Anda di halaman 1dari 66

PROPOSAL TESIS

PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK PEMERINTAH

DAERAH TERHADAP HASIL PEMILIHAN GUBERNUR PROPINSI

SULAWESI UTARA TAHUN 2020

DI KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT

OLEH :

HANNY HENCE MUNDUNG

NIM : 20202101005

PROGRAM STUDI :

PENGELOLAAN SUMBER DAYA PEMBANGUNAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

2020
LEMBAR PENGAJUAN

Judul Tesis : PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

PEMERINTAH DAERAH TERHADAP HASIL PEMILIHAN

GUBERNUR PROPINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2020

DI KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT

Nama : HANNY HENCE MUNDUNG

NIM : 20202101005

Program Studi : PENGELOLAAN SUMBERDAYA PEMBANGUNAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Akademik Pada Program Pasca Sarjana

Universitas Sam Ratulangi Manado

Menyetujui:

Ketua Program Study, Pembimbing,

………………………… …………………………
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i


Lembar Pengajuan ................................................................................................ ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
Prakata …………………………………………………………………..……. iv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Permasalahan .............................................................................................. 7
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………….…………………… 8
1.4. Batasan Penelitian …………………………………………………………. 8
1.5. Manfaat Penelitian ………………………………………………………… 9

BAB II. KERANGKA TEORITIS


2.1. Kebijakan Publik......................................................................................... 10
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ………………………………………………. 10
2.1.2 Urgensi Kebijakan Publik …………………………………………………... 15
2.1.3 Tahap-Tahap Kebijakan Publik …………………………………………… 17
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan …………….... 20
2.1.5 Kerangka Kerja Kebijakan Publik ………………………………………... 21
2.1.6 Ciri-Ciri Kebijakan Publik ………………………………………………… 22
2.1.7 Jenis Kebijakan Publik ……………………………………………………. 23
2.2. Pemerintah Daerah ..................................................................................... 28
2.2.1 Pengertian Pemerintah ……………………………………………………. 28
2.2.2 Asas-Asas Pelaksanaan Pemerintah Daerah …………………………….. 30
2.3 Pemilihan Gubernur ………………………………………………………. 37
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitia …………………………………………………………….. 40
3.2 Pendekatan Penelitian …………………………………………………….. 40
3.3 Data dan Sumber Data ……………………………………………………. 41
3.4 Subyek dan Objek Penelitian ……………………………………………… 42
3.5 Tehnik Pengumpulan Data ………………………………………………… 44
3.6 Instrumen Penelitian ……………………………………………………….. 52
3.7 Tehnik Analisis Data ………………………………………………………. 55

Daftar Pustaka …………………………………………………………………… 60


PRAKATA

Puji dan Syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

hanya kemurahanNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Proposal Tesis yang

berjudul PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK PEMERINTAH

DAERAH TERHADAP HASIL PEMILIHAN GUBERNUR SULAWESI UTARA

TAHUN 2020 DI KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT

Penelitian ini bertujuan memberikan masukan pada Pemerintah Daerah bahwa

diperlukan Kebijakan Publik yang baik dan benar di saat menghadapi Pandemi

Covid 19 dan Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara. Tapi juga memberikan masukan

kepada masyarakat untuk memilih Gubernur berdasarkan Prestasi, Kinerja, dan

Pengalaman Kepemimpinan seseorang.

Besar harapan Penulis bahwa proposal tesis yang merupakan penelitian ini

dapat diterima karena berdasarkan relevansi yang nyata dibutuhkan Pemerintah dan

Masyarakat di Kecamatan Kawangkoan Barat

Saran maupun masukan yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat

diharapkan untuk penyempurnaan proposal tesis maupun dalam penyusunan tesis.

Manado, Oktober 2020

Penulis,

Hanny Hence Mundung


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setahun terakhir situasi dunia diguncang dengan Krisis Penyebaran Covid

19. Sebuah Krisis yang memporak porakkan system dan tatanan dunia dimana

terjadi perubahan signifikan secara cepat dalam segala aras termasuk di bidang

pemerintahan, perekonomian dan pembangunan. Perubahan Peraturan

Perundang-undangan, Perubahan kebijakan pemerintah bahkan perubahan

perilaku dan kebiasaan social masyarakat menjadi sesuatu yang wajib dan tak

terbantahkan.

Pandemi Covid 19 menuntut Pemerintah maupun masyarakat wajib

mengikuti Protokol Kesehatan. Dalam tugas kerja Aktivitas pemerintah

berubah. Aparatur Pemerintah yang sebelumnya bekerja di Kantor sekarang

berinovasi sebagian kerja di kantor dan lainnya kerja dari rumah berujung pada

Efektivitas dan Produktivitas menurun sehingga pelayanan publikpun tidak

maksimal. Masyarakat kehilangan pekerjaan, kehilangan kebebasan dalam

beraktivitas yang berimplikasi pada berkurangnya kemampuan daya beli.

Dunia usahapun mengalami kelambatan bahkan kerugian berujung pada PHK

dan pengurangan Karyawan yang secara langsung berpengaruh pada Devisa

Negara.
Di tengah persoalan dunia ini, Tahun 2020 Indonesia diperhadapkan

dengan Program Pemilihan Kepala Daerah secara serentak di 270 daerah yang

terbagi atas 9 propinsi, 224 Kabupaten dan 37 kota termasuk di dalamnya

Pemilihan Gubernur (Gubernur dan Wakil Gubernur) Propinsi Sulawesi Utara.

Tahapan Pemilihan Gubernur telah bergulir di tengah ketakutan dan kecemasan

Pakar / Ahli Kesehatan bahkan sebagian masyarakat terhadap terbentuknya

klaster klaster baru Pandemi Covid 19 akibat Kegiatan menunjang Tahapan

Pemilihan Gubernur.

Pemilihan Gubernur adalah momen konstitusional yang disediakan

Negara bagi rakyat di daerah untuk memilih pemimpinnya secara langsung.

Prinsip one man one vote menempatkan kedaulatan sepenuhnya berada di

tangan rakyat. Rakyat di beri ruang dan kesempatan untuk memilih secara

merdeka siapa sosok pemimpin yang akan memimpinnya mengelola jalannya

pemerintahan melalui beragam kebijakan public yang di keluarkannya.

Politik dan kebijakan public memang tidak bisa di pisahkan, dalam

konsep teori ilmu politik, politik selalu di kaitkan dengan distribusi sumber

daya, seperti kekuasaan dengan pemaknaan yang luas. Output dari bekerjanya

sistem politik adalah kebijakan public. Kebijakan public tidak mungkin tanpa

melalui proses politik, sebaliknya proses politik pun tak memiliki nilai guna

tanpa menghasilkan suatu kebijakan yang merupakan kesepakatan mewujudkan

nilai-nilai politik tersebut Pemilihan Gubernur merupakan salah satu proses

politik yang pada ujungnya ketika melahirkan kepemimpinan politik


pemerintahan di daerah harus merumuskan formulasi kebijakan publik yang

sesuai dengan janji kampanyenya dan visi misi serta harapan yang di sampaikan

kepada public selama masa kepemimpinannya.

