Perkembangan studi kebijakan public turut mendorong diperlukannya
perubahan orientasi dan peningkatan kemampuan pejabat birokrasi di daerah dalam perumusan dan perencanaan kebijakan program pembangunan. Tuntutan masyarakat akan kualitas kebijakan pemerintah yang semakin baik yang dapat memaksimalkan manfaat untuk sebagian besar masyarakat telah menyadarkan pemerintah akan perlunya meningkatkan kemampuan apparat mereka dalam perumusan dan perencanaan kebijakan.
Istilah kebijakan seringkali penggunaannya saling dipertukarkan dengan
istilah tujuan, program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan- usulan, dan rancangan-rancangan besar. Kebijakan secara luas dipergunakan dalam tindakan-tindakan atau perilaku pemerintah serta perilaku negara pada umumnya yang dikenal dengan sebutan kebijakan negara atau kebijakan public.
Kebijakan public merupakan sebuah proses yang terus-menerus meliputi
formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan. Thomas R. Dye menguraikan proses kebijakan public dalam beberapa tahapan, yaitu identifikasi masalah, penyususnan agenda, perumusan kebijakan, pengesahan kebijakan, implementasi, dan evaluasi kebijakan.
Perumusan kebijakan public merupakan proses paling awal dalam kebijakan
public yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Secara konseptual, perumusan kebijakan tidak hanya berisi pendapat atau pikiran para pembuat kebijakan, tetapi juga berisi opini dan suara public. Proses perumusan masalah kebijakan tidak mengikuti aturan-aturan yang definitive, karena masalah kebijakan itu sendiri sedemikian kompleks. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan untuk mengenali bagimana berbagai situasi menimbulkan ketidaksepakatan. Rumusan masalah amat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi berbagai pihak dalam memahami situasi problematis. Sebaliknya, rumusan masalah juga menentukan bagaimana isu kebijakan didefinisikan. Semakin tinggi tipe isu kebijakan, masalah yang dirumuskan menjadi semakin kompleks. Dalam mendefinisikan sifat masalah, actor perumus kebijakan tidak hanya meletakkan dirinya dalam situasi problematic tetapi juga harus menguji pemikiran dan wawasannya secara kreatif.
Perumusan kebijakan dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai actor yang
berasal dari pembuat kebijakan resmi dan peserta non pemerintahan. Pembuat kebijakan resmi memiliki kewenangan legal untuk terlibat dalam perumusan kebijakan, seperti anggota legislative, eksekutif, badan administrasi, dan pengadilan. Peserta non pemerintahan meliputi kelompok kepentingan seperti partai politik, organisasi penelitian, media komunikasi, serta individu masyarakat. Untuk menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka pemerintah harus mampu membangun jaringan dengan actor non pemerintah.
Tahap perumusan kebijakan adalah proses pemilihan alternative kebijakan
yang dilakukan oleh pembuat kebijakan dengan mempertimbangkan pengaruh yang dihasilkan dari pilihan alternative utama. Tahap perumusan kebijakan meliputi identifikasi masalah, penyusunan draft peraturan untuk setiap alternative, pengembangan usulan hingga menjadi tindakan berupa kebijakan.
Ada empat model perumusan kebijakan yang dijelaskan dalam jurnal ini, yaitu model sistem-politik, model rasional komrehensif, inkrementalis, dan model penyelidikan campuran.
B. Analisis
Kebijakan public adalah upaya yang ditempuh pemerintah dalam
menyelesaikan permasalahan public melalui perencanaan manajemen yang baik. Kebijakan public ini dipengaruhi oleh berbagai nilai politik, organisasi, personal, kebijakan serta ideology.
Perumusan kebijakan merupakan tahap awal dari suatu proses kebijakan
yang sangat menentukan proses kebijakan nantinya. Dalam merumuskan suatu kebijakan dibutuhkan kemampuan untuk memahami kompleksitas situasi yang akan dipahami public. Perumusan kebijakan menjadi wewenang pemerintah, tetapi dalam prosesnya pemerintah tidak boleh mengesampingkan kepentingan masyarakat. Kebijakan public harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan hasilnya sehingga dalam proses perumusan kebijakan harus melibatkan interaksi dari kelompok-kelompok ilmuwan, professional, politisi administrator dan kelompok kepentingan lainnya. Akan tetapi, pada kenyataannya, siapa yang berpartisipasi dana pa perannya dalam proses perumusan kebijakan justru ditentukan oleh struktur politiknya.
Perumusan kebijakan merupakan tahap yang penting karena melibatkan
banyak pihak dalam menentukan isu yang akan dibuat menjadi suatu kebijakan public. Tahap ini meliputi fase pencarian masalah kemudian diidentifikasi menjadi masalah-masalah yang lebih spesifik sehingga diketahui masalah sebenarnya yang akan ditentukan menjadi kebijakan. Dalam merumuskan masalah, para pembuat kebijakan harus juga memperhatikan bagaimana opini public yang berkembang, apa yang diinginkan oleh public, serta asumsi-asumsi lainnya yang tengah berkembang. Oleh karena itu, pemerintah haruslah membuka jaringannya dengan berbagai kalangan di masyarakat sehingga tahu apa yang tengah dibutuhkan oleh public.
Terdapat beberapa model dalam merumuskan kebijakan, yaitu sebagai
berikut.
1) Model Sistem Politik
Perumusan kebijakan dengan model sistem politik mengandaikan bahwa
suatu kebijakan merupakan output dari suatu sistem. Model ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan terdiri dari interaksi yang terbuka dan dinamis antar para pembuat kebijakan dengan lingkungannya.
2) Model Rasional Komprehensif
Perumusan kebijakan dengan model ini mengedepankan gagasan bahwa
kebijakan sebagai maximum social gain yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat. Kelebihannya adalah pembuatan keputusan dihadapkan pada masalah tertentu yang dapat dibedakan atau dibandingkan dengan masalah-masalah lain, tujuan nilai dan sasran yang akan dicapai harus telah dibuat sebelumnya secara jelas dan ditetapkan rangkingnya, berbagai alternative untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara seksama sehingga pembuat keputusan akan memilih alternative yang paling rasional untuk mencapai tujuan,nilai,sasaran yang telah ditetapkan Selain itu model ini juga memiliki kelemahan, yaitu terlalu menuntut hal-hal yang tidak rasional, pada diri pembuat keputusan yang dianggap memiliki informasi lengkap dengan kemampuan tinggi. Pembuat keputusan sebetulnya tidak berhadapan dengan masalah konkret dan terumuskan dengan jelas. Justru langkah pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan masalahnya.
3) Model Inkrementalis
Model inkrementalis merupakan model perumusan yang memberikan
kebijakan tambahan yang baru dengan sedikit modifikasi kebijakan dengan berusaha mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk mempertahankan kinerja yang telah dicapai. Kelebihannya adalah pembuat keputusan hanya mempertimbangkan beberapa alternative yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan alternative ini hanya berbeda secara inkramental dengan kebijakan yang telah ada.sehingga bagi tiap alternative,hanya sejumlah kecil akibat mendasar saja yang akan dievaluasi. Sedangkan kelemahannya yaitu putusan yang diambil lebih mewakili/mencerminkan kepentingan kelompok kuat/mapan, ataupun kelompok yang mampu serta dianggap mengabaikan perlunya pembaharuan social,karena memusatkan perhatian pada kepentingan dalam masyarakat.
4) Model Penyelidikan Campuran
Model penyelidikan campuran menawarkan konsep pengamatan terpadu
sebagai pendekatan untuk mengambil keputusan yang bersifat fundamental maupun incremental. Dengan menggunakan model ini setiap elemen dari masing- masing jenis keputusan cenderung saling menciptakan keseimbangan terhadap masing-masing kekurangan. Akan tetapi, penggabungan atau campuran tersebut justru dapat membingungkan perumus kebijakan karena memiliki ruang lingkup permasalahan yang berbeda.