Oleh :
Refantie Meidina 2015310060
Laras Ambarsari 2016310088
Dama Aggraeni 6071801035
Kevin Novriyant 6071801070
Miftah Fauzi 6071801100
Dosen :
Maria Rosarie H.T., S.IP., M.Si
Kelas B
2. Institutional model
Secara tradisional, ilmu politik didefinisikan sebagai studi tentang institusi
pemerintah. Kegiatan politik umumnya berpusat pada lembaga pemerintahan.
Kebijakan model instistusi secara sederhana bermakna bahwa “tugas membuat
kebijakan publik adalah tugas pemerintah”. karena hubungan anatara kebijakan
publik dan institusi pemerinah sangatlah dekat. Jadi semua yang dibuat oleh
pemerintah dengan cara apa pun merupakan kebijakan publik. Model ini pada
dasarnya lebih mengutamakan fungsi-fungsi setiap kelembagaan dari pemerintah, di
setiap sektor dan tingkat dalam memformulasikan kebijakan. Menurut Thomas R.
Dye, ada tiga hal yang membenarkan tentang pendekatan teori ini, yaitu ; pemerintah
memang sah dalam membuat kebijakan publik, formulasi kebijakan publik yang
dibuat oleh pemeritah bersifat universal (umum), pemerintah memonopoli/menguasai
fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan bersama.
Menurut Thomas R. Dye, alasan terjadinya hubungan yang kuat sekali antara
kebijakan publik dengan lembaga-lembaga pemerintah, karena lembaga-lembaga
pemerintahan tersebut mempunyai tiga (3) kewenangan yang tidak dimiliki
lembaga-lembaga lain di luar lembaga pemerintahan, yaitu:
1. L
embaga pemerintah berwenang memberikan pengesahan (legitimasi)
2. L
embaga pemerintah mempunyai kewenangan untuk memberi sifat universal
3. Hanya pemerintah yang memegang hak monopoli untuk memaksakan secara sah
Tertera pada undang undang nomor 5 tahun 2018 tentang terorisme, menurut
direktur eksekutif wahid insitute menilai bahwa undang undang mengenai terorisme
harus ada revisi dikarenakan menurutnya kewenangan TNI dan Polri perlu di atur juga
di dalam undang undang. Dikarenakan jika pemerintah dan DPR ingin melibatkan
TNI dalam proses pemberantasan terorisme, maka dari itu hubungan antar lembaga
harus dibuat jelas untuk menghindari tumpang tindih kewenangan. Sedangakan di
dalam Undang Undang nomor 5 tahun 2018 memang sudah mengatur mengenai
kelembagaan yang di mana peran Tentara Nasional Indonesia bertugas dalam
mengatasi aksi terorisme dari bagian operasi militer selain perang, dilaksanakannya
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI dan pelaksanaan untuk mengatasi
terorisme diatur dengan perarturan presiden. Dan memang yang belum di atur dalam
undang undang ini mengenai peran instansi melakukan apa dan dalam bentuk apa.
Dan mengatur soal teknis institusi yang keterlibatannya seperti apa untuk menghindari
akses - akses negatif.
Maka dari itu ini masuk ke dalam model institusional dikarenakan kebijakan
ini mendorong untuk adanya kewenangan TNI dan Polri dalam Pemberantasan
terorisme, yang memang belum di atur didalam Undang Undang nomor 5 tahun 2018
dikarenakan untuk menghindari ada tumpang tindih kewenangan.
3. Rational model
Kebijakan rasional adalah kebijakan yang mencapai keuntungan maksimal.
Artinya pemerintah sebagai pembuat kebijakan dihadapkan pada sebuah pilihan
kebijakan yang menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk memilih kebijakan yang
rasional, pembuat keputusan perlu mengetahui semua preferensi nilai masyarakat dan
bobot relatifnya, mengetahui semua alternatif kebijakan yang tersedia, mengetahui
semua konsekuensi dari setiap alternatif kebijakan, menghitung rasio manfaat
terhadap biaya untuk setiap alternatif kebijakan, dan memilih alternatif kebijakan
yang paling efisien.
