Disusun Oleh :
Nama : Hatimatul Husna
NIM : 1710411320017
Prodi : Ilmu Administrasi Publik
Kelas : Paralel
- Dye kebijakan publik sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu.
- Easton kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh
anggota masyarakat.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian
tindakan yang dipilih atau tidak dipilih pemerintah dan dialokasian secara sah oleh
pemerintah/negara kepada seluruh masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu demi
kepentingan publik.
1. Perumusan
2. Implementasi
3. Pengendalian (atau monitoring / evaluasi)
Evaluasi tidak hanya berkenanan dengan implementasi, tetapi juga berkenaan dengan
rumusan kebijakan.
- Diagendakan
- Dirumuskan
- Diimplementasikan
- Evaluasi/monitoring
1
Dari gambar tersebut dipahami bahwa proses formulasi kebijakan publik berada didalam
sistem politik dengan mengandalkan kepada masukan (input) yang terdiri dari dua hal, yaitu
permintaan dan dukungan. Model Easton inilah yang dikembangkan oleh para pakar di
bidang kebijakan publik, seperti Andersen, Dunn, Patton & Savicky, dan Effendy.
Kebijakan muncul karena isu. Isu muncul karena masalah. Masalah muncul bisa disebabkan
karena kebijakan yang bermasalah.
Masalah :
2
D. MASALAH KEBIJAKAN DI NEGARA BERKEMBANG
- Cenderung tidak dimulai dengan identifikasi masalah secara benar dan serius
- Perubahan yang diinginkan umumnya drastis lebih menekankan subyektifitas
(individual/elite) daripada sistem
- Proses penetapan kebijakan cenderung buru – buru
- Evaluasi juga bersifat formalitas, tidak berorientasi pada perbaikan sistem bahkan bila jadi
subyektifitas muncul
- Tidak ada pembelajaran yang berarti kecuali ada elite yang baik dan bervisi pada kemajuan
bersama.
Pertama, kebijakan publik senantiasa ditujukan untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan
publik untuk meningkatkan kehidupan publik itu sendiri. Jadi, core dari kebijakan publik adalah
”intervensi”. Kenapa demikian? Sederhana saja meskipun kebijakan publikadalah apa yang
dipilih untuk dikerjakan dan tidak dikerjakan pemerintah, namun sebenarnya yang menjadi fokus
adalah apa yang dikerjakan pemerintah karena bersifat aktif.
Menurut Anderson (Dalam Winarno, 2007 : 93) formulasi kebijakan menyangkut upaya
menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah masalah yang
dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi.
3
Udoji, seorang pakar kebijakan publik (dalam Solichin Abdul Wahab, 1997:17) merumuskan
formulasi kebijakan ini sebagai berikut:“The whole process of articulating and defining
problems, formulating possible solution into political demands, chanelling those demands
into political system, seeking sanction or legitimation of the preferred course of action,
legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)”.
(keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian masalah,
perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan
politik, pengaturan tuntutan-tuntutan tersebut ke dalam sistem politik, pengupayaan
pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih pengesahan dan
pelaksanaan atau implementasi, monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik).
B. Dimana FORMULASI?
Agenda Kebijakan → Formulasi Kebijakan → Penerapan Kebijakan → Implementasi
Kebijakan → Evaluasi Kebijakan.
Tahap 1 :
Masalah – masalah diantara banyak orang, yang menerima perhatian serius dari pejabat
publik (agenda kebijakan)
Tahap 2 :
Pengembangan lembaga terkait yang dapat diterima dan tindakan yang berhubungan dengan
kebijakan yang terkait (formulasi kebijakan)
Tahap 3 :
Pengembangan dukungan untuk spesifik sehingga kebijakan dapat di legitimasi atau
diotorisasi (penerapan kebijakan)
Tahap 4 :
Penerapan kebijakan oleh administrasi pemerintah terhadap masalah (implementasi
kebijakan)
Tahap 5 :
Kemudahan oleh pemerintah untuk menantikan apakah kebijakan efektif dan mengapa / tidak
efektif (evaluasi kebijakan)
4
6. Model Inkremental
7. Model Teori Permainan (game theory)
8. Model Pilihan Publik
9. Model Sistem
10. Model Pengamatan Terpadu
11. Model Demokratis
12. Model Strategis
13. Model Deliberatif
14. Model “Tong Sampah” (Garbage can)
Dari semua model formulasi kebijakan tidak ada yang terbaik tetapi bagaimana model
tersebut dilaksanakan dilingkungan.
1. Model Kelembagaan
- Kebijakan dianggap sebagai hasil dari lembaga-lembaga pemerintah (parlemen,
kepresidenan, kehakiman, pemerintah daerah dan sebagainya) yang meliputi proses-
proses perumusan, pelaksanaan dan pemeksaan secara otoritatif oleh lembaga-lembaga
pemerintah tersebut.
- Pemerintah melaksanakan kebijakannya secara universal dan tidak ada seorangpun yang
bisa menghindar. Hanya pemerintah yang berhak memaksakan pelaksanaan kebijakan
kepada masyarakat.
2. Model Proses
- Menekankan pada bagaimana tahapan aktivitas yang dilakukan para aktor politik dalam
menghasilkan kebijakan.
5
3. Model Kelompok
- Individu-individu yang memiliki kepentingan yang sama mengikat baik secara formal
maupun non-formal ke dalam kelompok kepentingan yang dapat mengajukan dan
memaksakan kepentingannya kepada pemerintah.
4. Model Elit
Model ini menggambarkan kebijakan sebagai Preferensi Elite
- Dimana rakyat dibuat apatis dan miskin informasi sehingga elitlah yang membentuk
pendapat umum serta kebijakan mengalir dari elit ke massa melalui administrator-
administrator (pejabat pemerintah, birokrat).
6
- Masyarakat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kecil (elit) yang mempunyai
kekuasaan dan kelompok besar (massa) yang tidak mempunyai kekuasaan. Hanya elit
yang menentukan kebijakan sedangkan massa tidak menentukan kebijakan. Kelompok
kecil yang memerintah pada umumnya mempunyai kedudukan sosial ekonomi yang
tinggi.
- Elit secara aktif selalu berusaha agar dapat mempengaruhi massa yang sifatnya pasif dan
apatis. Elit lebih banyak mempengaruhi melalui para administrator dan selanjutnya para
administrator yang menjabarkan kebijaksanaan pemerintah kepada masyarakat.
5. Model Rasional
Bagaimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus memperhitungkan rasionalistas
costsang benefitsnya bagi masyarakat melalui cara-cara :
- Mengetahui pilihan-pilihan dan kecenderungan-kecenderungan yang diinginkan oleh
masyarakat
- Menemukan pilihan-pilihan kebijakan yang mungkin untuk diimplementasikan
- Menilai perbandingan perhitungan untung-rugi yang akan diperoleh apabila kebijakan itu
diimplementasikan
- Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien dan ekonomis.
6. Model Inkremental
Model formulasi kebijakan publik yang berusaha merevisi formulasi model rasional. Model
formulasi kebijakan yang “melanjutkan” atau “memodifikasi” kebijakan-kebijakan yang
tengah berlangsung ataupun kebijakan-kebijakan yang telah lalu. Biasa disebut dengan model
praktis karena pendekatannya yang terlalu sederhana dan praktis
7
Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa perubahan inkremental (penambahan) adalah
proses perubahan kebijakan yang paling aman dan tidak menimbulkan resiko dengan
melanjutkan kebijakan sesuai dengan arah tujuan kebijakan lama.
Pengaturan/pemilihan strategi menjadi hal yang paling utama. Serasional apapun kebijakan
yang diajukan tetapi tidak pandai mengatur strategi, maka sangat dimungkinkan kebijakan
publik yang baik dan rasional justru tidak banyak didukung oleh para pengambil keputusan.