Dalam prakteknya, hadirnya kebijakan public yang baik akan sangat

bergantung pula pada bagaimana proses politik itu terjadi. Apakah proses

politik yang dijalaninya menggunakan pelibatan orang-per orang level elit dan

pemodal, atau berangkat dari kesamaan nafas dan semangat bersama rakyat di

bawah. Karena bisa jadi ketika seseorang menjalani proses politik di bawah

kendali kekuatan kapitalisme bisa jadi kebijakan yang dikeluarkannya akan

tersandera dengan kepentingan bisnis atau oligarki tertentu. Akan terjadi

hegemoni kekuasaan oleh kelompok tertentu, karena beban awal yang di

ciptakannya sendiri. Baik itu dalam penyediaan regulasi daerah, perencanaan

program dan anggaran hingga tumpulnya pengawasan

Menghadapi situasi ini membangun kebijakan publik yang unggul

menjadi kewajiban bagi pemerintah guna menyelesaikan persoalan. Kebijakan

yang salah baik dalam konsep maupun penerapan akan membawa dampak

buruk bagi kelangsungan bangsa tetapi sebaliknya kebijakan yang tepat akan

membawa kebaikan. Keunggulan bahkan keselamatan suatu bangsa semakin

ditentukan oleh kemampuan bangsa itu mengembangkan kebijakan public yang

unggul, bukan karena Negara itu kaya dengan sumber daya alam melainkan

karena mereka mampu membangun kebijkan public kelas satu yang


memampukan rakyatnya, rakyat biasa untuk dapat bekerja dengan luar biasa,

dan secara simultan menghadirkan Negara yang luar biasa tanpa harus melihat

ada tidaknya sumber daya alam yang kaya itu. (Public Policy Riant Nugroho

2017). Karena itu bagi Indonesia tantangan membangun kebijakan public yang

unggul menjadi sesuatu yang penting dan wajib . Kebijakan Publik yang benar

akan menumbuhkan Kepercayaan rakyat, sebaliknya Kebijakan Publik yang

salah akan menghancurkan kepercayaan rakyat. Negara wajib menjamin

keamanan, perekonomian, kesehatan, keselamatan, dan kelangsungan hidup

rakyat karena Pragmatisme memperebutkan kekuasaan jangan sampai

mengalahkan pragmatisme kesejahteraan masyarakat.

Dalam perhelatan Pemilihan Gubernur di Propinsi Sulawesi Utara,

Gubernur dan Wakil Gubernur Petahana (Olly Dondokambey, SE dan Drs.

Steven O. Kandow) kembali menjadi Pasangan. Dalam Kapasitas sebagai

Petahana keputusan untuk mengeluarkan Kebijakan Publik di masa Pandemi

Covid 19 tentu perlu mendapat analisa dan perhatian yang lebih mendalam

apakah kebijakan public yang dikeluarkan dapat memberikan pengaruh

terhadap Hasil Perolehan Suara Pasangan Petahanan pada Pemilihan Gubernur

Propinsi Sulawesi Utara. Di Tahun 2020 ini baik Pemerintah Pusat, Propinsi,

Kabupaten Maupun Desa secara bersama mengeluarkan Kebijakan Publik

dalam rangka mencegah dan menanggulangi Covid 19 seperti :

- Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1

Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan


untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi

Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas

Sistem Keuangan

- Permendes PDTT No. 7 tahun 2020 sebagai perubahan kedua atas

Permendes PDTT No. 11 tahun 2019 tentang prioritas penggunaan Dana

Desa tahun 2020. (termasuk pemberian BLT DD kepada masyarakat)

- Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019

Tentang Penyaluran Bantuan Pangan Nontunai

- Pergub Sulawesi Utara Nomor 8 Tahun 2020 tentang Optimalisasi

Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 atau OPP Covid-19 di

Sulut

- Pemberian Bantuan Sosial oleh Pemerintah berupa :

1. Program Keluarga Harapan

2. Bantuan Modal Bagi UMKM

3. Bantuan Sosial Sembako

4. Bantuan Sosial Tunai

5. BLT Subsidi Gaji BPJS

6. Bantuan Kuota Internet

7. Subsidi Listrik dan Tarif Turun

8. BLT DD dari Pemerintah Desa

Menarik dicermati bahwa realitas menunjukkan adanya Kesamaan arah

politik kekuasaan dari Pemerintah Pusat, Propinsi Sulawesi Utara dan

Kabupaten Minahasa dimana Pemegang Kekuasaan berasal dan dicalonkan dari


Partai PDI Perjuangan. Kesamaan ini berimplikasi pada Sinergi Positif antara

jenjang kekuasaan dari pusat sampai dengan daerah yang dibuktikan dengan

Pemberian Alokasi Anggaran dan Kegiatan Pembangunan yang besar untuk

Sulawesi Utara oleh Pemerintah Pusat dan Selanjutnya untuk Kabupaten

Minahasa oleh Pemerintah Pusat dan Propinsi. Perhatian Pemerintah Pusat dan

Propinsi yang begitu hebat untuk Pemerintah dan masyarakat Kabupaten

Minahasa seyogianya menumbuhkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat

kepada pemerintah. Pemberian bantuan yang begitu intens, massif dan terukur

kepada masyarakat akan menambah rasa cinta dan hormat kepada Pemimpin,

terlepas apakah bantuan ini diberikan atas dasar kepedulian dan kemanusiaan

maupun dalam upaya pencitraan dalam hal menarik hati masyarakat untuk tetap

memberikan kepercayaan atau mandat pada periode selanjutnya.

Kebijakan Publik dari Petahana akan diperhadapkan pada kenyataan

bahwa tidak semua khalayak akan menerima itu dengan kebesaran hati dan

sikap positif. Pro Kontra terhadap sebuah kebijakan adalah sesuatu yang biasa

dalam kehidupan berdemokrasi terlebih ketika menghadapi Pemilihan

Gubernur. Kepercayaan Publik kepada Pemimpin akan kehilangan daya

magicnya manakala masyarakat bisa dipengaruhi secara meyakinkan lewat :

- Model Sosiologis :

Politic Aliran atau identitas yang akan menekankan pada factor Sosiologis

berupa : Domisili, suku, gender, agama, tingkat pendidikan dsb,

- Model Psikologis :
Faktor-faktor jangka pendek dan jangka panjang terhadap pemilih dapat

berpengaruh pada keputusan seseorang untuk membuat pilihan seperti :

Penilaian pribadi kepada kandidat, penilaian pribadi terhadap tema-tema yang

diangkat bahkan identifikasi partai atau partisanship.

- Model Pilihan Rasional :

Demokrasi akan “diukur” dengan menggunakan pendekatan dalam ilmu

ekonomi. Rasionalitas sebagai usaha untuk mencapai tujuan denan cara yang

paling reasonable. Pemilih akan memilih berdasarkan kalkulasi untung rugi.

(Yustiningrum dan Ichwanuddin 2015).

Money Politik bisa menjadi monster yang melululantakkan dan melenyapkan

kedigdayaan penguasa, karena orang kehilangan akal sehat dan kehormatan

ketika rasa cinta akan uang, jabatan atau benda lainnya menjadi dasar dalam

perilaku memilih.

1.2 PERMASALAHAN

1. Apakah Kebijakan Publik Pemerintah dalam penanggulangan dan

pencegahan Pandemi Covid 19 dapat berpengaruh pada keputusan

masyarakat dalam Pemilihan Gubernur Propinsi Sulawesi Utara Tahun

2020;

2. Bagaimana Dukungan Pemerintah Kecamatan dan Desa dalam menerapkan

Kebijakan Publik Di Tengah Pandemi Covid 19;

3. Bagaimana Kebijakan Publik Pemerintah Daerah dapat mendongkrak

Elektabilitas Gubernur dan Wakil Gubernur Petahana;


4. Faktor factor apa yang dapat menghambat Kebijakan Publik Pemerintah

Daerah untuk dapat diterima oleh masyarakat;

5. Bagaimana menghadapi Serangan Politik identitas dan Money Politik

dalam Pemilihan Gubernur;

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui bagaimana Pemerintah menerapkan Kebijakan Publik

yang efektif dan efisien di tengah Pandemi Covid 19;

2. Untuk mengetahui dukungan Pemerintah Kecamatan dan Desa dalam

menerapkan Kebijakan Publik Pemerintah Daerah di tengah Pandemi Covid

19

3. Untuk mengukur Peran Kebijakan Publik dalam mendongkrak elektabilitas

Gubernur dan Wakil Gubernur Petahana;

