Anda di halaman 1dari 16

MATA KULIAH

FORMULASI DAN LEGITIMASI KEBIJAKAN


Dosen Pengampu : Dr. Tomi Oktavianor Soc, Sc

Disusun Oleh :
Nama : Hatimatul Husna
NIM : 1710411320017
Prodi : Ilmu Administrasi Publik
Kelas : Paralel

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI S1 ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
BANJARMASIN
2019
A. KEBIJAKAN PUBLIK
- Mac Rae dan Wilde kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dipilih oleh
pemerintah yang mempunyai pengaruh penting terhadap sejumlah orang.

- Dye kebijakan publik sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu.

- Anderson kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-


badan dan pejabat-pejabat pemerintah.

- Easton kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh
anggota masyarakat.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian
tindakan yang dipilih atau tidak dipilih pemerintah dan dialokasian secara sah oleh
pemerintah/negara kepada seluruh masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu demi
kepentingan publik.

B. PROSES POLITIK KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan publik sebagai proses, terdiri atas tiga dimensi pokok :

1. Perumusan
2. Implementasi
3. Pengendalian (atau monitoring / evaluasi)

Evaluasi tidak hanya berkenanan dengan implementasi, tetapi juga berkenaan dengan
rumusan kebijakan.

Kebijakan itu belajar bagaimana isu/masalah/problem, tentang kepentingan publik, mulai


dari :

- Diagendakan
- Dirumuskan
- Diimplementasikan
- Evaluasi/monitoring

Pendekatan sistem (David Easton)

Kebijakan publik itu dari sitem politik

1
Dari gambar tersebut dipahami bahwa proses formulasi kebijakan publik berada didalam
sistem politik dengan mengandalkan kepada masukan (input) yang terdiri dari dua hal, yaitu
permintaan dan dukungan. Model Easton inilah yang dikembangkan oleh para pakar di
bidang kebijakan publik, seperti Andersen, Dunn, Patton & Savicky, dan Effendy.

C. HUBUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK DENGAN ADMINISTRASI PUBLIK

Kebijakan muncul karena isu. Isu muncul karena masalah. Masalah muncul bisa disebabkan
karena kebijakan yang bermasalah.

Masalah :

- Antara keinginan dan kenyataan yang berbeda (ada ekspektasi)


- Hal yang kita anggap sebagai masalah yang tergantung persepsi kita
- Hal yang menyebabkan kerugian
- Menyelesaikan masalah dilihat secara tipikal besar / kecilnya masalah

2
D. MASALAH KEBIJAKAN DI NEGARA BERKEMBANG
- Cenderung tidak dimulai dengan identifikasi masalah secara benar dan serius
- Perubahan yang diinginkan umumnya drastis lebih menekankan subyektifitas
(individual/elite) daripada sistem
- Proses penetapan kebijakan cenderung buru – buru
- Evaluasi juga bersifat formalitas, tidak berorientasi pada perbaikan sistem bahkan bila jadi
subyektifitas muncul
- Tidak ada pembelajaran yang berarti kecuali ada elite yang baik dan bervisi pada kemajuan
bersama.

FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK


Formulasi kebijakan publik adalah inti dari kebijakan publik karena di sini dirumuskan batas-
batas kebijakan itu sendiri. Untuk itu, pertama kali harus disadari beberapa hal hakiki dari
kebijakan publik.

Pertama, kebijakan publik senantiasa ditujukan untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan
publik untuk meningkatkan kehidupan publik itu sendiri. Jadi, core dari kebijakan publik adalah
”intervensi”. Kenapa demikian? Sederhana saja meskipun kebijakan publikadalah apa yang
dipilih untuk dikerjakan dan tidak dikerjakan pemerintah, namun sebenarnya yang menjadi fokus
adalah apa yang dikerjakan pemerintah karena bersifat aktif.

A. Pengertian Formulasi Kebijakan


Formulasi kebijakan publik adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik
secara keseluruhan. Oleh karenanya, apa yang terjadi pada fase ini akan sangat menentukan
berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang.

Menurut Anderson (Dalam Winarno, 2007 : 93) formulasi kebijakan menyangkut upaya
menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah masalah yang
dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi.

