Disusun Oleh :
Nama : Adha Ditiya Febrico
Kelas : 3 LA
Nim : 061930310458
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Seluk Beluk
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Dan Outsourcing”. Materi dalam penulisan makalah ini saya
ambil dari berbagai sumber, saya juga ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga materi didalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi yang membaca terutama bagi diri pribadi. Saya menyadari bahwa di
dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, maka dari itu saya selaku penulis
mengharapkan adanya kritik yang membangun guna penyempurnaan pada pembuatan
makalah selanjutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Perjanjian kerja adalah hal yang sangat penting bagi para pekerja dan perusahaan. Dalam
Undang- Undang No.13 Tahun 2003 tentang. Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa, perjanjian
kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Sedangkan menurut Pasal 1601 a
KUH Perdata “Perjanjian kerja adalah perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan
dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu,
melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.Kecenderungan beberapa perusahaan untuk
mempekerjakan karyawan dengan sistem outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi
oleh strategi perusahaan untuk melakukan efesiensi biaya produksi (cost of production).
PEMBAHASAN
PKWT atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah sebuah istilah perjanjian kerja yang
dilakukan antara pekerja dengan perusahaan, untuk melakukan hubungan kerja dalam kurun
waktu tertentu, atau kurun waktu yang telah ditentukan bersama. Hal ini seperti yang ditulis
dalam Putusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/MEN/IV/2004 mengenai
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu selanjutnya disebut kepmen- 100/2004 ).
Isi dari perjanjian PKWT, membahas aturan individual tentang hubungan yang terjadi antara
pekerja dengan perusahaan ataupun pengusaha, misalnya mengenai posisi dan jabatan, gaji
pokok atau upah yang akan diterima, fasilitas dan tunjangan yang akan diberikan saat bekerja,
serta hal lain yang fungsinya untuk mengatur hubungan kerja atau kontrak kerja antara karyawan
dan perusahaan. Dengan kata lain PKWT adalah pekerja yang berstatus bukan sebagai karyawan
tetap melainkan hanya menjadi karyawan untuk waktu tertentu sesuai dengan kesepakan antara
pekerja dengan perusahaan atau biasa dikenal dengan karyawan kontrak.
Dalam sebuah perjanjian kerja waktu tertentu, kontraknya harus memenuhi syarat seperti:
• Didasarkan pada jangka waktu paling lama 3 tahun atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.
• Dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap, yang mana dimaksudkan untuk pekerja (buruh),
pengusaha dan Disnaker.
• Jika dibuat secara lisan, maka PKWT akan dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.
• Dibuat dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau Bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan
Bahasa Indonesia sebagai yang utama.
1.3 Jenis Pekerjaan PKWT ( Perjanjian Kerja Waktu Tertentu )
Jenis pekerjaan PKWT Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 59 mengenai
Ketenagakerjaan menjelaskan jika perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat
untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya akan dapat selesai dalam kurun waktu tertentu
dan tidak dapat diterapkan pada pekerjaan yang sifatnya tetap. Jenis-jenisnya seperti berikut:
Jenis PKWT pertama ini berdasar pada selesainya pekerjaan tertentu yang dapat diprediksi,
yaitu paling lama 3 (tiga) tahun. Jika pekerjaan tersebut selesai lebih cepat dari perjanjian, maka
PKWT tersebut berakhir demi hukum.
Pekerjaan yang kemungkinan selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama, atau
maksimal selama ( 3 ) tiga tahun.
Sifat pekerjaan satu ini tidak berdasarkan waktu tetapi kriteria penyelesaian tugas – namun
tetap dibatasi paling lama 3 (tiga) tahun. Jika ternyata perusahaan ingin melanjutkan pekerjaan
dengan pekerja tersebut, harus dilakukan pembaharuan PKWT yaitu pada 30 (tiga puluh) hari
setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama masa tenggang di antara perjanjian kerja tersebut,
tidak diperbolehkan adanya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha.
Pekerjaan musiman.
Pekerja yang dalam pelaksanaanya tergantung pada musim atau cuaca tertentu yang hanya
dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.
