Anda di halaman 1dari 9

HUKUM PIDANA

Dalam sebuah penerbangan pesawat Garuda Indonesia dari Perancis menuju Jakarta,
Esmeralda seorang warga negara Kolombia terlibat cekcok dengan Gatot yang merupakan
seorang warga negara Indonesia. Karena emosi, Esmeralda kemudian memukul kepala Gatot
dengan menggunakan botol kemasan air mineral kosong. Setelah terkena pukulan dari
Esmeralda kemudian Gatot kejang-kejang, seketika itupula Gatot meninggal dunia, Gatot
meninggal ketika pesawat berada di wilayah udara Arab Saudi. Setibanya di Jakarta, jenazah
Gatot langsung di autopsi, kemudian diketahui penyebab kematian Gatot adalah akibat dari
serangan jantung.

1. Jika dilihat dari kasus diatas, apakah Esmeralda dapat dipertanggungjawabkan atas
meninggalnya Gatot? Uraikanlah berdasarkan macam-macam ajaran kausalitas yang
saudara pahami!*nama tokoh pada contoh kasus diatas adalah fiktif

2. Apakah hukuman mati dalam dalam sistem hukum Indonesia masih sesuai dengan
falsafah negara Pancasila dan juga UUD Tahun 1945!

3. Di dalam Ilmu Hukum Pidana dikenal istilah alasan pembenar dan alasan pemaaf.
Berikanlah kesimpulan saudara dari kedua istilah tersebut, kemudian berikan masing-
masing contohnya!

4. Apakah secara hukum dibolehkan menjatuhkan pidana berupa pencabutan seluruh hak
yang dimiliki oleh  seseorang, jelaskan dan berikan dasar hukumnya dan contoh
putusan hakim!
JAWABAN 1

Ajaran kausalitas adalah ajaran tentang sebab akibat. Untuk delik materil permasalahan sebab
akibat menjadi sangat penting.

Kausalitas berlaku ketika suatu peraturan pidana tidak berbicara tentang perbuatan atau
tindak pidananya (yang dilakukan dengan sengaja), namun menekankan pada hubungan
antara kesalahan atau ketidaksengajaan (culpa) dengan akibat.

Pembahasan Berdasarkan Teori Kausalitas Berdasarkan kasus diatas:

Teori Conditio Sine Qua Non dari von Buri

Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan menimbulkan akibat tertentu, sepanjang
akibat tersebut tidak dapat dilepaskan dari tindakan pertama tersebut. Karena itu suatu
tindakan harus merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) bagi keberadaan sifat
tertentu. Semua syarat (sebab) harus dipandang setara. Konsekuensi teori ini, kita dapat
merunut tiada henti sebab suatu peristiwa hingga ke masa lalu (regressus ad infinitum).
 
Dalam kasus ini, maka Esmeralda yang memukul kepala Gatot dengan sengaja kerna kesal,
dapat dianggap sebagai penyebab kematian Gatot.

Teori Generalisasi dari Treger


Teori ini hanya mencari satu saja dari sekian banyak sebab yang menimbulkan akibat yang
dilarang. Termasuk dalam teori ini adalah teori adequat dari Von Kries, yakni musabab dari
suatu kejadian adalah tindakan yang dalam keadaan normal dapat menimbulkan akibat atau
kejadian yang dilarang. Keadaan yang normal dimaksud adalah bila pelaku mengetahui atau
seharusnya mengetahui keadaan saat itu, yang memungkinkan timbulnya suatu akibat
 
Dalam kasus ini, harus diselidiki lebih dahulu apakah Esmeralda mengetahui
1. Memukul dapat menyebabkan cedera
2. Penyebab terjadinya serangan jantung

Teori Individualisasi/Pengujian Causa Proxima


Dalam ajaran causa proxima, sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat
dilepaskan dari akibat. Peristiwa pidana dilihat secara in concreto atau post factum. Di sini
hal yang khusus diatur menurut pandangan individual, yaitu hanya ada satu syarat sebagai
musabab timbulnya akibat.
Dalam tataran praktik harus dilihat pembuktiannya, apakah dalam pembuktian forensik
terbukti kematian memang disebabkan oleh cedera kepala akibat pukulan atau serangan
jantung.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5e931262b32db/macam-macam-teori-
kausalitas-dalam-hukum-pidana
JAWABAN 2

Pro dan kontra mengenai hukuman mati seolah-olah tidak menemui titik akhir dalam
perdebatan. Hal ini mengundang berbagai macam reaksi dan pendapat dari para ahli hukum
dan pengiat hak asasi manusia hingga masyarakat. Oleh karena itu, konsistensi penerapan
pidana mati di dunia selalu saja menjadi suatu hal yang kontroversial, baik di kalangan
pemerintah, praktisi hukum, agamawan maupun masyarakat sendiri. Karena hukuman mati
dianggap melanggar hak yang paling mendasar bagi manusia yaitu hak untuk hidup dan
memperbaiki kehidupannya.

Hukuman mati merupakan jenis pidana yang terberat dibandingkan dengan pidana
lainnya. Eksistensi hukuman mati di Indonesia dalam konteks negara yang berdasarkan
hukum sebagaimana termaktub dalam bunyi Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 dan bagaimana pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dalam
rangka penegakkan hukum demi tercapai tujuan hukum itu sendiri.  Dengan menggunakan
metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan:

1. Secara de jure, eksistensi hukuman mati di Indonesia kenyataannya masih ada dan
belum dicabut dari berbagai ketentuan perundang-undangan pidana baik yang terdapat
dalam KUHP maupun di luar KUHP. Sebagai stelsel pidana, eksistensi hukuman mati
masih dilegitimasi oleh pasal 10 huruf a KUHP, sehingga hukuman mati tetap sah
sebagai sanksi yang diancamkan pada berbagai kejahatan serius yang tercantum
dalam berbagai undang-undang hukum pidana di luar KUHP. Adapun secara de facto,
hukuman mati di Indonesia masih terus ditegakkan melalui vonis pengadilan serta
eksekusinya dalam berbagai kasus. Misalnya dalam kasus-kasus narkotika,
pembunuhan berencana, terorisme dengan korban yang massif-sporadis dan lain-lain.
2. Eksistensi hukuman mati yang masih ada dan berlaku dalam berbagai peraturan
perundang-undangan hukum pidana di Indonesia, beserta pelaksanaannya yang masih
efektif adalah merupakan tindakan pengingkaran negara terhadap hak asasi manusia.

Artinya dikatakan bahwa pidana mati bukan hanya masalah membunuh orang yang
bermasalah, tetapi perlu dihubungkan dengan sila kedua dari dasar falsafah Negara kita
Pancasila yaitu: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ditegaskan, nilai kemanusiaan perlu
tindak [idana menyandang pertanggungjawaban. Selanjutnya dikatakan, bahwa nilai keadilan
juga menyandang unsur sebab dan akibat yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana
tersebut dengan tidak mengesampingkan nilai peradaban yang ditimbulkan oleh perbuatan
tindak pidana itu.

https://www.balitbangham.go.id/detailpost/hukuman-mati-dalam-perspektif-ham-di-
indonesia

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/15582
JAWABAN 3

Dalam hukum pidana terdapat keadaan-keadaan yang membuat hakim tidak dapat mengadili
seorang pelaku pidana, hingga hakim pun tidak dapat menjatuhkan hukuman terhadap pelaku
tersebut atau yang disebut juga sebagai dasar-dasar yang meniadakan hukuman.Dalam
“dasar-dasar yang meniadakan hukuman” terdapat dua jenis alasan yang masuk ke dalam
kategori tersebut, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar dan alasan
pemaaf merupakan alasan penghapus pidana, yaitu alasan-alasan yang menyebabkan
seseorang tidak dapat dipidana/dijatuhi hukuman.

