Anda di halaman 1dari 39

HUKUM KETENAGAKERJAAN

INISIASI 3

Hubungan Kerja
• Pasal 1 angka (15) UU No. 13 Tahun 2003: Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
• Husni dalam Asikin (1993:51) berpendapat bahwa hubungan kerja ialah Hubungan antara buruh dan majikan
setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian di mana pihak buruh mengikatkan dirinya pada pihak
majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk
mempekerjakan si buruh dengan membayar upah.
• Hubungan kerja (Soepomo, 1987 : 1) ialah : Suatu hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan,
dimana hubungan kerja itu sendiri terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Mereka
terkait dalam suatu perjanjian, di satu pihak pekerja/buruh bersedia bekerja dengan menerima upah dan
pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah.
Pengertian Hubungan Kerja
Dasar Hukum Hubungan Kerja

Hubungan kerja dalam UU 13/2003 diatur


dalam pasal 50-66, pembagiannya adlah
sebagai berikut:
• Pasal 50-55, mengatur tentang perjanjian kerja
• Pasal 56-59, mengatur tentang perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT)
• Pasal 60-63, mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT)
• Pasal 64-66, mengatur tentang Outsourcing
Unsur-unsur Hubungan Kerja

Ada 4 unsur penting dalam perjanjian kerja


yang menjadi dasar hubungan kerja, yaitu :
• Adanya pekerjaan (Pasal 1601a KUH Perdata dan Pasal 341 KUH
Dagang)
• Adanya perintah orang lain (Pasal 1603b KUH Perdata)
• Adanya upah (Pasal 1603p KUH Perdata)
• Terbatas waktu tertentu.
Unsur-unsur Hubungan Kerja
Dalam UU 13/2003
Pengertian Perjanjian Kerja
Adalah perjanjian antara seseorang buruh dan seorang majikan yang ditandai dengan ciri adanya suatu
upah atau gaji tertentu yang di perjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas (disentverhoeding),
dimana pihak majikan berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain (Subekti,
1995:58).

Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, meningkatkan diri untuk
menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu hukum dengan upah selama waktu tertentu (Psl 160 1a
KUHPerd)

”Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana seseorang mengikatkan diri untuk bekerja pada orang
lain dengan menerima imbalan berupa upah sesuai dengan syarat-syarat yang dijanjikan atau disetujui
bersama.” (Shamad (1995:55)

:”Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syaray-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. (Pasal 1 angka 14 UU No. 13 Tahun 2003)
Macam-macam Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja selalu berkembang sesuai dengan dinamika


kehidupan dan kebutuhan masyarakat sehingga berpengaruh dalam
pengelompokannya.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Inodonesia


(2003:14-25) membagi perjanjian kerja menjadi dua jenis, yaitu:
• Berdasarkan jangka waktu berlakunya (KKWTT dan KKWT)
• Perjanjian kerja lainnya, terdiri dari: Perjanjian pemborong pekerjaan, Perjanjian
kerja bagi hasil, Perjanjian kerja laut, Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa.
Macam-macam Perjanjian Kerja
Berdasarkan bentuk perjanjian kerja, meliputi (Perjanjian kerja secara tertulis, dan Perjanjian kerja
secara lisan (tidak tertulis).

Berdasarkan jangka waktu perjanjian kerja, meliputi: PKWT dan PKWTT.

Berdasarkan status perjanjian kerja, terdiri dari:

