan
secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai
landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.
2. Analisis kebijakan retrospektif
Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan
transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis
berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis
yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis
yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini
terdapat kelebihan dan kelemahan.
3. .Analisis kebijakan yang terintegrasi
Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada
penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan
diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para
analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi
juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan
mentransformasikan informasi setiap saat.
Sumber buku Analisis Kebijakan Publik karya Liestyodono
BAB III
KEBIJAKAN PUBLIK DALAM SISTEM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN NEGARA

A. Peran Pemerintah dan Public Goods


1. Peran pemerintah.
Secara singkat, peran pemerintah timbul untuk mengatur dan memelihara
hubungan antar individu dan kelompok dalam masyarakat. Bagi negara-negara
berkembang, ide untuk mengurangi peran pemerintah sungguh tidak layak, terutama
dalam era globalisasi sekarang ini. Persaingan yang terbuka dan makin langsung itu
akan menghadapkan kekuatan-kekuatan yang tidak seimbang. Usaha bisnis raksasa
dari negara-negara maju berhadapan dengan kekuatan amat kecil yang tidak
terorganisir di negara-negara berkembang. Akibatnya tentu saja bukan kehidupan
dunia yang harmonis yang akan terbentuk melainkan suatu hubungan yang bersifat
asimetris, yang menjurus pada pemerasan dan pemanfaatan kekuatan-kekuatan mikro
di negara-negara berkembang untuk kepentingan konglomerat dari negara-negara
kaya.
Sesuai dengan pemahaman bahwa hakekat dari kebijakan publik pada dasarnya
adalah intervensi pemerintah dalam masyarakat, timbul persoalan tentang besarnya
campur tangan yang dapat dilakukan pemerintah itu. Misalnya, dalam keadaan darurat
seperti penyelesaian konflik antar suku, bencana alam dan sebagainya, penentuan
keharusan campur tangan pemerintah ini mudah dipahami, tetapi dalam keadaan
normal persoalan menjadi lebih rumit, sehingga muncul pertanyaan: sejauh mana
pemerintah dapat melakukan intervensi dalam bidang moneter? Dalam UU No.
23/1999 tentang Bank Indonesia, disebutkan independesi Bank Indonesia dari campur
tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lain dalam kebijakan moneter yang menjadi
wewenang Bank Indonesia dalam memelihara kestabilan nilai Rupiah (pasal 1 butir
10, dan pasal 4 ayat 2). Persoalannya, kalau bidang moneter harus dianggap sebagai
bidang yang tabu untuk intervensi pemerintah, bagaimana dengan kebijakan bidang
fiskal yang ditangani Departemen Keuangan, dan kebijakan di bidang industri dan
perdagangan yang ditangani Departemen Perdagangan dan Perindustrian?
Persoalannya, bukankah semua bidang tersebut mempunyai efek atau dampak yang
sama terhadap kondisi perekonomian dari suatu negara? Dan, bukankah setiap
perubahan dalam bidang ekonomi yang ditimbulkan itu, sepenuhnya menjadi bagian
dari tanggung jawab Presiden kepada rakyat melalui MPR?
2. Public goods. Dalam perkembangan teori ekonomi dewasa ini dikenal dengan teori
yang disebut the neoclassical counterrevolution yang mendasarkan teorinya pada
free market analysis, public choice theory atau new political economy approach
yang menganggap campur tangan pemerintah sebagai sebab dari kegagalan
pembangunan di negara-negara berkembang (Todaro, 2000).
Tetapi di pihak lain, ada pendapat yang mengakui ada aspek-aspek tertentu yang
tidak dapat ditangani melalui pasar bebas (market failure). Karena itu campur tangan
pemerintah dianggap wajar, yakni dalam penanganan apa yang dikenal dengan istilah
public goods, yakni barang atau jasa yang tidak dapat diatur melalui pasar, baik dalam
produksi dan distribusi maupun dalam penentuan harga. Ciri pokok dari public goods
tersebut adalah, pertama konsumsinya tidak dapat dipisahkan (non-exclusive) antara orang
yang membayar dengan orang yang tidak membayar. Kedua, konsumsi dari barang-barang
tersebut terjadi secara kolektif/tidak dapat diketeng (E.S. Savas, 1987; dan Browning,
1983).
Savas dalam bukunya Privatization, menyebutkan public goods itu sebagai
collective goods yang dimasukkan sebagai salah satu dari empat macam barang berikut
ini:
a. Barang privat (private goods), yakni barang yang dapat dikonsumsi sendiri-sendiri
secara individual dan dapat dikecualikan atau dipisahkan antara yang membeli dengan
yang tidak. Contoh: kendaraan pribadi dan makanan.
b. Barang toll (Toll goods), yaitu barang-barang yang dikonsumsi secara bersama, tetapi
dapat dipisahkan antara yang membayar dengan yang tidak. Contoh: telepon umum
dan air PAM.
c. Barang milik umum (common goods), yakni barang-barang yang tidak dapat
dibedakan antara yang membayar dengan yang tidak membayar, tetapi dapat
dikonsumsi sendiri-sendiri. Contoh: air laut dan ikan di laut.
Barang bersama (Collective goods); barang-barang ini tidak dapat dipisahkan
antara yang membayar dengan yang tidak, dan dikonsumsikan tidak secara individu, tetapi
secara bersama. Contoh: penerangan jalan dan keamanan. Jenis yang terakhir inilah yang
oleh Savas digolongkan sebagai public goods. Karena sifatnya yang demikian, barang ini
harus diproduksi dan didistribusikan oleh pemerintah atas beban APBN atau APBD.
BAB IV
SIMPULAN

