INTERNASIONAL
Identifikasi kasus
Kasus ini termasuk kualifikasi hukum perjanjian dan perbuatan melawan hukum.
Kualifikasi hukum perjanjian karena mengenai wanprestasi dari pihak IPB (jumlah
kera yang dikirim menjadi berkurang satu adalah yang seharusnya 800 ekor kera.)
Kualifikasi perbuatan melawan hukum, karena pihak IPB menyuntik anak monyet
sampai mati, kera menurut amerika serikat merupakan satwa yang harus/mendpat
perlindungan. Sehingga perbuatan IPB menyuntik mati anak kera diklasifikasikan
sebagai perbuatan melawan hukum.
LEX CAUSE
Hukum yang dipakai untuk menyelesaikan perkara
1. Apabila perjanjian dibuat di Indonesia maka berdasarkan lex loci contractus, maka hokum
Indonesia yang dipakai. Tetapi kalau perjanjian dibuat di Amerika serikat, maka hokum
amerika serikat yang dipakai.
2. Berdasarkan lex loci solusionis. Apabila isi perjanjian dilaksanakan di Indonesia, maka
hokum Indonesia yang dipakai, apabila isi perjanjian dilaksanakan di Amerika
serikat,maka hokum AS yang dipakai.
3. Berdasarkan the most characteristic connection, aka hokum yang berlaku adalah Hukum
Indonesia karena yang melakukan prestasi paling kuat/paling dominan adalah IPB sebagai
penjual kera, karena IPB yang harus menyerahkan kera,merawat dan menjaga kera
dengan baik sampai nanti kera diserahkan kepada pihak amerika serikat.
Kedua kontrak tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak pada bulan Februari
dan Maret 1982. Dalam kedua kontrak di atas parapihak bersepakat bahwa segala sengketa
yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian jual beli gula ini, kedua belah pihak sepakat
diselesaikan oleh suatu “Dewan Arbitrase Gula” atau yang disebut “The Council of the
Refened Sugar Association” yang berkedudukan di London berdasarkan ketentuan dalam The
Rules of the Refened – Sugar Association Relating to Arbitration.
3. Kasus Penyelundupan Hukum
Kasus Eddy Maliq Meijer lahir pada April 2007 merupakan anak dari perkawinan
campuran dari ayahnya Frederik J Meijer yang berkewarganegaraan Belanda dan ibunya
Maudy Koesnaedi yang warga Negara Indonesia juga merupakan subjek hukum. Dalam
kasus Eddy, terjadi perkawinan campuran antara ayahnya Warga Negara Belanda dan ibunya
Warga Negara Indonesia. Berdasarkan pasal 8 UU No.62 tahun 1958, seorang perempuan
warga negara Indonesia yang kawin dengan seorang asing bisa kehilangan
kewarganegaraannya, apabila selama waktu satu tahun ia menyatakan keterangan untuk itu,
kecuali apabila dengan kehilangan kewarganegaraan tersebut, ia menjadi tanpa
kewarganegaraan.
Apabila suami WNA bila ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia maka harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi WNA biasa. Karena sulitnya mendapat ijin
tinggal di Indonesia bagi laki laki WNA sementara istri WNI tidak bisa meninggalkan
Indonesia karena berbagai factor, antara lain :
faktor bahasa
budaya
keluarga besar
pekerjaan
pendidikan
dll
Maka banyak pasangan seperti terpaksa hidup terpisah. Pengaturan di Indonesia
Menurut UU No.62 tahun 1958 Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana
kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :
“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum
kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik
Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat
tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di
Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-anak yang karena ayahnya memperoleh kewarga-
negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan.”
Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan
campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing . Dalam
kasus Eddy yang telahir dari hasil perkawinan campuran ibunya Warga Negara Indonesia dan
Ayahnya Warga Negara Belanda, anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara
asing sehingga harus dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin
Tinggal Sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak
murah.
Dalam hal terjadi perceraian antara orang tua Eddy, akan sulit bagi Maudy sebagai ibu
untuk mengasuh anaknya, walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi
seorang ibu WNI yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya
yang masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini
sulit dilakukan. Masih terkait dengan kewarganegaraan anak, dalam UU No.62 Tahun 1958,
hilangnya kewarganegaraan ayah juga mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan anak-
anaknya yang memiliki hubungan hukum dengannya dan belum dewasa (belum berusia 18
tahun atau belum menikah).
Hilangnya kewarganegaraan ibu, juga mengakibatkan kewarganegaraan anak yang
belum dewasa (belum berusia 18 tahun atau belum menikah) menjadi hilang apabila anak
tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya. Di dalam Undang-Undang
kewarganegaraan yang baru memuat asas-asas kewarganegaraan umum atau universal.
Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang ini sebagai berikut: Asas ius sanguinis
(law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
a. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan
terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
b. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.
c. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda ataupun tanpa
kewarganegaraan.
Analisis
Pengaturan baru. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan campuran dalam
UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia memberi peraturan
baru yang positif karena secara garis besar Undang-undang baru ini memperbolehkan dwi
kewarganegaraan yang terbatas dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul dari
perkawinan campuran. Permasalahannya adalah menyangkut dwi kwarganegaraan pada anak,
jika nantinya anak menganut terus dwi kewarganegaraanya maka harus ada penyelundupan
hukum jika anak tersangkut suatu kasus pada suatu negara. Dan apakah ketika anak
mendapatkan permasalahan hukum nantinya ada perlindungan dari negara dimana ia tinggal,
karena menyangkut mengenai dwi kewarganegaraan.