4. Untuk mengetahui factor factor apa saja yang menghambat penerapan

kebijakan public

5. Untuk mengetahui cara Pemerintah Daerah dalam menghadapi serangan

Politik identitas dan Money Politik dalam Pemilihan Gubernur

1.4 BATASAN PENELITIAN

1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kawangkoan Barat;

2. Data Kebijakan Publik yang diteliti yang berhubungan dengan Pencegahan

dan Penanggulangan Pandemi Covid 19;


1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,

pengalaman dan wawasan, serta menjadi pedoman dalam penerapan

Kebijakan Publik.

b. Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis

a. Bagi penulis

Untuk mengetahui sejauh mana Kebijakan Publik Pemerintah Daerah

mempengaruhi perolehan suara Gubernur dan Wakil Gubernur Petahana

b. Bagi Pemerintah

Untuk menjadi pertimbangan dalam membuat dan melaksanakan

kebijakan Publik

c. Bagi Masyarakat

Untuk menjadi Referensi dalam menentukan pilihan dalam Pemilihan

Gubernur
BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1. Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Menurut para ahli :

- Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu

dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan

kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan

tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai

tujuan yang dimaksud (Leo Agustino, 2008:7).

- Kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan

atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Disamping itu kebijakan publik juga

kebijakan yang dikembangkan atau dibuat oleh badan-badan dan pejabat-

pejabat pemerintah (Anderson, 1979:3).

- Kebijakan Publik sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada

seluruh anggota masyarakat. (David Easton dalam A Systems Analysis of

Political Life (1965))


- Kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai

dalam praktek yang terarah. (Lasswell dan Kaplan Dalam Encyclopedia of

Policy Studies 1950)

- Kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk

dikerjakan atau tidak dikerjakan. (Thomas R Dye dalam Understanding

Public Policy 1978)

- Kebijakan Publik (Public Policy) adalah Pola ketergantungan yang

kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk

keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau

kantor pemerintah. (Wiliiam N. Dunn (2003:132),

Dalam teori sistem yang dikemukakan oleh Dunn (2003:132), dalam

pembuatan kebijakan publik melibatkan tiga elemen yaitu pelaku

kebijakan, kebijakan publik dan lingkungan kebijakan yang semuanya

saling terhubung dan terkait.

- Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang

ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu

masalah atau suatu persoalan (Winarno, 2002:16). Dalam praktiknya

kebijakan publik baiknya harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut

(Widodo, 2001:190) :

 Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan

tertentu.
 Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat

pemerintah.

 Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan

bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

 Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah

mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan

pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

 Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan

perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna

memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik.

Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam

ketentuanketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat

pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

Kebijakan publik dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu

(Tangkilisan, 2003:2) :

 Kebijakan Publik Makro

Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga

dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar.

Contohnya:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

b) Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;

c) Peraturan Pemerintah;

d) Peraturan Presiden;

e) Peraturan Daerah.

Dalam pengimplementasian, kebijakan publik makro dapat langsung

diimplementasikan.

 Kebijakan Publik Meso

Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau

yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat

berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur,

Peraturan Bupati, Peraturan Wali kota, Keputusan Bersama atau SKB

antar- Menteri, Gubernur dan Bupati atau Wali kota.

 Kebijakan Publik Mikro

Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau

implementasi dari kebijakan publik yang di atasnya. Bentuk kebijakan ini

misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu

yang berada di bawah Menteri, Gubernur, Bupati dan Wali kota.

Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan Kebijakan Publik yaitu :

penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi/ legitimasi kebijakan,


implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan. Tahap-tahap ini dilakukan agar

kebijakan yang dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan (Budi Winarno,

2007: 32–34 ):

 Penyusunan Agenda

Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis

dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk

memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam

agenda publik dipertarungkan. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut

juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Penyusunan agenda

kebijakan harus dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi

kebijakan, juga keterlibatan stakeholder.

 Formulasi Kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas

oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk

kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah

tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada.

 Adopsi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar

pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh

kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.

 Implementasi Kebijakan
Dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan dampak dan

kinerja dari kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan

yang dibuat mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak.

 Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut

estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi

dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan

fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap

akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan

demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-

masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan

masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa Tujuan kebijakan publik

adalah :

 Dapat dicapainya kesejahteraan masyarakat melalui peraturan yang

dibuat oleh pemerintah.

 Dapat diperolehnya nilai-nilai oleh publik baik yang bertalian dengan

barang publik (public goods) maupun jasa publik (public service).

Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan oleh publik untuk meningkatkan

kualitas hidup baik fisik maupun non-fisik.

2.1.2 Urgensi Kebijakan Publik


Untuk melakukan studi kebijakan publik merupakan studi yang

bermaksud untuk menggambarkan, menganalisis, dan menjelaskan secara

cermat berbagai sebab dan akibat dari tindakan-tindakan pemerintah. Studi

kebijakan publik menurut Thomas R. Dye, sebagaimana dikutip Sholichin

Abdul Wahab ( Suharno: 2010: 14) sebagai berikut: “Studi kebijakan publik

mencakup menggambarkan upaya kebijakan publik, penilaian mengenai

dampak dari kekuatankekuatan yang berasal dari lingkungan terhadap isi

kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai pernyataan kelembagaan

dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik; penelitian mendalam

mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik pada masyarakat, baik

berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik berupa dampak yang

diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan.”

Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010: 16- 19) dengan

mengikuti pendapat dari Anderson (1978) dan Dye (1978) menyebutkan

beberapa alasan mengapa kebijakan publik penting atau urgen untuk

dipelajari, yaitu: a) Alasan Ilmiah Kebijakan publik dipelajari dengan maksud

untuk memperoleh pengetahuan yang luas tentang asal-muasalnya, proses

perkembangannya, dan konsekuensi-konsekuensinya bagi masyarakat. Dalam

hal ini kebijakan dapat dipandang sebagai variabel terikat (dependent

variable) maupun sebagai variabel independen (independent variable).

Kebijakan dipandang sebagai variabel terikat, maka perhatian akan tertuju

pada faktor-faktor politik dan lingkungan yang membantu menentukan

substansi kebijakan atau diduga mempengaruhi isi kebijakan piblik.


Kebijakan dipandang sebagai variabel independen jika focus perhatian tertuju

pada dampak kebijakan tertuju pada sistem politik dan lingkungan yang

berpengaruh terhadapo kebijakan publik. b) Alasan professional Studi

kebijakan publik dimaksudkan sebagai upaya untuk menetapkan pengetahuan

ilmiah dibidang kebijakan publik guna memecahkan masalah-masalah sosial

sehari-hari. c) Alasan Politik Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya

dimaksudkan agar pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat guna

mencapai tujuan yang tepat pula.

2.1.3 Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks

karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh

karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji

kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik

kedalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk

memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian,

beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda.

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn sebagaimana dikutip

Budi Winarno (2007: 32-34 adalah sebagai berikut :

a) Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat


masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk

ke agenda kebijakan para perumus kabijakan. Pada tahap ini mungkin

suatu masalah tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain

ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena

alasanalasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

b) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk

kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut

berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy

alternatives/policy options) yang ada. Dalam perumusan kebijakan

masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan

yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-

masing actor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan pemecahan

masalah terbaik.

c) Tahap adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang

ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari

alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas 21

legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan.

d) Tahap implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan

menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak

diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi

maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah


diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang

memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap

implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa

implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana

(implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh

para pelaksana.

e) Tahap evaluasi kebijakan Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan

akan dinilai atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang

dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, yaitu memecahkan masalah

yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuran atau

kriteria-kriteria yamh menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan

publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai dampak atau tujuan yang

diinginkan atau belum.