A. Kesimpulan
Legitimasi (legitimize) adalah kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan
putusan dalam peradilan, dapat pula diartikan seberapa jauh masyarakat mau menerima
dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang
pemimpin. Dalam konteks legitimasi, maka hubungan antara pemimpin dan masyarakat
yang dipimpin lebih ditentukan adalah keputusan masyarakat untuk menerima atau
menolak kebijakan yang diambil oleh sang pemimpin. sedangkan Legitimasi tradisional
mengenai seberapa jauh masyarakat mau menerima kewenangan, keputusan atau
kebijaksaan yang diambil pemimpin dalam lingkup tradisional, seperti dalam kehidupan
keraton yang seluruh masyarakatnya terikat akan kewenagan yang dipegang oleh
pimpinan mereka dan juga karena hal tersebut dapat menimbulkan gejolak dalam nurani
mereka bahwa mereka adalah bawahan yang selalu menjadi alas dari pemimpinnya.
Legitimasi dapat diperoleh dengan berbagai cara yang dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori yakni secara simbolis, prosedural atau material (Ramlan Surbakti,
1992), sedangkan Max Weber mendefinisikan tiga sumber untu memperoleh legitimasi
adalah tradisional, karisma dan legal/rasional.

B. Saran-Saran
1. Dalam sebuah kebijakan sudah tentu akan melibatkan publik, maka dalam
implementasinya memerlukan kesepakatan tidak bersifat otoriter.
2. Kemaslahatan bersama merupakan tolak ukur dalam sebuah pengambilan tahapan
kebijakan
3. Kondition evaluasion menjadi bahan edukasi dalam langkah pengambilan kebijakan
DAFTAR PUSTAKA
R. Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat (Bandung: Humaniora Utama Press,
2001)
Anggaran Responsif Gender, Konsep dan Aplikasi.Civic Education and Budget Transparency
Advocation (CiBa) Jakarta 2007
Puriyadi ,Siasat Anggaran: Posisi Masyarakat dalam Perumusan Anggaran Daerah ,PT.
TIARA WACANA Yogyakarta. 2007
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat- Daerah
KUA Kabupaten Lebak tahun 2009
PPAS Kabupaten Lebak Tahun 2009 Curtis, Dan B; Floyd, James J.; Winsor, Jerryl L.
Komunikasi Bisnis dan Profesional. Remaja Rosdakarya, Bandung. 1996. Hal 414
Duncan, Tom. 2005. Principles of Advertising & IMC. Second Edition. Mc.Graw-Hill. Bab
22.
Umar, Husein. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 99-
102.
Neuman, W.Lawrence. 2006. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Research. USA: University of Wisconsin. Hal 246-256.
http://www.wikipedia.com/
Didi Marzuki (Editor), 2006, Bekerja Demi Rakyat : Meningkatkan Kompetisi Aparatur
Pemerintah Daerah Dalam Kebijakan dan Pelayanan Publik, Komunal, Jakarta
Erwin AP dan Wahyudi K (Editor), 2005, Birokrasi Publik : Dalam Sistem Politik Semi-
Parlementer, Gaya Media, Yogyakarta
HCB Dharmawan, Al Coni BL, de Rosari, 2005, Jihad Melawan Korupsi, Penertib Buku
Kompas, Jakarta
James E. Anderson, 1975, Public Policy-Making, New York
http://belberkit.blogspot.co.id/2015/11/makalah-kebijakan-publik-ilmu-adm-negara.html

Anda mungkin juga menyukai