Kebijakan rasional membutuhkan data dan informasi yang relevan untuk
digunakan pada saat memperhitungkan konsekuensi alternatif secara akurat. Pada
akhirnya pembuatan kebijakan rasional membutuhkan sebuah sistem pengambilan
keputusan yang dapat memfasilitasi rasionalitas dalam pembentukan kebijakan.
Sistem pengambilan keputusan dapat ditunjukkan seperti berikut;
Contoh kebijakan:
Contoh kebijakan model rasional adalah kebijakan tentang manajemen dan rekayasa
lalu lintas yang baru saja diimplementasikan di Kota Bandung pada kawasan
Sukajadi. Dasar hukum dari kebijakan tersebut adalah Undang - Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bab IX. Dikatakan termasuk
pada kebijakan model rasional karena dalam prosesnya kebijakan manajemen dan
rekayasa lalu lintas yang diimplementasikan pada kawasan Sukajadi dilakukan
dengan cara menganalisis masalah dan alternatif dari sumber - sumber yang tepat.
Kebijakan model rasional memerlukan informasi dan informasi dapat dibantu oleh
sebuah sistem. Dinas Perhubungan Kota Bandung, dalam memperoleh informasi dan
menghitung konsekuensi alternatif kebijakan menggunakan VISSIM (Visual
Simulation). Sistem ini dapat menyediakan informasi seperti dampak apabila
kebijakan tersebut diimplementasikan.
4. Incremental model
Model kebijakan inkremental memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan
dari kegiatan pemerintah masa lalu yang akan digunakan kembali dengan memberi
tambahan modifikasi. Lindblom mempresentasikan model inkremental sebagai kritik
terhadap model rasional. Model inkremental menggambarkan pembuatan keputusan
kebijakan publik sebagai suatu proses politis yang ditandai dengan tawar menawar
dan kompromi untuk kepentingan para pembuat keputusan sendiri.
Menurut Lindblom, pembuat keputusan tidak setiap tahun meninjau kebijakan
yang sudah ada dan yang diusulkan, mengidentifikasi tujuan masyarakat, meneliti
manfaat dan biaya kebijakan alternatif berdasarkan informasi yang relevan. Dengan
kendala waktu dan keterbatasan informasi mencegah pembuat kebijakan untuk
mengidentifikasi alternatif kebijakan dan konsekuensinya. Hal ini dikarenakan
mempertimbangkan banyak nilai - nilai politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang
beragam.
Model inkremental membuat kesepakatan pembuatan kebijakan menjadi lebih
mudah, karena hal - hal yang diperselisihkan hanya menambah atau mengurangi
anggaran atau memodifikasi program yang ada. Konflik yang terjadi pada
pengambilan keputusan hanya berfokus pada pergeseran kebijakan besar yang
melibatkan untung atau rugi. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan pada
model inkremental bersifat rutin dan tidak bisa digunakan untuk mengatasi masalah
krisis. Berikut gambaran kebijakan model inkremental:
Contoh kebijakan inkremental adalah BPJS Kesehatan. Karena pada kebijakan model
inkremental melihat kebijakan sebelumnya dan melakukan modifikasi untuk
menyelesaikan permasalahaan saat itu. Jaminan pemeliharaan kesehatan sudah ada
sejak zaman kolonial Belanda.
● Tahun 1949 jaminan kesehatan hanya dikhususkan untuk pegawai negeri sipil
beserta keluarga. Kemudian Menteri Kesehatan pada saat itu mengajukan
untuk menyelenggarakan asuransi kesehatan secara universal.
● Tahun 1968, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1
Tahun 1968 dengan membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan
kesehatan (BPDPK) yang mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai
negara dan penerima pensiun beserta keluarganya.
● Tahun 1984, pemerintah mengeluarkan Peraturan pemerintah Nomor 22 dan
23. BPDPK berubah status menjadi PERUM Husada Bhakti yang melayani
jaminan kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan,
dan anggota keluarganya.