Alasan pembenar adalah alasan yang meniadakan sifat melawan hukum suatu perbuatan.  
Jenis-jenis alasan pembenar adalah:

a. daya paksa (Pasal 48 KUHP); 

b. pembelaan terpaksa (Pasal 49 Ayat (1) KUHP); 

c. sebab menjalankan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP); dan

d. sebab menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 Ayat (1) KUHP)

Sedangkan alasan pemaaf adalah alasan yang meniadakan unsur kesalahan dalam diri
pelaku. Pada umumnya, pakar hukum mengkategorikan suatu hal sebagai alasan pemaaf,
yaitu:

a. ketidakmampuan bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP); 

b. daya paksa (Pasal 48 KUHP);

c. pembelaaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 Ayat (2) KUHP); dan

d. menjalankan perintah jabatan tanpa wewenang  (Pasal 51 Ayat (2) KUHP)

Sebagai kesimpulan, alasan pemaaf berarti alasan yang menghapuskan kesalahan dari pelaku
tindak pidana. Sementara itu, alasan pembenar berarti alasan yang menghapuskan sifat
melawan hukum dari suatu tindak pidana. Selain itu, alasan pemaaf bersifat subjektif dan
melekat pada diri orangnya, khususnya mengenai sikap batin sebelum atau pada saat akan
berbuat. Sedangkan alasan pembenar bersifat obyektif dan melekat pada perbuatannya atau
hal-hal lain di luar batin si pelaku.

CONTOH KASUS

Saya pernah mendengar suatu berita bahwa ada orang gila yang berusaha memperkosa wanita
di pinggir jalan. Tetapi wanita itu telah berhasil menyelamatkan diri dan yang ingin
memperkosa ternyata orang gila. Apakah orang itu bisa dipidanakan?

a. Alasan pembenarberarti alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak
pidana. Jadi, dalam alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (objektif).
Misalnya, tindakan 'pencabutan nyawa' yang dilakukan eksekutor penembak mati
terhadap terpidana mati (Pasal 50 KUHP);
b. Alasan pemaafadalah alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak
pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf
dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tak waras
atau gila sehingga tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (Pasal 44
KUHP).

P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), Hlm.391

Schaffmeister D, Keijzer N, PH E. Sutorius. Hukum Pidana. (Bandung : Citra Aditya Bakti,


2007), Hlm. 139-140

Doddy Makanoneng, Cacat Kejiwaan sebagai Alasan Penghapus Pidana, Lex Crimen, Vol.


V/No. 4/Apr-Jun/2016, Hlm. 132-133

Tri Jata Ayu Pramesti, Apakah Seorang yang Gila Bisa Dipidana?,

https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/perbedaan-alasan-pembenar-dan-alasan-pemaaf-dalam-hukum-
pidana/
JAWABAN 4

Apa saja hak yang boleh dicabut? Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak-hak yang dapat
dicabut adalah:

1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;


2. Hak memasuki angkatan bersenjata;
3. Hak memilih dan dipilih berdasarkan peraturan umum;
4. Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum, hak menjadi wali
pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwakilan atau pengampu atas
anak sendiri; dan
6. Hak menjalankan pekerjaan

Lamanya pencabutan ditentukan dalam Pasal 38 ayat (1) KUHP. Dalam hal pidana mati
atau penjara seumur hidup, lamanya pencabutan hak adalah seumur hidup. Hukuman mati
tercantum dalam Pasal 365 Ayat (4) KUHP : “Diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika
perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.

Contoh kasus dengan vonis hukuman mati di Tanah air:

Pembunuhan Hakim Kasus pembunuhan yang menimpa seorang hakim berinisial J di


Deli Serdang pada akhir 2019 lalu terungkap. Otak pembunuhan tersebut tak lain adalah
Z, istri korban. Z mengajak 2 pelaku lain dan nekat melakukan tindakan tersebut lantaran
merasa diselingkuhi. Setelah korban dibunuh dengan cara dibekap saat sedang tidur,
jasadnya dibuang ke sebuah tempat. Akhirnya, PN Medan mengganjar Z dengan
hukuman mati pada 1 Juli 2021 akibat terbukti melakukan pembunuhan berencana.

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52cb6fc8aef71/bahasa-hukum--pencabutan-hak-
tertentu

https://nasional.okezone.com/read/2021/08/11/337/2454275/deretan-narapidana-yang-
dijatuhi-hukuman-mati-di-indonesia
 
 

Anda mungkin juga menyukai