Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kajian Hukum Tata Pemerintahan mencakup dua aspek yaitu aspek yang luas dan sempit.
Kedua aspek itu melihat Hukum Tata Pemerintahan dari fokus perhatian yakni obyek
penelitiannya. Aspek yang Luas: melihat Hukum Tata Pemerintahan sebagai sebagai obyek
yang berorientasi pada pengertian Hukum Tata Pemerintahan yang identik dengan lapangan
tugas pemerintahan sedangkan obyek yang sempit adalah yang tidak identik. Pengertian hukum
Tata Pemerintahan terbagi dalam 2 (dua) pengertian yaitu (1) Hukum Tata Pemerintahan
Heteronom adalah semua aturan hukum yang mengatur tentang organisasi pemerintahan
negara. Hukum Tata Pemerintahan yang merupakan bagian dari hukum Tata Negara. (2)
Hukum Tata Pemerintahan Otonom adalah aturan-aturan hukum yang dibuat oleh aparat
pemerintah yang sifatnya istimewa, baik aturan yang sifatnya sepihak maupun aturan yang
bersifat dua pihak. atau hukum yang dibuat oleh aparatur pemerintah atau oleh para
administrasi negara.

Hukum Tata Pemerintahan Heterenom dalam kajiannya berada pada konteks tugastugas
pemerintah berkaitan dengan akibat-akibat hukum yang ditimbulkannya, termasuk didalamnya
aspk hukum dalam kehidupan organisasi pemerintahan seperti organisasi pemerintahan negara
dalam hal hubungan hukum lembaga-lembaga negara dan berbagai kompetensi hukum
kelembagaan organisasi pemerintahan negara; organisasi pemerintahan daerah dalan kaitan
hukum otonomi daerah; dan akibat-akibat hukum dalam organisasi pemerintahan desa dan
kelurahan. Juga menyangkut aspek hukum dalam menyelesaikan pertentangan kepentingan
pemerintah dengan warga yang diayomi atau penyelesaian suatu sengketa akibat dari suatu
perbuatan pemerintah. Hukum Tata pemerintahan yang Otonom adalah adalah hukum yang
dibuat dan atau diciptakan oleh aparatur pemerintah dalan rangka pelaksanaan tugas seperti;
Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota.
Dalam mempelajari Hukum Tata Pemerintahan Heteronom akan terkait aspek hukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sementara penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan
ditentukan oleh tipe negara. Pada tipe welfare state (negara kesejahteraan), lapangan
pemerintahan semakin luas. Hal ini disebabkan semakin luasnya tuntutan campur tangan
pemerintah dalam kehidupan masyarakat. Tugas pemerintah dalam tipe negara demikian ini,
oleh Lemaire (1952) disebut sebagai Bestuurzorg. Ini dimaksudkan bahwa dalam
penyelenggaraan kesejahteraan umum, kepada aparatur pemerintah memiliki hak istimewa
yang disebut Freies Ermessen, yaitu kepada aparatur pemerintah diberikan kebebasan untuk
atas inisiatif sendiri melakukan perbuatanperbuatan guna menyelesaikan persoalan yang
mendesak dan peraturan penyelesaiannya belum ada. Dengan hak yang demikian itu maka
aparatur pemerintah dapat membuat peraturan yang diperlukan. Dari sini terlihat bahwa dengan
hal istimewa menyebabkan fungsi aparatur pemerintah dalam Wefare State ini bukan saja
berfungsi sebagai badan eksekutif tetapi juga sudah berfungsi sebagai badan legilatif. Sebagai
konsekwensinya di dalam Undang-Undang Dasar 1945 hak ini pun diakui, di dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa kepada Presiden diberikan hak untuk menetapkan Peraturan
Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang.

Fungsi Presiden sebagai kepala eksekutif melakukan perbuatan dibidang legislatif, yang
dalam Tata Negara disebut delegasi perundang-undangan, dengan tujuan : mengisi kekosongan
dalam undang-undang, mencegah kemacetan dalam bidang pemerintahan, dan para aparatur
pemerintah dapat mencari kaidah-kaidah baru dalam lingkungan undangundang atau sesuai
dengan jiwa undang-undang. Didalam Hukum Tata Pemerintahan Heteronom dipelajari pula
hal-hal yang menyangkut leability, responsibility dan accountability. Leability menuntut
tanggung jawab aparatur pemerintah terhadap hukum. Artinya dalam melaksanakan tugas para
aparatur pemerintah dituntut untuk berbuat sesuai aturan hukum yang berlaku, dituntut untuk
mempertahankan keberlakukan aturan hukum. Begitu pula dengan responsibility para aparatur
pemerintah dituntut tanggung jawabnya dalam pelaksanaan tugas dalam batas-batas
pendelegasian wewenangan yang pada gilirannya dapat melahirkan hubungan hukum antara
yang memberi dan menerima wewenang. Accontability menunut para aparatur negara
bertanggung jawab atas segala kegiatan dan tugas yang diemban. Di dalam kerangka itulah
maka konteks hubungan hukum terjelma dalam tuntutan dan realisasi tuntutan. Ketiga hal
tersebut ini bukan saja menjadi suatu keharusan dimiliki oleh setiap aparatur pemerintah tetapi
justru menjadi dasar dari kekuasaan para aparatur pemerintah di dalam berbuat dan bertindak.
Kalau berbicara tentang kekuasaan aparatur pemerintah, maka sumber kekuasaan berasal dari
sumber kekuasaan yang tertinggi yang ada pada setiap negara. Kekuasaan demikian itu
diartikan sebagai kedaulatan yang ada pada setiap negara. Kekuasaan yang berasal dari
kedaulatan adalah disebut kekuasaan publik yaitu suatu kekuasaan yang tidak dapat dilawan
oleh siapapun kecuali melalui aturan hukum yang bersifat khusus atau yang bersifat istimewa.
Aturan-aturan yang sifatnya istimewa inilah yang menjadi isi dari aturan Hukum Tata
Pemerintahan baik itu dalam konteks yang heteronom maupun dalm konteks yang otonom.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan pada makalah ini yaitu sebagai berikut:


BAB II
PEMBAHASAN

A. Carilah Sengketa Hukum Tata Pemerintahan dan penyelesaiannya

Sengketa Tata Usaha Negara

Sengketa hukum tata pemerintahan atau Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 
Sengketa tata usaha negara ini diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan
mengajukan gugatan tertulis yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan/atau direhabilitasi.

Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara

1. Upaya Administratif

Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan
hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur
tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua bentuk:

a. Keberatan

Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan sendiri oleh Badan/Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.
b. Banding Administratif

Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi
lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha
Negara, yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan .
 
Berbeda dengan prosedur di Peradilan Tata Usaha Negara, maka pada prosedur banding
administratif atau prosedur keberatan dilakukan penilaian yang lengkap, baik dari segi penerapan
hukum maupun dari segi kebijaksanaan oleh instansi yang memutus. Dari ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha
Negara yang bersangkutan dapat dilihat apakah terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara itu
terbuka atau tidak terbuka kemungkinan untuk ditempuh suatu upaya administratif.
 
2. Gugatan Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara jika seluruh upaya administratif sudah digunakan 
 
Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administratif berupa pengajuan
surat keberatan, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan
diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.
 
Namun, jika peraturan dasarnya menentukan adanya upaya administatif berupa pengajuan
surat keberatan dan/atau mewajibkan pengajuan surat banding administratif, maka gugatan
terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif
diajukan langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat pertama yang
berwenang.
 
Ketentuan Pengajuan Gugatan Pada Pengadilan Tata Usaha Negara
 
a. Gugatan
Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha
negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Sehingga yang menjadi tergugat
adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata.
 
Sedangkan yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara, yang menjadi objek
sengketa, adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha
negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
 
Yang tidak termasuk ke dalam kategori Keputusan Tata Usaha Negara dalam UU 5/1986
berserta perubahannya adalah:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;


b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
 
Perlu diketahui bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung
sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
 
b. Prosedur Dismissal
Setelah diajukan gugatan, maka akan dilakukan pemeriksaan dismissal atau rapat
permusyawaratan. Dalam rapat permusyawaratan ini, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan
dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan
yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal:

a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;


b. syarat-syarat gugatan tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan
diperingatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.

Terhadap penetapan ini dapat diajukan Perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu
empat belas hari setelah diucapkan. Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan,
maka penetapan gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan
menurut acara biasa. Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya
hukum.
 
c. Pemeriksaan Persiapan

Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan


persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
 
Dalam pemeriksaan persiapan Hakim:

a. wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan


melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari;
b. dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka
Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima. Terhadap putusan ini
tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan baru.
 
Setelah dilakukan pemeriksaan persiapan maka akan dilakukan pemeriksaan perkara untuk
mendapatkan putusan. Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan
pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara. Bahkan jika penggugat tidak juga puas dengan putusan tersebut, dapat dilakukan upaya
hukum kasasi hingga upaya hukum luar biasa peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
 
B. Sumber-Sumber Hukum dan Azas-azas Hukum Tata Pemerintahan 

a. Sumber Hukum Tata Negara Indonesia

Setelah kita mengetahui bersama pengertian dari hukum tata negara sekarang kita akan
membahas tentang hal yang menyebabkan hukum tata negara tersebut ada yang sering disebut
dengan sumber hukum tata negara.

Sumber hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan yang kalau dilanggarakan mengakibatkan sanksi
yang tegas dan nyata. Secara umum, sumber hukum tata negara adalah sumber materiil, sumber
formil, konvensi, dan traktat. Sedangkan di Indonesia memiliki sumber hukum yang akan
dijabarkan lebih spesifik dalam uraian berikut ini.

Sumber hukum tata negara indonesia tidaklah berbeda dengan sumber hukum tata negara


secara umumnya. Dalam hukum tata negara di Indonesia juga bersumber pada sumber hukum
materiil, formiil, konvensi dan traktat. Berikut akan dijelaskan apa yang ada didalam sumber
hukum tersebut di Indonesia.

 Sumber Materiil 
Seperti yang kita ketahui bersama segala sesuatu yang ada di Indonesia haruslah berasal dan
bersumber dari pancasila. Pancasila merupakan sumber hukum materiil bagi semua hukum yang
ada di Indonesia. Begitu juga dengan sumber hukum tata negara Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila Menjadi Inspirasi sekaligus Bahan (Materi) dalam Menyusun Semua


Peraturan Hukum Tatanegara. Pancasila sekaligus sebagai Alat Penguji Setiap Peraturan Hukum
Tatanegara yang Berlaku, Apakah Bertentangan atau Tidak dengan Nilai-nilai Pancasilaseperti
yang tercantum dalam ketetapan MPR No. III/2000 Pasal  1, 2, 3, Serta  UU. No. 12Tahun
2012  Pasal 2.

 Sumber Formil 

Sumber Formil hukum di Indonesia adalah UUD 1945. UUD 1945 Sebagai Hukum Dasar
Tertulis Merupakan Bentuk Peraturan Perundang-undangan Tertinggi yang
Menjadi Dasar dan Sumber (Formil) Bagi Semua Peraturan Perundang-undangan yang
Mengatur Ketatanegaraan Indonesia seperti yang tercantum dalam Ketetapan MPR No. III/2000
Pasal  3, Serta  UU. No. 12 Tahun 2011 Pasal 3. Bentuk & Tata Urutan Perundangan Sebagai
Bagian  Dari Sumber Formil Htn Indonesia (UU. No. 12 tahun 2011 pasal 7) antara lain:

 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)


 Ketetapan MPR (TAP MPR)
 Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU).
 Peraturan Pemerintah (PP).
 Peraturan Presiden (PERPRES).
 Peraturan Daerah (PERDA).
1. PERDA provinsi
2. PERDA Kota/Kabupaten
3. Peraturan Desa.

 Konvensi
Setelah sumber hukum formil dan materiil dari hukum tata negara Indonesia. Di Indonesia
hukum tata negara juga bersumber dari konvensi. Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan
merupakan sumber dari hukum tata negara Indonesia. Kebiasaan dalam Praktek Ketatanegaraan
yang Dilakukan Berulang-ulang, sehingga Mempunyai Kekuatan yang Sama dengan Undang-
undang. Karena Diterima dan Dijalankan, Tidak Jarang Dapat Menggeser Peraturan Hukum
Tertulis.

Contoh :

 Pidato Presiden Setiap Tanggal 17 Agustus


 Pidato Presiden Setiap Awal Tahun Minggu Pertama Bulan Januari.

 TRAKTAT

Yang terakhir menjadi sumber dari hukum tata negara adalah traktat atau perjanjian
internasional. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun Multilatral) yang Terkait dengan Hukum
Tatanegara Suatu Negara. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun Multilatral) yang Terkait
dengan Hukum Tatanegara Indonesia. Misalnya : Traktat Asean, UDHR PBB.

b. Azas-azas hukum tata pemerintahan

Ada 5 Asas Hukum  Tata Negara Indonesia di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Asas Pancasila

Bangsa indonesia telah menetapkan falsafah/ asas dasar negara adalah pancasila yang artinya
setiap tindakan/perbuatan baik tindakan pemerintah maupun perbuatan rakyat  harus sesuai
dengan ajaran pancasila. Dalam bidang hukum, Pancasila  merupakan sumber hukum
materiil, sehingga setiap isi peraturan perundangan-undangan  tidak boleh bertentangan 
dengan sila-sila yang terkandung dalam pancasila. Undang-undang dasar 1945 merupakan
landasan konstitusional daripada negara republik indonesia. Perubahan undang-undang dasar
1945 mengandung empat pokok-pokok pikiran yang merupakan cita-cita hukum bangsa
indonesia yang mendasari hukum dasar negara  baik hukum yang tertulis dan hukum tidak
tertulis.
2. Asas Negara Hukum

Setelah  UUD 1945 diamandemen, maka telah  ditegaskan dalam pasal 1 ayat 3 bahwa ”
Negara Indonesia adalah negara hukum  dimana sebelumnya hanya tersirat dan diatur dalam
penjelasan UUD 1945″. Atas ketentuan  yang tegas diatas maka setiap sikap kebijakan dan
tindakan perbuatan alat negara  berikut seluruh rakyat harus berdasarkan dan sesuai dengan
aturan hukum.  Dengan demikian semua pejabat/alat-alat negara tidak akan bertindak
sewenang-wenang  dalam menjalankan kekuasaannya.

3. Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi

Kedaulatan artinya kekuasaan atau kewenangan yang tertinggi dalam suatu wilayah.
Kedaulatan  rakyat artinya kekuasaan itu ada ditangan rakyat. Sehingga dalam pemerintah
melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan keinginan rakyat. Pasal 1 ayat 2 undang-undang
dasar 1945 berbunyi : ” Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
“.  Rumusan ini secara tegas bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat yang diatur dalam UUD
1945.  UUD 1945 menjadi dasar dalam pelaksanaan suatu kedaulatan rakyat tersebut baik
wewenang tugas dan fungsinya ditentukan oleh UUD 1945.

4. Asas Negara Kesatuan

Pada dasarnya negara kesatuan dideklarasikan pada saat menyatakan/ memproklamirkan


kemerdekaan oleh para pendiri negara dengan menyatakan seluruh wilayah sebagai bagian
dari satu negara. Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 menyatakan  ” Negara Indonesia sebagai suatu
negara kesatuan yang berbentuk republik”. Negara kesatuan adalah negara kekuasaan
tertinggi atas semua urusan negara ada ditangan  pemerintah pusat atau pemegang
kekuasaaan tertinggi dalam negara ialah pemerintah pusat.
5. Asas Pembagian kekuasaan dalam check and balances
Pengertian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pemisahan kekuasaan. Pemisahaan kekuasaan
berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian seperti dikemukaan oleh :
John Locke yaitu Kekuasaan legislatif,Kekuasaan eksekutif,Kekuasaan federatif.  Sedangkan
Montesquieu  mengemukakan  bahwa setiap negara terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu trias politica,
eksekutif ,legislatif,yudikatif. Dari ketiga kekuasaan itu masing-masing terpisah satu sama lainnya
baik mengenai orang nya maupun fungsinya.

C. Uraikan Tantangan Dan Masa Depan Hukum Tata Pemerintahan

Anda mungkin juga menyukai