● Tahun 1992, PHB berubah status menjadi PT Askes (Persero) melalui
Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 1992. PT Askes (Persero) mulai
menjangkau karyawan BUMN melalui program Askes Komersial.
● Tahun 2005, PT Askes (Persero) dipercaya pemerintah untuk melaksanakan
program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin (PJKMM) yang
selanjutnya dikenal menjadi program Askeskin dengan sasaran peserta
masyarakat miskin dan tidak mampu sebanyak 60 juta jiwa yang iurannya
dibayarkan oleh Pemerintah Pusat. Kemudian PT Askes (Persero) juga
menciptakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU), yang
ditujukan bagi masyarakat yang belum tercover oleh Jamkesmas, Askes
Sosial, maupun asuransi swasta.
● Tahun 2014, BPJS Kesehatan beroperasi sebagai transformasi dari PT Askes
(Persero) dan pemerintah menetapkan UU 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
5. Group model
Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembutaan kebijakan.
Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan
bentuk kebijakan secara interaktif. Tekanan kelompok – kelompok kepentingan
diharapkan dapat mempengaruhi pembuatan atau perubahan kebijakan publik. Besar
kecil tingkat pengaruhnya dari kelompok kepentingan ditentukan oleh harta kekayaan,
jumlah anggotanya, kekuatan, kebaikan organisasi dan lain sebagainya.
Perumusan kebijakan publik merupakan hasil perjuangan kelompok secara
terus menerus agar pemerintah sebagai aktor pembuat kebijakan dapat memberikan
respons terhadap tekanan yang diberikan oleh kelompok tersebut (group pressures)
yang melakukan tawar menawar (bargaining), perjanjian (negotiating) dan kompromi
(compromising) terhadap persaingan tuntutan dari kelompok kepentingan lainnya.
Teori kelompok dimulai dengan proposisi bahwa interaksi di antara kelompok
adalah fakta sentral dari politik. Individu dengan kepentingan bersama bersatu secara
formal atau informal untuk menekan tuntutan mereka pada pemerintah. Individu
penting dalam politik hanya ketika mereka bertindak sebagai bagian dari, atau atas
nama, kepentingan kelompok. Grup menjadi jembatan penting antara individu dan
pemerintah. Politik sebenarnya adalah perjuangan di antara kelompok untuk
mempengaruhi kebijakan publik. Menurut teori kelompok, kebijakan publik pada
waktu tertentu adalah keseimbangan yang dicapai dalam perjuangan kelompok.
Contoh kebijakan:
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi undang - undang MPR,
DPR, DPD, DPRD (UUMD3). Dengan demikian jumlah kursi pimpinan MPR resmi
bertambah menjadi 10 orang atau sesuai dengan jumlah fraksi. Pemerintah
menganggap tujuan untuk merevisi UUMD3 ini untuk mewujudkan pemerintahan
yang demokratis, efektif dan akuntabel sesuai dengan sila ke-empat dan turut menjaga
keseimbangan antara sistem presidensil dalam sistem politik di indonsesia. Kebijakan
ini di atur oleh Undang Undang nomor 2 tahun 2018 yang dimana perubahan kedua
atas Undang Undang nomor 17 tahun 2014.
Maka dari itu kasus ini masuk ke dalam model kelompok (group model) di karenakan
adanya kelompok kepentingan yang ingin merevisi sehingga pimpinan MPR sudah
resmi bertambah menjadi 10 kursi/orang sesuai dengan jumlah fraksi yang ada MPR
itu sendiri.
6. Elite model
Kebijakan publik dalam model elite dapat ditemukan sebagai preferensi dari
nilai nilai elite yang berkuasa. Teori elite menyarankan bahwa rakyat dalam
hubungannya dengan kebijakan publik hendaknya dibuat apatis atau miskin informasi.
Model elite ini menggambarkan pembuatan kebijakan publik dalam bentuk
"piramida‟ dimana masyarakat berada pada tingkat paling bawah, elit pada ujung
piramida dan aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik berada di
tengah-tengah antara masyarakat dan elit. Aktor internal birokrasi pembuat kebijakan
publik (pemerintah) seharusnya menyeimbangkan antara kepentingan masyarakat dan
elit dalam setiap kebijakan publik yang diambilnya. Akan tetapi dalam model ini
mereka bukan sebagai “abdi rakyat” (“servant of the people”) tetapi lebih sebagai
kepanjangan tangan dari "elit‟ yaitu "kelompok-kelompok kecil yang telah mapan‟
(The Establishment). Hal ini disebabkan kebijakan publik ditentukan semata-mata
oleh kelompok elit, sehingga aktor pembuat kebijakan publik (pemerintah) hanyalah
sekedar pelaksana-pelaksana dari kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh elit.
Contoh kebijakan:
Contoh kebijakan dalam mode elite ini adalah, program pemerintah yang bernama
Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT ini dibuat pemerintah untuk memberikan dana
langsung kepada masyarakat miskin. BLT dilakukan pertama kali pada tahun 2005,
berlanjut pada tahun 2009 dan di 2013 berubah nama menjadi Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM). Tujuan utama dari program ini ialah untuk
membantu masyarakat miskin agar bisa memenuhi kebutuhannya sehari hari. Tetapi
BLT ini disinggung bahwa program ini di buat oleh kelompok elite yang dimana
program ini hanya berjalan atau berkembang bertepatan dengan masa masa pemilihan
umum. Dan program ini juga semata mata dilaksanakan hanya untuk meningkatkan
popularitas partai demokrat yang sedang menurun dan diselenggarakan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono disaat sedang menjabat menjadi presiden RI. program
ini juga disinyalir rawan manipulasi politik dalam hal pengelolaannya. Strategi
manipulasi itu mencakup jangka waktu distribusi, jumlah penerima, metode pembagian
bantuan, serta landasan hukum yang menyertainya. Selain itu beberapa pihak juga
mengatakan bahwa program ini adalah pembodohan masyarakat yang di didik untuk
menjadi pengemis. Dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) masuk ke dalam dasar
hukum Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2008 tetang Pelaksanaan program
bantuan langsung tunai untuk rumah tangga sasaran Presiden RI.
Contoh kebijakan:
Contoh kebijakan model public choice di Indonesia dapat dilihat dari
pemilihan umum secara langsung, yang memberi kesempatan pada setiap individu
warga negara untuk memaksimalkan pilihannya dalam sebuah arena politik.
Perhelatan politik menyedot perhatian dan anggaran yang cukup besar pada setiap
individu yang terlibat. Dasar hukum dari pemilihan umum adalah Undang-Undang
No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dengan demikian, public choice dalam aplikasinya sangat erat kaitannya
dengan masyarakat pemilih, partai politik, politisi, birokrat, kelompok kepentingan
dan aturan-aturan pemilihan umum. Semua ini biasanya dikaitkan dengan ilmu
politik, tetapi pada saat ini para ekonomi politik mengembangkan pendekatan baru
dengan meminjam paradigma dasar pada ilmu ekonomi. Jadi, public choice bukan
hanya suatu objek studi, tetapi juga sebuah cara untuk menelaah subjek yang secara
definitive yang di artikan sebagai the economic study of non-market decision making.
Model teori permainan adalah model yang sangat abstrak dan deduktif di
dalam formulasi kebijakan. Model ini mendasar pada formulasi kebijakan yang
rasional namun di dalam kondisi kompetisi di mana tingkat keberhasilan kebijakan
tidak lagi hanya ditentukan oleh aktor pembuat kebijakan, namun juga aktor-aktor
lain.
Teori permainan ini juga merupakan studi tentang keputusan dalam sebuah
situasi yang di dalamnya terdapat dua atau lebih peserta rasional yang memiliki
pilihan keputusan dan hasilnya tergantung pada pilihan yang dibuat oleh masing -
masing. Model ini diterapkan pada bidang pembuat kebijakan dan memiliki asumsi
bahwa tidak ada pilihan terbaik yang bersifat independen dan memiliki hasil terbaik
pula.
Contoh kebijakan:
Contoh kebijakan dari model teori permainan yaitu kebijakan moneter. Kebijakan
moneter dilakukan untuk menjaga kestabilan nilai rupiah yang memiliki dua dimensi
yang sebagaimana tercantum dalam UU No 3 tahun 2004 dan UU No 6 Tahun 2009
pasal 7. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah terhadap harga - harga barang dan
jasa yang tercermin dalam perkembangan lau inflasi. Sedangkan dimensi kedua
terkait dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Kebijakan moneter menjamin keberhasilan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan
oleh negara lain untuk menstabilkan ekonomi karena keberhasilannya ditentukan
oleh kebijakan negara lain.
Kasus miftah
Kasus individu yang digunakan dalam tugas formulasi adalah tentang wabah penyakit.
Dimana didalam kasus ini penanggulangan wabah penyakit masih sulit dilakukan dan tidak
sesuai dengan uu yang masih berlaku tidak relevan dengan masa sekarang dimana wabah
banyak yang berevolusi dan penanganan wabah penyakit tidak berorientasi dengan teknologi
saat ini, model kebijakan yang sesuai dengan kasus yang diambil menggunakan model
incremental. Karena pemerintah memandang kebijakan publik yang diambil sebagai
kelanjutan dari kebijakan pemerintah masa lalu yang akan digunakan kembali dengan
memberi tambahan modifikasi sesuai dengan tuntutan dan tantangan masa depan.
Kasus kevin
Kasus individu yang digunakan dalam tugas formulasi adalah tentang Penghapusan
Kasus Sedot Pulsa. Dimana para masyarakat di Indonesia membutuhkan perlindungan dan
hukuman yang setimpal kepada pelaku pencurian pulsa tersebut dengan peraturan hukum
yang sesuai, karna masyarakat mengalami kerugian. Berdasarkan model kebijakan yang
sudah dijelaskan, model kebijakan yang sesuai dengan kasus yang diambil menggunakan
Model Group. Karena yang meminta dibuatkan kebijakannya masyarakat (sekelompok
orang) yang pulsanya tersedot.
Maka dari itu modus model formulasi kebijakan kelompok ini adalah Model Group,
dikarenakan dua kasus di dalam satu kelompok menggunakan model grup seperti
kasus prostitusi dan kasus sedot pulsa. Yang dimana peran kelompok kepentingan
untuk membuat kebijakan tentang masalah tersebut. (aku baru bisa nentuin, karena
kasus aku sama kevin pake grup, soalnya aku belum liat yang ka laras modelnya apa.
Kalau salah boleh diganti kaa, makasih yaa) - damaniall
SUMBER:
https://drive.google.com/file/d/1NacNQwywNge7oUYDdmPCx1sPi5tSQJwb/view
https://www.academia.edu/6510860/MODEL_KEBIJAKAN_PUBLIK
http://eprints.undip.ac.id/771/1/MODEL_DALAM_KEBIJAKAN_PUBLIK.pdf
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-model-elit-massa/117328 (Sumber :
Prof. Dr. Sri Suwitri, M.Si., Konsep Dasar Kebijakan Publik)
https://lesprivatsurabaya.net/bentuk-bentuk-model-kebijakan-publik/
https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MAPU5301-M1.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan_langsung_tunai
http://repository.umrah.ac.id/2252/1/R.FINAHARI-100563201255-FISIP-2018.pdf
https://www.scribd.com/document/332895669/Analisis-Model-Pilihan-Publik
https://www.academia.edu/24963668/PUBLIC_CHOISE_dan_PUBLIC_FINANCE
https://m.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt5aaa21760d9fd/nprt/lt51ee167c016aa/uu-no-2-t
ahun-2018-perubahan-kedua-atas-undang-undang-nomor-17-tahun-2014-tentang-majelis-per
musyawaratan-rakyat,-dewan-perwakilan-rakyat,-dewan-perwakilan-daerah,-dan-dewan-per
wakilan-rakyat-daerah#
https://www.liputan6.com/tag/uu-md3