Lindblom (dalam Solichin Abdul Wahab, 1997:16) mendefinisikan formulasi kebijakan


publik (public policy making) sebagai berikut:“An extremely complex, analytical and
political process to which there is no beginning or end the boundaries of which are most
uncertain. Somehow a complex set fo forces that we call policy-making all taken together,
produces effect called policies”.
(merupakan proses politik yang amat kompleks dan analisis dimana tidak mengenal saat
dimulai dan diakhirinya dan batas dari proses itu sesungguhnya yang paling tidak pasti,
serangkaian kekuatan yang agak kompleks itu kita sebut sebagai pembuatan kebijakan
publik, itulah yang kemudian membuahkan hasil yang disebut kebijakan).

3
Udoji, seorang pakar kebijakan publik (dalam Solichin Abdul Wahab, 1997:17) merumuskan
formulasi kebijakan ini sebagai berikut:“The whole process of articulating and defining
problems, formulating possible solution into political demands, chanelling those demands
into political system, seeking sanction or legitimation of the preferred course of action,
legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)”.
(keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisian masalah,
perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan
politik, pengaturan tuntutan-tuntutan tersebut ke dalam sistem politik, pengupayaan
pemberian sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih pengesahan dan
pelaksanaan atau implementasi, monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik).

B. Dimana FORMULASI?
Agenda Kebijakan → Formulasi Kebijakan → Penerapan Kebijakan → Implementasi
Kebijakan → Evaluasi Kebijakan.
Tahap 1 :
Masalah – masalah diantara banyak orang, yang menerima perhatian serius dari pejabat
publik (agenda kebijakan)

Tahap 2 :
Pengembangan lembaga terkait yang dapat diterima dan tindakan yang berhubungan dengan
kebijakan yang terkait (formulasi kebijakan)

Tahap 3 :
Pengembangan dukungan untuk spesifik sehingga kebijakan dapat di legitimasi atau
diotorisasi (penerapan kebijakan)

Tahap 4 :
Penerapan kebijakan oleh administrasi pemerintah terhadap masalah (implementasi
kebijakan)

Tahap 5 :
Kemudahan oleh pemerintah untuk menantikan apakah kebijakan efektif dan mengapa / tidak
efektif (evaluasi kebijakan)

C. Model – Model Formulasi Kebijakan


1. Model Kelembagaan (institutional)
2. Model Proses (process)
3. Model Kelompok (group)
4. Model Elite
5. Model Rasional

4
6. Model Inkremental
7. Model Teori Permainan (game theory)
8. Model Pilihan Publik
9. Model Sistem
10. Model Pengamatan Terpadu
11. Model Demokratis
12. Model Strategis
13. Model Deliberatif
14. Model “Tong Sampah” (Garbage can)

Dari semua model formulasi kebijakan tidak ada yang terbaik tetapi bagaimana model
tersebut dilaksanakan dilingkungan.

1. Model Kelembagaan
- Kebijakan dianggap sebagai hasil dari lembaga-lembaga pemerintah (parlemen,
kepresidenan, kehakiman, pemerintah daerah dan sebagainya) yang meliputi proses-
proses perumusan, pelaksanaan dan pemeksaan secara otoritatif oleh lembaga-lembaga
pemerintah tersebut.

- Pemerintah memberikan legitimasi terhadap kebijaksanaan yang akan ditempuhnya,


sedangkan rakyat sebagai penerima kebijakan tersebut.

- Pemerintah melaksanakan kebijakannya secara universal dan tidak ada seorangpun yang
bisa menghindar. Hanya pemerintah yang berhak memaksakan pelaksanaan kebijakan
kepada masyarakat.

2. Model Proses
- Menekankan pada bagaimana tahapan aktivitas yang dilakukan para aktor politik dalam
menghasilkan kebijakan.

- Kebijakan dimaknai sebagai suatu aktivitas yang menyertakan rangkaian-rangkaian


kegiatan (yang berproses) yang berakhir pada evaluasi kebijakan.