Secara singkat, tahap – tahap kebijakan adalah seperti gambar dibawah

ini;

Tahap-Tahap Kebijakan:

Penyusunan kebijakan

Formulasi kebijakan

Adopsi kebijakan

Implemantasi kebijakan

Evaluasi kebijakan

Sumber: William Dunn sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007: 32-34)


2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan kebijakan

Proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan

kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun demikian, para

adsministrator sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut memiliki

tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga dapat

membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks) maupun

yang tidak diharapkan (unintended risks). (Suharno 2010: 52)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah :

1) Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar

Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau

membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

2) Adanya pengaruh kebiasaan lama

Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro

disebutkan dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal

yang hingga saat ini belum professional dan terkadang amat birikratik,

cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun

keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena

sebagai suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering

secara terus-menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan

yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.

3) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Berbagai keputusan/kabijakan yang

dibuat oleh para pembuat keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh


sifat-sifat pribadinya. Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar

dalam penentuan keputusan/kebijakan.

4) Adanya pengaruh dari kelompok luar

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan

besar.

5) Adanya pengaruh keadaan masa lalu

Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman

sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan

kebijakan/keputusan. Misalnya,orang mengkhawatirkan pelimpahan

wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir

disalahgunakan (Suharno: 2010: 52-53).

2.1.5 Kerangka Kerja Kebijakan Publik

Kerangka kebijakan publik akan ditentukan oleh beberapa variabel

dibawah ini, yaitu:

1) Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan yang

akanm dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka

semakin sulit mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan

kebijakan semakin sederhana, maka untuk mencapainya juga semakin

mudah.
2) Prefensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan. Suatu kabijakan

yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk

dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.

3) Sumber daya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan

ditentukan oleh sumber daya finansial, material, dan infrastruktur lainnya.

4) Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari

suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas aktor kebijakan yang

terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan

oleh tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja

dan integritas moralnya.

5) Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan

sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks

sosial, ekonomi, maupun politik tempat kebijakan tersebut

diimplementasikan.

6) Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan

untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja

suatu kebijakan. Stretegi yang digunakan dapat bersifat top/down

approach atau bottom approach, otoriter atau demokratis

(Suharno: 2010:

2.1.6 Ciri-Ciri Kebijakan Publik (Suharno 2010: 22-24),

Ciri-ciri kebijakan publik :


1) Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan

daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan.

Kebijakan-kebijakan publik dalam system politik modern merupakan

suatu tindakan yang direncanakan.

2) Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling

berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan

oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang

berdiri sendiri. Kebijakan tidak cukup mencakup keputusan untuk

membuat undang-undang dalam bidang tertentu, melainkan diikuti pula

dengan keputusan-keputusan yang bersangkut paut dengan implementasi

dan pemaksaan pemberlakuan.

3) Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan

pemerintah dalam bidang tertentu.

4) Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, munkin pula negatif,

kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk

tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-

masalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan.

2.1.7 Jenis Kebijakan Publik (Anderson)

Jenis-jenis kebijakan public sebagai berikut:

a) Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural


Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan

dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah

bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

b) Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan

redistributif

Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan

pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori merupakan

kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku

individu atau kelompok masyarakat. Sedangkan, kebijakan redistributif

merupakan kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan,

pemilikan atau hak-hak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.

c) Kebijakan materal versus kebijakan simbolik

Kebijakan materal adalah kebijakan yang memberikan keuntungan

sumber daya komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan

simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada

kelompok sasaran.

d) Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods) dan

barang privat (privat goods)

Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian

barang atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan privat goods adalah

kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar

bebas.
Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010: 25- 27)

mengisyaratkan bahwa pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat

kebijakan publik sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan, ketika kita

dapat memerinci kebijakan tersebut kedalam beberapa kategori, yaitu:

a) Tuntutan kebijakan (policy demands)

Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat

pemerintah yang dilakukan oleh actor-aktor lain, baik swasta maupun

kalangan pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan

tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak melakukan tindakan pada

suatu masalah tertentu. Tuntutan ini dapat bervariasi, mulai dari

desakan umum, agar pemerintah berbuat sesuatu hingga usulan untuk

mengambil tindakan konkret tertentu terhadap suatu masalah yang

terjadi di dalam masyarakat.

b) Keputusan kebijakan (policy decisions)

Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang

dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan

publik. Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusankeputusan untuk

menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan,

ataupun membuat penafsiran terhadap undang-undang.

c) Pernyataan kebijakan (policy statements)

Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik

tertentu. Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit

Presiden, keputusan peradialn, pernyataan ataupun pidato pejabat


pemerintah yang menunjukkan hasrat, tujuan pemerintah, dan apa yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

d) Keluaran kebijakan (policy outputs)

Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan

dirasakan, karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna

merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan

pernyataan kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini

menyangkut apa yang ingin dikerjakan oleh pemerintah.

e) Hasil akhir kebijakan (policy outcomes) Adalah akibat-akibat atau

dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang

diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari

adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-

bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat.

Tipe-tipe kebijakan (Dunn (2000) menjadi lima bagian, yaitu :

1) Masalah kebijakan (policy public)

Adalah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan,

tetapi dapat diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan public.

Pengetahuan apa yang hendak dipecahkan membutuhkan informasi

mengenai kondisi-kondisi yang mendahului adanya problem

maupun informasi mengenai nilai yang pencapaiannya menuntut

pemecahan masalah.

2) Alternative kebijakan (policy alternatives)


Yaitu arah tindakan yang secara potensial tersedia yang dapat

member sumbangan kepada pencapaian nilai dan pemecahan

masalah kebijakan. Informasi mengenai kondisi yang

menimbulkan masalah pada dasarnya juga mengandung

identifikasi terhadap kemungkinan pemecahannya.

3) Tindakan kebijakan (policy actions) Adalah suatu gerakan atau

serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif kebijakan yang

dipilih, yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.

4) Hasil kebijakan (policy outcomes) Adalah akibat-akibat yang

terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan yang telah

dilaksanakan. Hasil dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil

atau diketahui sebelum tindakan dilakukan, juga tidak semua dari

hasil tersebut terjadi seperti yang diharapkan atau dapat diduga

sebelumnya.

5) Hasil guna kebijakan Adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan

memberiakn sumbangan pada pencapaian nilai. Pada kenyataanya

jarang ada problem yang dapat dipecahkan secara tuntas, umumnya

pemecahan terhadap suatu problem dapat menumbuhkan problem

sehingga perlu pemecahan kembali atau perumusan kembali.

Jika dilihat secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi :

1) Kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan, kesejahteraan

sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri);


2) Kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif, kebijakan eksekutif,

kebijakan yudikatif, kebijakan departemen);

3) Kebijakan menurut kurun waktu tertentu (misalnya kebijakan masa

reformasi, kebijakan masa orde baru).

2.2 Pemerintah Daerah

2.2.1 Pengertian Pemerintah

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 2 dan 3 UU No 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah

adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (3) Pemerintah Daerah adalah

kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang

memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

daerah otonom.,

Dari penjelasan di atas Pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah

dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Pemerintahan daerah provinsi

terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Aadapun

pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah

kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.


Kewenangan pemerintahan daerah meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya

sesuai dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan konkuren yang

diserahkan oleh pemerintah pusat menjadi dasar pelaksanaan otonomi

daerah dengan berdasar atas asas tugas pembantuan.

3. Pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum

yang menjadi kewenangan presiden dan pelaksanaannya dilimpahkan

kepada gubernur dan bupati/wali kota, dibiayai oleh APBN.

Melihat konteks di atas kewenangan dari pemerintah daerah

sangatlah komleks, karena mempunyai wewenang yang strategis dalam

berbagai sektor. Kewenangan-kewenangan tersebut diwujudkan dalam

bentuk rencana kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk

pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem

pengelolaan daerah yang dilakukan secara efektif, efisien, transparan,

akuntabel, adil, dan taat pada peraturan perundang-undangan. Oleh karena

itu perkembangan suatu daerah dipengaruhi oleh kinerja dari pemerintah

daerah. Pemerintah daerah yang memiliki kinerja baik dan profesional

akan mampu meningkatkan potensi daerah yang dikelolanya.


2.2.2 Asas-Asas Pelaksanaan Pemerintahan Daerah

a) Asas Desentralisasi

Desentralisasi dari bahasa Latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum

yang artinya pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan

demikian, desentralisasi berarti melepas atau menjauh dari pemusatan

(Nurcholis, 2010: 1.7).

 Menurut Pasal I butir (8) UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah

daerah, yang dimaksud dengan Desentralisasi adalah penyerahan

Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom

berdasarkan Asas Otonomi.

 Menurut para ahli :

- Saligman dan Van Den Berg menganggap bahwa desentralisasi

sebagai penyerahan kekuasaan (urusan) pemerintah pusat kepada

daerah (Gadjong, 2007:80).

- Ruiter berpendapat bahwa desentralisasi yaitu penyerahan urusan

pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada

daerah menjadi urusan rumah tangganya (Gadjong, 2007:80).

- Litvack berpendapat bahwa desentralisasi adalah sebagai

pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah (Gadjong, 2007:81).

- RDH Koesoemahatmaja sebagaimana dikutip Ridwan (2010: 121),

menyatakan bahwa desentralisasi yaitu pelimpahan kekuasaan

pemerintahan dari pusat ke daerah-daerah yang mengurus rumah

tangganya sendiri (daerah-daerah otonom).


- Menurut Gie desentralisasi diartikan sebagai pelimpahan

wewenang Pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi

pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan

setempat dari keompok yang mendiami suatu wilayah (Gadjong,

2007:81).

- Tjahya Supriatna mengemukakan bahwa desentralisasi adalah

pelimpahan urusan dari pemerintah pusat kepada satuan organisasi

pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan

setempat dari kelompok penduduk yang mendiami wilayah

tertentu (Ridwan, 2010: 123).

b. Asas Dekonsentrasi

 Menurut Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada

gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di

wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota

sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum .

 Menurut Para ahli :

- Dekonsentrasi sebenarnya sentralisasi juga, tetapi lebih halus

daripada sentralisasi (Nurcholis, 2010: 1.5).

- Menurut Leica Marzuki, dekonsentrasi merupakan ambtelijke

decentralisastie atau delegatie van bevoegdheid, yakni pelimpahan


wewenang dari alat perlengkapan negara di pusat kepada instansi

bawahan, guna melaksanakan pekerjaan tertentu dalam

menyelenggarakan pemerintahan (Gadjong, 2007:89).

- Amrah Muslimin berpendapat bahwa dekonsentrasi adalah

pelimpahan 36 sebagian wewenang dari kewenangan pemerintah

pusat pada alat-alat pemerintah pusat yang ada di daerah (Ridwan,

2010: 125).

- Kertasapoetra mendefinisikan desentralisasi sebagai pelimpahan

wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau juga kepala

instansi vertikal tingkat atas kepada pejabat-pejabat (bawahannya)

di daerah (Gadjong, 2007: 90).

- Djoko Prakoso mengungkapkan bahwa dekonsentrasi adalah

pelimpahan urusan pemerintahan kepada pejabat di daerah, tetapi

tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, baik perencanaan,

pelaksanaan maupun dalam pembiayaan (Ridwan, 2010: 125).

Jadi, dalam dekonsentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan

administrasi (implementasi kebijakan), sedangkan kebijakan

politiknya tetap berada pada Pemerintah Pusat.

c. Asas Tugas Pembantuan (Madebewind)

 Menurut Pasal 1 ayat 11 Tugas Pembantuan adalah penugasan dari

Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan

sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah


Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah

kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan

yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.

 Menurut para ahli :

- Koesoemahatmadja mengartikan tugas pembantuan sebagai

pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat atau pemerintah

daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah

daerah atau pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah

agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari

daerah yang tingkatannya lebih atas tersebut (Nurcholis,

2010:1.15-1.16).

- Ridwan (2010: 126) memberikan pengertian bahwa tugas

pembantuan adalah pemerintah menugaskan kepada pemerintah

daerah otonom untuk ikut serta melakukan kewenangan urusan

pemerintah dengan batasan-batasan pertanggung jawaban, dimana

pelaksanaannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2.3. Pemilihan Gubernur

Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) langsung pada era

reformasi mengindikasikan adanya peningkatan kualitas demokrasi di

Indonesia, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang dipilih secara

langsung oleh rakyat ini memberikan ruang partisipasi yang luas untuk

memilih dan menentukan kepemimpinan politik di tingkat daerah. Selain itu,


pemilihan kepala daerah ditujukan untuk mendukung otonomi daerah, karena

pemimpin yang pilih secara langsung oleh masyarakat akan lebih paham akan

kondisi yang ada di daerahnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di dalam pasal 1 ayat 1

menjelaskan yang dimaksud dengan pemilihan pemilihan gubernur dan wakil

gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang

selanjutnya disebut dengan pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di

wilayah provinsi, dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara

langsung dan demokratis.

Menurut Asshiddiqie dalam Wirdasari (2015:25), pemilihan kepala

daerah langsung merupakan mekanisme demokrasi dalam rangka rekruitmen

pemimpin di daerah, di mana rakyat secara menyeluruh memiliki hak dan

kebebasan untuk memilih calon-calon yang bersaing dalam suatu medan

permainan dengan aturanmain yang sama. Sebab, sebagus apapun suatu

negara yang ditata secara demokratis, tidak akan dianggap benar-benar

demokratis manakala pemimpin-pemimpinnya tidak dipilih secara bebas oleh

rakyatnya sendiri. Pemilihan selalu dijadikan tolak ukur untuk menentukan

sebuah negara demokratis atau tidak. Demokrasi memang tidak semata-mata

ditentukan oleh ada tidaknya pemilihan oleh rakyat atas pemimpin-


pemimpinnya. Suharizal dalam Wirdasari (2015:25-26), mengemukakan

pemilihan kepala daerah merupakan perjalanan politik panjang yang diwarnai

tarik menarik antara kepentingan elit politik dan kehendak politik,

kepentingan nasional dan internasional.

Mengingat esensi pilkada adalah pemilu, dimana secara prosedural dan

substansi adalah manifestasi dari prinsip demokrasi dan penegakan

kedaulatan, maka pilkada sebagaimana pemilu lainnya layak mendapatkan

pengaturan khusus sebagai derajat akuntabilitas dan kualotas demokrasinya

terpenuhi dengan baik. Prihatmoko & Moessafa (2008: 34) juga mengatakan

bahwa pilkada langsung merupakan mekanisme demokratis dalam rangka

rekruitmen pemimpin daerah, di mana rakyat secara menyeluruh memiliki hak

dan kebebasan untuk memilih calon-calon bersaing dalam suatu medan

permainan dengan aturan main yang sama. Pilkada langsung dapat disebut

pemilu apabila kedua prasyarat dasar tersebut diterjemahkan dengan berbagai

tahapan kegiatan dan penunjang kegiatan yang terbuka (transparan) dan dapat

dipertanggungjawabkan (accountable). Berdasarkan definisi pemilihan kepala

daerah oleh beberapa ahli di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pemilih

kepala daerah merupakan proses pemilihan secara langsung oleh rakyat untuk

memilih pemimpin yang akan melaksanakan urusan daerahnya sehingga hak

dan kebebasan yang dimiliki oleh rakyat ini harus dimanfaatkan dengan baik

agar dapat memilih pemimpin yang benar-benar berkualitas dalam memimpin

daerah tersebut.
Selain memberikan keleluasaan kepada masyarakat dalam memilih

kepala daerahnya secara langsung, pemilihan kepala daerah juga memperkuat

otonomi daerah. Selanjutnya dalam pelaksanaannya, menurut Rozali (2005:

53) pemilihan kepala daerah memiliki tujuan sebagai berikut, yaitu :

1. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat;

2. Legitimasi yang sama antar kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan

DPRD;

3. Kedudukan yang sejajar antara kepala daerah dan wakil kepala daerah

dengan DPRD;

4. Mencegah politik uang.

Secara ideal tujuan dari dilakukannya pilkada adalah untuk

mempercepat konsolidasi demokrasi republik ini, selain itu juga, untuk

memercepat terjadinya good governance (tata kelola pemerintahan yang baik)

karena rakyat bisa terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan. Hal

ini merupakan salah satu bukti dari telah berjalannya program desentralisasi.

Daerah telah memiliki otonomi untuk mengatur dirinya sendiri, bahkan

otonomi ini telah sampai pada taraf otonomi individu.

Hadenis dalam Wirdasari (2015:28), mengatakan bahwa pemilih,

termasuk pemilihan kepala daerah langsung disebut demokratis kalau

memiliki “makna”. Istilah “bermakna” merujuk pada tiga kriteria, yaitu :

1) Keterbukaan,

2) Ketepatan,
3) Keefektifan pemilu.

Ketiga kriteria tersebut harus dipenuhi bukan hanya pada saat pemungutan

suara saja, melainkan juga sewaktu dilaksanakan kampanye dan perhitungan

suara. Akhirnya, kriteria itu juga berarti kepala daerah dipilih benar-benar

akan menduduki jabatannya.

Asas yang digunakan dalam pilkada langsung sama persis dengan asas

yang dipakai dalam pemilu, yakni langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan

adil. Menurut Pramusinto dalam Wirdasari (2015: 28), asas-asas tersebut

dapat dikatakan bahwa pilkada langsung di Indonesia telah menggunakan

prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam rekrutmen pejabat publik atau

pejabat politik yang terbuka. Pengertian asas-asas tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Langsung

Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya

secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;

2. Umum

Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai

dengan ketentuan perundangan berhak mengikuti pilkada. Pemilihan yang

bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku

menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan

suku, agama ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan

status sosial;

3. Bebas
Setiap warga negara yang berhak memilih, bebas menentukan pilihan

tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Kemudian dalam melaksanakan

haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat

memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya;

4. Rahasia

Selanjutnya dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan dipilihnya

tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.

Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat

diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya diberikan;

5. Jujur

Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap penyelenggaraan pilkada, aparat

pemerintah, calon atau peserta pilkada, pengawas pilkada, pemantau

pilkada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan

bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangundangan;

6. Adil

Pada penyelenggara pilkada, setiap pemilih dan calon atau peserta pilkada

mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak

manapun.

Setelah mengalami beberapa kali perubahan, akhirnya ditetapkan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang


Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota resmi berlaku pada tanggal 18

Maret 2015
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian

kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian

yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas

sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya. Metode penelitian

kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2013: 13) yaitu :

“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan

untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, tehnik pengambilan sampel

pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan

instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan

untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.

3.2 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan tujuan

untuk mendeskripsikan objek penelitian ataupun hasil penelitian. Menurut

Sugiyono (2011: 29) penelitian deskriptif adalah metode yang berfungsi untuk

mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui

data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa melakukan

analisis dan membuat kesimpulan yang umum.


Secara lebih spesifik, metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode studi kasus (case study). Menurut Nazir (2004:66) tujuan dari

studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar

belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status

dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal

yang bersifat umum. Tergantung dari tujuannya, ruang lingkup dari studi dapat

mencakup keseluruhan siklus dari individu, kelompok, atau lembaga dengan

penekanan terhadap faktor-faktor kasus tertentu ataupun meliputi keseluruhan

faktor-faktor kasus tertentu, ataupun keseluruhan faktor-faktor dan fenomena.

3.3 Data dan Sumber data

1) Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kawangkoan Barat

2) Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 s/d selesai

3) Data dan Sumber Data

a) Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuntitatif. Data

kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur atau dihitung secara

langsung, yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan

bilangan atau berbentuk angka (Sugiyono, 2011;15). Dalam penelitian ini

data kuantitatif yang diperlukan adalah :


Jumlah Keluarga / Penerima Manfaat Bantuan Pemerintah, Perolehan

Suara Hasil Pemilihan Gubernur Tahun 2020 dan hasil angket

b) Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana

data dapat diperoleh ( Arikunto, 2006;129). Dalam penelitian ini penulis

menggunakan dua sumber data yaitu :

1) Sumber data primer, yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti (atau

petugas) dari sumber pertama. Adapun yang menjadi sumber data

primer dalam penelitian ini adalah Desa-desa se- Kecamatan

Kawangkoan Barat, PPK Kecamatan Kawangkoan Barat yang

selanjutnya disebut responden.

2) Sumber data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatakan

data yang tersusun dalam bentuk dokumen- dokumen. Dalam

penelitian ini, yang menjadi sumber data sekunder adalah artikel,

jurnal dan literature yang terkait.

3.4 Subyek dan Objek Penelitian

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2011;18) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas, obyek/subjek yang mempunyai kuantitas & karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah Kecamatan


Kawangkoan Barat yang mempunyai Hak Pilih dalam Pemilihan

Gubernur Sulawesi Utara sebanyak 6.834 Orang

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil

menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Besarnya

sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan rumus Slovin:

N
n=
1 + Ne2

Di mana :

n : Ukuran Sampel

N : Ukuran Populasi

e : Presentasi Kelonggaran ketidaktelitian yang masih dapat ditolerir

dalam pengambilan sampel.

Dalam penelitian ini ditetapkan e adalah 10 % sedangkan N adalah 6.834.

Jadi minimal sampel yang diambil peneliti adalah :

n = 6.834

1 + 6.834 (0,1)2
Sampel minimal yang dapat diambil sebesar 99 masyarakat Pemilih.

Namun untuk mendapatkan hasil yang lebih valid, maka dalam penelitian

ini diambil 120. Besarnya sampel ini sesuai dengan yang ditetapkan

Maholtra (1996) yang menyatakan jumlah responden paling sedikit empat

atau lima kali dari jumlah indikator yang digunakan. Dalam penelitian

indikator yang digunakan sebanyak 30 indikator. Dengan demikian

sampel 120 dianggap telah mencukupi dan memenuhi syarat yang ada.

Setelah disebarkan hanya 200 kuesioner yang kembali dan bisa dijadikan

sampel dalam penelitian ini.

3. Sampling Teknik

Sampling yaitu merupakan teknik pengambilan sampel. Terdapat berbagai

macam teknik sampling untuk menentukan sampel yang akan dipakai

dalam penelitian. Dalam penelitian ini memakai tehnik purposive

sampling. Pada tehnik ini, ditentukan sampel dengan pertimbangan

perimbangan di semua desa-desa di Kecamatan Kawangkoan Barat

3.5 Tehnik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan tehnik

pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara

Dilakukan dengan Camat Kawangkoan Barat, Hukum Tua se-

Kecamatan Kawangkoan Barat dan PPK Kecamatan Kawangkoan


Barat untuk mendapat keterangan data dan informasi lainnya yang

diperlukan .

2. Studi Dokumentasi,

Yaitu mengumpulkan dan mempelajari data atau dokumen yang

mendukung penelitian

3. Kuesioner

Diberikan kepada Pemerintah Desa dan Masyarakat yang mempunyai

Hak Pilih untuk mengetahui tanggapan responden terhadap pengaruh

Kebijakan Publik Pemerintah dalam bentuk Bantuan Penanggulangan

dan Pencegahan Covid 19.