Pekerja Harian atau pekerja lepas adalah untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam
hal waktu dan volume pekerjaan. Upah ini diberikan didasarkan pada kehadiran pekerja per
harinya. Untuk pemberiannya, biasanya diberikan per hari, atau ada juga yang diberikan per
minggu.
Pekerjaan yang terkait dengan produk baru, produk tambahan yang masih dalam tahap
uji coba dan kegiatan baru.
Jenis pekerjaan ini dapat dilakukan dengan PKWT, untuk jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun. Kemudian, dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 1 (satu) tahun; dan sesudah itu
tidak dapat dilakukan pembaharuan.
PKWT hanya dapat dilakukan dengan waktu maksimal selama dua tahun. Jika pihak
perusahaan mengingingkan perpanjangan, maka harus dilakukan paling lama 7 hari setelah
PKWT berakhir, jika pengusaha atau perusahaan tidak memberitahukan untuk memperpanjang
PKWT maka perjanjian kerja tersebut batal sesuai dengan hukum dan menjadi Perjanjian Kerja
Waktu Tak Tentu (PKWTT).
Sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 59, perpanjangan PKWT hanya dapat
dilakukan paling banyak satu kali dan dengan jangka waktu paling lama satu tahun. PKWT yang
melebihi waktu 3 tahun maka perjanjian kerjanya akan batal dan menjadi Perjanjan Kerja Waktu
Tak Tentu (PKWTT).
Terkait dengan pembaharuan perjanjian kerja yang ada didalam PKWT, dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 59 ayat 6, pembaharuan perjanjian kerja hanya dapat
dilakukan satu kali dan paling lama dua tahun. Pembaharuan ini dapat dilakukan setelah lebih
dari 30 hari setelah PKWT berakhir. Contohnya jika pekerjaan belum dapat terselesaikan maka
perusahaan dan karyawan dapat melakukan pembaharuan perjanjian. Jika PKWT tidak melalui
waktu tenggang selama 30 hari sejak berakhirnya perjanjian, maka PKWT berubah menjadi
PKWTT.
3. Adanya putusan pengadilan dan /atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya
hubungan kerja.
B. OUTSOURCHING
Outsourching merupakan pendelegasian operasi dan managemen harian dari suatu proses
bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian, maka
pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa
outsourcing. Perlindungan terhadap pekerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja
dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan perlindungan bagi pekerja yakni Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana dari perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.
Praktek outsourcing lebih menguntungkan bagi perusahaan tetapi tidak demikian dengan
pekerja yang selama ini lebih banyak dirugikan, karena hubungan kerja selalu dalam bentuk
tidak tetap/kontrak, upah lebih rendah, jaminan social kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak
adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir, sehingga dalam keadaan
seperti itu pelaksanaan outsourcing akan menyengsarakan pekerja. Pelaksanaan outsourcing
banyak dilakukan untuk menekan biaya pekerja (labour cost) dengan perlindungan dan syarat
kerja yang diberikan jauh dibawah dari yang seharusnya diberikan sehingga sangat merugikan
pekerja.
Berdasarkan berlakunya dasar hukum yakni UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
Outsourcing terbagi menjadi dua yakn :1. Penyediaan Jasa Buruh; 2. Pemborongan Pekerjaan.
Kemudian Undang-undang tersebut berkembang dan mengalami revisi dimana Hal-hal tentang
tenaga kerja yang terkait dengan pemborongan pekerjaan dihapuskan. Hal ini karena Undang-
undang tersebut lebih cenderung mengarah ke sub-contracting pekerjaan dibanding tenaga kerja.
Untuk menelaah lebih lanjut tentang hubungan hukum antara perusahaan pengguna Outsource
dengan karyawan Outsourcing terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pasal terkait peraturan.
Pasal yang menjadi dasar diperbolehkannya praktek Outsourcing yakni Undang-undang No.13
Tahun 2003 pasal 64, 65 dan 66.
Pasal 64
Pasal 65
Memuat beberapa ketentuan yaitu antara lain mengenai Penyerahan sebagian Pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain yang dilakukan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan
secara tertulis (ayat1). Pekerjaan yang diberikan kepada pihak lain seperti pada ayat (1) harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
Perusahaan lain ( yang diberikan pekerjaan ) harus berbentuk badan hukum (ayat 3); Syarat-
syarat dan perlindungan kerja pada perusahaan lain sama dengan syarat-syarat dan perlindungan
kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
Penambahan atau perubahan syarat-syarat tersebut diatas selanjutnya diatur dalam keputusan
menter (ayat 5); Hubungan kerja antara pekerja atau buruh dengan suatu perusahaan dapat
berdasarkan pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja dengan waktu yang
tertentu (ayat 7); Bila syarat-syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat tentang pekerjaan yang
diberikan kepada pihak lain, serta syarat yang menentukan bahwa suatu perusahaan harus
berbadan hukum, maka hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dengan
pekerja atau buruh berubah menjadi hubungan kerja antara perusahaan pemberi pekerjaan
dengan pekerja atau buruh (ayat 8).
Pasal 66
Pasal ini mengatur tentang pekerja atau buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja
yang tidak diperbolehkan untuk digunakan oleh perusahaan pemberi pekerjaan untuk melakukan
kegiantan inti atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk
kegiatan jasa pendukung yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi (Psl. 66 ayat
1); Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja
yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi, antara lain : (Psl 66 ayat 2) Terdapat
hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dengan pekerja; Perjanjian kerja yang
berlaku antara perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dengan pekerja adalah dibuat secara tertulis serta
ditanda tangani olek kedua belah pihak; Perlindungan upah, kesejahteraan serta syarat-syarat kerja yang
kemudian terjadi menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa tenaga kerja; Perjanjian antara
perusahaan penyedia jasa pekerja dengan perusahaan pengguna jasa pekerja dibuat tertulis.
Menurut Komang dan Agus (2008), Outsourcing dibedakan menjadi dua jenis yakni :
Bussiness Process Outsourcing (BPO) yang mengacu pada hasil akhir yang diinginkan.
Dalam hal ini vendor outsourcing hanya bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pengalihan
pekerjaan beserta hal-hal yang bersifat teknis dan non-teknis. Outsourcing Sumber Daya
Manusia yakni jasa pengelolaan dan penyedia kebutuhan akan Sumber Daya Manusia. Dalam hal
ini vendor menempatkan karyawannya untuk mengisi posisi yang dimandatkan oleh perusahaan.
Selanjutnya vendor hanya bertanggung jawab terhadap manajemen karyawan tersebut serta hal
lain yang bersifat non-teknis, sedangkan perusahaan selaku pengguna dari karyawan vendor
bertanggung jawab terhadap hal-hal yang bersifat teknis.
Selanjutnya dalam penyediaan jasa pekerja, outsourcing juga harus memenuhi peraturan
ketenagakerjaan yakni Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan tidak
hanya berdasar pada asas kebebesan berkontrak yang ada pada pasal 1338 KUH Perdata.
Terdapat 2 tahap perjanjian dalam penyediaan jasa antara lain :
1. Perjanjian perusahaan penyedia jasa pekerja dengan perusahaan pemberi pekerjaan dimana
perusahaan pengguna jasa pekerja harus membayar sejumlah dana (management fee)
pada perusahaan peneydia jasa pekerja.
2. Perjanjian perusahaan penyedia tenaga kerja dengan karyawan dimana perusahaan
penyedia pekerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
3. Adanya hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja.
4. Perjanjian kerja yang berlaku adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua pihak dalam waktu tertentu dan telah memenuhi syarat.
5. Perlindungan kesejahteraan dan usaha, perselisihan ataupun syarat kerja yang muncul
adalah tanggung jawab perusahaan penyedia pekerja.
Selanjutnya mengenai jangka waktu perjanjian yakni dapat berupa Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang mana jangka
waktu perjanjian kerja perusahaan outsourcing dengan karyawan biasanya mengikuti lamanya
waktu perjanjan perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing. Hal ini
bertujuan apabila perusahaan pengguna jasa outsourcing mengakhiri kerjasamanya dengan
perusahaan outsourcing, maka di waktu yang sama berakhir pula kontrak kerja antara perusahaan
outsourcing dengan karyawan. Bentuk perjanjian ini dianggap fleksibel bagi perusahaan yang
menggunakan jasa outsourcing karena lingkup pekerjaan yang seringkali berubah sesuai dengan
perkembangan perusahaan.
Seperti yang diketahui diatas, bahwa karyawan outsourcing juga memiliki kewajiban untuk
taat pada peraturan perusahaan pengguna outsourcing seperti layaknya karyawan pada
perusahaan tersebut. Namun terkait dengan hak, terdapat perbedaan antara karyawan perusahaan
pengguna outsourcing dengan karyawan perusahaan outsourcing. Salah satu contoh perbedaan
tersebut adalah terkait dengan keuntungan. Maka dari itu selama kontrak, perlu diadakan
kesepakatan dan sosialisasi terkait hal-hal yang ada pada peraturan perusahaan untuk ditaati. Hal
ini berguna untuk meminimalisir tuntutan yang diajukan oleh karyawan outsourcing terhadap
perusahaan pengguna outsourcing. Sebagai contoh adalah permasalahan yang dialami oleh PT.
Toyota Astra motor sesuai yang disampaikan oleh Hemayanto Y . Pada tahun 2006 terjadi
mogok kerja oleh karyawan outsourcing yang khusus menangani pembuatan jok mobil Toyota
yang menuntut untuk menjadi karyawan tetap PT. Toyota Astra Motor. Permasalahan ini terjadi
karena minimnya sosialisasi tentang status hubungan karyawan tersebut dengan PT. Toyota
Astra motor.
Sistem kontrak dari perusahaan yang diterima oleh karyawan outsourcing mempersulit
karyawan untuk mendapatkan jenjang karir yang lebih tinggi.
Seringkali karyawan outsourcing tidak memiliki kejelasan masa kerja. Ketika kondisi
perusahaan tidak stabil, Karyawan outsourcing lah yang paling rentan terhadap Pemutusan
Hubungan kerja (PHK). Hal ini berarti karyawan outsourcing dapat di berhentikan setiap waktu
tanpa mendapatkan pesangon meskipun mereka telah bekerja dalam jangka waktu yang
lama.
Sulitnya mendapatkan pekerjaan pada zaman sekarang menjadi alasan keterpaksaan para
pencari kerja untuk menjadi karyawan outsourcing meskipun dengan penghasilan yang terbatas.
Potongan gaji yang diberlakukan terhadap karyawan outsourcing adalah sekitar 20 hingga
30% dari total gaji yang diterima setiap bulan. Pemotongan ini tanpa adanya kejelasan ataupun
transparasi dari pihak perusahaan outsourcing. Kondisi ini tentu saja mempersulit para
karyawan outsourcing untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Melalui jasa outsourcing, calon karyawan yang baru lulus kuliah dan belum mempunyai
pengalaman tidak perlu bersusah payah untuk memasukkan lamaran pekerjaan ke berbagai
perusahaan, karena perusahaan outsourcing akan membantu mereka untuk menyalurkan
lamaran mereka.
Bagi para lulusan baru, penting adanya mendapatkan pelatihan yang baik untuk
menambah pengalaman kerja sebelum memasuki dunia kerja yang sebenarnya.
Para pencari kerja yang ingin mendalami keahlian tertentu dapat memiliki peluang
dengan menggunakan jasa outsourcing. Status kerja masa kontrak menjadi tantangan bagi
karyawan outsourcing untuk dapat bekerja lebih maksimal.
Dengan menjadi pegawai outsourcing, pencari kerja lebih memliliki kebebasan ruang
untuk mengembangkan diri secara lebih fleksibel tanpa terikat pada status kerja pada
satu perusahaan. Dengan potensi yang dimiliki dan bidang yang diinginkan, seorang
karyawan outsourcing dapat bekerja dimana saja baik di dalam mapun luar negeri.