• Perjanjian Kerja Tidak Tetap, meliputi: Perjanjian kerja perseorangan (dengan masa percobaan 3
(tiga) bulan) Psl. 60 (1) UU 13/2003, Perjanjian kerja harian lepas (Psl. 10 (1) Kepmenakertrans No.
100/Men/VI/2004, Perjanjian kerja borongan (Psl. 1 angka 3 Kepmenakertrans No. Kep.
150/Men/1999).
• Perjanjian Kerja Tetap, yaitu pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak
dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau
pekerjaan yang bukan musiman (Psl. 59 (2) UU 13/2003).
• Dilakukan sendiri oleh perusahaan, yaitu
jenis-jenis kegiatan/pekerjaan utama
meliputi:
(vital/inti) yang tidak diserahkan pekerjaan,
pelaksanaannya kepada perusahaan lain.
• Diserahkan kepada perusahaan lain pelaksanaan
(outsourcing), yaitu meliputi: Perjanjian
pemborongan pekerjaan, dan Penyediaan jasa
Berdasarkan
pekerja/buruh.
Macam-macam Perjanjian Kerja
• pekerja meninggal dunia;
apabila :
• berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
• adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau
kerja berakhir
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
Perjanjian
• adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
13/2003,
perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Psl. 61 (1) UU
Berakhirnya Perjanjian Kerja
Berakhirnya Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja tidak berakhir karena


meninggalnya pengusaha atau
beralihnya hak atas perusahaan yang
disebabkan penjualan, pewarisan, atau
hibah (Psl. 61 (2) UU 13/2003).
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

• Dasar Hukum PKWT:


1. UU No. 13 Tahun 2003 (Pasal 50 – 66)
2. Kepmenakertrans No. 100/Men/VI/2004 tentang
pelaksanaan PKWT
3. Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-
syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
kepada Perusahaan lain.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT


adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau
untuk pekerja tertentu. (Psl. 1 angka (1) Permenaker Nomor:
KEP.100/MEN/VI/2004).
b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut
PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap
(Psl. 1 angka (1) Permenaker Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004).
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
 Psl. 51 (1) UU 13/2003 perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan
 Psl. 54 (1) UU 13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang
kurangnya memuat:
A. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha
B. Nama, jenis kelamin umur dan alamat pekerja/buruh
C. Jabatan dan jenis pekerjaan
D. Tempat pekerjaan
E. Besarnya upah dan cara pembayarannya
F. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha
G. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
H. Tempat dan tanggal perjanjian dibuat
I. Tanda tangan para pihak
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
• Prinsip PKWT:
1. Harus dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin
minimal rangkap 2;
2. Hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan
sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu;
3. Paling lama 3 tahun, termasuk jika ada perpanjangan atau pembaruan;
4. Pembaruan PKWT dilakukan setelah tenggang waktu 30 hari sejak
berakhirnya perjanjian;
5. Tidak dapat diadakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat tetap;
6. Tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja;
7. Upah dan syarat-syarat kerja yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan
dengan PP, PKB, dan Per-UU-an.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Syarat-syarat PKWT
• PKWT harus memenuhi syarat-syarat pembuatan, baik syarat materiil maupun
syarat formil (syarat syahnya perjanjian kerja).
• Dalam UU No. 13/2003 syarat materiil PKWT diatur dalam Pasal 52, 55, 58, 59
dan 60, sedang syarat formil diatur dalam Pasal 54 dan 57.
• Syarat formil PKWT adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 54 (1) UU 13/2003,
yaitu:
1. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha
2. Nama, jenis kelamin umur dan alamat pekerja/buruh
3. Jabatan dan jenis pekerjaan
4. Tempat pekerjaan
5. Besarnya upah dan cara pembayarannya
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha
7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
8. Tempat dan tanggal perjanjian dibuat.
9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

• Katagori PKWT :
1. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya
2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3. Pekerjaan yang bersifat musiman;
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau perjanjian.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya dan
penyelesaiannya paling lama 3 tahun
Pasal 3 KEPMEN No. 100 Tahun 2004
1. Diselesaikannya pekerjaan tertentu
2. Dibuat paling lama 3 tahun
3. Diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka pkwt putus demi hukum pada
saat selesainya pekerjaan
4. Dalam pkwt didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu, harus dicantumkan batasan
suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
5. Dapat dilakukan pembaruan
6. Pembaharuan dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari kerja
7. Selama tenggang waktu tidak ada hubungan kerja
8. Dalam pkwt para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan pembaha ruan dan waktu
pembaharuan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
PKWT UNTUK PEKERJAAN BERSIFAT MUSIMAN
Pasal 4 s.d. Pasal 7 KEPMEN No. 100 Tahun 2004
1. Pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca
2. Hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim
tertentu
3. Pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau
target dilakukan sebagai pekerjaan musiman
4. Dilakukan untuk pekerja yang melakukan kegiatan tambahan.
5. Membuat daftar nama pekerja yang melakukan kegiatan tambahan
6. Tidak dapat dilakukan pembaharuan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
PKWT PEKERJAAN BERHUBUNGAN PRODUK
BARU
Pasal 8 s.d. Pasal 9 KEPMEN No. 100 Tahun 2004

1. Diberlakukan untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan


dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang
masih dalam percobaan atau penjajagan
2. Dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat
diperpanjang paling lama 1 tahun
3. Tidak dapat dilakukan pembaharuan
4. Melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan yang
biasa dilakukan perusahaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
PERJANJIAN KERJA HARIAN LEPAS
Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No. 100 Tahun 2004
1. Untuk pekerjaan tertentu yang berubah-rubah dalam waktu dan volume pekerjaan serta
upah didasarkan pada kehadiran.
2. Kurang dari 21 hari kerja dalam 1 bulan
3. Bekerja 21 hari atau lebih dalam 3 bulan berturut-turut
4. Pekerja harian lepas dikecualikan dari ketentuan jangka waktu pkwt pada umumnya.
5. Wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis
6. Wajib membuat perjanjian kerja harian lepas, sekurang-kurangnya memuat: nama/alamat
pemberi kerja, nama/alamat pekerja, jenis pekerjaan yang dilakukan, besarnya
upah/imbalan
7. Daftar pekerja/buruh yang disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak mempekerjakan
pekerja harian lepas
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
JANGKA WAKTU PKWT
a. Paling lama 2 tahun dan hanya diperpanjang 1 kali untuk waktu paling
lama 1 tahun (Psl. 59 (4) UU 13/2003).
b. Dalam hal perpanjangan 7 hari sebelum berakhir diberi tahukan secara
tertulis kepada pekerja/buruh (Psl. 59 (5) UU 13/2003).
c. Pembaharuan hanya boleh 1 kali dan paling lama 2 tahun (Psl. 59 (6) UU
13/2003).
d. Dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari (Psl. 59 (6) UU
13/2003).
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
PENCATATAN PKWT
Ketentuan Psl. 13-14 Kepmenakertrans No. 100/Men/VI/2004,
menentukan bahwa:
1. PKWT dicatatkan pengusaha kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak penandatangan.
2. Pekerja harian lepas yang dicatatkan adalah daftar
pekerja/buruh
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Perubahan PKWT menjadi PKWTT


• Ketentuan Pasal 15 Kepmenakretrans No. 100/Men/VI/2004, menentukan tentang
perubahan PKWT menjadi PKWTT, ayaitu: Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha
1. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak
adanya hubungan kerja.
2. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
3. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari
ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan
penyimpangan.
4. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.
5. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja
PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), maka hak-hak
pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
bagi PKWTT.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT)

• Ketentuan Psl. 60 UU 13/2003, menentukan tentang


PKWTT, yaitu:
1. dapat mensyaratkan masa percobaan 3 bulan
2. dalam masa percobaan pengusaha dilarang
membayar upah di bawah upah minimum.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT)

BERAKHIRNYA PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU

• Ketentuan Pasal 61 (1) UU 13/2003, Perjanjian kerja berakhir jika:


1. Pekerja meninggal dunia
2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian Kerja
3. Putusan pengadilan/putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial
4. Adanya keadaan/kejadian tertentu yang tercantum dlm
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT)

BENTUK, ISI PERJANJIAN KERJA


 Psl. 63 (1) UU 13/2003, Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu
dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan
bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
 Psl. 63 (2) UU 13/2003, Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan :
1. Nama dan alamat pekerja/buruh
2. Tanggal mulai bekerja
3. Jenis pekerjaan
4. Besarnya upah
Outsourcing
DASAR HUKUM OUTSOURCING
• Istilah outsourcing tidak ada dalam UU 13/2003. Dasar hukum
pengaturan outsourcing adalah Pasal 64 –Pasal 66 jo Pasal 1 angka 15
jo Pasal 59 UU 13/2003.
• Istilah outsourcing disebut sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lainnya.
Outsourcing
DASAR HUKUM OUTSOURCING

• Ketentuan Pasal 64 – 66 UU 13/2003 dijabarkan lebih lanjut dalam


Kepmenakertrans Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004, tentang PKWT jo.
Kepmenakertrans No. Kep-101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara
Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa pekerja/Buruh jo.
Permenakertrans-RI Nomor: 12 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan
Lain.
Outsourcing
DASAR HUKUM OUTSOURCING

• Berdasarkan ketentuan Pasal 64 UU 13/2003, perusahaan dapat


menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
• Ada dua bentuk perjanjian untuk dapat dilaksanakannya penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan, yaitu perjanjian pemborongan
pekerjaan dan perjanjian penyediaan jasa pekerja/ buruh.
Outsourcing
• Perjanjian pemborongan kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu,
yaitu pemborong, mengikat diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi
pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan (Pasl
1601 b B.W.)
• Syarat pemborongan pekerjaan berdasarkan Pasal 65 UU 13/2003 adalah:
1. Tertulis
2. Berbadan hukum
3. berbentuk badan hukum;
4. didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT),
5. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
6. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
7. Kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
8. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Outsourcing
PERSYARATAN PEMBORONGAN PEKERJAAN
• Harus memenuhi ketentuan Pasal 65 UU/13 2003 jo. Pasal 3 Permenakertrans Nomor: 12
Tahun 2012, Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan. Pekerjaan yang dapat diserahkan
kepada perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan;
2. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi
penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi
pekerjaan;
3. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang
mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
4. tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang
apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana
mestinya.
Outsourcing
PERSYARATAN PERUSAHAAN PENERIMA PEMBORONGAN
• Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Permenakertrans Nomor: 12 Tahun
2012, Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi
persyaratan:
1. berbentuk badan hukum;
2. memiliki tanda daftar perusahaan;
3. memiliki izin usaha; dan
4. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.
Outsourcing
Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
• Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Permenakertrans Nomor: 12 Tahun
2012, Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara
tertulis.
• Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang
tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Outsourcing
• Kegiatan jasa penunjang yang dapat diserahkan kepada perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh meliputi:
1. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);
2. usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
3. usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
4. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
5. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
Outsourcing
Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh

• Sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Permenakertrans


Nomor: 12 Tahun 2012 Perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh dilarang menyerahkan pelaksanaan sebagian
atau seluruh pekerjaan yang diperjanjikan kepada perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh lain.
Outsourcing
Persyaratan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
• Sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Permenakertrans Nomor:
12 Tahun 2012, Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
harus memenuhi persyaratan:
1. berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
2. memiliki tanda daftar perusahaan;
3. memiliki izin usaha;
4. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan;
5. memiliki izin operasional;
6. mempunyai kantor dan alamat tetap;
7. dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan.
Outsourcing
Perjanjian Kerja Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
• Sesuai dengan ketentuan Pasal 27 Permenakertrans Nomor: 12
Tahun 2012, Setiap perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
wajib membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan
pekerja/buruh.
• Perjanjian kerja harus dicatatkan kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota
tempat pekerjaan dilaksanakan.
Outsourcing
Perjanjian Kerja Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
• Sesuai dengan ketentuan Pasal 28 Permenakertrans Nomor: 12
Tahun 2012, Setiap perjanjian kerja penyediaan jasa
pekerja/buruh wajib memuat ketentuan yang menjamin
terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai