Anda di halaman 1dari 3

Agenda Setting dalam Proses Pengambilan Kebijakan

(kajian naratif)

Oleh: Sebastianus G. Duminggu

A. Agenda Setting
Agenda setting merupakan tahapan pertama dalam sebuah kebijakan. Dalam agenda
setting, proses yang dilakukan adalah pengkajian mengenai kelayakan sebuah persoalan
untuk dijadikan isu publik. Hal tersebut merupakan sumbangan terpenting agenda setting
dalam proses menentukan isu sebuah kebijkan. Dalam berproses, hakekat dari agenda setting
sendiri adalah menemukan masalah yang disepakati menjadi masalah publik. Oleh karena
prosesnya, maka diperlukanlah diskusi yang panjang dan melibatkan banyak aktor dalam
menetukan masalah yang merupakan bentuk dari masalah bersama. Dengan demikian, sudah
jelas, dari banyaknya pihak yang terlibat (actor), maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
proses agenda setting ini sarat dengan muatan kepentingan dan politis.
Di dalam agenda setting versi Negara demokratis, agak sulit untuk ditemukan titik
setuju, atau kesimpulan. Hal tersebut dikarenakan di Negara demokrasi, agenda setting lebih
dibebankan kepada proses tawar-menawar. Bentuk tawar-menawar tersebut dikarenakan
faktor sifat dari demokrasi itu sendiri, yang berpengaruh terhadap proses pengambilan suara
dan keputusan. Di Negara demokrasi, setiap warga Negara berhak dan bebas menyuarakan
pendapat. Agenda setting akan lebih cepat dilakukan di Negara komunis, hal ini disebabkan
oleh sistem pengambilan keputusan yang lebih dominan bahkan mutlak dilakukan oleh
pemimpin Negara dibanding masyarakat di Negara komunis.
Dalam klasifikasinya, agenda seting dibagi menjadi dua bentuk, yaitu; agenda settimg
sistemik dan agenda setting formal. Agenda setting sistemik biasanya disusun dari isu umum
dan dipandang oleh masyarakat politik sebagai hal yang seharusnya diperhatikan pemerintah
sesuai kewenangan sah dari tiap level pemerintahan. Kelemahan dari agenda setting sistemik
ini adalah, masih sangat umum, banyaknya perbedaan yang memandang sebuah masalah, dan
masih harus membutuhkan kajian yang sangat detail sebagai syarat untuk memecahkan
masalah. Dari segi kelebihan, agenda setting sistematik lebih mudah menggerakan partisipasi
masyarakat dalam proses selanjutnya. Agenda setting formal biasanya disusun berdasar isu-
isu konkrit (misal: oleh Bapeda) untuk mendapat perhatian pejabat pembuat kebijakan.
Kelemahan dari agenda setting formal adalah, belum menunjukan skala prioritas karena
sering terjadi masalah yang diusulkan palsu, masalah yang dianggkat sekedar untuk meredam
gejolak atau untuk kepentingan kelompok tertentu.
Penyusunan agenda merupakan manivestasi aktivitas politik, sehingga eksistensi aktor
sangat menentukan hasil akhirnya, idealnya merupakan integrasi kepentingan antar elemen
governance. Berdasarkan keterlibatan aktor, agenda setting dapat digolongkan kedalam tiga
pendekatan yaitu; agenda setting pluralistik, elit, Negara pusat kekuasaan. Didalam agenda
setting pendekatan pluralistik pengambilan keputusan oleh lembaga pemerintahan dan NGO
(Non Governmnet Organization), mempunyai peluang yang sama, saling bersaing secara
sehat dari rasionalitas, argument terhadap isu yang diusulkan. Dari agenda setting pendekatan
elite, dalam proses pengambilan keputusan hanya elite yang berwenang merumuskan agenda
dikarenakan asumsi bahwa non-elite mengalami keterbatasan sumber daya, dana, maupun
dalam memahami masalah.
Agenda setting pendekatan Negara pusat kekuasaan, dalam proses pengambilan
keputusan, hanya lembaga pemerintahan yang berwenang menyusun agenda dan menekankan
interaksi antara lembaga pemerintah (eksekutif, legislatif, yuridifikatif). Berdasarkan model,
agenda setting dibagi menjadi tiga jenis yaitu; agenda setting inisiatif dari luar masyarkat,
diproses melalui artikulasi masalah, isu yang meluas sehingga menekan pemerintahan untuk
mengambil kebijakan. Agenda setting akses dari dalam, yang dibuat oleh lembaga
pemerintahan dan mencegah keterlibatan lembaga atau pihak luar. Agenda setting yang
disusun oleh pejabat politik tetapi perlu dukungan masyarakat dalam implementasinya.
Syarat isu menjadi agenda kebijakan, menurut Cobb & Elder (1972) adalah, Isu
memperoleh perhatian luas atau menimbulkan kesadaran masyarakt; Adanya persepsi &
pandangan publik bahwa tindakan perlu dilakukan utk memecahkan masalah; Adanya
persepsi masyarakat bahwa masalah itu sebagai kewajiban atau tanggungjawab pemerintah.
Menurut Anderson (1979) sayarat isu menjadi agenda kebijakan adalah, bila terjadi ancaman
terhadap keseimbangan antar kelompok; Pengaruh pemimpin politik; terjadi krisis luar biasa
(misal: bencana alam); terjadi gerakan protes (misal: demo); adanya isu politik yang
mengundang perhatian media (misal: konflik sara).
B. Proses Pengambilan Kebijakan
Sebuah preoses pengambilan kebijakan dimulai dari perumusan kebijakan itu sendiri .
didalam perumusan kebijakan harus ditemukan sebuah input. Input ini kemudian dijelaskan
sebagai problematika yang diperoleh langsung dari masyrakat, dengan cara dikumpulkan akar
permasalahan dan poin permasalahan yang terdapat dalam masyrakat melalu musyawara,
tatap muka atau angket. Biasanya input yang didapat oleh peneliti kebijakan dipengaruhi dan
mepunyai faktor pendukung yaitu demand (permintaan) serta support (dukungan) dari
masyarakat. Dalam proses input yang merupakan kumpulan dari demand serta support,
kemudian dibentuklah agenda setting.
Selanjutnya, dari agenda setting yang sudah didapatkan kumpulan poin serta akar
permasalahan dari kesepakatan bersama, maka tahap selanjutnya adalah formulasi kebijakan.
Di dalam melakukan formulasi kebijakan, melibatkan para analisis atau akademisi yang pakar
di bidangnya. Formulasi ini dilakukan hingga menemukan rumusan atas kebijakan yang akan
dilakukan. Setelah proses formulasi menemukan rumusan dari kebijakan, maka tahap
selanjutnya adalah legitimasi. Legitimasi ini dilakukan melibatkan proes birokasi, dan
yurudifikasi dimana dialamnya melibatkan juga hukum dan undang-undang yang berkaitan
dan berlaku. Legitimasi yang dilakukan membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama.
Selanjutnya, proses legitimasi yang sudah membuahkan hasil, kemudian diimplementasikan
dalam bentuk kebijakan dalam masyarakat.
Kegiatan implementasi dalam masyarakat tidak berhenti disini saja. Perlakuan akan
implementasi tersebut yang akhir nya membuahkan tahap terakhir dari proses pembuatan
kebijakan publik, yakni Mon-Ev (monitoring-evaluating). Kegiatan monitor dan evaluasi ini
dilakukan agar kebijakan publik tersebut dapat mencapai kata berhasil. Kegiatan monitoring
dilakukan untuk mengawasi penerapan kebijakan yang dilakukan, agar tidak menyeleweng
dari aturan-aturan yang telah disepakati. Selanjutnya, dilakukanlah kegiatan evaluating untuk
menilai, mengevaluasi, ketercapaian dari kebijakan yang diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai