Anda di halaman 1dari 34

MODUL 3

Masalah dan Isu Kebijakan

Program Studi Magister Ilmu Administrasi


DAFTAR ISI

MODUL 3 MASALAH DAN ISU KEBIJAKAN ................................................................3


A. Pendahuluan .............................................................................................................. 3
B. Masalah dan Isu Kebijakan ....................................................................................... 3
C. Perumusan Masalah Kebijakan ................................................................................. 9
D. Tipologi Masalah Kebijakan ................................................................................... 14
Rangkuman ........................................................................................................................ 15
Pertanyaan Bahan Diskusi ................................................................................................. 16
Bahan Bacaan..................................................................................................................... 16

2
Modul 3
MASALAH DAN ISU KEBIJAKAN

A. PENDAHULUAN
Bagai mengurai benang kusut, pembahasan mengenai permasalahan publik tidak ada
habis-habisnya. Hal tersebut dikarenakan masing-masing individu memiliki kepentingan
berbeda-beda. Kepentingan yang berbeda-beda itu membuat pihak yang berkepentingan
(stakeholders) bersuara dan ikut “menitipkan” suaranya tersebut.
Proses tawar-menawar (bargaining) antar-aktor pembuat kebijakan, dengan
menggunakan kebebasan dan kewenangannya, seringkali disalahgunakan bukan untuk
menyinkronkan kepentingan rakyat, melainkan untuk kekuasaan (power) itu sendiri.
Banyaknya kepentingan yang masuk membuat aktor-aktor pembuat kebijakan sibuk
dalam merumuskan kebijakan yang akan diterapkan. Para aktor tersebut harus menyeleksi
satu-persatu masalah yang ada. Butuh waktu dan tenaga ekstra dari para lembaga pembuat
kebijakan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) untuk membuat kebijakan.
Karena, sejatinya setiap kebijakan yang keluar merupakan hasil assessment dari
masalah publik. Namun, pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah semua masalah
publik adalah masalah kebijakan ataukah ada yang bukan masalah kebijakan?
Sebuah paradigma kebijakan publik yang kaku (rigid) dan tidak responsif akan
menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak responsif pula. Sebaliknya, paradigma
kebijakan publik yang luwes dan responsif akan menghasilkan wajah negara yang luwes
dan responsif pula (Taufiqurokhman, 2014).
Itulah sebuah gambaran betapa rumitnya suatu kebijakan publik. Seorang pakar
kebijakan kenamaan Barat, William Dunn membedakan antara masalah yang bukan
kebijakan dan masalah kebijakan. Menurutnya, terdapat perbedaan yang cukup signifikan
antara masalah kebijakan dan masalah non-kebijakan.

B. MASALAH DAN ISU KEBIJAKAN


1. Masalah dan Masalah Publik
Masalah adalah suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara “das sollen” (apa
yang seharusnya) dengan “das sein” (apa yang senyatanya) atau perbedaan antara
harapan dan kenyataan serta perbedaan antara apa yang diperlukan dengan apa yang
tersedia.

3
Adapun karakter masalah adalah kesulitan yang dirasakan, halangan untuk
dielakkan, suatu situasi atau keadaan yang tidak diinginkan, kebutuhan atau
ketidakpuasan yang harus diatasi dan dipecahkan.
Masalah publik sering sekali dilawankan istilahnya dengan masalah privat.
Masalah privat adalah masalah yang penyelesaiannya tidak mempengaruhi (merugikan)
orang lain, melibatkan segelintir orang dan tanpa harus melibatkan negara (pemerintah).
Masalah publik dengan demikian adalah masalah yang penyelesaiannya dapat
mempengaruhi orang lain, melibatkan banyak orang secara luas dan penyelesaiannya
harus melibatkan pemerintah. Upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah publik
disebut kebijakan, dan dengan demikian masalah publik juga menjadi satu makna dengan
masalah kebijakan.
Masalah kebijakan menjadi penting untuk dibahas untuk menyelesaikan masalah
publik tersebut. Keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah publik amat bergantung
dari penemuan solusi yang tepat dari masalah yang dirumuskan secara tepat pula.
Sebaliknya kegagalan mendapatkan solusi karena gagal merumuskan masalah secara
tepat, lebih sering terjadi daripada kesalahan merumuskan solusi dari masalah yang tepat.
Hal ini karena jika perumusan masalah kebijakan sudah salah dari awal maka dapat
dipastikan solusi yang akan didapatkan pastilah salah, kalaupun ada yang tepat hanyalah
faktor kebetulan saja. Sedangkan kegagalan mencari solusi atas masalah yang tepat,
bukan merupakan suatu petaka, karena dapat menjadi acuan untuk diadakannya
reformulasi kebijakan. Kebijakan publik merupakan siklus yang akan berjalan terus
seiring proses pembelajaran kebijakan dalam ranah yang senyatanya.

2. Isu Kebijakan Publik


a. Makna Isu Kebijakan
Makna yang terkandung dalam terminologi isu untuk lingkup analisis kebijakan
publik berbeda dengan apa yang umumnya dipahami orang awam dalam perbincangan
sehari-hari. pemahaman isu pada percakapan keseharian sering disalahkaprahkan dan
tidak jarang dikenakan pada suatu peristiwa yang berkonotasi negatif. Makna “isu”
sering diidentikkan dengan “kabar burung”. Dalam kajian ini, isu bukanlah dalam
makna yang berkonotasi dengan peristiwa-peristiwa negatif, sepele atau amat
disederhanakan. Oleh karenanya, pertama langkah yang perlu dilakukan adalah
meluruskan permaknaan isu tersebut.

4
Walaupun juga perlu diakui bahwa di berbagai literatur, istilah isu tersebut
sering dirumuskan secara jelas, namun sebagai suatu “technical term” utamanya
dalam konteks kebijakan publik, muatan maknanya lebih kurang sama dengan apa
yang sering disebut sebagai “masalah kebijakan”. dalam analisis kebijakan publik,
konsep ini menempati posisi sentral. Hal ini terjadi barangkali ada kaitannya dengan
fakta, bahwa proses pembuatan kebijakan publik apapun pada umum nya berawal dari
adanya awareness of a problem (kesadaran akan adanya masalah tertentu).
Disisi lain, awal dimulainya proses pembuatan kebijakan publik juga dapat
berlangsung karena adanya masalah tertentu yang sudah lama dianggap belum pernah
tergarap/tersentuh atau ditanggulangi melalui kebijakan tetentu dari pemerintah. Jadi
sebetulnya isu kebijakan secara umum muncul karena telah terjadi silang pendapat
diantara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan di tempuh, atau
pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan itu sendiri.
Suatu kelaziman bahwa isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari
adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan, maupun penilaian atas
suatu masalah tertentu (Suharno, 2013). Di sisi lain, isu bukan hanya mengandung
makna adanya masalah atau ancaman, tetapi juga peluang-peluang bagi tindakan
positif tertentu dan kecenderungan-kecenderungan yang dipersepsikan sebagai
memiliki nilai potensial yang signifikan. Dengan pemahaman semacam itu maka
menurut Alford dan Friendland isu dapat merupakan kebijakan-kebijakan alternatif,
atau suatu proses yang dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan baru, atau
kesadaran untuk kelompok mengenai kebijakan-kebijakan tertentu yang dianggap
bermanfaat bagi mereka.
Dari hal tersebut di atas dipahami bahwa timbulnya isu kebijakan publik
terutama karena telah terjadi konflik atau perbedaan persepsional di antara para aktor
atas suatu situasi problematik yang dihadapi oleh masyarakat pada suatu waktu
tertentu.
Dunn membagi perangkat isu kebijakan secara berurutan yang terdiri atas isu
utama, isu sekunder, isu fungsional dan isu minor. Berdasarkan kategori ini, makna
penting yang melekat pada suatu isu akan ditentukan oleh perangkat yang dimiliki.
artinya, makin tinggi status peringkat yang diberikan atas suatu isu, maka pada
umumnya semakin strategis pula posisinya secara politis. Sebagai contoh kasus
misalnya, antara status peringkat masalah pergantian pengurus organisasi politik
tingkat wilayah kecamatan merupakan masalah yang dalam perseptif politik cukup

5
ekstrem. Kategorisasi tersebut di atas hendaknya tidak dipahami secara kaku karena
dalam praktiknya masing-masing peringkat isu tadi bisa jadi tumpang tindih, suatu isu
yang semula hanya merupakan isu sekunder, berikutnya dapat berubah menjadi isu
utama.
Dalam suatu kehidupan, baik bermasyarakat maupun bernegara tidak pernah
yang namanya akan berhenti atau terbatas dari isu. Bahkan dalam masyarakat politik
manapun, isu kebijakan publik tidak pernah akan berhenti, dinamika
perkembangannya menyesuaikan perkembangan masyarakat, budaya politik, dan
karakter sistem politiknya. Dari waktu ke waktu yang berbeda barangkali hanyalah
daerah kebijakannya dan jenis isu yang berkembang. semakin kompleks suatu
masyarakat akan semakin kompleks masalah yang dihadapi dan sudah barang tentu
semakin kompleks dan beragam pula isu kebijakan yang berkembang dan dihadapi.
indah barangkali penyebabnya, jenis isu kebijakan yang berkembang maupun respon
yang diberikan dalam suatu masyarakat tertentu mungkin berbeda dengan masyarakat
yang lain. Suatu contoh, jenis isu yang berkembang maupun respon yang diberikan
pada masyarakat Indonesia berbeda dengan jenis isu yang berkembang dan respon
yang diberikan masyarakat Iran. Akan tetapi, di era sekarang dimana globalisasi telah
merambah ke segala belahan dunia, berpengaruh pula pada cepatnya isu yang
berkembang di masyarakat atau negara satu merembet ke negara lain.

b. Urgensi Isu Kebijakan Publik


Sedikitnya ada dua alasan yang dapat digunakan untuk menjelaskan urgensi isu
kebijakan publik ini.
Pertama, proses pembuatan kebijakan publik dari sistem politik manapun
umumnya berangkat dari adanya tingkat kesadaran tertentu atas suatu masalah atau
isu tertentu.
Kedua, derajat keterbukaan, yakni tingkat relatif demokratis atau tidaknya suatu
sistem politik, diantaranya dapat diukur dari cara bagaimana mekanisme mengalirnya
isu menjadi agenda kebijakan pemerintah, dan akhirnya menjadi kebijakan publik.
Kebijakan publik adalah sebagaimana yang dikemukakan Thomas R. Dye yakni
apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. dalam
pengertian yang dikemukakan Solichin Abdul ahab, kebijakan publik dimaksudkan
sebagai tindakan apapun yang diambil oleh pemerintah (pada semua level) dalam

6
menyikapi sesuatu permasalahan yang terjadi dalam konteks atau lingkungan sistem
politiknya.
Dengan pemahaman ini maka perilaku kebijakan akan mencakup pula
kegagalan bertindak yang tidak disengaja, dan keputusan yang sengaja untuk tidak
berbuat sesuatu apapun.agar sebuah isu dapat menjadi kebijakan pubik praktis harus
mampu menembus berbgai pintu akses kekuasaan berupa saluran-saluran tertentu
(birokrasi dan politik) baik formal maupun yang informal, yang sekiranya tersedia
pada sistem politik tidak jarang menjadi semacam “arena” atau ajang pertarungan
kepentingan politik, baik terselubung atau terang-terangan.

c. Kriteria Isu Dapat Menjadi Agenda Kebijakan


Dalam realita dan praktek politik sistem politik manapun ternyata tidak semua
isu yang pernah atau sedang berkembang ditengah-tengah masyarakat kemudian
secara otomatis menjadi kebijakan publik. disisi lain terkadang kita dihadapkan
dengan fenomena yang mengejutkan adanya sejumlah isu tertentu dalam bidang
tertenu yang dengan begitu mulus mendapatkan respon, masuk menjadi agenda
kebijakan publik/pemerintah untuk dibicarakan ditingkat kabinet atau parlemen,
bahkan kemudian diambil langkahlangkah kongkrit terhadapnya.
Disisi lain, sering terjadi ada sejumlah isu tertentu yang sebenarnya juga sangat
mendasar, tetapi tidak pernah dapat beranjak untuk melewati rambu-rambu birokrasi
dan saluran-saluran politik pembuatan kebijakan. isu tersebut hanya sampai pada
saluran terbatas infrastruktur politik.
Beberapa kriteria untuk suatu isu kebijakan dapat dijadikan agenda kebijakan
menurut Solichin (2021) antara lain:
1. Isu tersebut telah mencapai titik kritis tertentu, sehingga isu tersebut praktis
tidak lagi diabaikan begitu saja, atau isu tersebut telah dipersepsikan sebagai
suatu ancaman serius yang apabila segera diatasi justru akan menimbulkan
luapan kritis baru yang jauh lebih hebat dimasa datang.
2. Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat
menimbulkan dampak yang bersifat dramatik.
3. Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dari sudut kepentingan orang
banyak, bahkan umat manusia pada umumnya, akan mendapatkan dukungan
berupa liputan media massa yang luas.
4. Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.

7
5. Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan (legitimasi)
dalam masyarakat.
6. Isu tersebut menyangkut suatu persoalan yang fasionable, di mana posisinya
sulit untuk dijelaskan tetapi mudah dirasakan kehadirannya

3. Sifat-Sifat atau Ciri-Ciri Masalah Kebijakan Publik


Sifat-sifat atau ciri-ciri masalah publik sangat kompleks. Untuk dapat merumuskan
masalah publik yang benar dan tepat tidaklah mudah tanpa memahami karakteristik dari
masalah publik tersebut. Berikut ini akan diuraikan berbagai karakteristik atau ciri pokok
masalah publik yang dikemukakan William N. Dunn dalam Anggara (2014) sebagai
berikut:
1. Saling Ketergantungan (Interdeendence)
Masalah-masalah public dalam satu bidang tertentu sering mempengaruhi
masalah-masalah public di lain bidang. Demikian pula suatu masalah-masalah
public bukanlah suatu masalah yang berdiri sendiri, namun saling terkait dengan
masalah yang lainnya. Masalah eneergi (bahan bakar minyak) misalnya
mempegaruhi masalah transportasi, sembilan bahan pokok (sembako), masalah
pengangguran dengan masalah kemiskinan, ataupun kejahatan dan sebagainya.
2. Subjektivitas
Masalah kebijakan adalah suatu hasil pemikiran yang dibuat pada suatu
lingkungan tertentu, masalah tersebut merupakan elemen dari suatu situasi
masalah yang diabstraksikan dari situasi tersebut oleh analis. Karenanya bisa
jadi suatu fenomena yang dianggap sebagai masalah. Sebagai contoh dalam hal
ini adalah masalah dampak antar masyarakat desa dengan masyarakat atau
keluarga-keluarga yang tinggal diperkotaan. Masyarakat desa tidak
menganggap masalah dengan sampah rumah tangga. Sebaliknya tiap keluarga
di masyarakat perkotaan menganggap sampah rumah tangga sebagai masalah
serius yang harus dipecahkan.
3. Sifat Buatan (Artificiality)
Masalah kebijakan hanya mungkin (dianggap sebagai masalah) ketika
manusia membuat penilaian mengenai keinginannya untuk mengubah beberapa
situasi. Masalah kebijakan merupakan hasil penelitian sebjektif manusia,
masalah kebijakan juga bisa diterima sebagai definisi-definisi yang sah dari
kondisi sosial objektif, karena itu masalah kebijakan tersebut dipahami,

8
dipertahankan, dan diubah secara sosial. Pendapatan perkapita yang rendah
menjadi masalah karena pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
4. Dinamika Masalah Kebijakan
Solusi terhadap suatu masalah selalu berubah ada banyak solusi yang bisa
ditawarkan untuk memecahkan suatu masalah sebagaimana terdapat banyak
pula definisi terhadap masalah-masalah tersebut. Maslah yang sama juga belum
tentu dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalu konteks lingkungan
berbeda atau berubah. Demikian pula adanya masalah yang sama belum tentu
dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalau waktunya berbeda. Cara
pandangan seorang terhadap suatu masalah pada akhirnya akan menentukan
solusi yang ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut.

Kemudian William N.Dunn menyatakan bahwa adanya pengakuan


ketergantungan, subjektivitas, sifat buatan (artificiality), dan kedinamisan dari masalah-
masalah kebijakan membuat kita lebih berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya
konsekuensi-konsekuensi yang tidak terduga ketika suatu kebijakan dibuat berdasarkan
pada pemecahan masalah yang salah. Suatu maslaah akan menjadi masalah apabila
masalah-masalah tersebut didefinisikan, diinterpretasikan dan diartikulasikan oleh
orang-orang atau kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan terhadap masalah
tersebut. Oleh karena itu, ia membutuhkan pengalaman subjektivitas individu.

C. PERUMUSAN MASALAH KEBIJAKAN


1. Batasan Masalah Publik
Secara formal suatu masalah dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana atau
situasi yang menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang
menginginkan pertolongan atau perbaikan (Winarno, 2008).
Masalah dapat dikategorikan ke dalam masalah privat dan masalah publik. Sebuah
masalah dapat dikatakan sebagai masalah privat apabila masalah tersebut dapat diatasi
tanpa mempengaruhi orang lain atau tanpa harus melibatkan pemerintah. Sedangkan
masalah publik muncul ketika masalah privat tersebut telah bergeser dan dirasakan
sebagai kesulitan bersama oleh sekelompok masyarakat dan hanya dapat diatasi melalui
interview pemerintah.

9
Oleh karena itu, masalah publik dapat dipahami sebagai suatu kondisi belum
terpenuhinya kebutuhan, nilai atau kesempatan yang diinginkan oleh publik dan
pemenuhannya hanya mungkin melalui kebijakan pemerintah. Budi Winarno masih
mensyaratkan bahwa suatu masalah akan menjadi masalah apabila ada orang atau
kelompok yang menggerakkan ke arah tindakan guna mengatasi masalah tersebut.
Dengan demikian, misalnya saja ada suatu kelompok mempunyai pendapat rendah, tapi
menerima kondisi tersebut dan tidak ada suatupun dilakukan oleh pihak lain atas nama
kelompok tersebut, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah kebijakan.
Masalah-masalah publik adalah masalah- masalah yang mempunyai dampak yang
luas dan mencakup konsekuensi-konsekuensi bagi orang-orang atau kelompok yang
tidak secara langsung terlibat. Waktu demikian, bisa jadi masalah publik atau beberapa
orang saja. Suatu masalah dapat menjadi masalah publik atau bukan dapat dilihat dari
akibat tindakan yang dilakukan oleh individu tersebut. Tindakan individu sebagai
manusia mempunyai dua jenis konsekuensi. Konsekuensi yang pertama, menurut John
Dewey dalam Charles O. Jones, tindakan tersebut mempunya dampak pada orang
melebihi orang-orang yang secara langsung terlibat. Apabila dampak tindakan tersebut
sudah melebihi orang-orang yang secara langsung terlibat, maka tindakan itu telah
merambah atau bersinggungan dengan masalah publik.
2. Fase-Fase Perumusan Masalah Publik

Perumusan masalah dapat di pandang sebagai suatu proses dengan 4 fase yang
saling tergantung antara satu dengan yang lainnya. Keempat fase tersebut adalah:
a. Pencarian Masalah (Problem Search)

10
Pencarian masalah menjadi awal ketika para perumus kebijakan akan
membuat kebijakan. Para analis kebijakan harus dapat membedakan antara
masalah publik dengan masalah privat. Jika seseorang kehabisan bensin dalam
sebuah perjalanan memakai kendaraan bermotor, hal tersebut dikatakan sebagai
masalah privat. Jika terjadi kelangkaan minyak dan gas yang melanda
masyarakat luas, hal itu disebut sebagai masalah publik. Ilustrasi tersebut
menggambarkan perbedaan yang sangat jelas antara masalah publik dengan
masalah privat. Para analis kebijakan pun harus siap dihadapkan pada
metamasalah.
b. Pendefinisian (Problem Definition)
Tahap ini merupakan penganalisisan dari metamasalah ke masalah
subtantif, yaitu terjadi pengkategorian masalah-masalah yang bersifat dasar dan
umum. Setelah itu, para analis kebijakan dapat merumuskan masalah formal
yang lebih terperinci dan spesifik. Melalui spesifikasi masalah proses
perpindahan dari masalah subtantif ke masalah formal dapat dilakukan.
c. Spesifikasi Masalah (Problem Spesification)
Setelah mendapatkan masalah substantif maka dapat dilakukan spesifikasi
masalah, yaitu suatu proses mencari mana masalah akan diselesaikan terlebih
dahulu oleh pemerintah, dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah substantif tersebut. Penetapan
satu atau beberaga masalah substantif menjadi satu atau beberapa masalah
formal merupakan aktifitas rasionalitas dan politis. Pertimbangan-pertimbangan
rasional dan konstelasi politik amat menentukan penentuan masalah- masalah
formal kebijakan.
Pengangkatan masalah substantif menjadi masalah formal harus
dilakukan dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki tingkat
pemerintahan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
d. Pengenalan Masalah (Problem Sensing)
Dalam tahap ini, kesulitan akan menghampiri pembuat kebijakan. Kesulitan
tersebut terjadi dikarenakan ketidaksesuaian masalah subtantif dengan
representasi formal dari masalah yang ada.
Persyaratan perumusan masalah adalah pengakuan atau dirasakannya suatu situasi
masalah. Situasi masalah yakni serangkaian situasi yang menimbulkan rasa
ketidakpuasan dan terasa ada sesuatu yang salah. Dalam kondisi demikian para analis

11
terlibat dalam pencarian masalah (problem search). Akibatnya para analis dihadapkan
pada meta masalah (meta problem). Meta problem yakni suatu masalah di atas maasalah-
masalah yang rumit, karena wilayah representasi masalah yang di miliki oleh para pelaku
kebijakan nampak tidak tertata rapi.
Dari meta problem para analis melakukan pendefinisian masalah kearah masalah
yang mendasar apakah termasuk masalah ekonomi, sosial, ilmu politik, yang di sebut
dengan masalah substantive. Dari masalah subtabtif tersebut, melalu proses spesifikasi
masalah (problem specification), masalah substantive berubah menjadi masalah formal,
yakni masalah yang telah dirumuskan secara spesifik dan jelas.
Kemudian, agar pembuatan kebijakan (policy maker) dapat merumuskan
masalahnya dengan tepat dan benar. Maka Patton dan Sawicki dalam Pasolong (2020)
menganjurkan adanya tujuh tahap dalam merumuskan masalah yaitu:
1. Pikirkan kenapa suatu gejala dianggap sebagai masalah.
2. Tetapkan batasan masalah yang akan dicapai.
3. Kumpulkan fakta dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang telah
ditetapkan.
4. Rumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai.
5. Identifikasi variable-variabel yang mempengaruhi masalah (policy envelope).
6. Tunjukan biaya dan manfaat dari masalah yang hendak diaatasi.
7. Rumuskan masalah kebijakan dengan baik.

Merujuk pada banyaknya persoalan mengenai kebijakan publik, Robert B


Seidman, Ann Seidman, dan Nalin Abeysekere mencoba merancang apa yang disebutnya
dengan ROCCIPI. Mereka menyatakan bahwa suatu masalah dapat muncul akibat dari
adanya beberapa hal yang ditesiskan mereka tidak berjalan sebagai mana mestinya. Hal-
hal tersebut, menurutnya antara lain:
1. Rule (peraturan)
Peraturan dimaksudkan untuk mengatur segala perilaku manusia. Entah
itu sebagai alih-alih (pembenaran) atau malah sebaliknya. Peraturan di sini
menyangkut semua masalah publik atau juga masalah yang ditimbulkan oleh
publik. Masalah publik dapat muncul jika:
Pertama, rancunya atau membingungkannya bahasa yang digunakan
dalam peraturan, seperti tidak dijelaskannya hal-hal yang dilarang dan yang
harus dilakukan oleh masyarakat.

12
Kedua, beberapa peraturan malah berpeluang menyebabkan perilaku
bermasalah. Ketiga, peraturan seringkali memperluas penyebagian-
penyebagian perilaku bermasalah, bukan malah menghilangkannya. Keempat,
peraturan membuka peluang bagi perilaku yang tidak transparan. Kelima,
peraturan memberikan wewenang berlebih kepada pelaksana peraturan untuk
bertindak represif.
2. Opportunity (kesempatan)
Seorang individu akan dapat melakukan perilaku bermasalah jika
kesempatan yang ada terbuka lebar. Artinya adalah bahwa jika kesempatan
terbuka maka hal itu dapat mempengaruhi seorang individu untuk berperilaku
menyimpang.
Dalam hal ini, lingkungan menjadi faktor yang dominan penyebab
perilaku yang menyimpang. Kemudian, muncul pertanyaan, “apakah
lingkungan memberikan kontribusi timbulnya perilaku bermasalah atau malah
sebaliknya, perilaku bermasalah yang mempengaruhi lingkungan?”
3. Capacity (kemampuan)
Hal tersebut berkaitan dengan pertukaran yang disebabkan tidak dapat
memerintah para individu untuk melakukan hal-hal di luar kemampuannya.
Untuk itu, perlu adanya pemahaman mengenai kondisi-kondisi dari tiap
individu.
4. Communication (komunikasi)
Munculnya perilaku bermasalah dapat diakibatkan ketidaktahuan
masyarakat tentang suatu peraturan. Ketidaktahuan tersebut dipicu oleh
komunikasi yang tidak berjalan dengan baik (miss-communication).
Permasalahan komunikasi sebenarnya merupakan permasalahan klasik di negeri
yang kaya akan budaya dan sangat plural ini.
5. Interest (kepentingan)
Kategori ini dapat digunakan untuk menjelaskan pandangan individu
tentang akibat dan manfaat dari setiap perilakunya. Akibat dan manfaat yang
ditimbulkannya bisa dalam bentuk material (keuntungan ekonomi) dan juga
non-material (pengakuan dan penghargaan).
6. Process (proses)
Merupakan sebuah instrumen yang digunakan dalam menemukan
penyebagian perilaku bermasalah yang dilakukan dalam atau oleh suatu

13
organisasi. Beberapa proses yang digunakan untuk merumuskan masalah dalam
organisasi antara lain: Pertama, proses pengumpulan input. Kedua, proses
pengolahan input menjadi keputusan. Ketiga, prosesoutput, dan yang keempat,
proses umpan balik.
7. Ideology (nilai dan/ atau sikap)
Sekumpulan nilai yang dianut oleh suatu masyarakat untuk merasa,
berpikir, dan bertindak. Suatu nilai yang berlaku dalam masyarakat biasanya
merupakan hasil kesepakatan bersama dalam sebuah kelompok. Kemungkinan
terjadinya konflik sangatlah besar mengingat nilai tersebut hidup dalam
masyarakat yang plural dan heterogen (sebuah nilai yang dianut seringkali tidak
sesuai dengan pandangan tiap kelompok).

Ketujuh hal tersebut di atas, dimaksudkan untuk mempersempit dan lebih


mensitematiskan ruang lingkup pandangan para aktor pembuat kebijakan atau para analis
kebijakan dalam mencoba menemukan penyebagian suatu persoalan yang datang dari
masyarakat.
Harapan-harapan tersebut hanya akan terwujud manakala semua pihak yang terkait
mengenai kebijakan meninggalkan egoisme masing-masing dan lebih mementingkan
urusan bersama. Namun, ketika ego kelompok yang lebih dominan, maka harapan di atas
hanyalah sebatas angan-angan belaka.
Permasalahan kebijakan menjadi sesuatu hal yang sangat rumit layaknya sebuah
benang yang telah kusut. Beberapa tahap harus dilalui para perumus kebijakan dalam
memformulasikan kebijakan. Hal tersebut harus ditambah dengan suramnya wajah
negeri ini.
Negeri yang akhir-akhir ini tercoreng dengan korupsi, juga dengan kemiskinan
yang kian mewarnai wajah negeri seribu pulau ini. Lengkaplah sudah jika potret buram
negeri ini harus diburamkan lagi dengan bermacam-macam kebijakan yang pada
akhirnya menyengsarakan rakyat.

D. TIPOLOGI MASALAH KEBIJAKAN


Dalam analisis kebijakan publik terdapat beberapa tipologi masalah (Dunn dalam
Meutia, 2017). Ditinjau dari tingkat kompleksitasnya, masalah dapat dikategorikan menjadi
tiga yakni:
1. Well Structured (Masalah terstruktur dengan baik)

14
Masalah yang pemecahannya hanya melibatkan beberapa pembuat kebijakan,
dengan alternatif pemecahan terbatas, nilai dari pemecahan masalah disetujui, dan
hasilnya lebih dapat dipastikan dengan tingkat probabilitas yang dapat
diperhitungkan.
2. Moderately Structured (Masalah yang agak terstruktur)
Masalah yang pemecahannya melibatkan bebrapa pembuat kebijakan, alternatif
pemecahannya terbatas, nilai yang akan dikejar disetujui, tetapi hasilnya tidak
pasti dengan tingkat probabilitas yang sulit dihitung.
3. Iil Structured (Masalah yang tidak berstruktur)
Masalah yang pemecahannya meblibatkan banyak pembuat kebijakan, alternatif
pemecahannya tidak terbatas, nilai yang akan dikejar masih menimbulkan konflik
dan hasil akhirnya sangat sulit diketahui dengan pasti karena tingkat
probabilitasnya sangat sulit dihitung.
Dari ketiga masalah diatas, yang paling sulit dipecahkan adalah masalah yang
termasuk tipe ill structured. Masalah ini menuntut pemahaman yang mendalam dari analis
kebijakan. Lagi pula, dalam praktik banyak masalah-masalah publik bersifat ill structure,
sehingga menuntut policy makers mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan dan
membuat pilihan kebijakan yang tepat.

RANGKUMAN
1. Masalah publik dapat dipahami sebagai suatu kondisi belum terpenuhinya kebutuhan,
nilai atau kesempatan yang diinginkan oleh publik dan pemenuhannya hanya mungkin
melalui kebijakan pemerintah
2. Beberapa kriteria isu kebijakan dapat dijadikan agenda kebijakan, 1) Isu tersebut telah
mencapai titik kritis tertentu, 2) Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu
yang dapat menimbulkan dampak yang bersifat dramatik, 3) Isu tersebut menyangkut
emosi tertentu dilihat dari sudut kepentingan orang banyak, 4) Isu tersebut menjangkau
dampak yang amat luas, dan 5) Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan
keabsahan (legitimasi) dalam masyarakat.
3. Sifat-sifat atau ciri-ciri masalah kebijakan public adalah, 1) Saling ketergantungan
(Interdeendence), 2) Subjektivitas, 3) Sifat buatan (Artificiality), dan 4) Dinamika
masalah kebijakan.

15
4. Fase-fase perumusan masalah publik adalah, 1) Pencarian Masalah (Problem Search), 2)
Pendefinisian (Problem Definition), 3) Spesifikasi Masalah (Problem Spesification), dan
4) Pengenalan Masalah (Problem Sensing).
5. Masalah dapat dikategorikan menjadi tiga menurut tingkat kompleksitasnya, 1) Well
Structured (Masalah terstruktur dengan baik), 2) Moderately Structured (Masalah yang
agak terstruktur), dan 3) Iil Structured (Masalah yang tidak berstruktur)
6. Agenda pemerintah adalah menunjuk keadaan bahwa masalah publik tersebut telah
direspon oleh organ-organ pemerintah untuk kemudian dilanjutkan dalam perancangan
kebijakan publik yang diyakini dapat menyelesaikan masalah tersebut.

PERTANYAAN BAHAN DISKUSI

1. Jelaskan pengertian dari masalah dan masalah publik!


2. Berikan minimal 3 contoh masalah publik!
3. Kemukakan kriteria suatu isu kebijakan dapat dijadikan agenda kebijakan!
4. Jelaskan sifat dan ciri-ciri masalah kebijakan publik!
5. Uraikan dalam bentuk gambar fase-fase dari perumusan masalah publik!
6. Jelaskan dan berikan contoh minimal 2 (dua) dari tipologi masalah publik!

DAFTAR BACAAN

Abdal. 2015. Kebijakan Publik (Memahami Konsep Kebijakan Publik). Bandung: Uin Sunan
Gunung Djati.
Anggara. S. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Meutia. I. F. 2017. Analisis Kebijakan Publik. Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja.
Pasolong, H. 2020. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.
Suharno. 2013. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: Ombak.
Taufiqurokhman. 2014. Kebijakan Publik. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Moestopo Beragama Pers
Wahab, S. A. 2021. Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: MedPress.

16
MODUL 4
Agenda Kebijakan

17

Program Studi Magister Ilmu Administrasi


DAFTAR ISI

MODUL 4 AGENDA KEBIJAKAN ...................................................................................19


A. Pendahuluan ............................................................................................................ 19
B. Agenda Setting ........................................................................................................ 19
C. Tahapan Agenda Setting ......................................................................................... 26
D. Aktor-Aktor Agenda Setting ................................................................................... 29
E. Hubungan Masyarakat dan Pemerintah dalam Agenda Setting .............................. 32
F. Agenda Pemerintah ................................................................................................. 33
Rangkuman ........................................................................................................................ 33
Pertanyaan Bahan Diskusi ................................................................................................. 34
Bahan Bacaan..................................................................................................................... 34

18
Modul 4
AGENDA KEBIJAKAN

A. PENDAHULUAN
Diantara tahapan penting dalam proses perumusan kebijakan adalah penyusunan atau
pengaturan agenda atau yang populer disebut agenda setting. Dalam proses penyusunan
agenda (agenda setting) dimulailah proses politik, konflik dan kompetisi yang lebih intensif
dibandingkan pada tahapan identifikasi masalah.
Agenda setting merupakan tahap dimana diputuskan masalah yang menjadi perhatian
pemerintah untuk dibuat menjadi kebijakan (Kusumanegara, 2010). Pemerintah dihadapkan
pada berbagai issue (masalah) yang ada di sekitarnya. Untuk itu, pada saat tertentu
pemerintah harus memutuskan isu apa yang menjadi dasar dibuatnya suatu kebijakan publik.
Agenda setting atau dikenal dengan agenda kebijakan (Winarno, 2007) didefinisikan
sebagai tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong
untuk melakukan tindakan tertentu. Agenda kebijakan dapat dibedakan dari tuntutan politik
secara umum serta dengan istilah prioritas yang dimaksudkan untuk merujuk pada susunan
pokok-pokok agenda dengan pertimbangan bahwa satu agenda lebih penting dari agenda
lain.

B. AGENDA SETTING
Cobb dan Elder (Winarno, 2007) mendefinisikan agenda kebijakan sebagai “a set of
political conversies that will be viewed as falling within range of legitimate concerns
meriting attention by decision making body.” Sementara itu, Barbara Nelson menyatakan
bahwa proses agenda kebijakan berlangsung ketika pejabat publik belajar mengenai
masalah-masalah baru, memutuskan untuk memberi perhatian secara personal dan
memobilisasi organisasi yang mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Agenda
kebijakn merupakan arena pertarungan wacana yang terjadi dalam lembaga pemerintah.
Cob and Ross mengemukakan bahwa agenda setting adalah Proses dimana keinginan-
keinginan dari berbagai kelompok masyarakat diterjemahkan ke dalam butir-butir kegiatan
agar mendapat perhatian serius dari pejabat-pejabat pemerintah.
Sedangkan John Kingdon mengemukakan bahwa agenda setting adalah daftar
subyek/masalah dimana para pejabat pemerintah & masyarakat diluar pemerintah yang ada
kaitannya dengan pejabat tersebut memberikan perhatian pada masalah tersebut.

19
Tidak semua isu yang akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Isu-isu tersebut harus
berkompetisi satu sama lain dan masalah yang dianggap menang akan masuk kedalam
agenda kebijakan. Mengapa terjadi demikian? David Truman menyatakan bahwa
kelompok-kelompok akan berusaha mempertahankan diri dalam keadaan equilibrium yang
layak, dan jika kondisi.
Sedangkan Mark Rushefky menyatakan bahwa suatu isu menjadi agenda melalui
konjungsi tiga urutan
Pertama, pengidentifikasian yaitu tahap pengidentifikasian masalah yang didiskusikan
sebelumnya.
Kedua, menitikberatkan pada kebijakan atau pemecahan masalah. Urutan ini,
biasanya terdiri dari para spesialis di bidang kebijakan, seperti misalnya para birokrat, staf
legislative, akademisi, para ahli dalam kelompok-kelompok kepentingan, dan proposal yang
dibawa oleh komunitas-komunitas tertentu.
Ketiga, merupakan urutan politik (political stream). Pada urutan ini biasanya disusun
dari perubahan dalam administrasi dan pergantian partisipan atau ideology dalam lembaga
legislative.
Menurut Kingdon dalam Meutia (2017) istilah agenda dalam kebijakan publik, antara
lain diartikan sebagai daftar perihal atau masalah untuk pejabat pemerintah, dan orang-orang
diluar pemerintah yang terkait erat dengan para pejabat tersebut yang memberikan perhatian
serius pada saat tertentu. Dengan makna agenda tersebut, penentuan agenda merupakan
proses untuk menjadikan suatu masalah agar mendapat perhatian dari pemerintah.
Menurut Kraft dan Furlong (2015), mendefinisikan penentuan agenda sebagai how
problems are perceived and defined, command attention, and get onti the political agenda
(bagaimana masalah-masalah dipandang dan dirumuskan, mengarahkan perhatian, dan
masuk menjadi agenda politik). Proses tersebut dimulai dari kegiatan pendefinisian masalah,
yakni kegiatan yang berkaitan dengan pengenalan dan perumusan isu-isu yang perlu untuk
diperhatikan oleh pemerintah. Isu-isu tersebut senyatanya merupakan keadaan yang
berkembang di dalam masyarakat. Keadaan tersebut dirasakan oleh masyarakat atau
sebagian besar masyarakat sebagai suatu keridaknyamanan, yang kemudian memunculkan
kesadaran dan kebututahan masyarakat untuk mengubah keadaan tersebut melalui tindakan-
tindakan pemerintah.
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut
sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertaruhkan. Dalam agenda

20
setting sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu
agenda pemerintah. Menurut William Dunn dalam Mustari (2015) isu kebijakan merupakan
produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan
maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi
suatu agenda kebijakan.
Agenda setting merupakan kegiatan membuat masalah publik menjadi masalah
kebijakan. Agenda, menurut Jones diartikan sebagai suatu istilah yang pada umumnya
digunakan untuk menggambarkan suatu isu yang dinilai oleh publik perlu diambil suatu
tindakan. Menurut Darwin, agenda adalah suatu kesepakatan umum,yang belum tentu
tertulis tentang adanya suatu masalah publik hang perlu menjadi perhatian bersama dan
menuntut campur tangan pemerintah untuk memecahkannya.
Sementara itu, proses penyusunan agenda kebijakan menurut Anderson dalam Abdal
(2015) secara runtut adalah:
1. Private problems adalah masalah-masalah yang mempunyai akibat yang terbatas,
atau hanya menyangkut pada satu atau sejumlah kecil orang yang terlibat secara
langsung.
2. Public problems adalah masalah-masalah yang mempunyai akibat lebih luas
termasuk akibat-akibat yang mengenai orang-orang yang secara tidak langsung
terlibat
3. Policy issues adalah perbedaan pendapat masyarakat tentang solusi dalam
menangani masalah (policy action)
4. Systemic agenda adalah issue dirasakan oleh semua warga masyarakat politik yang
patut mendapat perhatian publik dan issue tersebut berada dalam yuridiksi
kewenangan pemerintah
5. Institusional agenda adalah serangkaian issue yang secara tegas membutuhkan
pertimbangan-pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuat keputusan yang
syah / otoritatif.

Penyusunan agenda kebijakan diawali dari suatu masalah (problems) yang muncul di
masyarakat. Masalah ini dapat diungkapkan oleh seseorang sebagai masalah pribadi (private
problem). Masalah private merupakan masalah-masalah yang mempunyai akibat terbatas
atau hanya memyangkut satu ataunsejumlah kecil orang yang terlibat langsung. Kemudian
berkembang lebih lanjut menjadi masalah publik (public problem).

21
Masalah publik diartikan sebagai masalah yang mempunyai akibat yang luas,termasuk
akibat-akibat yang mengenai orang-orang yang terlibat secara tidak langsung. Masalah
publik tersebut kemungkinan akan berkembang menjadi isue kebijakan (policy issues).
Issues menurut John,adalah problema publik yang saling bertentangan satu sama lain
(controversial public problems).
Issuess dapat diartian juga sebagai per bedaan-perbedaan pendapat di masyarakat
trntang persepsi dan solusi (policy action) terhadap suatu masalah publik. Issues kebijakan
tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan yang aktual dan
potensial,tetapi juga mencermknkan pertentangan pandangan mengenai sifat masalah itu
sendiri. Dengan begitu, isu kebijakan merupakan hadil perbebatan tentang
definisi,klasifikasi,eksplanasi dan evaluasi masalah. (Dunn dalam Anggara, 2018).
Issues kebijakan tadi kemudian mengalir dan masuk dalam agenda pemerintah.
Agenda pemerintah merupakan sejumlah daftar masalah di mana para pejabat publik
menaruh perhatian yang serius pada waktu tertentu. Agenda pemerintah, menurut Cobb dan
Elder dalam Abdal (2015), dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu agenda sistemik dan
agenda institusional.
Agenda sistemik merupakan semua isu yang pada umumnya dirasakan oleh para
anggota masyarakat politik yang patut mendapat perhatian publik dan isu tersebut memang
berada dalam yurisdiksi kewenangan pemerintah.
Sementara agenda institusional merupakan serangkaian masalah yang secara tegas
membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuat keputusan
yang sah/otoritas. Selanjutnya John menyatakan,bahwa tidak semua masalah bisa menjadi
masalah publik,dan tidak semua masalah publik bisa menjadi isu, dan tidak semua isu bisa
tampil dan masuk dalam agenda pemerintah.
Jika dicermati dari dua pendapat tersebut,maka dapat disimpulkan bahwa masalah
publik akan mudah tampil menjadi kebijakan publik jika masalah publik tadi:
1. Dinilai penting dan membawa dampak yang besar pada banyak orang
2. Mendapatkan perhatian dari para policy marker
3. Sesuai dengan platform (program) politik
4. Kemungkinan besar dapat dipecahkan.

Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik diantaranya:
1. telah mencapai titik kritis tertentu dan menjadi ancaman yang serius
2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu dan berdampak dramatis

22
3. memberikan dampak yang amat luas
4. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat
5. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah
dirasakan kehadirannya).

Untuk mengetahuai tentang agenda setting kita harus mencari tahu apa itu masalah
kebijakan. Karena masalah kebijakan yang nantinya akan dibuat agenda setting. Masalah
kebijakan adalah kondisi yang menimbulkan ketidakpuasan masyarakat sehingga perlu
dicari penyelesaianya. Sedangkan agenda setting adalah suatu tahap diputuskanya masalah
yang menjadi perhatian pemerintah untuk dibuat menjadi suatu kebijakan (Ripley dalam
Meutia, 2017).
Agenda setting merupakan sebuah langkah awal dari keseluruhan tahapan kebijakan.
Sehingga agenda setting menjadi tahap yang sangat penting dalam analisis kebijakan.
Agenda setting adalah tahap penjelas tahapan kebijakan lainya. Didalam masalalah
kebijakan dan agenda setting ini nantinnya akan dapat diketahuai kearah mana kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah apakah berpihak kepada rakyat atau sebaliknya.Dalam
penentuan kebijakan publik sangatlah dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Menurut Walker dalam Anggara (2018) suatu masalah bisa tampil menjadi masalah
publik jika:
1. mempunyai dampak yang besar pada banyak orang
2. ada bikti yang meyakinkan agar lembaga legislatif mau mempefhatikan masalah
sebagai maslah serius
3. pemecahan masalah yang mudah dipahami terhadap masalah yang sedang
diperhatikan tadi.

Sementara Jones dalam Abdal (2015) mengemukakan, masalah publik mudah menjadi
kebijakan publik manakala:
1. sikap dan kemungkinan dukungan terhadap masalah publik tersebut dapat
dikumpulkan.
2. problem atau isu tersebut dinilai penting
3. ada kemungkinan masalah publik (issues) tersebut dapat dipecahkan.

Untuk menelaah isi atau masalah kebijakan, menurut Ripley perlu dipahami terlebih
dahulu kondisi yang berkembang dalam masyarakat. Contoh: Kenaikan Harga Bahan Bakar
Minyak. Masalah kebijakan dalam kenaikan harga BBM adalah dari segi naiknya harga

23
minyak mentah dunia yang berpengaruh pada perekonomian suatu Negara. Dengan naiknya
harga minyak mentah dunia, pemerintah memiliki permasalahan tentang BBM apakah
nantinya pemerintah akan menaikan atau akan tetap pada harga awal.
Jika pemerintah menaikan harga BBM masalah dari kebijakan akan luas dampaknya.
Terutama dari segi ekonomi mengingat daya beli masyarakat kita yang masih rendah.
Sehingga masyarakat miskin akan bertambah. Atau dari segi sosial, dengan biaya produksi
yang tinggi para pengusaha akan menekan biaya produksi, dan biasanya pengusaha dalam
upaya penekanaan biaya produksi akan mem-PHK karyawan. Dengan masalah yang vital
dan menyangkut masyarakat banyak. Pemerintah dituntut untuk bijak dalam mengambil
kebijakan ini, karena masalah ini menyangkut masyarakat banyak. Dan pemerintah itu
sendiri.
Perlu dipahami bahwa dalam agenda setting muncul kompetisi dikalangan actor.
Mereka melontarkan berbagai issue yang akan dijadikan agenda pemerintah. Hal ini
dilakukan untuk menarik perhatian pemerintah terhadap kompetisi yang ada. Issue dari aktor
dan kelompok supay menjadi agenda kebijakan.
Menurut Davies (dalam Lester dan Stewart, 2000) ada 3 kegiatan yang dilakukan oleh
aktor dan kelompok dalam berkompetisi yaitu:
1. Inisiasi masalah yang timbul didalam masyarakat yang mendorong masing-
masing individu melakukan aksi.
2. Difusi mentranformasikan masalah agar menjadi perhatian pemerintah.
3. Prosesing mengkonversikan isu kedalam item-item agenda.

Jika kita melihat kebijakan tentang kenaikan Harga BBM dari hubungan masyarakat
dan pemerintah. Didalam kebijakan ini terjadi pro dan kontra antara masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat turun kejalan sebagai aksi penentangan kebijakan, dengan asumsi
jika BBM dinaikan maka beban hidup masyarakat akan naik dan melihat masyarakat kita
yang sebagian besar masih jauh dibawah garis kemiskinan.
Disisi lain pemerintah yang dilematis antara menekan agar APBN tetap setabil. Jika
menaikan harga BBM tentunya pemerintah akan dapat mengurangi subsidi terhadap BBM.
Dan jika tidak menaikan maka APBN akan terkuras dan akan mengalami kekurangan.
Saluran akses dan aktor-aktor yang di pakai dalam masalah kenaikan BBM adalah:
Pertama adalah partai politik berperan sebagai pengkaji, dibadan legeslatif beberapa
partai menolak atas kenaikan harga BBM tapi beberapa lagi menerima dan setuju atas

24
kenaikan harga BBM. Dan disinilah kebijakan itu terjadi perdebatan walau ahirnya suara
penolak kebijakan kenaikan BBM kalah banyak.
Kedua adalah Media massa, baik masyarakat dan pemerintah menyalurkan opininya
lewat media. Opini sebagai alat untuk mempengaruhi masyarakat, opini yang setuju dan
tidak. Media berperan sebagai sarana penyalur opini masyarakat dan pemerintah.
Selanjutnya, para ahli kebijakan publik telah mengemukakan pendapat atau model
tentang bagaimana berlangsungnyaa proses penentuan agenda. Tujuannya adalah untuk
menjelaskan mekanisme dan dinamika dari transformasi suatu kondisi dalam masyarakat
menjadi suatu masalah kebijakan yang haru dicarikan jalan keluarnya melalui penggunaan
kekuasaan pemerintah untuk membuat kebijakan. Berikut ini adalah contoh dari model
penetapan agenda.

1. Model Kingdon
Kingdon dalam Hamdi (2014) menunjukan bahwa masalah kebijakan dapat
diidentifikasi melalui penggunaan suatu indikator, munculnya peristiwa-peristiwa
tertentu atau umpan balik suatu program. Tahap ini dapat melibatkan sejumlah
besar partisipan, baik individu maupun kelompok dan institusi. Pada tahap ini,
pertanyaannya adalah maslah apakah yang akan memperoleh prioritas dari para
pembuat kebijakan. Dalam bukunya yang berjudul “agendas, alternatives, and
public policies”. Kingdon menyatakan bahwa kebijakan adalah produk dari
konvergensi tiga aliran proses khas yang mengalir melalui sistem politik. Ketiga
aliran tersebut adalah aliran masalah (problem stream), aliran kebijakan (policy
stream), dan aliran politik (political stream).
Aliran masalah merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam masyarakat.
Sebagai suatu sistem kepentingan, kehidupan masyarakat yang dipenuhi oleh
berbagai isi atau peristiwa. Sebagian dari peristiwa tersebut nyata dirasakan
sebagai masalah, sebagian mengendap, tertutup oleh peristiwa yang dianggap
penting, dan sebagian lainnya bersifat potensial untuk berkembang menjadi
masalah.
Tiga mekanisme yang membuat masalah menjadi perhatian pembuat
kebijakan adalah indikator, peristiwa, dan umpan balik. Indikator (indicators)
adalah ukuran yang digunakan untuk menaksir skala dan perubahan dalam
masalah. Peristiwa (events) berperan untuk memfokuskan perhatian pada masalah
seperti bencana, pengalaman pribadi, dan simbol. Umpan balik (feedback)

25
memberikan informasi mengenai kinerja yang ada dan mengindikasikan
kegagalan pencapaian tujuan. Berbagai mekanisme tersebut juga dapat disebut
sebagai pemicu perhatian publik dan para pembuat kebijakan.
Aliran masalah tersebut harus diiringi dan didukung oleh aliran lain, yaitu
aliran politik. Aliran politik tersebut mencakup empat komponen yaitu suasana
nasional, kekuatan politik terorganisir, pemerintahan, dan pembangunan
konsensus. Suasana nasional terdiri atas opini publik dan iklim opini. Kekuatan
politik terorganisir terdiri atas partai politik, politik legislatif, kelompok penekan.
Aliran masalah dan aliran politik akan sampai pada suatu kondisi yang di
sebut oleh Kingdon sebagai “jendela kebijakan”. Pada saat kondisi ini terjadi
kedua aliran tersebut bertemu dengan aliran yang ketiga yaitu aliran kebijakan.
Aliran kebijakan terdapat berbagai usulan kebijakan dari berbagai pencetus atau
komunitas kebijakan.
2. Model Cobb dan Elder
Cobb dan Elder dalam Abdal (2015) mereka membuat perbedaan antara
agenda sistemik dan agenda institusional. Agenda sistemik berisi semua masalah
yang muncul dan mendapat perhatian masyakat secara luas. Namun hanya
beberapa dari masalah tersebut yang akan mendapatkan perhatian dari para
pembuat kebijakan. Apabila suatu masalah telah memperoleh suatu perhatian
serius para pembuat kebijakan, maka ia bestatus sebagai agenda konstitusional.
Proses perluasan dan kontrol agenda tersebut mencakup lima aspek yaitu
kreasi isu, penekanan oleh media masa, perluasan pada publik yang lebih luas,
pola akses, dan agenda pengambilan keputusan (Muchlis Hamdi, 2014).

C. TAHAPAN AGENDA SETTING


Agenda setting adalah tahap penting dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Proses ini akan menentukan apakah masalah akan dianggap sebagai masalah oleh
pemerintah atau tidak. Proses penyusunan agenda kebijakan menurut Anderson dalam
Widodo (2013) secara runtut terdiri atas:
1. Private Problems
Penyusunan agenda kebijakan berawal dari sebuah masalah yang muncul
ditengah-tengah masyarakat. Dimana masalah ini diungkapkan oleh seseorang
atau pribadi. Masalah pribadi merupakan suatu masalah yang dirasakan oleh

26
sedikit orang yang berkaitan langsung. Seiring berjalannya waktu yang kemudian
berkembang menjadi sebuah masalah publik
2. Publik Problems
Masalah publik merupakan masalah yang ruang lingkupnya cukup luas
karena melibatkan banyak orang dan berkaitan dengan secara tidak langsung.
Masalah tersebut kemudian berkembang menjadi masalah publik (Policy issues)
3. Isu
Isu merupakan masalah atau problema publik yang saling bertentangan
dengan yang lainnya (Controversial public problems). Isu juga diartikan sebagai
perbedaan pendapat atau pemikiran dalam masyarakat tentang solusi dan persepsi
(Policy action) mengenai suatu masalah publik. Dalam Isu kebijakan tidak hanya
ditemukan ketidaksepakatan tentang arah tindakan yang potensial dan aktual, akan
tetapi mencerminkan pertentangan mengenai pandangan terhadap sifat masalah
tersebut. Dengan demikian, isu kebijakan merupakan hasil perdebatan tentang
definisi, eksplanasi, klasifikasi dan evaluasi suatu masalah. Isu kebijakan inilah
yang mengalir kemudian masuk dalam agenda pemerintah
4. Agenda Pemerintah
Agenda pemerintah adalah berkaitan dengan sejumlah daftar masalah publik
di mana para pejabat memberikan perhatian yang serius pada waktu yang telah
ditentukan. Agenda pemerintah menurut Cobb dan Elder dalam Widodo (2013)
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Systemic agenda, adalah sejumlah isuyang dirasakan langsung oleh para
anggota masyarakat politik yang sudah seharusnya mendapatkan
perhatian publik dan juga isu tersebut posisinya berada dalam yurisdiksi
kewenangan pemerintah tersebut
b. Institusional agenda, merupakan serangkaian masalah yang
membutuhkan ketegasan, keaktifan dan keseriusan dalam mengambil
pertimbangan-pertimbangan dari aktor pembuat kebijakan yang sah atau
otiritas.

Masalah yang muncul kemudian adalah peran apa yang dapat dimainkan oleh
pemerintah dalam proses agenda setting ini. John dalam Widodo (2013) menggambarkan
bahwa terdapat tiga pilihan utama peran yang dapat dimainkan oleh pemerintah dalam
proses agenda setting. Ketiga pilihan ini, ditambah satu peran lagi sehingga terdapat empat

27
macam pilihan utama peran yang dapat dimainkan oleh pemerintah dalam proses agenda
setting. Keempat peranan tadi adalah sebagai berikut:

1. Let It Happen
Pilihan ini sangat beragam, dimana para pejabat pemerintah memainkan
peran relatif pasif dalam penyusunan agenda. Pemerintah hanya menjaga channels
of access and communication sehingga mereka yang terpengaruh dapat didengar
dan pemerintah tidak sampai membantu individu atau kelompok dalam
mendefinisikan dan mengorganisasikan atau menerima tugas untuk
mendefinisikan dan memprioritaskan masalah-masalah yang ada.
2. Encourage It to Happen
Pada pilihan kedua ini, para pejabat pemerintah sampai pada membantu
orang-orang dalam mendefinisikan dan mengartikulasikan masalah-masalah
mereka.
3. Make It Happen
Pada pilihan ini, pejabat pemerintah memainkan peranan aktif dalam
mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan-tujuan. Para pembuat kebijakan
tidak sampai menunggu suatu sistem bekerja, tetapi mereka (Policy maker)
mengarahkan beroprasinya sistem tersebut dengan menetap kanmekanisme
pendefinisian dan menetapkan prioritas masalah dalam pemerintahan.
4. Don’t Let It Happen
Pada pilihan ini, pejabat pemerintah tidak hanya tidak membantu
mendefinisikan dan mengartikulasikan masalah, akan tetapi berusaha secara nyata
untuk melarang atau menutup “cannel of access and communication”, karena
mereka tidak ingin masalah tersebut masuk dalam agenda pemerintah.

Dalam proses penyusunan agenda (agenda setting) peran tersebut perlu dimainkan
oleh para pejabat pemerintah, untuk menjaga dan mencegah jangan sampai policy issues
yang tidak dikehendaki bisa masuk dalam agenda pemerintah. Proses penyusunan agenda
ini tidak dihadapkan pada suatu hambatan yang berarti, hendaknya policy issues yang dipilih
benar-benar penting dan mempunyai dampak besar bagi banyak orang. Selain itu, isu
kebijakan ini memang telah menjadi perhatian para pembuat kebijakan, serta sesuai dengan
platform politik dan kemungkinan besar isu kebijakan ini dapat dipecahkan. Apabila hal ini
telah diperhatikan dan dipenuhi.

28
Proses penyusunan agenda tidak saja lancar atau ditemukan hambatan yang cukup
berarti, tetapi juga akan memberikan corak dan warna pada proses selanjutnya, serta hasil
kebijakan yang dipilih akan benar-benar dapat memecahkan masalah yang tumbuh kembang
di masyarakat. Disinilah makna arti penting dari penyusunan agenda dalam proses
selanjutnya.

D. AKTOR-AKTOR AGENDA SETTING


Analisis terhadap proses kebijakan harus terfokus pada aktor-aktor. Jika politik
diartikan sebagai “siapa, melakukan apa, untuk memperoleh apa”, maka aktivitas yang
berlangsung dalam proses pembuatan kebijakan adalah satu bentuk kegiatan yang dilakukan
aktor politik untuk memperoleh nilai-nilai politik. Peran aktor-aktor sangat menentukan
dalam merumuskan, melaksanakan, dan mempertimbangkan konsikuensi kebijakan yang
dibuatnya.
Terdapat perbedaan aktor pemain anatara negara berkembang dan negara maju yang
terlibat dalam perumusan kebijakan Di negara-negara berkembang, formulasi kebijakan
dikendalikan oleh lapisan elit politik dengan pengaruh massa rakyat relatif sangat kecil.
Negara-negara berkembang struktur pembuat kebijakannya cendrung terlihat lebih
sederhana jika dibandingkan dengan negara-negara yang terbilang maju.
Menurut Anderson (Winarno, 2012) terdapat dua kelompok aktor-aktor atau pemeran
yang terlibat dalam perumusan kebijakan, yakni para pemeran serta resmi (official actors)
dan para pemeran serta tidak resmi (unofficial actors).
1. Official actors
Aktor yang terlibat karena diberi tanggungjawab oleh undang-undang dan
atau peraturan lainnya, sehingga mereka mempunyai legalitas untuk membuat dan
memaksakan pelaksanaan suatu kebijakan. Official actors terdiri dari:
a. Lembaga Legislatif
Berperan diantaranya membantu masyarakat (konstituen) untuk
memecahkan masalahnya yang terkait dengan pelayanan pemerintah
(Casewor), dan kegiatan mengawasi implementasi kebijakan. Lembaga
Eksekutif terdiri dari: Presiden, staff langsung presiden, dan aktor-aktor
lain yang diangkat oleh presiden dalam formulasi kebijakan, presiden
mempunyai hak veto untuk membatalkan atau menolak usulan dari
legislatif.
b. Lembaga Yudikatif

29
Lembaga peradilan yang melakukan pengawasan terhadap legislatif
dan eksekutif. Perannya melakukan judicial review.
2. Unofficial actors
Aktor yang terlibat dalam proses kebijakan namun tidak secara eksplisit
memiliki kewenangan legal untuk ikut berpartisipasi. Kelompok ini terlibat karena
mereka memiliki hak untuk terlibat. Selain itu interest group adalah cara yang
efektif untuk menyampaikan aspirasi agar di akomodir dalam bentuk kebijakan
publik. Unofficial Actors Terdiri Dari:
a. Individual Citizens
Dalam pembahasan mengenai pembuatan kebijakan, warganegara
secara individu sering diabaikan. Hanya kelompok kepentingan dan
kelompok yang menekan justru akan lebih terkemuka. Hal ini dianggap
kurang baik Karena akan menyisakan perbedaan-perbedaan dalam proses
mekanismenya. Walaupun pembuatan kebijakan diamanahkan kepada
pejabat publik, namun dilihat dari berbagai kejadian sejatinya
warganegara sebagai individu masih memiliki peluang aatau kesempatan
untuk bisa ikut serta secara langsung dalam proses pembuatan keputusan.
b. Interest Group
Kelompok kepentingan muncul untuk memainkan tugas yang
penting dalam pembuatan kebijakan di hampir semua Negara. Di Negara
maju atau Negara berkembang, yang dapat dibedakan pada bagaimana
kelompok kepentingan diatur oleh undang-undang dan bagaimana
keabsahannya. Kelompok kepentingan semakin banyak bermunculan dan
bertindak semakin terbuka serta bebas.Hampir disemua sistem politik di
dunia Kelompok kepentingan berfungsi mempertemukan berbagai
kepentingan “warga tertentu” yang bukan hanya mengemukakan
dukungan dan tuntutan mereka saja tetapi juga bisa memberikan alternatif
terhadap tindakan kebijakan.
c. Political Parties
Berperan penting dalam menggalang opini publik yang bermanfaat
dalam melontarkan isu-isu yang nantinya dikembangkan dalam tahap
agenda setting. Partai politik juga menjalankan fungsi-fungsi politik yang
penting dalam proses kebijakan.
d. Think tanks dan lembaga-lembaga riset

30
Kemunculan think tanks dan lembaga riset yang bertujuan untuk
memengaruhi agenda kebijakan melalui publikasi riset dan advokasi
kebijakan. Think tanks nonpemerintah menganggap diri mereka berperan
dalam membentuk konteks untuk debat isu dan kebijakan, dan bertujuan
untuk memengaruhi proses isu menjadi “problem”.
e. Media komunikasi
Karena berfungsi sebagai komunikator antara pemerintah dan
masyarakat media komunikasi merupakan aktor yang terlibat dalam
semua tahap kebijakan. Kemampuannya mendapatkan audiens lebih luas
dibandingkan kelompok manapun merupakan kekuatan yang khas, hal
inilah yang menjadikan media komunikasi sebagai agen yang efektif
dalam membentuk sebuah opini publik. Selain itu, media komunikasi
juga berperan dalam agenda kebijakan.

Dalam proses pengambilan keputusan setiap aktor membawa prespektifnya masing-


masing antara lain pengetahuan, keahlian, dan kekuasaanya. Menurut Siagian (Syafiie 2006)
mengatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu objek ilmiah yang mempunyai
sekolompok dalil, prinsip, rumus, yang berulang kali melalui berbagai percobaan yang
bersifat sistematis, kebenarannya telah teruji: dalil-dalil, prinsip-prinsip, serta cara mana
yang bisa diajarkan dan dipelajari. Artinya pengetahuan didapat ketika aktor telah melalui
percobaan melalui suatu program berulang kali.
Masalah yang muncul selanjutnya adalah model apa yang digunakan dalam proses
perumusan agenda setting. Parson menjelaskan elemen utama pembuat keputusan
membawa prefensi, pengetahuan dan kekuasaan yang berasal dari pandangannya, keahlian
khususnya, atau akses ke sumber daya. Yang membentuk presepsi tentang isu-isu yang akan
ditangani, opsi-opsi yang tersedia, konsekuensi pilihan, kemungkinan munculnya peristiwa
tertentu, atau aturan keputusan yang berlaku. Pembuatan keputusan mungkin
mengidentifikasi beberapa hasil yang diharapkan (status quo yang “ideal”) yang masih harus
dinegosiasikan dengan lingkungan tempat implementasinya. Lingkungan keputusan terdiri
dari individu, kelompok, organisasi, dan agen yang bisa mempengaruhi hasil dari keputusan
berdasarkan keputusan mereka atau mempengaruhi dengan cara mengontrol sumber daya
atau kepentingan orang yang dapat dipengaruhi dengan oleh keputusan stakeholder.
Kekuatan model Kaufman adalah untuk memampukan kita menggunakan berbagai teori

31
untuk menganalisis pembuatan keputusan yang berlangsung di dalam kondisi konflik antar
stakeholder, informasi, presepsi, dan lingkungan yang berbeda-beda.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bawa dalam proses pengambilan keputusan
setiap aktor membawa prespektifnya masing-masing antara lain pengetahuan, keahlian, dan
kekuasaanya. Selanjutnya, pandangan Robbins keterampilan atau keahlian merupakan
keterampilan (skill) kemapuan yang dimiliki untuk mengerjakan suatu pekerjaan secara
cermat dan mudah yang memerlukan kemampuan dasar (basic ability).

E. HUBUNGAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM AGENDA SETTING


Dalam Agenda settting muncul kompetisi dikalangan aktor. Mereka mengeluarkan isu
yang akan dijadikan agenda pemerintah. Ripley dalam Kusumanegara (2010)
menggambarkan bahwa keterlibatan individu dan kelompok dalam kompetisi pada
hakekatnya ditujukan untuk menarik perhatian pemerintah terhadap kompetisi yang terjadi.
Sebagai akibatnya pemerintah ikut terlibat dalam pengembnagan isu-isu kebijakan.
Selebihnya, individu maupun kelompok mengembangkan kompetisi dalam penentapan isu
yang bersifat umum serta masing-masing berupaya mendefinisikan isu agar menjadi agenda
kebijakan.
Menurut Davies ada tiga kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok yang
berkompetisi yaitu:
1. Inisiasi, adalah tahap muculnya masalah-masalah dalam masyarkkat yang
mendorong tuntutan masing-masing individu atau kelompok melakukan aksi
2. Difusi, yaitu kegiatan yang dilakukan actor yang berkompetisi
mentransformasikan maslah yang menjadi perhatian mereka menjadi masalah
untuk pemerintah
3. Prosesing, adalah kegiatan mengkonversikan berbagai isu kedalam item-item
agenda.
Dalam hal ini ada isu yang tidak berhasil dibuat kebijakan. Sedangkan menurut
Barbara Nelson ada empat kegiatan dalam agenda setting yaitu:
1. Issue recognition, yaitu pengenalan masalah yang perlu diperhatikan secara serius
oleh pemerintah
2. Issue adoption, adalah kegiatan yang menunjukan adanya keputusan pemerintah
untuk merespon atau untuk tidak merespon isu-isu yang ditekankan oleh individu-
individu atau kelompok yang berkompetisi

32
3. Issue prioritization, adalah upaya memprioritaskan isu yang potensial untuk
menjadi agenda pemerintah
4. Issue maintenance, adalah kegiatan yang dilakukan berbagai pihak yang terlibat
untuk mempertahankan isu yang petotensial tersebut agar secara nyata menjadi
kebijakan publik.
Ketika kompetisi terjadi dan berbagai kegiatan dalam agenda seting dilakukan,
kemungkinan pemerintah berada dalam dua posisi yaitu, pertama pemerintah tindak
mempunyai agenda setting sendiri atas isu yang muncul. Kedua pemerintah mungkin telah
mempunya agendanya sendiri. Dalam kasus yang pertama agenda yang popular (agenda
sistemik) akan berpeluang untuk masuk menjadi agenda publik (agenda formal), sehingga
berpeluang diformulasikan kebijakan. Sedangkan kasus kedua, agenda formal berpeluang
diformulasikan.

F. AGENDA PEMERINTAH
Agenda pemerintah adalah menunjuk keadaan bahwa masalah publik tersebut telah
direspon oleh organ-organ pemerintah untuk kemudian dilanjutkan dalam perancangan
kebijakan publik yang diyakini dapat menyelesaikan masalah tersebut. Agenda pemerintah
ini menggambarkan rencana aktifitas pemerintah dalam satu masa tertentu, oleh badan
tertentu dari institusi pemerintah. Pengagendaan masalah publik dalam agenda pemerintah
dapat disebabkan oleh dua hal:
Pertama, karena respon cepat dari aparat pemerintah atas isu yang berkembang di
masyarakat; kedua, karena permintaan para stakeholder, kelompok kepentingan, partai
politik dan anggota masyarakat lain agar pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan
masalah publik tertentu.
Kedua, biasanya pemerintah akan merespon tuntutan pengagendaan masalah publik
tertentu jika ada tekanan dari stakeholder, misalnya demonstrasi, surat keluhan masyarakat
atau pemberitaan di media massa.

RANGKUMAN
1. Proses penyusunan agenda kebijakan menurut Anderson secara runtut adalah:
a. private problems
b. public problems
c. issues
d. systemic agenda

33
e. Institusional agenda.
2. Masalah publik mudah menjadi kebijakan publik manakala sikap dan kemungkinan
dukungan terhadap masalah publik tersebut dapat dikumpulkan, problem atau isu
tersebug dinilai penting dan ada kemungkinan masalah publik (issues) tersebug dapat
dipecahkan

PERTANYAAN BAHAN DISKUSI


1. Jelaskan rangkaian masalah sehingga dapat dikatagorikan permasalahan yang dapat
diagendakan pemerintah!
2. Jelaskan model penetapan agenda yang anda ketahui!
3. Jelaskan kenapa masyarakat dapat menolak kebijakan publik!

DAFTAR BACAAN

Abdal. 2015. Kebijakan Publik (Memahami Konsep Kebijakan Publik). Bandung: Uin Sunan
Gunung Djati.
Anggara. S. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Hamdi, M. 2014. Kebijakan Publik. Proses, Analisis, dan Partisipasi. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Kraft, M dan Furlong, S. 2015. Public Policy: Politics, Analysis, and Alternatives. California:
CQ Press.
Kusumanegara, S. 2010. Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan. Publik. Yoyakarta: Gava
Media.
Meutia. I. F. 2017. Analisis Kebijakan Publik. Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja.
Mustari, N. 2015. Pemahaman Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi
Kebijakan Publik. Yogyakarta: LeutikaPrio.
Widodo, J. 2013. Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayu
media Publishing.
Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.

34

Anda mungkin juga menyukai