Anda di halaman 1dari 5

Analisis UU no 7 tahun 2004 Tentang Privatisasi Air yang tidak sesuai dengan pancasila

Kesalahan Undang-Undang No 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Air merupakan material yang vital bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup di bumi,
sebagaimana dinyatakan oleh Enger dan Smith: "Semua organisme yang hidup tersusun atas sel-
sel yang berisi air sedikitnya 60 % dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat di larutan air".

Selanjutnya, tokoh dunia Goethe pernah menyatakan: "Everything originated is the water.


Everything is sustained by water." Sebagai tambahan, fakta menunjukkan bahwa 70%
permukaan bumi tertutup oleh air. Dengan demikian, tanpa air, seluruh gerak kehidupan di bumi
akan berhenti.

Disebutkan bahwa air tidak saja dibutuhkan untuk minum tetapi juga bagian yang tak
terpisahkan dari proses pengolahan makanan, atau penciptaan kondisi perumahan yang sehat dan
kebutuhan manusia lainnya akan kehidupan. Lebih jauh bahkan ditegaskan bahwa komite
tersebut memberikan kewajiban bagi negara untuk menjamin adanya hak atas air bagi setiap
warga negaranya.

Terkandung  dalam pengertian hak atas air adalah penyediaan air bagi rakyat dengan
memperhatikan (1) Availability (ketersediaan): penyediaan sumur-sumur umum adalah bagian
dari kewajiban pemerintah akan penyediaan air bagi kebutuhan minimal setiap warganya;
(2) Quality (kualitas): tidak hanya jumlahnya namun kualitas air yang diberikan haruslah
memenuhi standar yang tidak membahayakan kesehatan; dan (3) Accessibility (aksesibilitas);
termasuk dalam kriteria ini adalah affordability (keterjangkauan) dari masyarakat untuk
mendapatkan air.

Dengan demikian jelas bahwa air merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat tergantikan oleh
apapun dan air juga merupakan hak asasi manusia yang paling utama karena tanpa hak atas air
(the right to water) maka hak asasi manusia lainnya tidak dapat terpenuhi. Selain itu tanggung
jawab negara untuk menyediakan air bagi warganya merupakan salah satu manifestasi dari
kontrak sosial antara negara dan warga negara. Dalam konteks pelayanan publik, air merupakan
kebutuhan yang paling utama bahkan jika dibandingkan dengan makanan, yang berarti tanpa air
setiap warga negara akan terlanggar haknya.

Berdasarkan paradigma pengelolaan sumberdaya air yang dijelaskan di atas, maka ada kesalahan
mendasar dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air terhadap Undang-
Undang Dasar 1945, yaitu adalah air dipandang sebagai barang ekonomi dengan
diperkenalkannya hak guna air yang terdiri dari hak guna pakai dan hak guna usaha dan
penyelenggaraan oleh swasta (privatisasi).

Dalam UU ini, hak atas air diterjemahkan dalam hak guna air yang dibagi dalam dua bentuk,
yaitu hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak guna air bukan dalam bentuk kepemilikan,
tetapi dalam bentuk hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai
keperluan. Dari itu, hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat,
dan kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air untuk
memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi, pemanfaatan
potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk bahan pembantu produksi, disebut
dengan hak guna usaha air. Itulah bedanya antara hak guna pakai air dan hak guna usaha air.
(Pasal 7-9) Hak guna usaha tersebut dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha
dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (pasal 9 ayat
1).

Karena memiliki nilai ekonomi, sosial dan lingkungan, maka air harus dikelola dengan baik agar
tidak menimbulkan konflik. Untuk itu, pengelolaannya dilakukan oleh empat tingkatan
territorial, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan
pemerintahan desa. Dalam menyelenggarakan itu, setiap tingkatan pemerintahan memiliki
kewenangan dan tanggung jawab masing-masing (Lihat Pasal 13-17). Bentuk pengelolaan air ini
meliputi kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya
rusak air pada setiap wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air
tanah. 

Bila kita perhatikan dari adanya UU tersebut, pengusahaan air yang dilakukan oleh swasta
mendapatkan justifikasi hukum. Hal itu memberikan peluang bahwa pihak perseorangan atau
badan usaha dapat menjadi penyelenggara air untuk kepentingan umum. Dalam arti lain, menurut
penulis, merupakan bentuk privatisasi dari pengusahaan air untuk umum. Pengalihan dari
pengelolaan pemerintah secara penuh ke swasta, dalam hal ini, tanpa dibarengi aturan seberapa
besar hal itu dilakukan. Dengan demikian, privatisasi air ini tidak mendapatkan aturan yang jelas.
Maka, dapat dilihat bahwa lahirnya UU ini secara jelas menguntungkan pihak yang akan
menyelenggarakan pengusahaan air secara swasta. Karena bagaimanapun, air memiliki nilai
ekonomi yang pasti laku di muka umum. Hal tersebut berhubungan dengan sumber daya air
sebagai kebutuhan pokok semua manusia di dunia.

Adanya privatisasi sumber daya air, yang dipraktekan dengan pemberian hak guna usaha air,
akan mendorong adanya (1) komodifikasi air sehingga akan mendistruksi fungsi sosial air,
padahal air adalah unsur utama kehidupan; (2) perbedaan (disparitas) harga air sehingga alokasi
air akan diprioritaskan untuk memperoleh nilai tambah langsung dan maksimum; (3) liberalisasi
kompetisi penggunaan air antar sektor, menyebabkan sektor yang lemah (pertanian) akan
terlindas sektor yang lebih kuat (industri dan air minum); (4) eksploitasi ekonomi, sosial, dan
politik sektor swasta terhadap masyarakat miskin dalam bentuk ketergantungan dan pengenaan
tarif yang mahal; (5) pemerintah tidak dapat membatalkan hak guna pakai air meskipun
merugikan masyarakat, kecuali melalui pengadilan. Dari itu, terdapat dua hal setidaknya yang
perlu dicermati, yaitu penguasaan sumber mata air dan perusahaan daerah oleh swasta asing, dan
penentuan harga sepihak dari pengusaha air kemasan dan air minum. Tentu dalam kedua hal
tersebut, logika pasar adalah berkuasa dari apapun selainnya.

Dalam pasal 33 UUD 1945 disebutkan bahwa, “(1) Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Dengan itu, secara jelas bahwa air dapat disebut sebagai
barang yang dibutuhkan oleh orang banyak, dan dalam penguasaannya harus dimiliki oleh
negara. Bentuk penguasaan itu, dilakukan dengan penyelenggaraan pemerintah dalam
prakteknya. Maka dengan batu uji tersebut, upaya privatisasi air dengan pemberian hak guna
usaha air, menurut penulis, menyalahi konstitusi.
Menurut saya, air harusnya dikembalikan dalam bentuk aslinya sebagai barang publik, terutama
dalam sektor-sektor yang berhubungan dengan orang banyak, seperti air minum, irigasi, dll.
Dalam sektor tersebut, peran penyelenggaraan institusi publik sangatlah penting untuk menjamin
semua warga negara dapat menerima hak atas airnya secara cuma-cuma. Mungkin dalam sektor
yang sekunder, air bisa dikelola oleh swasta, misal sarana olahraga, dll. Dengan begitu, sektor
privat tidak memonopoli air untuk kepentingan profitnya, dengan mengorbankan hajat orang
banyak. Di situlah keberadaan negara itu.
Refrensi:

Uu Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Analisis Uu Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air ~ Rajawali Garuda Pancasila Di Akses Pada 25 Mei 2021

Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air: Sumber Daya Air Untuk Kepentingan
Siapa?. Analisa Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air: Sumber Daya Air Untuk
Kepentingan Siapa? – Dickydwiananta (Wordpress.Com) Di Akses Pada 25 Mei 2021.

Undang-Undang Yang Tidak Sesuai Dengan Pancasila. (Doc) Undang-Undang Yang Tidak Sesuai
Dengan Pancasila | Pbb Pak Mayo - Academia.Edu Di Akses Pada 25 Mei 2021.

Privitasi Air Di Indonesia. Http://Digilib.Uin-Suka.Ac.Id/19933/1/Hermansyah%20privatisasi%20air


%20di%20indonesia%20%28kajian%20atas%20undang-Undang%20sumber%20daya%20air%20dan
%20ekonomi%20islam%29.Pdf Di Akses Pada 25 Mei 2021.

Anda mungkin juga menyukai