Anda di halaman 1dari 6

Pendekatan Legalistik untuk Menganalisis Gejala dan Peristiwa Pemerintahan

Pemerintahan adalah gejala kekuasaan yang sah (kewenangan), sehingga kegiatan


pemerintahan selalu berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gejala
semacam itu dapat dipahami dengan pendekatan legalistic formal, dalam arti menggunakan
rujukan berbagai peraturan yang digunakan pemerintah pada saat membuat kebijakan, memberi
pelayanan publik, serta menegakkan aturan dengan penjelasan sebagai berikut
Dye dalam tulisan Anderson menyatakan kebijakan publik adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan menurut Anderson kebijakan publik adalah arah
tindakan yang bertujuan yang diikuti oleh satu atau satuan actor di dalam mengatasi suatu
masalah atau sesuatu yang menjadi perhatian publik. Batasan ini setidaknya menggambarkan
bahwa kebijakan public melibatkan para actor dalam tindakan yang bertujuan untuk
memecahkan masalah public.
Dilihat dari ilmu politik, perumusan kebijakan public adalah pemikiran terhadap kebijakan
public ditinjau dari proses pembuatan kebijakan. Pendekatan ini lebih dulu berkembang dan
esensinya adalah bagaimana tawar-menawar antara kekuatan politik dalam perumusan kebijakan
publik. Sedangkan dilihat dari ilmu administrasi publik tidak lain berupa pemikiran terhadap
kebijakan publik ditinjau dari analisis kebijakan publik.
Proses pembuatan kebijakan publik mencakup 5 (lima) tahapan, yaitu sebagai berikut:
a.    Agenda setting, yaitu proses yang menggambarkan kegiatan memasukkan masalah public
kedalam agenda kebijakan. Proses ini diwarnai siapa yang paling menentukan dalam
memasukkan masalah public ke dalam agenda kebijakan. Masalah public harus masuk kedalam
agenda agar dapat menjadi perhatian untuk dibahas dan diintervensi.
b.      Policy Formulation, yaitu proses untuk merumuskan alternative pemecahan masalah. Proses ini
diwarnai negosiasi-negosiasi antar actor politik dalam menawarkan alternative pemecahan atau
tindakan.
c.     Policy Adoption, yaitu pilihan tindakan dari berbagai alternative yang didukung oleh actor
kebijakan.
d.    Policy Impelementation, yaitu pelaksanaan kebijakan melalui unit administrasi drngan
menggunakan sumber dana dan daya.
e.       Policy Assement, yaitu penilaian implementasi kebijakan dalam rangka pencapaian tujuan dan
sasaran kebijakan.
Dalam proses pembuatan kebijakan diperlukan metodologi analisis kebijakan yang mampu
menghasilkan pengetahuan berupa informasi yang relevan tentang kebijakan dan prosedur
analisis kebijakan. Penjelasan ini menunjukkan bahwa memahami gejala dan atau peristiwa
pemerintahan melalui pendekatan legalistic berkaitan erat dengan ilmu kebijakan public. Artinya
dalam menganalisis gejala dan atau peristiwa pemerintahan dapat meminjam teori, model
ataupun konsep yang dimiliki ilmu kebijakan public.
Gejala dan atau peristiwa pemerintahan tertentu selalu akan terkait dengan suatu dasar 
hubungan tertentu yang dinamakan hubungan positif. Dengan mempelajari dasar hubungan
tertentu, kita dapat mengetahui filosofi maupun paradigm yang berada dibalik gejala dan atau
peristiwa pemerintahan tertentu.
Gejala dan atau peristiwa pemerintahan terjadi pada saat pemberian pelayanan public oleh
pejabat public. Disitu akan Nampak apakah unit organisasi atau pejabat yang melayani memiliki
kewenangan untuk itu. Sebab pelayanan public dapat pula diberikan oleh sektor non pemerintah
maupun masyarakat itu sendiri.
Pelayanan public dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang telah ditetapkan.
Sebagaimana telah dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa tugas pokok pemerintah
pada hakikatnya adalah memberikan pelayanan pada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk
melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya
demi mencapai tujuan bersama. Karenanya birokrasi public berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan layanan baik dan professional.
Pelayanan public (public service) oleh birokrasi public merupakan salah satu perwujudan
dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan
public (public service) oleh birokrasi public dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat
(warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Menurut lembaga administrasi
negara “ pelayanan umum diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, didaerah dan dilingkungan badan usaha milik
negara/daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Dengan demikian pelayanan public dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Menurut Effendi, pelayanan public yang professional, artinya pelayanan public yang
dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah). Cirinya sebagai berikut:
1.      Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.
2.      Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan yang diselenggarakan secara mudah,
cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang
meminta pelayanan.
3.      Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian
mengenai:
a.       Prosedur/tata cara pelayanan
b.      Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administrative.
c.       Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan.
d.      Rincian biaya/tariff pelayanan dan tata cara pembayarannya.
e.       Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
4.      Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat
penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tariff serta hal-hal lain
yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan serta terbuka agar mudah
diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
5.      Efisiensi, mengandung arti:
a.       Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian
sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan yang berkaitan.
b.      Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat
yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi
pemerintah lain yang terkait.
6.      Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
7.      Responsive, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi
masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani.
8.      Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi
masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.
Secara teoritis, sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa
memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function), fungsi
pembangunan (development function), dan fungsi perlindungan (protection function).
Pelayanan public yang diberikan pemerintah dapat berupa jasa public, pembuatan surat-surat,
pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan lain sebagainya. Bentuknya berupa barang
public (public goods) baik yang disubsidi maupun tidak. Contohnya seperti jalan raya, jalan
kereta, bahan bakar minyak, listrik, air bersih, jaringan internet dan lain sebagainya.
Salah satu gejala dan peristiwa pemerintahan yang dapat dilihat dari pendekatan legalistic
adalah pada saat pejabat pemerintah menegakkan berbagai peraturan perundang-undangan
ditingkat nasional wujudnya berupa aktivitas oleh polisi dan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri
Sipil) ditingkat daerah adalah Satpol PP dan PPNSD.
Melalui pendekatan legalistic dimaksudkan bahwa pembelajar dan pelaksana pemerintahan
memahami berbagai aturan hukum yang menjadi dasar dari tindakannya. Kajian ilmu
pemerintahan dapat berangkat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan
meletakkan pada proses, isi, implementasi maupun evaluasinya.
Hukum adalah alat membuat masyarakat lebih baik. Ada yang menyebut “law is a tool for
social engineering”. Dengan hukum kita dapat membawa masyarakat menjadi bermoral,
beridisiplin, dan bekerja keras. Walaupun demikian pelaksanaan hukum yang adil perlu disertai
peraturan hukum yang cukup dan adil pula.
            Menganalisis gejala dan peristiwa pemerintahan dengan hukum yang sudah tidak berlaku
menjadi kurang bermakna, kecuali sekedar untuk membandingkan dari satu hukum ke hukum
yang lain.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Melalui pendekatan legalistic dimaksudkan bahwa pembelajar dan pelaksana pemerintahan
memahami berbagai aturan hukum yang menjadi dasar dari tindakannya. Kajian ilmu
pemerintahan dapat berangkat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan
meletakkan pada proses, isi, implementasi maupun evaluasinya.

Pemerintahan adalah gejala kekuasaan yang sah (kewenangan), sehingga kegiatan


pemerintahan selalu berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gejala
semacam itu dapat dipahami dengan pendekatan legalistic formal, dalam arti menggunakan
rujukan berbagai peraturan yang digunakan pemerintah pada saat membuat kebijakan, memberi
pelayanan publik, serta menegakkan aturan dengan penjelasan sebagai berikut
Dye dalam tulisan Anderson menyatakan kebijakan publik adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan menurut Anderson kebijakan publik adalah arah tindakan
yang bertujuan yang diikuti oleh satu atau satuan actor di dalam mengatasi suatu masalah atau
sesuatu yang menjadi perhatian publik.

Proses pembuatan kebijakan publik mencakup 5 (lima) tahapan, yaitu sebagai berikut:
a.      Agenda setting, yaitu proses yang menggambarkan kegiatan memasukkan masalah public
kedalam agenda kebijakan. Proses ini diwarnai siapa yang paling menentukan dalam
memasukkan masalah public ke dalam agenda kebijakan. Masalah public harus masuk kedalam
agenda agar dapat menjadi perhatian untuk dibahas dan diintervensi.
b.      Policy Formulation, yaitu proses untuk merumuskan alternative pemecahan masalah. Proses ini
diwarnai negosiasi-negosiasi antar actor politik dalam menawarkan alternative pemecahan atau
tindakan.
c.       Policy Adoption, yaitu pilihan tindakan dari berbagai alternative yang didukung oleh actor
kebijakan.
d.      Policy Impelementation, yaitu pelaksanaan kebijakan melalui unit administrasi drngan
menggunakan sumber dana dan daya.
e.       Policy Assement, yaitu penilaian implementasi kebijakan dalam rangka pencapaian tujuan dan
sasaran kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai