Anda di halaman 1dari 24

TEORI PERENCANAAN

Oleh :
Dr. Ir. Firmansyah, MT.

Jurusan Teknik Planologi


Fakultas Teknik
Universitas Pasundan Bandung
2009
KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk dilakukan atau tidak
dilakukan (“public policy is whatever goverments choose to do or not to do”).

(Dye, 1992 : 2)

Secara realistik, pengertian kebijakan publik harus mencakup seluruh tindakan


pemerintah, tidak hanya maksud (intentions) yang dinyatakan oleh pemerintah
atau pejabat publik (Dye, 1976 : 1).

Kumpulan keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh aktor atau
sekelompok aktor politik yang berkaitan dengan pemilihan tujuan-tujuan dan
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut (Jenkins, 1993 : 34).
“Policy is defined as a “standing decision”
characterized by behavioural consistency
and repetitiveness on the part of both those
who make it and those who abide by it”
(Kebijakan didefinisikan sebagai suatu
keputusan yang teguh yang dicirikan oleh
konsistensi perilaku dan pengulangan pada
bagian keduanya baik dari orang-orang yang
membuatnya dan bagi yang
melaksanakannya)
Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt
Setiap konsep atau pengertian
kebijakan publik mengandung unsur
berikut :
(1) niat (intentions)
(2) tujuan (goals),
(3) rencana atau usulan (plans or
proposals)
(4) program,
(5) keputusan atau pilihan (decisions or
choice)
(6) pengaruh (effects)
Eulau dan Prewitt (dalam Jones, 1996:48-49)
Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn merumuskan beberapa
pengertian dari kebijakan publik adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan (policy is to be
distinguished from “decision”).
2. Kebijakan kurang dapat dibedakan dari administrasi (policy is
less readily distinguishable from administration)
3. Kebijakan mencakup perilaku dan maksud (policy involves
behaviour as well as intentions)
4. Kebijakan meliputi tidak melakukan tindakan maupun
melakukan tindakan (policy involves in action as well as action)
5. Kebijakan memiliki hasil akhir yang dapat atau tidak dapat
diperkirakan sebelumnya (policies have outcomes which may or
may not have been foreseen).
6. Kebijakan adalah tindakan yang memiliki tujuan tetapi tujuan
dapat dirumuskan secara retrospective (belakangan).
7. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung
sepanjang waktu.
8. Kebijakan meliputi hubungan yang bersifat antar organisasi
maupun intra organisasi.
9. Kebijakan didefinisikan secara subyektif (policy is subjectively
defined).
HIRARKI KEBIJAKAN
Bromley ( 1989:31 ) :
“Terdapat tiga tingkat hirarki pengambilan kebijakan berdasarkan
institusional atau kelembagaan, yaitu tingkat kebijakan (policy level), tingkat
organisasional (organizational level), dan tingkat operasional (operational
level)”.

Mustopadidjaja (2003: 5)
stratifikasi kebijakan dari sudut pandang manajemen dapat dibagi atas tiga
kelompok, yaitu: kebijakan umum (strategik), kebijakan manajerial, dan
kebijakan teknis-operasional.
SPEKTRUM INSTRUMEN-INSTRUMEN
KEBIJAKAN

• Family and Community • Information and


• Voluntary Organizations Exhortation
• Regulation
• Private Markets • Subsidies
• Public Enterprises
• Auction of Property
Rights • Direct Provision
• Tax and User Charges

Voluntary Mixed Compulsory


Instruments Instruments Instruments

Sumber: Howlett, 1995: 82


PENDEKATAN (APPROACH) KEBIJAKAN

1. PENDEKATAN KELEMBAGAAN
 Menekankan struktur daripada proses atau perilaku politik
 Memandang kebijakan negara sebagai kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah (parlemen,
kepresidenan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, Parpol, dsb)
 Masyarakat baik individual atau berkelompok memiliki kewajiban
untuk mematuhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,
karena lembaga-lembaga pemerintah tersebut memiliki legitimasi
politik
 Adanya persoalan mekanisme koordinasi antara berbagai
departemen dalam program ‘antar-sektor’
 Kelemahan : terabaikannya masalah-masalah lingkungan (di
luar institusi pembuat kebijakan) yang tidak terdeteksi.
2. PENDEKATAN SISTEM

INPUT PROSES OUTPUT

Sistem Politik  Keputusan


 Tuntutan (individu/ kel.
 Kebijakan
Masyarakat)
 Dukungan
LINGKUNGAN
 Sumberdaya
 Actors
 Proses seleksi
(skala prioritas)

 Kelemahan:
 Terpusatkannya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah
 Kehilangan perhatian terhadap apa yang tidak pernah dilakukan oleh
pemerintah
 Bisa saja tindakan tersebut hanya untuk memelihara ketenangan sistem
daripada sebagai alat pemecahan masalah masyarakat
The Systems Model

O
I U
N Demands T
THE POLITICAL Decision &
P P
Support
SYSTEM Action
U U
T T

Environment Environment

Thomas R. Dye, 1992 : 43


MODEL-MODEL KEBIJAKAN

1. MODEL ELIT
 Kebijakan publik identik dengan perspeksi elite politik
 Kebijakan negara mencerminkan kehendak/nilai-nilai sekelompok kecil
orang yang berkuasa (elit)
 Isu-isu kebijakan yang akan masuk dalam agenda perumusan merupakan
kesepakatan dan juga hasil konflik yang terjadi di antara elit politik
Konflik di antara elit tidak mencerminkan kelompok masyarakat yang
diwakili
 Pejabat pemerintah (birokrat/administrator) hanya menjadi mediator bagi
jalannya informasi yang mengalir dari atas (pembuat kebijakan = elit) ke
bawah (masyarakat)
 Nilai-nilai/sikap/pandangan elit sangat mempengaruhi kebijakan yang
dihasilkan
 Elit  statusquo, konservatif
 Model ini dapat digunakan untuk analisis proses perumusan kebijakan
maupun proses implementasi
The Elit Model

Elit
Policy direction
Officials &
Administrations

Policy Execution

Mass

Thomas R. Dye, 1992 : 29


2. MODEL KELOMPOK
 Proses pembuatan kebijakan yang didalamnya beberapa
kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi
& bentuk kebijakan secara interaktif
 Pembuat kebijakan : upaya untuk menanggapi tuntutan
dari berbagai kelompok kepentingan secara bergaining,
negosiasi & kompromi
 Kebijakan negara merupakan keseimbangan (balance)
yang tercapai dalam pertarungan antar kelompok dalam
memperjuangkan kepentingan masing-masing dalam
suatu waktu
Supaya pertarungan kepentingan tidak bersifat merusak :
1. Menetapkan aturan main
2. Mengatur kompromi & menyeimbangkan kepentingan-kepentingan
3. Menuangkan kompromi-kompromi tersebut sebagai kebijakan publik
4. Melaksanakan apa yang telah dikompromikan

Model analisis ini digunakanuntuk proses pembuatan kebijakan dan


implementasi

3. MODEL RASIONAL
 Rasional  perbandingan antara pengorbanan & hasil yang dicapai (C/B Ratio)
(Aspek efisiensi)
 Mengetahui :
 Preferensi nilai masyarakat
 Pilihan-pilihan/ alternatif-alternatif kebijakan
 Konsekuensi dari pilihan-pilihan
 Rasio
 Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien
4. MODEL INKREMENTAL
 Kritik terhadap model rasional (oleh Charles Linblom)
 Alasan-alasan
 Pembuat kebijakan tidak memiliki waktu/intelektualitas/biaya untuk
penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat
 Kekhawatiran terhadap dampak kebijakan yang belum pernah
dibuat sebelumya
 Adanya hasil-hasil kebijakan sebelumnya yang harus
dipertahankan
 Menghindari adanya berbagai konflik
 Kecenderungan :
pengulangan program sebelumnya dengan hanya perubahan yang
sedikit
 Kelemahan :
 Jika perubahan masyarakat begitu cepat, kebijakan yang bersifat
inkremental tidak lagi memadai untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan kemasyarakatan yang muncul
 Tidak memadai untuk memecahkan suatu masalah yang benar-
benar baru & strategis
AKTOR KEBIJAKAN & NILAI-NILAI YANG MEMPENGARUHI
SIKAP & PERILAKUNYA

 Kebijakan merupakan :
 Respons terhadap tuntutan para aktor
 Fungsi dari nilai serta perilaku para aktor yang terlibat dalam
sistemnya
 Nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku & sikap aktor :
1. Nilai-nilai politik (kepentingan kelompok/golongan/partai tempat
aktor berafiliasi)
2. Nilai-nilai organisasi (mempertahankan organisasi, memperluas
program & aktivitas organisasi)
3. Nilai-nilai pribadi (personal values)
4. Nilai (policy values)
(Nilai moral, keadilan, kemerdekaan, kebebasan, dll)
5. Nilai-nilai ideologis
Tahapan-tahapan dalam proses
pembuatan kebijakan :
1. Deciding to decide (issue search or agenda
setting):
2. Deciding how to decide,
3. Issue definition,
4. Forecasting,
5. Setting Objectives and priorities,
6. Option analysis,
7. Policy implementation, monitoring and control,
8. Evaluation and review,
9. Policy maintenance, succession, or
termination.
(Hogwood and Gunn, 1984 : 24)
TAHAP-TAHAP DALAM
PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN
FASE
PENYUSUNAN AGENDA (AGENDA SETTING)

FORMULASI KEBIJAKAN (POLICY FORMULATION)

ADOPSI KEBIJAKAN (POLICY ADOPTION)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN (POLICY IMPLEMENTATION)

PENILAIAN KEBIJAKAN (POLICY ASSESSMENT)


Dunn, 1994 : 15
PHASES OF THE POLICY – MAKING PROCESS
PHASE CHARACTERISTICS
AGENDA SETTING Elected and appointed officials place problems on the public agenda.
Many problems are not acted on at all, while others are addressed
only after long delays
POLICY Officials formulate alternative policies to deal with a problem.
FORMULATING Alternative policies assume the form of execute orders, court
decisions, and legislative acts.
POLICY ADOPTION A Policy alternative is Adopted with the support of a legislative
majority, consensus among agency directors, or a court decision.
POLICY An adopted policy is carried out by administrative units which
IMPLEMENTATION mobilize financial and human resources to comply with the policy
POLICY Auditing and accounting units in government determine whether
ASSESMENT executive agencies, legislatures, and courts are in compliance with
statutory requirements of a policy and achieving its objectives

Dunn, 1994 : 16
Keterkaitan Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan, Proses Analisis dan
Tipe Informasi Yang Dihasilkan Oleh Analisis Kebijakan

Definisi
Penyusunan
Perumusan
Masalah Agenda
Masalah
Kebijakan

Prediksi
Formulasi
Peramalan Kebijakan
Masa Depan
Kebijakan

Preskripsi

Adopsi
Rekomendasi
Kebijakan
Aksi
Kebijakan

Deskripsi

Pemantauan Implementasi
Hasil Kebijakan
Kebijakan

Evaluasi

Penilaian
Penilaian
Kebijakan
Kinerja
Kebijakan

Tipe Informasi Tahap-Tahap


Yang Dihasilkan Prosedur Pembuatan Kebijakan
Oleh Analisis Analisis Kebijakan
Kebijakan
Sumber : Diolah dari William Dunn, 1994

Anda mungkin juga menyukai