Item-item yang ada di kuesioner merupakan variabel-variabel yang

akan diteliti dengan menggunakan pendekatan marketing politik (Bauran

Marketing) dan pendekatan lainnya sebagai berikut :

a. Produk

Pertanyaan berkisar apakah Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi

Utara mempunyai Reputasi, Image dan Kepribadian yang baik, apakah

ada pengakuan masyarakat terhadap kinerja pemerintah selama ini

serta apakah ada keyakinan terhadap Kebijakan Publik yang

dikeluarkan saat Pandemi Covid 19 bisa mengatasi persoalan yang

ada, Dibuat dalam bentuk kuesioner dan diukur dengan skala likert

skala likert dengan rentang nilai 1–5, yaitu 1 = Tidak Pernah, 2 =

Jarang, 3 = Biasa Saja, 4 = Sering, dan 5 = Sangat Sering.


b. Promosi

Pertanyaan berkisar apakah periklanan lewat Media elektronik (TV,

Radio, Sosial Media), Baliho membuat masyarakat mengetahui

Kebijakan Public Pemerintah Daerah dan Calon Gubernur Wakil

Gubernur yang akan mengikuti Pemilihan Tahun 2020. Dibuat dalam

bentuk kuesioner dan diukur dengan skala likert dengan rentang nilai

1–5, yaitu 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Ragu-ragu, 4

= Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.

c. Harga

Pertanyaan kuesioner berkisar tentang apakah masyarakat merasa

nyaman dengan Kebijakan Publik Pemerintah, Apakah itu berbanding

lurus dengan Kenyamanan terhadap Calon Gubernur dan Wakil

Gubernur, Apakah Calon Gubernur dan Wakil Gubernur bisa menjadi

kebanggaan pemilih, Dibuat dalam bentuk kuesioner dan diukur

dengan skala likert skala likert dengan rentang nilai 1–5, yaitu 1 =

Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Ragu-ragu, 4 = Setuju, dan

5 = Sangat Setuju

d. Tempat

Pertanyaan kuesioner berkisar tentang apakah masyarakat pernah

bertemu dengan Calon Gubernur dan wakil gubernur, Apakah

pertemuannya di Desa dari masyarakat, Apakah pernah mengikuti

Kampanye baik secara daring maupun luring, Apakah sering

mendengar Visi, Misi dan Program Kerja Calon Gubernur dan Wakil
Gubernur. Dibuat dalam bentuk kuesioner dan diukur dengan skala

likert skala likert dengan rentang nilai 1–5, yaitu 1 = Tidak Pernah, 2 =

Jarang, 3 = Cukup Sering, 4 = Sering, dan 5 = Sangat Sering.

e. Orang

Pertanyaan kuesioner berkisar tentang apakah Kualitas Calon dalaml

memimpin sangat baik, dan apakah Pelayananannya baik. Dibuat

dalam bentuk kuesioner dan diukur dengan skala likert skala likert

dengan rentang nilai 1–5, yaitu 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak

Setuju, 3 = Ragu-ragu, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.

f. Proses

Pertanyaan kuesioner berkisar tentang apakah Menerima Bantuan

Sosial dari Pemerintah, Apakah Penyaluran Bantuan social berjalan

dengan baik, apakah proses untuk mendapatkan bantuan social sangat

mudah, Apakah Bantuan Sosial ini bermanfaat, Dibuat dalam bentuk

kuesioner dan diukur dengan skala likert skala likert dengan rentang

nilai 1–5, yaitu 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Ragu-

ragu, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.

g. Keputusan Masyarakat Memilih Gubernur dan Wakil Gubernur

Pertanyaan tentang Apakah sudah memperoleh informasi yang

lengkap tentang Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Apakah

mempertimbangkan Calon lain, Apakah memilih Pasangan Petahana

merupakan pilihan yang tepat, apakah merasa puas dengan

kepemimpinan Gubernur dan wakil Gubernur Petahana dan apakah


akan merekomendasikan pilihannya kepada teman, saudara dan orang

lain yang dikenal untuk memilih Gubernur dan wakil gubernur.

Dibuat dalam bentuk kuesioner dan diukur dengan skala likert skala

likert dengan rentang nilai 1–5, yaitu 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 =

Tidak Setuju, 3 = Ragu-ragu, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju.

Tabel 3.1 Klasifikasi Variabel Penelitian

Variabel Indikator Item Symbol

Bauran

Pemasaran Kebijakan Publik Reputasi X1.1

1. Produk Pemerintah Pemerintah Daerah

yang baik

(X1)

Pengakuan X1.2

masyarakat

terhadap kinerja

pemerintah

Keyakinan X1.3

terhadap Kebijakan

Publik

2. Promosi Alat Promosi Periklanan Lewat X2.1


(X2) media elektronik

Pengenalan X2.2

langsung kepada

masyarakat

Kegiatan hubungan X2.3

dengan masyarakat

3. Harga Kebijakan Publik Ada kenyamanan X3.1

(X3) dan Figur Calon terhadap Kebijkan

Publik

Ada kenyamanan X3.2

terhadap Calon

Ada Kebanggaan X3.3

terhadap calon

Ada Kepuasan X3.4

terhadap Kebijakan
Publik

Ada Kepuasan X3.5

terhadap Calon

4. Tempat Kecamatan Pernah bertemu

(X4) Kawangkoan dengan Calon

Barat

Pernah mengikuti

Kampanye Calon

Mengetahui Visi,

Misi dan Program

Calon

5. Orang Calon Cara Memimpin X5.1

(X5)

Cara Melayani X5.2

6. Proses Bantuan Sosial Ada Penerima X6.1

(X6) Pemerintah Bantuan Sosial

Proses Pengurusan X6.2


Bantuan Sosial

Proses Penyaluran X6.3

Ada Manfaat Bagi X6.4

Masyarakat

7. Keputusan Pengenalan Calon yang sesuai Y1.1

Masyarakat dengan kebutuhan

memilih masyarakat

Gubernur

(Y) Kebutuhan Kebutuhan Y1.2

Pencarian masyarakat

informasi memperoleh

informasi yang

lengkap tentang

Calon

Evaluasi Pertimbangan Y1.3

alternatif alternative Calon

yang lain
Keputusan Keputusan Y1.4

memilih memilih Calon

Perilaku pasca Akan Y1.5

memilih merekomendasikan

pilihan kepada

orang lain

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

penyebaran kuesioner berupa sejumlah pertanyaan berstruktur yang

harus dijawab oleh responden. Dalam kuesioner tersebut terdapat

beberapa pertanyaan yang menyangkut tentang identitas responden

seperti : Nama, umur, Jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama

bekerja. Selain itu terdapat pula pertanyaan khusus yang berkaitan

dengan topik penelitian.

Pengujian instrumen dalam penelitian ini meliputi uji validitas

dan reliabilitas.

1) Uji Validitas

Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut mampu

mengukur apa yang hendak diukur. Menurut (Riduwan, 2012:97)


mengatakan bahwa jika instrumen dikatakan valid berarti

menunjukan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu

valid sehingga valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan

untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Nilai validitas

dihitung dengan menggunakan rumus korelasi Produk- Moment

memakai angka kasar (raw score) rumusnya adalah :

∑ ∑ ∑
rxy =
√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan :

𝑟𝑥𝑦 = Koefisien kolerasi antara variabel X dan Y

X = Skor item

Y = Skor Total

n = Banyak Subjek (testi)

Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus:

thitung = r √√

t = Nilai 𝑡 𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

r = koefisien korelasi hasil 𝑟𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

n = jumlah responden

Distribusi (Tabel t) ɑ = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n ˗ 2)

Kaidah keputusan: jika 𝑡 𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti valid,

sebaliknya jika 𝑡 𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti tidak valid


Selanjutnya untuk perbandingan dalam rangka menguji

validitas instrumen dalam penelitian, maka digunakan corrected

item total correlation dengan bantuan computer SPSS 21,0 for

windows. Uji validitas adalah pengujian yang dilakukan guna

untuk mengetahui seberapa cermat suatu instrumen dalam

mengukur apa yang ingin diukur. Pengambilan keputusan pada uji

validitas ini yaitu menggunakan batasan r tabel dengan

signifikansi 0,05. Apabila nilai korelasi diatas 0,30 maka sampel

dalam penelitian dianggap sudah mencukupi dan layak untuk

dianalisis lebih lanjut.

2) Uji Reliabilitas

Menurut (Sukardi, 2012:127) Reliabilitas sama dengan

konsistensi atau keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan

reliabel apabila instrumen penelitian tersebut memiliki hasil yang

konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Semakin reliabel

suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin kita dapat

menyatakan bahwa hasil tes mempunyai hasil yang sama ketika

dilakukan kembali. Dalam penelitian ini uji reliabilitas

menggunakan cornbach alpha karena penelitian instrumen ini

menggunakan angket maka rumusnya:


Keterangan :

𝑟i = Nilai Reliabilitas
2
∑ b = Jumlah Varians butir
2
t = Varians total

3.7 Tehnik Analisis Data

Sugiyono, (2018:147) dalam penelitian kuantitatif , teknik analisis

data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber

data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan

data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data

berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel

yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah,

dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotensis yang telah diajukan.

Sugiyono (2011:231)”Untuk mengetahui adanya hubungan yang

tinggi atau rendah antara kedua variabel berdasarkan nilai r (koefisien

korelasi), digunakan penafsiran atau interpretasi angka. Sebagai berikut :

Interval Korelasi Tingkat Hubungan


0.00 – 0.199 Sangat Rendah
0.20 – 0.399 Rendah
0.40 – 0.599 Sedang
0.60 – 0.799 Kuat
0.80 – 1.000 Sangat Kuat
Sugiyono (2011 :231)
1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas Data

Menurut Riduwan (2012, hlm.132) mengatakan bahwa, Uji

normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu

penyebaran data. Rumus yang digunakan dalam uji normalitas yaitu

Chi-Kuadrat (𝑥2)

𝑥2 = ∑ (𝑓𝑜−𝑓𝑒)2
𝑓𝑒
Keterangan :

𝑥2 = Nilai Chi-kuadrat

Fo = frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris)

Fe = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

Jika 𝑥2 hitung > 𝑥 2 tabel artinya Distribusi data tidak normal

Jika 𝑥2 hitung < 𝑥 2 tabel artinya data berdistribusi normal

b. Analisis Regresi Linear Sederhana

Sugiyono( 2017:261) regresi sederhana didasarkan pada

hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan

satu variabel dependen .Persamaan umum regresi linier sederhana

adalah :

=a + bX

Keterangan :

Ŷ = Subjek dalam Variabel dependen yang diprediksikan


a = Harga Y bila X = 0 (harga kontan)

b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukan angka

peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan

pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka

terjadi penurunan.

X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai


tertentu.
(Sugiyono, 2017:261)

2. Uji Hipotesis

(Sugiyono, 2017:89) Uji Hipotensis adalah suatu pertanyaan yang

menunjukan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.

Dalam menguji hipotesis dilakukan dengan uji koefisien determinasi,

uji statistik t dan uji statistik F .

a. Koefisien Determinasi Riduwan (2010: 228) menyatakan koefisien

determinasi adalah kuadrat dari koefisien korelasi yang dikalikan

dengan 100%”. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

variabel X mempunyai sumbangan atau ikut menentukan variabel

Y, yakni dapat ditentukan dengan rumus :

KP = = 𝑟2 X 100%

Keterangan :

KP = nilai koefisien determinasi

𝑟2 = nilai koefisien korelasi

b. Uji t ( Persial )
Priyatno (2013, hlm. 43) mengatakan bahwa, “Uji-t bertujuan

untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan

variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.

Rumus uji-t sebagai berikut :


Keterangan:

r = korelasi parsial yang ditemukan

n = jumlah sampel

t = 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 yang selanjutnya dikonsultasikan dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

(Sumber : Priyantno, 2013)

Hipotesis yang diajukan yaitu:

𝐻01 = tidak ada pengaruh yang signifikan antara Kebijakan

Publik Pemerintah Daeraha dengan Hasil Pemilihan Gubernur

𝐻𝑎1 = ada pengaruh yang signifikan antara Kebijakan Publik

Pemerinah Daerah dengan Pemilihan Gubernur”.

Menurut Priyatno (2013) dasar pengambilan keputusannya adalah :

a. Jika 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝐻𝑜 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima

b. Jika 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝐻𝑜 diterima dan 𝐻𝑎 ditolak ”

c. Uji F (Simultan)
Menurut Gani dan Amalia (2015, hlm. 143) bahwa, Uji F

atau Goodnes of Fit Test adalah pengujian kelayakan model.

Model yang layak adalah model yang dapat digunakan untuk

mengestimasi populasi. Model regresi dikatakan layak jika nilai F

sebuah model memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Bilangan F

dapat dicari dengan menggunakan rumus:

Jika 𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (a, k-1, n-k), 𝐻𝑜 maka ditolak

Jika 𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (a, k-1, n-k), 𝐻𝑜 maka diterima

Dimana: 𝐻0 = Model tidak layak sehingga tidak dapat digunakan

untuk mengestimasi populasi.

𝐻0 = Model layak sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi

populasi.

(Gani dan Amalia, 2015:143)


DAFTAR PUSTAKA

1. Dunn Wiliam, 2000, Pengantar analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada Press,
Yogyakarta
2. Winarno Budi, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta.
3. Nugroho Riant, 2017, Public Policy 6, Kompas Gramedia, Jakarta
4. Suharno, 2013, Dasar-dasar Kebijakan Publik, Ombak, Yogyakarta
5. Agustino Leo, 2016, Dasar-dasar Kebijakan public, Alfabeta, Bandung
6. Tangkilisan, 2003, Kebijakan Publik yang membumi : Konsep, strategi dan kasus,
Lukman Offset dan Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia,
Yogyakart
7. Gadjong, 2007, Pemerintah Daerah (Kajian Politik dan Hukum), Ghalia
Indonesia, Bogor
8. Ridwan, 2010, Perencanaan Pembangunan Daerah, Alfabeta, Bandung
9. Prihatmoko dan Moesafa, 2008, Menang Pemilu Di Tengah Oligarki Partai,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
10. Prihatmoko, 2008, Mendemokratiskan Pemilu : dari system sampai elemen
teknis, Publikasi ilmiah FISIP Unwahas, Semarang
11. Maulidditya, 2019, Strategi Marketing Politik Pasangan Ade UU Sukaesih dan
Nana Suryana, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Siliwangi, Tasikmalaya
12. Sugiyono, 2016, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung
13. Nazir, 2014, Metode Penelitian, ghalia Indonesia, Semarang
14. Maholtra Naresh, 1996, Riset Pemasaran, Gramedia, Jakarta
15. Magdalena Elina, 2009, Analisa Kebijakan Publik Untuk Negara Negara
Berkembang, Tesis Program Pasca Sarjana FISIP Universitas Indonesia, Jakarta
16. Subakti Ramlan, 2008, Perekayasaan system pemilu untuk pembangunan tata
politik demokratis, Publikasi Ilmiah Universitas Airlangga, Surabaya
17. Budiharjo Miriam, 2013, Dasar dasar ilmu politik,Prima Grafika, Jakarta
18. Asfar Muhammad, 2006, Pemilu dan Perilaku Memilih 1995-2004, Pusat study
demokrasi dan Ham, Surabaya
19. Yustiningrum dan Ichwanuddin, Partisipasi Politik dan Perilaku memilih pada
Pemilu 2014, Publikasi Indonesian Institute of Sciences, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai