TUGAS 1
2. Setidaknya ada empat ciri sistem politik yang dapat membedakan sistem politik
dengan sistem yang lain (Mas`oed dan MacAndrews, 1991: 5-6). Pertama, ciri
identifikasi. Kita harus dapat mengidentifikasikan sistem politik untuk dapat
membedakannya dengan yang lainnya. Dalam identifikasi ini, setidaknya ada dua hal
yang harus diperhatikan, yaitu unit-unit dalam sistem politik dan pembatasan. Dalam
politik, unit-unitnya berupa tindakan politik. Adapun mengenai pembatasan, ini perlu
diperhatikan ketika kita membicarakan sistem politik dengan lingkungan. Kedua,
input dan output. Untuk dapat menjamin bekerjanya sistem politik diperlukan input
yang rutin, tetap, dan ajeg. Tanpa adanya input, sistem politik tidak akan bekerja.
Lebih dari itu, tanpa output kita tidak akan dapat mengidentifikasi pekerjaan yang
telah dihasilkan oleh sistem politik. Ketiga, diferensiasi dalam sistem politik.
Sebagaimana dalam tubuh manusia, kita tidak akan menemukan suatu unit
mengerjakan hal yang sama dalam waktu yang sama pula. Anggota dalam sistem
politik, paling tidak mengenal pembagian kerja minimal yang memberikan suatu
struktur tempat berlangsungnya kegiatan tersebut. Dalam politik, kita akan
menemukan beragam tindakan politik dengan perannya masing-masing, misalnya
legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, sampai dengan kelompok kepentingan
dan kelompok penekan. Keempat, integrasi dalam sistem. Integrasi dalam sistem
politik sebagai salah satu usaha untuk mengatur kekuatan-kekuatan dan kegiatan-
kegiatan dalam sistem politik. Intregrasi dalam sistem politik ini dimungkinkan oleh
adanya kesadaran dari anggota sistem politik untuk menjaga keberadaan dari sistem
politik itu sendiri sehingga muncul suatu mekanisme yang bisa mengintegrasikan
bahkan memaksa para anggotanya untuk bekerja sama walaupun dalam kadar yang
minimal sehingga mereka dapat membuat keputusan yang otoritatif
3. A. mengemukakan bahwa New Deal Administration Program yang dikemukakan oleh
Roosevelt Tahun 1934 di Amerika adalah analog dengan program reformasi
administrasi yang dikembangkan oleh Solon di Athena Kuno 6000 SM. Meski
memiliki sejarah yang membanggakan, perkembangan pesat administrasi publik
secara luas muncul pada tahun 1950-an dan mencapai puncaknya sekitar tahun 1960-
an pasca Perang Dunia II dengan bentuknya Comparative Administration Group di
bawah kepemimpinan Fred Riggs. Sekelompok ilmuwan politik dan adminitrasi
publik mulai menyadari bahwa memindahkan begitu saja (to adopt) sistem dan
lembaga politik dan administrasi publik dari suatu lingkungan masyarakat, bangsa,
atau Negara yang lain tidaklah tepat. Administrasi publik bergerak dalam dua
lingkungan yang berbeda, negara asal dan Negara baru dimana administrasi publik
dipraktekan. Hasilnya adalah tidak seperti yang diharapkan. Perbedaan-perbedaan
lingkungan memberikan pengaruh yang signifikan bagi keberhasilan penerapan
administrasi negara. Berdasakan pendekatan budaya, misalnya, Boakye-Sarpong
(1998) menyatakan bahwa efektivitas dan efisiensi sistem administrasi terletak pada
nilai-nilai sosial yang diinternalisasikan dan dipraktekan oleh masyarakat. Lantas, hal
ini memunculkan cabang baru Administrasi Publik yaitu Ekologi Administrasi Publik.
Meski dipahami benar mengenai perbedaan lingkungan antar negara atau masyarakat,
menurut Pamudji (1993:11), yang menjadi persoalan adalah karena lingkungan
mempunyai beberapa macam aspek maka perlu ditetapkan aspek mana yang perlu
ditetapkan bagi suatu sistem administrasi Negara, Hal ini sering menjadi masalah
karena sering terjadi kegagalan dalam menentukan aspek yang relevan itu sehingga
kesimpulan-kesimpulan yang ditarik tentang administrasi Negara salah, dan oleh
karenanya pemecahan masalahnya pun tidak mengenai sasaran. Penelitian ini, dengan
sejumlah keterbatasan, mencoba mengupas administrasi publik berdasarkan sudut
pandang ekologi. Tujuan utama studi ini adalah bagaimana mengkaji aspek-aspek
ekologi administrasi yang memiliki manfaat bagi kasus yang lebih spesifik yaitu
pelaksanaan otonomi daerah. Studi ini bersifat perspektif (normatif), bukan deskriptif
(empiris), karena didasarkan pada kajian literature. Barangkali, inilah keterbatasan
yang paling fundamental yang disadari benar oleh penulis dapat mengundang bahaya
ketidaktepatan dalam penetapan aspek yang penting.
B. Riggs dengan teori model umum yang memunculkan dua model yaitu:
* model agraria dan industria
* model sala atau prismatik. Ilmuan kedua adalah Farrel Headi dengan teori bentuk
tengah atau struktural bersyarat memunculkan model birokrasi.
Asumsi yang dipakai para ilmuan ini adalah bahwa (1) masyarakat berkembang dan
berubah secara linear atau satu arah dari masyarakat yang sederhana /tradisional
kemasyarakat kompleks/modern. (2) perkembangan dan perubahan sistem
administrasi negara yang semakin maju selalu mengikuti,sesuai,seiring dan sejalan
dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi dimasyarakat.
Administrasi Pembangunan
Administrasi Pembangunan Meliputi 2 Pengertian:Administrasikeseluruhan Proses
Pelaksanaan Keputusan Yang Telah Diambil Untuk Mencapai Tujuan Yang Telah
Ditentukanpembangunanusaha Atau Rangkaian Usaha Pertumbuhan Dan Perubahan
Yang Direncanakan Dan Dilakukan Secara Sadar Dalam Rangka Pembinaan Bangsa
(Nation Building)
Kritik Kenneth Daveyapa Yang Dilakukan ‘Ap’ Sama Dengan Yang Dilakukan ‘An’
Yakni Juga Menata Dan Mengatur. Pembangunan Tidak Akan Berjalan Tanpa Tertib
Hukum.Di Kebanyakan Negara Berkembang Birokrat Ternyata Tidak Netral, Banyak
Pembangunan Yang Orientasinya Untuk Klas Dan Kelompok Tertentupembangunan
Yang Dipengaruhi Oleh Intervensi Pemerintahan Akan Cenderung Boros/Tidak
Efisien.
Setelah Perang Dunia II, pergerakan ekonomi dan pembangunan sosial semakin
digiatkan oleh kebanyakan negara-negara Dunia Ketiga. Berbagai kebijakan dan
program kemudian dikeluarkan untuk memperkuat fondasi ekonomi dan sosial
masyarakat. Sayangnya, pencapaian tujuan pembangunan terbukti masih elusif,
kecuali keberhasilan yang diraih oleh sejumlah kecil negara yang disebut ”Macan
Asia” (Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Thailand, dan Malaysia).
Sejak Perang Dunia II, pembangunan dikaitkan dengan perubahan ekonomi, sosial,
dan politik yang ada di negara-negara Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Pasifik
Selatan. Negara-negara ini kemudian dilabelkan dengan negara-negara berkembang,
negara Dunia Ketiga, dan sebagainya, telah memberikan komitmennya untuk
memajukan kehidupan bersama seluruh bangsa. Hal itu dapat dicapai dengan
pembangunan. Hanya saja tidak ada konsensus bersama mengenai makna
pembangunan itu sendiri.
Administrasi Pembangunan
Serangan terhadap teori modernisasi yang terjadi di akhir tahun 1960-an dan 1970-an
juga memberikan tantangan bagi administrasi pembangunan. Dari sudut pandang
finansial, pendanaan Amerika untuk berbagai proyek administrasi publik berkurang
secara drastis. Lemahnya kinerja pembangunan sebagian besar disebabkan karena
kegagalan administrasi pembangunan, dan para pakar pembangunan berusaha
menemukan solusi baru. Orang-orang kemudian mulai mempertanyakan asumsi ”big
government” yang diusung administrasi pembangunan. Schaffer (1969) mengatakan
ada kebuntuan (deadlock) dalam administrasi pembangunan sehingga muncul
pertanyaan apakah birokrasi dapat menghasilkan transformasi sosial? Nilai-nilai
Barat yang diiringi dengan teknik-teknik administrasinya dinilai kurang tepat;
keberadaan kultur dan kaitannya dengan administrasi dipertanyakan kembali.
Oleh David Hirscham (1981), kepentingan kaum borjuis juga menjadi salah satu
variabel penjelas kegagalan implementasi administrasi pembangunan di Afrika.
Seperti Schaffer, ia menggambarkan adanya kebuntuan dalam administrasi
pembangunan. Hirscham mengakui ada begitu banyak ide yang inovatif dari
administrasi pembangunan tetapi hal itu telah diabaikan oleh para administrator di
Afrika. Hal ini karena birokrat lebih berfokus pada mempertahankan kepentingan
kelas-nya dan mengabaikan kepentingan publik.
Urian diatas menggambarkan bagaimana peran yang begitu besar yang dimainkan
oleh birokrasi dalam pembangunan. Kegagalan birokrasi dalam merencanakan dan
mengimplmentasikan kebijakan dan program publik menyebabkan proses
pembangunan menjadi gagal. Selain dalam perencanaan dan implementasi
kebijakan/program publik, kegagalan birokrasi dapat dilihat dari gagalnya birokrasi
memberikan masukan atau advis kepada politisi mengenai kebijakan. Keberhasilan
pembangunan yang dicapai oleh negara-negara yang disebut ”Macan Asia” diatas
adalah buah dari keberhasilan birokrasinya. Karena birokrasi menjadi kendaraan
utama untuk merencanakan dan mengimplementasikan kebijakan dan program publik
maka birokrasi harus dibuat seefisien dan seefektif mungkin. Ketika pembangunan
suatu negara mencapai kebuntuan maka perlu ditinjau kembali apa yang sedang
terjadi dengan birokrasinya.