Sebaliknya apabila ada kebijakan yang tidak terlalu baik untuk publik, tetapi sang inisiator
kebijakan mampu mengatur strategi dengan baik, maka akan sangat mungkin kebijakan yang
ditawarkan akan banyak mendapat dukungan.
Kebijakan yang mayoritas merupakan konstruksi teori kontrak sosial, sehingga ketika
kebijakan akan diputuskan akan sangat tergantung pada preferensi publik atas pilihan-pilihan
yang ada. Ketika ada satu pilihan dari banyak pilihan yanmg ditawarkan oleh pemerintah
dipilih oleh mayoritas publik/warga negara, maka serta merta pilihan publik itulah yang
menjadi kebijakan.
9. Model Sistem
Kebijakan merupakan hasil dari sistem politik. Kebijakan sebagai interaksi yang terjadi
antara lingkungan dengan para pembuat kebijakan dalam suatu proses yang dinamis.
Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan terjadi interaksi yang terbuka
dan dinamis antara pembuat kebijakan dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam
bentuk keluaran dan masukan (input dan output). Keluaran yang dihasilkan oleh organisasi
8
pada akhirnya akan menjadi bagian lingkungan dan seterusnya akan berinteraksi dengan
organisasi.
Kebijakan publik dipandang sebagai tanggapan dari sistem politik terhadap tuntutan-tuntutan
yang timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada di luar batas-
batas sistem politik. Kekuatan-kekuatan yang timbul dari lingkungan dan mempengaruhi
sistem politik dipandang sebagai masukan-masukan (input) bagi sistem politik sedangkan
hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntuta-
tuntutan tadi dipandang sebagai keluaran (output) dari sistem politik.
Sistem politik adalah sekumpulan struktur dan proses yang saling berhubungan yang
berfungsi secara otoritatif untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi masyarakat. Keluaran-
keluaran (output) dari sistem politik merupakan alokasi-alokasi nilai secara otoritatif dari
sistem dan alokasi-alokasi ini merupakan kebijakan publik.
Model ini memberikan jalan bagi pengambilan keputusan yang memperhitungkan baik
keputusan yang bersifat pundamental maupun keputusan yang bersifat inkremental. Etzioni
mengilustrasikannya dengan dua buah kamera, yaitu kamera pertama memiliki sudut lebar
yang mampu menjelajahi seluruh permukaan langit, tetapi tidak terlalu rinci dan kamera yang
kedua yang berfungsi untuk memfokuskan pengamatan pada daerah yang memerlukan
pengamatan yang lebih rinci. Dengan demikian, model ini akan memungkinkan penggunaan
model rasionalisme maupun inkremental pada situasi yang berbeda beda.
9
Model ini biasanya diperkaitkan dengan implementasi goog governance bagi pemerintahan
yang mengamantakan agar dalam membuat kebijakan, para konstituten dan pemanfaat
(beneficiaries) diakomodasi keberadaannya.
Peran pemerintah disini lebih sebagai legalisator dari “kehendak publik”. Sementara peran
analis kebijakan adalah sebagai prosesor proses dialog publik agar menghasilkan keputusan
publik untuk dijadikan sebagai kebijakan publik.
10
Pemikiran tentang model ini didasarkan pada keyakinan bahwa proses kebijakan merupakan
serangkaian tindakan dalam suatu “anarkhi yang terorganisasi” yang menjadikan model-
model perumusan kebijakan ada yang menjadi tidak relevan lagi, khususnya model rasional
komprehensid dan inkremental.
2. Agenda Kebijakan
Tidak semua permasalahan akan masuk dalam agenda kebijakan. Masalah-masalah
tersebut saling berkompetisi antara satu dengan yang lain. Hanya masalah-masalah
tertentu saja yang pada akhirnya akan masuk dalam agenda kebijakan.