- Dalam memformulasikan kebijakan ada standar-standar yang seharusnya dilakukan oleh


para formulator kebijakan agar kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan apa yang hendak
dicapai

5
3. Model Kelompok
- Individu-individu yang memiliki kepentingan yang sama mengikat baik secara formal
maupun non-formal ke dalam kelompok kepentingan yang dapat mengajukan dan
memaksakan kepentingannya kepada pemerintah.

- Interaksi dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan dan keseimbangan adalah


yang terbaik.

- Mengandaikan kebijakan publik sebagai titik keseimbangan. Untuk menjaga


keseimbangan itu maka tugas atau peranan sistem politik adalah untuk menengahi konflik
yang terjadi diantara kelompok-kelompok tersebut.

- Kelompok-kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk


kebijakan secara interaktif.

4. Model Elit
Model ini menggambarkan kebijakan sebagai Preferensi Elite
- Dimana rakyat dibuat apatis dan miskin informasi sehingga elitlah yang membentuk
pendapat umum serta kebijakan mengalir dari elit ke massa melalui administrator-
administrator (pejabat pemerintah, birokrat).

6
- Masyarakat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kecil (elit) yang mempunyai
kekuasaan dan kelompok besar (massa) yang tidak mempunyai kekuasaan. Hanya elit
yang menentukan kebijakan sedangkan massa tidak menentukan kebijakan. Kelompok
kecil yang memerintah pada umumnya mempunyai kedudukan sosial ekonomi yang
tinggi.

- Kebijaksanaan negara tidak memantulkan kebutuhan-kebutuhan rakyat tetapi lebih


banyak mengutamakan kepentingan elit, oleh karena itu perubahan terhadap kebijakan
lebih banyak dilakukan secara lamban dan bertahap (inkremental) daripada bersifat
revolusioner.

- Untuk mencapai stabilitas dan menghindari terjadinya revolusi, bergeraknya kelompok


non-elit ke posisi elit dibuat secara lamban dan harus dikendalikan secara berkelanjutan
karena hal itu dipandang dapat membahayakan kepentingan elit.

- Elit secara aktif selalu berusaha agar dapat mempengaruhi massa yang sifatnya pasif dan
apatis. Elit lebih banyak mempengaruhi melalui para administrator dan selanjutnya para
administrator yang menjabarkan kebijaksanaan pemerintah kepada masyarakat.

5. Model Rasional
Bagaimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus memperhitungkan rasionalistas
costsang benefitsnya bagi masyarakat melalui cara-cara :
- Mengetahui pilihan-pilihan dan kecenderungan-kecenderungan yang diinginkan oleh
masyarakat
- Menemukan pilihan-pilihan kebijakan yang mungkin untuk diimplementasikan
- Menilai perbandingan perhitungan untung-rugi yang akan diperoleh apabila kebijakan itu
diimplementasikan
- Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien dan ekonomis.

6. Model Inkremental
Model formulasi kebijakan publik yang berusaha merevisi formulasi model rasional. Model
formulasi kebijakan yang “melanjutkan” atau “memodifikasi” kebijakan-kebijakan yang
tengah berlangsung ataupun kebijakan-kebijakan yang telah lalu. Biasa disebut dengan model
praktis karena pendekatannya yang terlalu sederhana dan praktis

Banyak digunakan oleh negara-negara berkembang karena pemerintah-pemerintah negara


berkembang selalu berhadapan dengan berbagai problem dari keterbatasan waktu untuk
menyelesaikan permasalahan yang terus berkembang, keterbatasan dana yang dimiliki.

7
Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa perubahan inkremental (penambahan) adalah
proses perubahan kebijakan yang paling aman dan tidak menimbulkan resiko dengan
melanjutkan kebijakan sesuai dengan arah tujuan kebijakan lama.

Model ini membatasi pertimbangan-pertimbangan kebijakan alternatif dengan kebijakan-


kebijakan yang secara relatif mempunyai tingkat perbedaan yang kecil dengan kebijakan
yang sudah berlaku.
Kebijakan selalu bersifat serial, fragmentary dan sebagian besar remedial.

7. Model Teori Permainan


Kebijakan publik berada dalam kondisi kompetisi yang sempurna, sehingga pengaturan
strategi agar kebijakan yang ditawarkan pada pengambil kepeutusan lain dapat diterima,
khususnya oleh para penentang.

Pengaturan/pemilihan strategi menjadi hal yang paling utama. Serasional apapun kebijakan
yang diajukan tetapi tidak pandai mengatur strategi, maka sangat dimungkinkan kebijakan
publik yang baik dan rasional justru tidak banyak didukung oleh para pengambil keputusan.
Sebaliknya apabila ada kebijakan yang tidak terlalu baik untuk publik, tetapi sang inisiator
kebijakan mampu mengatur strategi dengan baik, maka akan sangat mungkin kebijakan yang
ditawarkan akan banyak mendapat dukungan.

8. Model Pilihan Publik


Kebijakan yag dibuat oleh pemerintah haruslah kebijakan yang memang berbasis pada Publik
choices (pilihan publik mayoritas). Asumsinya dalam negara yang demokratis yang
mengedepankan one-men-one-vote, maka siapa yang dapat menghimpun suara terbanyak
dialah yang akan menjadi pemegang kekusaan/keputusan.

Kebijakan yang mayoritas merupakan konstruksi teori kontrak sosial, sehingga ketika
kebijakan akan diputuskan akan sangat tergantung pada preferensi publik atas pilihan-pilihan
yang ada. Ketika ada satu pilihan dari banyak pilihan yanmg ditawarkan oleh pemerintah
dipilih oleh mayoritas publik/warga negara, maka serta merta pilihan publik itulah yang
menjadi kebijakan.

9. Model Sistem
Kebijakan merupakan hasil dari sistem politik. Kebijakan sebagai interaksi yang terjadi
antara lingkungan dengan para pembuat kebijakan dalam suatu proses yang dinamis.

Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan terjadi interaksi yang terbuka
dan dinamis antara pembuat kebijakan dengan lingkungannya. Interaksi yang terjadi dalam
bentuk keluaran dan masukan (input dan output). Keluaran yang dihasilkan oleh organisasi

8
pada akhirnya akan menjadi bagian lingkungan dan seterusnya akan berinteraksi dengan
organisasi.

Kebijakan publik dipandang sebagai tanggapan dari sistem politik terhadap tuntutan-tuntutan
yang timbul dari lingkungan yang merupakan kondisi atau keadaan yang berada di luar batas-
batas sistem politik. Kekuatan-kekuatan yang timbul dari lingkungan dan mempengaruhi
sistem politik dipandang sebagai masukan-masukan (input) bagi sistem politik sedangkan
hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan terhadap tuntuta-
tuntutan tadi dipandang sebagai keluaran (output) dari sistem politik.

Sistem politik adalah sekumpulan struktur dan proses yang saling berhubungan yang
berfungsi secara otoritatif untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi masyarakat. Keluaran-
keluaran (output) dari sistem politik merupakan alokasi-alokasi nilai secara otoritatif dari
sistem dan alokasi-alokasi ini merupakan kebijakan publik.

10. Model Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning)


Model formulasi kebijakan hibrida (gabungan unsur-unsur kebaikan yang ada pada model
rasional dan inkremental). Model pengamatan terpadu diajurkan pertama kali oleh Amitai
Etzioni yang merupakan perbaikan dari model inkremental dan resionalisme sekaligus.

Model ini memberikan jalan bagi pengambilan keputusan yang memperhitungkan baik
keputusan yang bersifat pundamental maupun keputusan yang bersifat inkremental. Etzioni
mengilustrasikannya dengan dua buah kamera, yaitu kamera pertama memiliki sudut lebar
yang mampu menjelajahi seluruh permukaan langit, tetapi tidak terlalu rinci dan kamera yang
kedua yang berfungsi untuk memfokuskan pengamatan pada daerah yang memerlukan
pengamatan yang lebih rinci. Dengan demikian, model ini akan memungkinkan penggunaan
model rasionalisme maupun inkremental pada situasi yang berbeda beda.

11. Model Demokratis


Beberapa pengajar di Indonesia belakangan ini sering mengelaborasi sebuah model yang
berintikan bahwa pengambilan keputusan harus sebanyak mungkin mengelaboasi suara dari
stakeholders. Model ini menghendaki agar setiap “pemilik hak demokrasi” diikut sertakan
sebanyak banyaknya.

9
Model ini biasanya diperkaitkan dengan implementasi goog governance bagi pemerintahan
yang mengamantakan agar dalam membuat kebijakan, para konstituten dan pemanfaat
(beneficiaries) diakomodasi keberadaannya.

12. Model Strategis


Model ini menggunakan rumusan runtutan perumusan strategis sebagai basis perumusan
kebijakah, salah satu yang banyak dirujuk adalah John D. Bryson, seorang pakar perumusan
strategis bagi organisasi non-bisnis.

Proses perumusan strategis sendirii disusun dalam langkah-langkah sebagai berikut :


1. Memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis, yang meliputi kegiatan
2. Memahami manfaat proses perencanaan strategis, mengembangkan kesepakatan awal
3. Merumuskan panduan proses
4. Memperjelas mandat dan misi organisasi, yang meliputi kegiatan perumusan misi dan
mandat organisasi
5. Menilai kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman, proses ini melibatkan kegiatan
perumusan hasil kebijakan yang diinginkan, manfaat – manfaat kebijakan, analisis
SWOT (penilaian lingkungan eksternal dan internal), proses penilaian, dan panduan
proses penilaian itu sendiri
6. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi
7. Merumuskan strategis untuk mengelola isu (Bryson, 2002).

13. Model Deliberatif


Model ini deliberatif atau musyawarah. Pada perumusan kebijakan dapat pula dilihat pada
bagian anlisis kebijakan dengan model deliberativ policy analysis didepan. Proses analisis
kebijakan model musyawarah ini jauh berbeda dengan model-model teknokratik, karena
peran dari analisis kebijakan “hanya” sebagai fasilitator agar masyarakat menentukan sendiri
keputusan kebijakan atas dirinya sendiri.

Peran pemerintah disini lebih sebagai legalisator dari “kehendak publik”. Sementara peran
analis kebijakan adalah sebagai prosesor proses dialog publik agar menghasilkan keputusan
publik untuk dijadikan sebagai kebijakan publik.

14. Model Tong Sampah (garbage can)


model kebijakan yang paling sulit dipertanggungjawabkan kebaikannya, tetapi paling banyak
digunakan dan dilaksanakan oleh hampir semua negara berkembang, tidak terkecuali
Indonesia.

10
Pemikiran tentang model ini didasarkan pada keyakinan bahwa proses kebijakan merupakan
serangkaian tindakan dalam suatu “anarkhi yang terorganisasi” yang menjadikan model-
model perumusan kebijakan ada yang menjadi tidak relevan lagi, khususnya model rasional
komprehensid dan inkremental.

D. Tahap – Tahap Formulasi Kebijakan


Winarno (2002:80-84) membagi tahapan Formulasi kebijakan publik menjadi empat tahap,
yaitu:
- perumusan masalah, (defining problem),
- agenda kebijakan,
- pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah dan
- tahap penetapan kebijakan.
1. Perumusan Masalah
- Mengenali dan merumuskan masalah
- mengidentifikasi problem yang akan dipecahkan, kemudian membuat perumusan yang
sejelas-jelasnya terhadap problem tersebut.

2. Agenda Kebijakan
Tidak semua permasalahan akan masuk dalam agenda kebijakan. Masalah-masalah
tersebut saling berkompetisi antara satu dengan yang lain. Hanya masalah-masalah
tertentu saja yang pada akhirnya akan masuk dalam agenda kebijakan.

3. Pemilihan Alternatif Kebijakan


Setelah permasalahan dapat didefinisikan dengan baik dan para perumus kebijakan
sepakat untuk memasukan masalah-masalah tersebut dalam agenda kebijakan, maka
langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Di sini para perumus
kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan yang dapat
diambil untuk memecahkan permasalahan.

Islamy (1984:92) menyebut tahap ini dengan perumusan usulan kebijakan. Dalam hal ini
perumusan usulan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan
serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Perumusan usulan
kebijakan ini terdiri dari kegiatan mendefinisikan dan merumuskan alternatif, menilai
masing-masing alternatif yang tersedia, dan memilih alternatif yang memuaskan atau
paling memungkinkan untuk dilaksanakan.

Dalam tahap ini para perumus kebijakan akan berhadapan pada pertarungan kepentingan
antar berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Dalam kondisi seperti ini,
maka pilihan-pilihan kebijakan akan didasarkan pada kompromi dan negosiasi antar aktor
yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut (Winarno, 2002:83-84).

11
4. Penetapan Kebijakan
Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan diambil sebagai cara untuk
memecahkan masalah kebijakan, maka tahap yang paling akhir dalam pembuatan
kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat (Winarno, 2002:84).

E. Aktor – Aktor Terlibat Dalam Formulasi Kebijakan


Jones (1991:142-149) secara garis besar membagi aktor-aktor yang terlibat dalam proses
formulasi kebijakan menjadi dua, yaitu aktor-aktor di dalam pemerintahan dan aktor-aktor di
luar pemerintahan.
Aktor-aktor dalam pemerintahan dapat diidentifikasikan menjadi dua yaitu
1. Eksekutif Dan
2. Legislatif

Sedangkan aktor-aktor di luar pemerintahan menurut Jones (1991:146-147) terdiri dari :

- Organisasi masyarakat
- Swasta,
- Organisasi nirlaba (non profit),
- Maupun organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga yang memberikan pelayanan
umum.

Winarno (2000:84) membagi aktor-aktor dalam perumusan kebijakan publik menjadi dua,
yaitu :

1. Pemeran serta resmi, terdiri dari


- Agen – agen pemerintah (birokrasi)
- Presiden (eksekutif)
- Legislatif
- Yudikatif
2. Pemeran serta tidak resmi, terdiri dari
- Kelompok-kelompok kepentingan
- Partai politik
- Warga negara individu

F. Tipe-Tipe Golongan / Aktor yang Terlibat dalam Formulasi Kebijakan


1. Golongan Rasionalis
Golongan rasionalis mempunyai ciri dalam melakukan pilihan alternatif kebijakan selalu
menempuh metode-metode atau langkah-langkah yang terstruktur, yaitu:
- Mengidentifikasi masalah,
- Merumuskan tujuan dan

12
- Menyusunnya dalam jenjang tertentu,

Mengidentifikasi semua alternatif kebijakan, meramalkan dan memprediksikan akibat-


akibat dari setiap alternatif, membandingkan akibat-akibat tersebut dengan selalu
mengacu pada tujuan dan memilih alternatif yang terbaik. Golongan aktor rasionalis ini
identik dengan perencana dan analis kebijakan professional dan terlatih.

2. Golongan Teknisi
Golongan teknisi adalah aktor yang dilibatkan karena bidang keahliannya atau
spesialisasinya, dengan tujuan yang sudah ditetapkan oleh pihak lain. Peran yang
dimainkan adalah sebagai seorang spesialis atau ahli yang dibutuhkan tenaganya untuk
menangani bidang-bidang tertentu.

3. Golongan Inkrementalis
Golongan inkrementalis menurut Solichin Abdul Wahab (1997:30) dapat diidentikan
dengan para politisi, karena cenderung memiliki sikap kritis namun acap kali
tidaksabaran terhadap gaya kerja para perencana dan teknisi walaupun sebenarnya
mereka sangat tergantung pada mereka.

Kebijakan menurut golongan inkrementalis cenderung dilihat sebagai suatu perubahan


yang terjadi sedikit demi sedikit, serta tujuan kebijakan dianggap sebagai konsekuensi
dari adanya tuntutan-tuntutan, baik karena didorong kebutuhan untuk melaksanakan
sesuatu yang baru atau karena kebutuhan untuk menyesuaikan dengan apa yang sudah
dikembangkan dalam teori. Golongan inkrementalis ini dikategorikan sebagai aktor yang
mampu melakukan tawar-menawar atau bargaining secara teratur sesuai dengan
tuntutan, menguji seberapa jauh intensitas tuntutan tersebut dan menawarkan kompromi.

4. Golongan Reformis
Golongan reformis merupakan golongan yang berpendirian bahwa keterbatasan informasi
dan pengetahuan adalah yang mendikte gerak dan langkah dalam proses pembuatan
kebijakan dengan tekanan perhatian pada tindakan sekarang karena urgensi permasalahan
yang dihadapi. Pendekatan ini umumnya ditempuh oleh para lobbyist.

G. Nilai-Nilai yang Berpengaruh dalam Formulasi Kebijakan


 Nilai-nilai politik yaitu dasar yang dipakai oleh para pembuat keputusan untuk menilai
alternatif-alternatif kebijakan berupa kepentingan partai politik beserta kelompoknya
(clientele group).

 Nilai-nilai organisasi, dipakai para pembuat keputusan khususnya birokrat karena


organisasi-organisasi menggunakan banyak imbalan (reward) dan sanksi dalam usahanya
untuk mempengaruhi anggota-anggotanya agar menerima dan bertindak atas dasar nilai-

13
nilai organisasi yang telah dirumuskan. Keputusan individu bisa juga diarahkan oleh
pertimbangan-pertimbangan semacam keinginan-keinginan untuk melihat organisasi agar
tetap eksis, untuk memperbesar program atau kegiatan, kekuasaan atau hak istimewanya.

 Nilai-nilai pribadi, yaitu kriteria keputusan yang didasarkan usaha untuk melindungi dan
mengembangkan kepentingan ekonomi, reputasi atau kedudukan.

 Nilai-nilai kebijakan, yaitu tindakan pembuat keputusan dengan dasar persepsi mereka
tentang kepentingan masyarakat atau kepercayaan-kepercayaan mengenai apa yang
merupakan kebijakan publik secara moral benar atau pantas.

 Nilai-nilai ideologi adalah seperangkat nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang


berhubungan secara logis yang memberikan gambaran dunia yang disederhanakan dan
merupakan pedoman bagi rakyat untuk melakukan tindakan.

H. Bagaimana Memulai Formulasi Kebijakan


Sidney (Fischer, 2007 : 79) Tahapan formulasi melibatkan aktivitas identifikasi atau merajut
seperangkat alternatif kebijakan mengatasi sebuah permasalahan, mempersempit seperangkat
solusi sebagai persiapan penentu kebijakan akhir.
Definisi masalah
- Masalah kebijakan, adalah kebutuhan dan kesempatan yang belum terlaksana dan
sepenuhnya hanya mungkin melalui tindakan pemerintah atau
- Masalah kebijakan, adalah suatu konstruksi mental yang didasarkan atas konseptual dan
spesifikasi dari unsur-unsur suatu situasi problematis.

Alternatif Kebijakan (Sidney (Fischer, 2007 : 79))

Formulasi kebijakan hendaknya memperhatikan sejumlah pertanyaan :

1. Apa rencana untuk menyelesaikan masalah?


2. Apa yang menjadi tujuan dan prioritas?
3. Pilihan apa yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut?
4. Apa saja keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan?
5. Eksternalitas apa baik positif maupun negatif terkait dengan setiap alternatif?

Sumber alternatif (Sidney (Fischer, 2007 : 79))

Sejumlah kriteria membantu menentukan pemilihan alternatif

1. Kelayakannya
2. Penerimaan secara politis
3. Biaya
4. Manfaat

14
I. Tiga masalah utama perumusan kebijakan
1. Proses politis dan administratif yang kompleks. Formulasi kebijakan itu berada pada
ruang yang kompleksitas dari politik dan proses administratif yang didalamnya banyak
aktor – aktor (sistem nilai). Seringkali pemerintah sulit merumuskan kebijakan karena
banyak kepentingan politik.
2. Untuk mendapatkan informasi yang reabel, akurat itu sulit. Sementara dalam proses
formulasi kita membutuhkan informasi
3. Ketidakmajuan ilmu pengetahuan. Kerangka kerja konseptual yang diterima secara luas
dan untuk pendekatan teoretis untuk menganalisis tidak cukup atau tidak tersedia.

Sumber :

Buku Public Policy Dr. Riant Nugroho Edisi Revisi 6

https://www.academia.edu/36705668/FORMULASI_KEBIJAKAN_PUBLIK

15

Anda mungkin juga menyukai