Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR


696/K/PDT.SUS-PHI/2014 BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 13
TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

A. Status Hukum Bagi Pekerja Kontrak Berdasarkan Perjanjian Kerja

Waktu Tertentu (PKWT) Yang Perjanjiannya Diperbaharui Tanpa

Jeda Waktu Dan Bagaimana Akibat Hukumnya Terhadap Pekerja

Yang Di-PHK Sepihak Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan

Perjanjian pada umumnya mengandung asas kebebasan

berkontrak, termasuk juga pada perjanjian kerja. Asas kebebasan

berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk

secara bebas dalam beberapa hal tertentu, diantaranya:

1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian

atau tidak;

2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan

perjanjian;

3. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

4. Bebas menentukan bentuk suatu perjanjian; dan

5. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan.

Asas kebebasan berkontrak ini merupakan suatu dasar yang

menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini juga

102
103

tidak terlepas dari sifat buku III KUH Perdata yang bersifat mengatur

sehingga para pihak dapat menyimpanginya, kecuali terhadap pasal-

pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

Jika dikaitkan dengan asas kebebasan berkontrak, berdasarkan

poin nomor 4 di atas, perjanjian kerja waktu tertentu yang diperbaharui

tanpa ada jeda waktu merupakan perjanjian yang sah-sah saja selama

para pihak menyepakatinya, karena para pihak diberi kebebasan untuk

menentukan isi dan bentuk perjanjian kerjanya, namun berdasarkan

poin nomor 5, kebebasan-kebebasan tersebut dibatasi oleh peraturan

perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai perjanjian waktu tertentu yang berubah menjadi perjanjian

kerja waktu tidak tertentu adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. 100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu.

Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan Pasal 56 ayat (1) perjanjian kerja dibagi menjadi dua

macam, yakni perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang disingkat

menjadi PKWT dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu yang

dapat disingkat menjadi PKWTT.

Pengertian PKWT dan PKWTT sendiri diatur dalam Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100/MEN/IV/2004 tentang


104

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasal 1 ayat (1) dan (2).

Pada Pasal tersebut, pengertian PKWT dan PKWTT adalah sebagai

berikut:

“Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT


adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau
untuk pekerjaan tertentu. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja yang bersifat tetap.”

PKWT adalah perjanjian kerja yang didasarkan pada jangka

waktu tertentu atau pada selesainya pekerjaan tertentu. Hal tersebut

terdapat dalam Pasal 56 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, sehingga jika dibandingkan dengan PKWTT, yang

menjadi perbedaan diantara keduanya adalah jangka waktu atau

selesainya perjanjian kerja. Dalam PKWTT tidak ditentukan jangka

waktu kapan berakhirnya suatu perjanjian kerja.

Selain perbedaan yang telah disebutkan di atas, perbedaan

antara PKWT dan PKWTT antara lain;

1. PKWT harus dibuat secara tertulis dan berbahasa Indonesia,

sedangkan PKWTT dapat dibuat secara tertulis ataupun tidak

tertulis. (Pasal 57 ayat (1) dan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang

No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

2. PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan,

sedangkan PKWTT dapat mensyaratkan adanya masa percobaan


105

untuk waktu paling lama 3 (tiga) bulan (Pasal 58 ayat (1) dan Pasal

60 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).

3. PKWT tidak mengenal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena

berdasarkan Pasal 15 ayat (5) Keputusan Menteri Tenakertrans

Nomor 100 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, bahwa dalam hal pengusaha

mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan

hubungan kerja PKWT, maka hak-hak dan penyelesaian dilakukan

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.

Perbedaan PKWT dan PKWTT yang telah disebutkan di atas,

akan lebih mudah dipahami jika dituangkan dalam bentuk table seperti

di bawah ini;

PKWT PKWTT

Berdasarkan waktu tertentu atau Tidak berdasarkan waktu tertentu

pekerjaan tertentu. (Pasal 1 ayat atau pekerjaan tertentu, dengan

(1) Kepmen No 100 Tahun 2004) kata lain, untuk pekerjaan yang

bersifat tetap (Pasal 1 ayat (2)

Kepmen No 100 Tahun 2004

Harus dibuat secara tertulis dan Dapat dibuat secara tertulis

menggunakan Bahasa Indonesia maupun tidak tertulis (Pasal 63

(Pasal 57 ayat (1) UU No 13 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003)

Tahun 2003)

Tidak ada masa percobaan. Dapat disyaratkan masa


106

(Pasal 58 ayat (1) UU No 13 percobaan. (Pasal 60 ayat (1) UU

Tahun 2003) No 13 Tahun 2003)

Tidak mengenal PHK (Pasal 15 Mengenal PHK (Pasal 15 ayat (5)

ayat (5) Kepmen No 100 Tahun Kepmen No 100 Tahun 2004)

2004)

PKWT dapat berubah menjadi PKWTT apabila ada ketentuan-

ketentuan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ataupun dalam

Kepmen No. 100 Tahun 2004 yang mengatur mengenai PKWT tidak

terpenuhi. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah:

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu harus diabuat tertulis,

menggunakan bahasa Indonesia dan tulisan latin, apabila PKWT

tidak dibuat secara tertulis, atau dibuat secara lisan, maka PKWT

tesebut dinyatakan sebagai PKWTT (Pasal 56 ayat (1) dan (2) UU

No 13 Tahun 2003).

2. PKWT yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 59 ayat (1), (2), (4),

(5), dan (6) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

3. PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (2), dan

Pasal 5 ayat (2) KEPMEN 100 Tahun 2004.

4. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan

dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2)

dan ayat (3) KEPMEN 100 Tahun 2004.

5. Dalam hal pembaruan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu

tiga puluh hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak


107

diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 KEPMEN

100 Tahun 2004.

Pasal 59 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) UU No 13 Tahun 2003

mengatur mengenai beberapa ketentuan dari PKWT diantaranya

adalah:

“ (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk
pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;


b. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu
yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan
atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau
diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka
waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun
dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja
waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum
perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan
maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat
diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh)
hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama,
pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh
dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.”

Dalam Pasal 59 ayat (7) UU No 13 Tahun 2003, diatur bahwa

PKWT yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1), (2), (3), (4),
108

(5), (6), maka PKWT tersebut berubah menjadi PKWTT. Dalam kasus

yang peneliti angkat, yaitu kasus PT. Primajaya Pantes Garment

melawan 65 (enam puluh lima) orang pekerjanya, pada putusan

Mahkamah Agung Nomor 696/K.Pdt.Sus-PHI/2014, Para Pemohon

Kasasi yakni 65 (enam puluh lima) orang pekerja dalam permohonan

kasasinya mengaku telah bekerja kepada PT. Primajaya Pantes

Garment secara terus menerus tanpa ada jeda waktu selama kurun

waktu 2 (dua) – 12 (dua belas) tahun, namun PT. Primajaya Pantes

Garment membuat perjanjian kerja seolah-olah telah ada tenggang

waktu selama 30 hari saat perjanjian akan diperbaharui.

Berdasarkan Pasal 59 ayat (6) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, apabila perjanjian kerja akan diperbaharui, harus

terdapat tenggang waktu selama minimal 30 hari, dan berdasarkan

Pasal 59 ayat (7) apabila terdapat pelanggaran terhadap ayat (6) maka

PKWT berubah menjadi PKWTT. Jika yang diungkapkan oleh Para

Pemohon Kasasi benar, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu antara Para

Pemohon Kasasi dan PT Primajaya Pantes Garment haruslah berubah

menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu. Sehingga status Para

Pemohon Kasasi berubah dari pekerja kontrak berdasasarkan PKWT

menjadi pekerja tetap berdasarkan PKWTT.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (5) Keputusan Menteri No. 100

Tahun 2004, yang berbunyi;

“Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap


pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana
109

dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), maka
hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.”

Dari isi Pasal tersebut dengan kata lain, pengusaha yang

bermaksud mengakhiri masa kerja dengan pekerja berdasarkan PKWT

yang menurut Undang-Undang berubah menjadi PKWTT, maka hak-

hak dan prosedur penyelesaian yang dilakukan sesuai dengan

Undang-undang yang mengatur PKWTT. Hak-hak disini adalah hak

yang menyangkut upah, tunjangan, maupun jaminan kesehatan.

Sehingga, apabila dalil yang diungkapkan oleh Para Pemohon Kasasi

dalam Permohonan Kasasinya dapat dibuktikan, maka PKWT antara

Para Pemohon Kasasi dengan PT Primajaya Pantes Garment tersebut

berubah menjadi PKWT, dan terdapat hak-hak yang ditimbulkan dari

perubahan PKWT menjadi PKWTT tersebut bagi Para Pemohon

Kasasi, yakni hak yang berkaitan dengan upah, tunjangan, kenaikan

upah, jaminan sosial, dan lain-lain.

B. Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor

696/K.Pdt.Sus-Phi/2014 Berdasarkan Undang-Undang No 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor

696/K.Pdt.Sus-Phi/2014 yang amar putusannya mengabulkan

permohonan kasasi pemohon kasasi dahulu penggugat untuk

sebagian, yakni menghukum termohon kasasi dahulu tergugat untuk


110

membayar kekurangan Upah Minimum Sektoral (UMS) Provinsi DKI

Jakarta dari tahun 2012-2013 sebesar Rp147.841.980,00 (seratus

empat puluh tujuh juta delapan ratus empat puluh satu ribu sembilan

ratus delapun puluh rupiah).

Permohonan kasasi para pemohon kasasi dahulu penggugat

yang isinya menuntut perubahan status pekerja kontrak berdasarkan

PKWT menjadi pekerja kontrak berdasarkan PKWTT ditolak oleh

majelis hakim, dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan

Hubungan Industrial mengenai masa kerja dan status hubungan kerja

antara Para Penggugat dengan Tergugat berdasarkan Perjanjian Kerja

Tertentu (PKWT) sudah tepat karena bukti Surat Pernyataan untuk

membuktikan masa kerja tidak dapat dipertimbangkan tanpa

dihadirkannya orang yang membuat pernyataan, sedangkan mengenai

status hubungan kerja, Tergugat dapat membuktikan bahwa hubungan

kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat sebelum PKWT

terakhir terdapat jeda waktu.

Dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor

04/PHI.G/2014/PN.JKT.PST, pertimbangan hakim untuk menolak

gugatan para peggugat yang menuntut perubahan status hukum dari

pekerja kontrak berdasarkan PKWT menjadi pekerja tetap berdasarkan

PKWTT adalah karena beberapa pertimbangan berikut;


111

1. Pasal 59 ayat (4) UU No. 13 tahun 2003 mensyaratkan bahwa

perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diadakan untuk waktu

paling lama 2 (dua) tahun dan boleh diperpanjang 1 (satu) kali

dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun. Ketentuan itu

menggunakan kata paling lama 2 (dua) tahun dan perpanjangan

paling lama 1 (satu) tahun. Ketentuan itu memberi pengertian

bahwa PKWT boleh dilaksanakan kurang dari 2 (dua) tahun, begitu

juga perpanjangannya, boleh dilaksanakan kurang dari 1 (satu)

tahun.

2. Dalam kaitannya dengan fakta dalam perkara a quo, Para

Penggugat bekerja dengan ikatan PKWT. PKWT pertama

dilaksanakan kurang dari 2 (dua) tahun, dan perpanjangannya

dilaksanakan kurang dari 1 (satu) tahun. Merujuk pada ketentuan

hukum positif di atas, PKWT Para Penggugat, yang waktunya

dibuat kurang dari 2 (dua) tahun, dan perpanjangan waktunya

kurang dari 1 (satu) tahun, merupakan PKWT yang tidak

bertentangan hukum yang berlaku incasu UU Ketenagakerjaan.

3. Berdasarkan fakta tersebut di atas, Majelis Hakim memperoleh

fakta bahwa hubungan kerja antara Para Penggugat dan Tergugat

dibuat dalam bentuk PKWT. Merujuk pada bukti-bukti yang terdapat

dalam perkara a quo, tidak terdapat bukti yang dapat

memperlihatkan bahwa Para Penggugat telah bekerja secara terus

menerus tanpa pernah putus pada Tergugat. Dengan kata lain,


112

bukti dalam perkara a quo tidak cukup membuktikan dan dijadikan

alasan untuk mengatakan hubungan kerja Para Penggugat demi

hukum berubah dari PKWT menjadi PKWTT ;

4. Perpanjangan kontrak kerja (PKWT) Para Penggugat secara

langsung – tanpa putus - dibuat hanya satu kali, yakni dari PKWT

kedua ke PKWT ketiga, oleh karena setelah PKWT yang pertama

berakhir, Para Penggugat tidak bekerja beberapa bulan di

lingkungan Tergugat, maka PKWT yang kedua tidak bisa

dikualifikasi sebagai perpanjangan dari PKWT yang pertama.

PKWT yang kedua bisa disebut sebagai perpanjangan dari PKWT

yang pertama, kalau PKWT yang kedua itu dibuat, hubungan kerja

antara pekerja dan pengusaha masih berlangsung atau tidak

pernah putus.

5. perpanjangan PKWT Para Penggugat secara langsung, dibuat

hanya satu kali, yakni dari PKWT kedua ke PKWT yang ketiga.

Maka PKWT tersebut, bila dilihat dari segi waktu perpanjangannya,

tidak bertentangan dengan Pasal 59 ayat (4) UU No. 13 tahun

2003. Jika PKWT dilihat dari sifat pekerjaannya, Majelis Hakim

berpendapat, bahwa PKWT mana dapat dilakukan karena frekuensi

pekerjaan Tergugat bergantung pada musim tertentu dan order.

Saksi Tergugat menerangkan, frekuensi pekerjaan Tergugat tidak

selalu sama. Pekerjaan Tergugat dipengaruhi oleh musim atau

event tertentu (big season) seperti hari raya Idhul Fitri, Natal, dan
113

tahun baru. Untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu,

diterangkan oleh saksi, jumlah tenaga kerja yang digunakan tidak

selalu sama. Menjelang musim tertentu, seperti lebaran, tenaga

kerja yang dibutuhkan oleh Tergugat, jumlahnya lebih banyak. Saat

season tertentu berakhir, pekerja yang PKWTnya berakhir, kalau

ada order pekerjaan atau season tertentu, pekerja yang PKWTnya

berakhir, bekerja kembali setelah yang bersangkutan mengajukan

surat lamaran kerja yang baru. Keterangan saksi Tergugat tersebut

bersesuain dengan bukti-bukti berupa surat lamaran kerja yang

diajukan oleh Para Penggugat kepada Tergugat setelah PKWT

pertama berakhir.

6. Beberapa di antara Penggugat, mungkin saja sudah pernah bekerja

lebih dari satu tahun pada Tergugat, namun demikian, setelah

mencermati bukti-bukti dalam perkara a quo, masa kerja terdahulu,

yang dibuat sebelum PKWT yang kedua dan ketiga, telah berakhir

karena dua alasan. Kedua alasan itu antara lain : Pertama, pada

saat PKWT yang pertama berakhir, Penggugat sempat berhenti

bekerja (tidak masuk bekerja) selama beberapa bulan. Kedua, Para

Penggugat menjalin hubungan kerja kembali dengan Tergugat

setelah Para Penggugat mengajukan surat lamaran kerja yang

baru.

Secara ringkasnya, Para Penggugat pada pengadilan tingkat

pertama yakni Pengadilan Hubungan Industrial menuntut agar


114

status hukum para penggugat berubah dari PKWT menjadi PKWTT

serta menuntut hak-hak yang timbul dari perubahan tersebut,

namun Tergugat menyangkal seluruh dalil para penggugat yang

menyebabkan para penggugat harus membuktikan seluruh dalilnya

tersebut. Dalam hal pembuktiannya, para penggugat hanya

mengajukan surat pernyataan yang dibuat sendiri oleh masing-

masing para penggugat, yang isinya sangat subjektif dan sangat

identik dengan posita gugatan. Tergugat dalam pembuktiannya,

mengajukan surat perjanjian kontrak kerja antara para penggugat

dan tergugat yang memperlihatkan bahwa hubungan kerja antara

para penggugat dan tergugat tidak terjadi secara terus menerus

tanpa jeda waktu, melainkan menunjukan bahwa hubungan kerja

antara para penggugat dan tergugat sudah pernah berakhir selama

beberapa bulan sebelum para penggugat mengajukan surat

lamaran kerja yang baru. Berdasarkan hal tersebut, maka majelis

hakim Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat

memenangkan Tergugat.

Peneliti sendiri, sepakat dengan pendapat hakim karena

apabila melihat dari bukti yang diajukan oleh Tergugat yang telah

disusun ke dalam Tabel 2, dapat dijabarkan sebagai berikut;

1. Penggugat Euis Handayani tidak bisa serta merta disebut telah

bekerja terus menerus tanpa ada jeda waktu. Sebab, sesuai

tabel 2, Penggugat Euis Handayani menandatangani PKWT


115

yang berlaku sejak tanggal 14 Juni 2011 sampai dengan

tanggal 13 November 2011. Setelah berakhir PKWT tersebut,

Penggugat Euis Handayani tidak bekerja sejak tanggal 14

November 2011 sampai dengan tanggal 03 Januari 2012.

Dengan demikian, dalam kurun waktu pada tanggal 14

November 2011 sampai dengan tanggal 03 Januari 2012,

Penggugat dan Tergugat tidak mengikatkan hubungan kerja.

Masa tenggang seperti itu bisa disebut masa jeda hubungan

kerja. Kemudian, Penggugat kembali menandatangani PKWT,

berlaku sejak tanggal 04 Januari 2012 sampai dengan tanggal

03 Oktober 2012, setelah Penggugat mengajukan surat lamaran

kerja kerja yang baru. Menurut peneliti, dengan adanya masa

jedah tersebut, hubungan kerja antara Penggugat EUIS

HANDAYANI sudah pernah berakhir sebelum menandatangani

PKWT yang berlaku sejak tanggal 04 Januari 2012 sampai

dengan tanggal 03 Oktober 2012. Berdasarkan PKWT tersebut,

hubungan kerja Penggugat EUIS HANDAYANI berlangsung

hanya 11 (sebelas) bulan.

2. Penggugat (DWI SARASWATI) menandatangani PKWT yang

berlaku sejak tanggal 14 Juni 2011 sampai dengan tanggal 13

Juni 2012. Setelah berakhir PKWT tersebut, Penggugat DWI

SARASWATI tidak bekerja sejak tanggal 14 Juni 2012 sampai

dengan tanggal 30 September 2012. Dengan demikian, dalam


116

kurun waktu pada tanggal 14 Juni 2012 sampai dengan tanggal

30 September 2012, Penggugat dan Tergugat tidak

mengikatkan hubungan kerja. Masa tenggang seperti itu bisa

disebut masa jeda (break) hubungan kerja. Sesuai tabel 2,

Penggugat kembali menandatangani PKWT, berlaku sejak

tanggal 01 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 30 November

2012, setelah Penggugat mengajukan surat lamaran kerja yang

baru (vide bukti T. 69B). Dengan adanya masa jedah tersebut,

hubungan kerja antara Penggugat DWI SARASWATI sudah

pernah berakhir sebelum menandatangani PKWT yang berlaku

sejak tanggal 01 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 30

November 2012. Berdasarkan PKWT tersebut, hubungan kerja

Penggugat DWI SARASWATI berlangsung hanya 1 (satu)

bulan.

3. Penggugat (TITIN SUMIATI) menandatangani PKWT yang

berlaku sejak tanggal 13 Desember 2011 sampai dengan

tanggal 12 Maret 2012. Setelah berakhir PKWT tersebut,

Penggugat TITIN SUMIATI tidak bekerja sejak tanggal 13 Maret

2012 sampai dengan tanggal 30 September 2012. Dengan

demikian, dalam kurun waktu pada tanggal 13 Maret 2012

sampai dengan tanggal 30 September 2012, Penggugat dan

Tergugat tidak mengikatkan hubungan kerja. Masa tenggang

seperti itu bisa disebut sebagai masa jedah (break) hubungan


117

kerja. Penggugat kembali menandatangani PKWT, berlaku

sejak tanggal 01 Mei 2012 sampai dengan tanggal 30

November 2012, setelah Penggugat mengajukan surat lamaran

kerja yang baru. Dengan adanya masa jedah tersebut,

hubungan kerja antara Penggugat TITIN SUMIATI sudah

pernah berakhir sebelum menandatangani PKWT yang berlaku

sejak tanggal 01 Mei 2012 sampai dengan tanggal 30

November 2012. Berdasarkan PKWT tersebut, hubungan kerja

Penggugat TITIN SUMIATI berlangsung hanya 6 (enam) bulan.

Dari penjelasan tersebut di atas, peneliti sepakat bahwa

Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum, dan PKWT tersebut

tidak bertentangan dengan Pasal 59 ayat (4) dan ayat (6) Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, karena

berdasarkan tabel 2, masa kerja para penggugat tidak melebihi

masa kerja maksimal yang diatur dalam Pasal 59 ayat (4) dan

sebelum diperbaharui, terdapat masa jeda sebelum para

penggugat mengajukan surat lamaran kerja yang baru, sehingga

tidak melanggar Pasal 59 ayat (6).

Anda mungkin juga menyukai