Islamy (1984:92) menyebut tahap ini dengan perumusan usulan kebijakan. Dalam hal ini
perumusan usulan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan
serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Perumusan usulan
kebijakan ini terdiri dari kegiatan mendefinisikan dan merumuskan alternatif, menilai
masing-masing alternatif yang tersedia, dan memilih alternatif yang memuaskan atau
paling memungkinkan untuk dilaksanakan.
Dalam tahap ini para perumus kebijakan akan berhadapan pada pertarungan kepentingan
antar berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Dalam kondisi seperti ini,
maka pilihan-pilihan kebijakan akan didasarkan pada kompromi dan negosiasi antar aktor
yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut (Winarno, 2002:83-84).
11
4. Penetapan Kebijakan
Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan diambil sebagai cara untuk
memecahkan masalah kebijakan, maka tahap yang paling akhir dalam pembuatan
kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat (Winarno, 2002:84).
- Organisasi masyarakat
- Swasta,
- Organisasi nirlaba (non profit),
- Maupun organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga yang memberikan pelayanan
umum.
Winarno (2000:84) membagi aktor-aktor dalam perumusan kebijakan publik menjadi dua,
yaitu :
12
- Menyusunnya dalam jenjang tertentu,
2. Golongan Teknisi
Golongan teknisi adalah aktor yang dilibatkan karena bidang keahliannya atau
spesialisasinya, dengan tujuan yang sudah ditetapkan oleh pihak lain. Peran yang
dimainkan adalah sebagai seorang spesialis atau ahli yang dibutuhkan tenaganya untuk
menangani bidang-bidang tertentu.
3. Golongan Inkrementalis
Golongan inkrementalis menurut Solichin Abdul Wahab (1997:30) dapat diidentikan
dengan para politisi, karena cenderung memiliki sikap kritis namun acap kali
tidaksabaran terhadap gaya kerja para perencana dan teknisi walaupun sebenarnya
mereka sangat tergantung pada mereka.
4. Golongan Reformis
Golongan reformis merupakan golongan yang berpendirian bahwa keterbatasan informasi
dan pengetahuan adalah yang mendikte gerak dan langkah dalam proses pembuatan
kebijakan dengan tekanan perhatian pada tindakan sekarang karena urgensi permasalahan
yang dihadapi. Pendekatan ini umumnya ditempuh oleh para lobbyist.
13
nilai organisasi yang telah dirumuskan. Keputusan individu bisa juga diarahkan oleh
pertimbangan-pertimbangan semacam keinginan-keinginan untuk melihat organisasi agar
tetap eksis, untuk memperbesar program atau kegiatan, kekuasaan atau hak istimewanya.
Nilai-nilai pribadi, yaitu kriteria keputusan yang didasarkan usaha untuk melindungi dan
mengembangkan kepentingan ekonomi, reputasi atau kedudukan.
Nilai-nilai kebijakan, yaitu tindakan pembuat keputusan dengan dasar persepsi mereka
tentang kepentingan masyarakat atau kepercayaan-kepercayaan mengenai apa yang
merupakan kebijakan publik secara moral benar atau pantas.
1. Kelayakannya
2. Penerimaan secara politis
3. Biaya
4. Manfaat
14
I. Tiga masalah utama perumusan kebijakan
1. Proses politis dan administratif yang kompleks. Formulasi kebijakan itu berada pada
ruang yang kompleksitas dari politik dan proses administratif yang didalamnya banyak
aktor – aktor (sistem nilai). Seringkali pemerintah sulit merumuskan kebijakan karena
banyak kepentingan politik.
2. Untuk mendapatkan informasi yang reabel, akurat itu sulit. Sementara dalam proses
formulasi kita membutuhkan informasi
3. Ketidakmajuan ilmu pengetahuan. Kerangka kerja konseptual yang diterima secara luas
dan untuk pendekatan teoretis untuk menganalisis tidak cukup atau tidak tersedia.
Sumber :
https://www.academia.edu/36705668/FORMULASI_KEBIJAKAN_PUBLIK
15