Anda di halaman 1dari 10

MODEL-MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

A. Latar Belakang

Secara sederhana kebijakan publik erat kaitanya dengan sebagai sebuah proses
kegiatan yang di putuskan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu
bagian ke bagian lain dan berkesinambungan, saling menentukan dan saling membentuk,
namun sebaliknya keputusan evolusi dari kebijakan juga diperlukan untuk lebih
memberikan kebijakan yang baik.

Bagi seorang pejabat kebijakan publik diperlukan dan bagi masyarakat umum
yang di tunggunya adalah kebijakan dari pemimpinnya, oleh karenanya kebijakan
pejabat penentu tindakan seperti apa kebijakan diambil dengan demikian para ilmuan
politik merumuskan teori kebijakan publik dirumuskan dari tindakan kebijakan
pemerintah.
Kebijakan publik dibedakan menjadi analisis kebijakan, kebijakan publik, dan
anjuran kebijakan. Kebijakan publik secara garis besar mencakup tahap-tahap
perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Analisis
kebijakan berhubungan dengan penyelidikan serta deskripsi sebab dan konsekuensi
kebijakan publik. Dalam analisis kebijakan, dapat dianalisis pembentukan, substansi,
dan dampak dari kebijakan tertentu. Adapun anjuran kebijakan secara khusus
berhubungan dengan tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah dengan
menganjurkan kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi atau aktivitas politik.1
Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis kebijakan publik.
Pertama, fokus utamanya adalah penjelasan kebijakan, bukan anjuran kebijakan yang
“pantas”. Kedua, sebab dan konsekuensi dari kebijakan publik diselidiki dan diteliti
dengan menggunakan metodologi ilmiah. Ketiga, analisis dilakukan dalam rangka
mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan publik dan
pembentukannya sehingga dapat diterapkan di lembaga-lembaga dan bidang-bidang
kebijakan yang berbeda. Analisis kebijakan publik sangat berguna dalam merumuskan
ataupun mengimplementasikan kebijakan publik. Teori-teori dalam analisis kebijakan

1
Sahyan Anggara, Kebijakan Publik (Bandung, Penerbit, Pustaka Setia,2014), hlm. 24.
publik pada akhirnya dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan publik yang
baik pada masa yang akan datang.2
Kebijakan publik dibuat supaya terciptanya ketertiban.  Ketertiban ini dapat
memperlancar pembangunan.  Pembangunan di berbagai bidang bisa dilaksanakan
dengan baik.  Pihak-pihak yang ingin berinvestasi akan percaya pada kondisi Indonesia. 
Semua bisa berjalan dengan adanya kebijakan publik.3
Adanya kebijakan publik yang baik melahirkan iklmi investai yang baik, situasi
yang baik pulak menghadirkan semangat keteraturan dalam bermasyarakat sehingga
lahir ketenteraman dan kedamaian, dan sudah sepantasnya kebijakn publik goal yang
akan dicapai kembali kepada ketentraman publik tanpa ada yang tertindas. Inti dari
kebijakan publik ini adalah mengutamakan kepentingan publik dari kepentingan privat
(pribadi).
Kebijakan merupakan suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam
mencapai tujuan tertentu. Definisi masalah kebijakan tergantung pada pola keterlibatan
pelaku kebijakan (policy stakeholders), karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh keputusan pemerintah, lingkungan kebijakan (policy environment) merupakan
konteks khusus dimana kejadian-kejadian di sekeliling isu kebijakan terjadi,
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik, sehingga
sistem kebijakan merupakan proses yang dialektis dimana dimensi objektif dan subjektif
dari pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dari prakteknya.4
B. Pembahasan
a. Tipe-tipe Masalah Publik

Tidak semua masalah publik akan ditanggapi dan direspon, serta dintervensi oleh
pembuat kebijakan publik. Hanya masalah-masalah tertentu saja yang dianggap oleh
pembuat kebijakan untuk dijadikan sebagai masalah p ublik. Mengapa hal tersebut terjadi
?, dan kenapa hanya masalah -masalah tertentu saja yang ditanggapi dan dijadikan
masalah publik. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka Charles O. Jones dalam
Winarno (2007:76) mengungkapakan bahwa ada dua tipe dalam ma salahmasalah publik
2
ibid
3
https://duniapendidikan.co.id/manfaat-kebijakan/
4
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999)
(public problem), yakni : Pertama, masalah- masalah tersebut dikarakteristikan oleh
adanya perhatian kelompok dan warga kota yang terorganisasi yang bertujuan untuk
melakukan tindakan (action); Kedua, masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan
secara individual/pribadi (dengan demikian ia menjadi masalah publik), tetapi kurang
terorganisir dan kurang mendapat dukungan. Pembedaan seperti ini menurut Jones
merupakan satu yang kritis dalam memahami kompleksitas proses yang berlangsung di
mana beberapa masalah bisa sampai ke pemerintah, sedangkan beberapa masalah yang
lain tidak.

Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah - masalah publik akan di
respon dan ditanggapi serta masuk dalam agenda pemerintah untuk diintervensi atau
dibuat kebijakannya, apabila masalah tersebut didukung oleh kelompok -kelompok
kepentingan, dengan cara melakukan gerakan untuk memberikan masukan kepada
pemerintah (misalnya dengan cara demonstrasi, audiensi kepada lembaga-lembaga
terkait, serta disebarluaskan melalui media sehingga kemungkinannya masalah tersebut
akan menjadi agenda kebijakan oleh pemerintah).

b. Model-Model Implementasi Kebijakan Publik

Setelah mengikuti latar belakasang di atas para ilmuan politik menuliskan beberpa
model-model implemntasi kebijakan publik tentu saja dengan model-model ini para
pemangku kebijakan dapat menganalisis kebijakan publik yang harus di implementasikan
kepada publik, untuk memahami kompleksitas tersebut diperlukan penyederhanaan.
Ketika melakukan penyederhanaan dalam rangka memahami faktor-faktor dan kekuatan
yang membentuk masalah dan proses sosial, maka seorang analis perlu membuat model,
pemetaan, dan berpikir dalam sebuah metafora.
Ada beberapa model analisis kebijakan publik yang dapat diaplikasikan dan
dikembangkan oleh seorang analis, yang masingmasing memiliki keunggulan dan
kelemahan. Model-model itu di antaranya model analisis kebijakan versi Dunn, analisis
kebijakan versi Weimer-Vining, analisis versi Patton dan Savicky, analisis kebijakan
Deliberatif, analisis kebijakan versi Quade, analisis kebijakan versi Meltsner, analisis
kebijakan versi Jenkins-Smith, dan analisis kebijakan versi Sabatier.5
5
Eko Handoyo, Kebijakan Publik (Semarang : Widya Karya, 2012), h. 73.
1. Model Analisis Kebijakan versi Dunn6
Dunn adalah seorang ilmuwan kebijakan yang banyak dirujuk oleh para analis
kebijakan di Indonesia. Menurut Dunn (dalam Nugroho 2009), analisis kebijakan adalah
aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai,
dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan. Analisis
kebijakan ini dilakukan dalam proses politik. Dalam pandangan Dunn, metode analisis
kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan
masalah, yaitu:
1. Definisi, yang menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang
menimbulkan masalah kebijakan.
2. Prediksi, yang menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang
dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk jika tidak melakukan sesuatu.
3. Preskripsi, yang menyediakan informasi mengenai nilai konsekuensi alternatif di
masa mendatang.
4. Deskripsi, yang menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa
lalu dari penerapan alternatif kebijakan.
5. Evaluasi, yang menunjukkan kegunaan alternatif kebijakan dalam memecahkan
masalah.
Adapun tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan menurut Dunn adalah
sebagai berikut:7
1. Fase Penyusunan Agenda (Agenda Setting); di sini para pejabat yang dipilih
dan diangkat menempatkan masalah kebijakan pada agenda publik.
2. Fase Formulasi Kebijakan (Policy Formulation); di sini para pejabat
merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.
3. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption); di sini alternatif kebijakan dipilih dan
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas dan/atau konsensus kelembagaan.
4. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation); di sini kebijakan yang telah
diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi dengan memobilisir sumber
daya yang dimilikinya, terutama finansial dan manusia.
6
ibid
7
Rokim, Analisis Kebijakan Versi Dunn dan Implementasinya Dalam Pendidikan Islam, (Pancawahana : Jurnal Studi
Islam, 2019), h. 64.
5. Penilaian Kebijakan (Policy Assesment); di sini unit-unit pemeriksaan dan
akuntansi menilai apakah lembaga pembuat kebijakan dan pelaksana
kebijakan telah memenuhi persyaratan pembuatan kebijakan dan pelaksanaan
kebijakan yang telah ditentukan.
2. Model Analisis Kebijakan versi Weimer-Vinning
Analisis kebijakan Weimer-Vinning didasarkan pada aspek produk. Produk dari
analisis kebijakan adalah advis. Advis menginformasikan keputusan kebijakan publik.
Namun demikian, tidak semua advis merupakan produk analisis kebijakan. Advis sebagai
produk analisis kebijakan adalah advis yang berkenaan dengan keputusan publik yang di
dalamnya memuat nilai-nilai sosial. Weimer dan Vinning (dalam Nugroho 2009)
memahami analisis kebijakan sebagai sebuah kegiatan yang mengandung tiga nilai, yaitu
pragmatis, dalam arti client oriented, mengacu pada kebijakan publik, dan tujuannya
melebihi kepentingan atau nilai-nilai klien.
Menurut Weimer dan Vinning (dalam Nugroho 2009), kebijakan publik sering
dirancukan dengan istilah riset akademik, perencanaan strategis, administrasi publik, dan
jurnalistik. Riset akademik fokus pada upaya menemukan atau mengembangkan teori
yang memberikan kontribusi pada kemajuan masyarakat. Riset kebijakan adalah upaya
untuk melihat hubungan antara variabel “jika pemerintah melakukan x, maka akan terjadi
y”. Perencanaan strategis atau classical planning adalah upaya untuk menemukan tujuan
dan sasaran yang dikehendaki akan dicapai oleh massyarakat serta menentukan cara yang
paling efisien untuk mencapainya. Administrasi publik acapkali disamakan dengan
analisis kebijakan. Dalam pandangan Woodrow Wilson, administrasi publik berada di
luar ranah politik. Meskipun politik menentukan administrasi, namun politik tidak boleh
memanipulasi administrasi. Berbeda dengan Wilson George Frederickson menyatakan
bahwa administrasi tidak hanya berkaitan dengan bagaimana melaksankan mandate
legisltaif secacar efisien, tetapi juga ikut mempengaruhui kebijakan dan hidup
masyarakat secara umum.

3. Model Analisis Kebijakan versi Patton dan Savicky


Patton dan Savicky memulai melakukan analisis kebijakan publik berangkat dari
proses pemecahan masalah. Proses pemecahan masalah dari Patton dan Savicky dimulai
dari mendefinisikan masalah, lalu berturut-turut dilanjutkan dengan menentukan kriteria
evaluasi, mengidentifikasi alternatif kebijakan, mengevaluasi alternatif kebijakan,
menyeleksi kebijakan yang terpilih, dan mengimplementasikan kebijakan yang terpilih.
Menurut Patton dan Savicky dalam Nugroho, (2012:359) bahwa analisis
kebijakan publik dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan itu dibuat. Bentuk
analisis dibagi menjadi dua yaitu prediktif dan preskripstif. Analisis prediktif merujuk
pada proyeksi kondisi masa mendatang sebagai hasil dari adopsi kebijakan. Sedangkan
analisis preskriptif merujuk pada rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan yang
bersifat umum dan tidak memberikan fokus tertentu disebut advis, sementara
rekomendasi yang menekan pembuat kebijakan agar memilih suatu kebijakan disebut
advis persuasif. Patton dan Savicky dalam Nugroho.8
4. Analisis Kebijakan Deliberatif
Analisis kebijakan deliberatif berkaitan dengan implementasi good governance.
Ukuran good governance ada empat, yaitu transparansi, adil, akuntablitas responsibilitas
(Nugroho 2009). Analisis kebijakan deliberatif berdasarkan praktik good governance
dikembangkan oleh Maarten Hajer dan Henderik Wagenaar. Keduanya mengembangkan
konsep analisis kebijakan deliberatif dari Frank Fischer dan John Forester dalam buku
The Argumentative Turn in Policy Analysis and Planning. Penulis pertama memfokuskan
diri pada arti penting deliberative model dalam konteks adanya konflik di masyarakat,
sedangkan Hajer dan Wagenaar mengembangkannya sebagai sebuah fakta ketika
masyarakat demokrasi modern bergerak menuju masyarakat jejaring atau network society
(Nugroho 2009).
Model Analisis kebijakan deliberatif berfokus partisipasi publik Sedangkan
konsepsi demokrasi deliberatif berasal dari “ruang publik” yang dipopulerkan Habermas.
Demokrasi deliberatif mengandaikan bahwa, pada setiap pengambilan keputusan harus
melalui musyawarah dan dialog antar warga negara. Tujuannya, pencapaian mufakat
antar warga negara.
5. Analisis Kebijakan versi Quade
Analisis kebijakan menurut E.S.Quade adalah suatu bentuk analisis yang
menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi

8
https://123dok.com/article/analisis-kebijakan-versi-patton-dan-savicky.qogge95z
landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan.9 Untuk menganalisa
suatu kebijakan menurut Dunn seorang pertama-tama harus mempunyai kepekaan
terhadap masalah-masalah kebijakan dan kemungkinan pemecahannya. Masalah jarang
muncul dalam keadaan sudah sepenuhnya terdefinsi yang banyak adalah bahwa masalah-
masalah tersebut didefinisikan dengan berbagai cara sehingga analisis secara terus-
menurus menganalisis dan menganalisis kembali semua masalah tersebut.
Quade memberikan gambaran bahwa terdapat empat variabel yang perlu
diperhatikan dalam analisis implementasi kebijakan publik, yaitu: 1) Kebijakan yang
diimpikan, yaitu pola interaksi yang diimpikan agar orang yang menetapkan kebijakan
berusaha untuk mewujudkan; 2) kelompok target, yaitu subyek yang diharapkan dapat
mengadopsi pola interaksi baru melalui kebijakan dan subyek yang harus berubah untuk
memenuhi kebutuhannya; 3) organisasi yang melaksanakan, yaitu biasanya berupa unit
atau satuan kerja birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab mengimplementasikan
kebijakan; dan 4) faktor lingkungan, yaitu elemen sistem dalam lingkungan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan.10
6. Model Garbage Can
March dan Olsen mengusulkan apa yang disebut „model kaleng sampah‟ dari
pembuatan keputusan yang menolak rasionalitas dan menerima irrasional. Model-model
lain keputusan diambil dengan rasionalitas atau tingkat kesengajaan, komprehensif
masalah, dan hubungan yang dapat diperkirakan diantara para pelaku kebijakan. Dalam
pandangan model ini, pembuatan keputusan merupakan suatu hal yang berambiguous
(bersifat mendua) sangat tinggi dan berawal dari proses yang tidak dapat diperkirakan
dalam pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Menurut March dan Olsen, dapat saja
keputusan tercapai melalui hal-hal berikut: Berbagai masalah dan alternatif pemecahan
masalah dibuang oleh partisipan ke dalam kaleng sampah. Di dalam suatu kaleng sampah
terdapat beberapa alternatif, tetapi ini juga tergantung pada sampah apa yang dihasilkan
dari suatu kejadian atau masalah, pada campuran sampah kaleng yang tersedia, dan pada
kecepatan yang dikoleksi sampah dibuang dari tempatnya. March dan Olsen secara
sengaja menggunakan metafora kaleng sampah untuk mengupas aura dari ilmu

9
https://asmoni-best.blogspot.com/2009/04/pengantar-analisis-kebijakan-menurut-e.html
10
Haedar Akib, Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana, (Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No.
1 Thn. 2010). hlm. 4
pengetahuan dan rasionalitas, dalam mencari alternatif yang tujuannya seringkali tidak
diketahui para pembuat kebijakan, sebagaimana hubungan kausal. Dalam pandangan
mereka, para pelaku menentukan tujuan yang sederhana dan memilih alternatif-alternatif
ketika mereka berada dalam suatu proses yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya

c. Teori Pengambilan Keputusan: Kebijakan Publik


Tahap pengambilan keputusan dalam siklus kebijakan mendapatkan perhatian
lebih dalam tahap awal pengembangan ilmu kebijakan ketia para analis banyak
meminjam dari berbagai model pengambilan keputusan dalam organisasi yang kompleks,
sebaga di kembangan oleh para ahli administrasi publik dan organisasi. Pada pertengahan
tahun 960-an, diskusi tentang pengambilan keputusan kebijakan publik berubaj fokus ke
perdebatan seputar model rasional dan model incremental.
Model rasional dipilih sebagai model tentang mengambil keputusan, sementara
model incremental digambarkan sebagai model yang secara actual paling banyak
dipraktikan dalam pemerintahan, kenyaan ini memunculkan kuatnya upaya untuk
mengembangakan berbagai model pengembalian keputusan alternative dalam berbagai
organisasi yang kompleks. Sebagian yang lain termasuk model pengambilan keputuan
yang disebut garbage-can-berfokus pada berbagai elemen rasional dari perilaku
organiasional, demi mencapai model alternative selaon rasionalisme dan inrementalisme.
Saat ini muncul upaya untuk bergerak lebih jauh dari tiga model yang umum
dipakai dan mengembangkan sebuah pemahaman yang lebih bernuansa terhadap berbagai
proses yang kompleks berkaitan dengan pengembilan keputusan kebijakan publik.

d. Perumusan Kebijakan
Perumusan kebijakan publik merupakan salah satu tahap dari rangkaian proses
pembuatan dan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Para ahli mengemukakan pandangan
tentang definisi fomulasi kebijakan publik sebagai berikut: Menurut Dunn (2000:132),
perumusan kebijakan (policy formulation) adalah pengembangan dan sintesis terhadap
alternatifalternatif pemecahan masalah. Winarno (2002:29) menyatakan bahwa masing-
masing alternatif bersaing untuk dipilih sebagai kebijakan dalam rangka untuk
memecahkan masalah. Tjokroamidjojo dalam Islamy (2000:24) menyebutkan perumusan
kebijakan sebagai alternatif yang terus menerus dilakukan dan tidak pernah selesai, dalam
memahami proses perumusan kebijakan kita perlu memahami aktor-aktor yang terlibat
dalam proses perumusan kebijakan. Berdasarkan pengertian pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa formulasi kebijakan merupakan cara untuk memecahkan suatu
masalah yang di bentuk oleh para aktor pembuat kebijakan dalam menyelesaikan masalah
yang ada dan dari sekian banyak alternatif pemecahan yang ada maka dipilih alternatif
kebijakan yang terbaik. Perumusan kebijakan dibuat bukan tanpa pertimbangan tertentu,
menurut Purwanto (2005) ada asumsi-asumsi yang berkenaan dengan perumusan
kebijakan yaitu: 1) Tidak terbatas hanya dilakukan oleh satu aktor, 2) Sering tidak diawali
dengan rumusan permasalahan yang jelas, 3) Tidak dimonopoli oleh suatu institusi
pemerintah, 4) Formulasi dan reformulasi dapat terjadi secara terus menerus dalam
jangka panjang, dan 5) Karena bersifat kompetisi antar aktor maka formulasi
menimbulkan situasi ada yang kalah dan menang.
e. Tahapan dalam Perumusan Kebijakan Publik
Secara konseptual perumusan kebijakan adalah memilih alternatif kebijakan.
Kondisi tersebut memberikan penekanan bahwa perumus kebijakan akan berhadapan
dengan alternatif - alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan
masalah tersebut. Alternatif kebijakan itu sendiri didefiniskan oleh Dunn adalah arah
tindakan yang memungkinkan untuk dilakukan yang dapat menyumbangkan pada
pencapaian nilai -nilai dan pemecahan masalah kebijakan.
Anderson (dalam bukunya Public Policy Making lebih menekankan pendekatan
studi kebijakan ilmiahnya untuk mengembangkan pemahaman dasar tentang proses
pembua tan kebijakan yang dipandang sebagai proses politik yang inheren, dengan
melibatkan konflik dan perjuangan di antara orang -orang (pejabat publik dan warga
negara) dengan kepentingan, nilai, dan keinginan yang saling bertentangan tentang isu
kebijakan. Selanjutnya,
Anderson mengungkapkan bahwa perumusan kebijakan publik adalah
menyangkut upaya menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk
masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Ia merupakan proses
yang s pesifik ditunjukkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang khusus. Oleh
karena itu, kegiatan utama perumusan kebijakan adalah memilih alternatif-alternatif guna
menangani masalah kebijakan, maka penjelasan-penjelasan alternatif sebenarnya
merupakan m odelmodel dari pembuatan keputusan. Sedangkan keputusan kebijakan
akan melibatkan tindakan oleh beberapa aktor atau badan resmi untuk mengadopsi,
memodifikasi, atau menolak alternatif kebijakan pilihan tersebut.
Selain itu, Anderson juga mengun gkapkan bahwa ada beberapa aktivitas dalam
perumusan kebijakan, yakni meliputi pembuatan, identifikasi, dan mengambil program
untuk dilakukan tindakan terhadap suatu masalah atau sering disebut juga alternatif atau
pilihan-pilihan. Siapa yang terlibat dalam merumuskan kebijakan, bagaimana alternatif-
alternatif yang ada untuk menangani permasalahan yang berkembang, dan apakah ada
kesulitan dan ketidakjelasan dalam merumuskan usulan kebijakan tersebut.
Sementara itu, Sidney mengungkapkan bahwa dalam model tradisional proses
kebijakan publik, perumusan kebijakan merupakan bagian dari tahap pra-pengambilan
keputusan dalam pembuatan kebijakan, yakni melaksanakan identifikasi dan pembuatan
seperangkat alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut, dan mempersempit
rangkaian solusi dalam persiapan keputusan kebijakan sebagai solusi final. Selain itu,
menurut Cochran dan Malone (1999) dalam Sidney (Fischer, Miller, and Sidney, 2007 :
79) mengungkapkan bahwa perumusan k ebijakan memuat pertanyaan "apa", yakni apa
rencana untuk mengatasi masalah ini ?, apa tujuan dan prioritasnya ?, pilihan apa yang
tersedia untuk mencapai tujuan tersebut ?, berapa biaya dan manfaat apa yang di dapat
dari masing-masing pilihan ?, dan apa eksternalitas yang bersifat positif atau negatif yang
dikaitkan dengan masing -masing alternatif tersebut

Anda mungkin juga menyukai