Suatu perkembangan yang terjadi terhadap suatu ketentuan undang-undang akan lebih
sehari-sehari, maka didapati ada perjanjian-perjanjian yang pada dasarnya telah diatur
terkandung dalam perjanjiannya tidak akan lepas dari asas-asas hukum perikatan
Banyak pendapat para ahli hukum tentang asas-asas dalam suatu perjanjian,
namun pada dasarnya hal tersebut bertujuan untuk tercapainya kepastian hukum,
dengan lahirnya suatu perjanjian). Tabel 1 pada halaman berikutnya berisi pendapat
46
Dari penjelasan di atas, maka terdapat 5 (lima) asas penting dalam suatu perjanjian,
yaitu :
1. Asas Kebebasan Berkontrak, sebagaimana hasil analisa Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata, yang berbunyi : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
Asas Kebebasan Berkontrak ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
56
http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/agus-yudha-hernoko/1.pdf, Asas Hukum
Perikatan, diakses tanggal 10 Juni 2010
dan dipertegas dengan ketentuan ayat (2) yang berbunyi : Perjanjian yang telah
disepakati tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh salah satu
pihak tanpa adanya persetujuan dari lawan pihaknya dalam perjanjian, atau
dalam hal-hal dimana oleh undang-undang dinyatakan cukup adanya alasan
untuk itu.57
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dengan Pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata sebagai asas kebebasan berkontrak dalam hukum
perjanjian.
2. Asas Konsensualitas
Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat
perjanjian, yaitu pada syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri. Asas
kesepakatan. Arti asas konsensualitas ialah bahwa pada dasarnya perjanjian dan
perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak tercapainya kata
sepakat antara para pihak.58 Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah
apabila masing-masing pihak sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan
57
Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Puja Grafindo Persada, Jakarta,
hal 18
58
Hari Saheroji, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Aksara baru, 1980, hal 86.
Terhadap asas konsensualitas itu terdapat juga pengecualian, yaitu apabila dengan
artinya apabila tidak dibuat menurut bentuk cara yang dimaksud, maka perjanjian
3. Asas Pacta Sunt Servanda, merupakan asas kepastian hukum sebagai akibat
perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
yang berbunyi : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-
Undang Selain itu, pada asas ini juga dikatakan bahwa pihak lain (hakim atau
Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang
berbunyi : Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik
ini merupakan asas para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
Asas itikad baik ini dibagi 2 (dua) : itikad baik nisbi, dimana orang
memperhatikan tingkah laku nyata orang atau subjek. Sedangkan itikad baik
mutlak, penilaiannnya terletak pada akal sehat dan keadilan, dan penilaian
59
Subekti R., Hukum Perjanjian, Inter Masa, Jakarta, 1987, hal 16.
keadaan yang dibuat dengan ukuran objektif (penilaian yang tidak memihak)
Asas ini merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang akan melakukan dan
dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi : Pada umumnya seseorang tidak
dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri, dan
Pasal 1340 KUH Perdata juga menyatakan bahwa : Perjanjian hanya berlaku
sebagaimana yang tersurat dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yang menyatakan :
Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu
perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,
Sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian
untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang
yang memperoleh hak darinya. Jika dibandingkan dengan kedua pasal tersebut, maka
dalam Pasal 1317 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan
a. diri sendiri,
60
http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/agus-yudha-hernoko/1.pdf, Asas Hukum
Perikatan, diakses tanggal 10 Juni 2010
61
Ibid
Selain itu, Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan
umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak. Melalui
menawar. Singkatnya, pada umumnya kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan
sehingga mengikat para pihak. Dalam kontrak bisnis pertanyaan mengenai sisi
62
http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/agus-yudha-hernoko/2.pdf, Asas Hukum
Perikatan Nasional, diakses tanggal 10 Juni 2010
kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara para
proporsional.63
itu harus disimpulkan dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Buku III itu
sendiri. Dalam Buku III dapat disimpulkan bahwa Perikatan adalah suatu hubungan
hukum yang terletak di bidang hukum kekayaan yang mengatur hubungan hukum
antara dua orang atau lebih, dimana pihak yang satu berhak atas Prestasi sedangkan
pihak yang lain wajib melaksanakan / memenuhi Prestasi tersebut. Kalau diteliti
1. Hukum
2. Hukum Kekayaan
Bahwa apa saja yang diperjanjikan menyangkut hal-hal yang dapat dinilai dengan
uang.
3. Hubungan Antar
Hubungan antar orang yang satu dengan yang lain. Jadi, Perikatan itu
menghubungkan dua pihak dalam suatu hubungan hukum, dimana bila perlu
63
http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/agus-yudha-hernoko/3.pdf, Teori Keadilan
diakses tanggal 10 Juni 2010
pihak yang satu dapat menuntut realisasi dari apa yang diperjanjikan oleh pihak
"Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
istilah perbuatan yang dipakai dapat mencakup juga perbuatan melawan hukum dan
64
http://irdanuraprida.blogspot.com/search/label/Hukum%20Perikatan , Perikatan, diakses
tanggal 20 Oktober 2010
65
Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perikatan, Citra Aditya, Bandung, 1992, hal 78.
66
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1979, hal 49.
Para sarjana yang merasa bahwa pengertian perjanjian sebagaimana disebutkan dalam
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang
lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal.67
Suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda
kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji
untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal sedangkan pihak lain berhak
akibat hukum.69
Menurut Rutten,
peraturan hukum yang ada tergantung dari persesuaian kehendak dua atau lebih
orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah
67
Subekti R., Op.cit, hal 1.
68
Wiryono Pradjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, PT. Bale Bandung, Bandung, 1981,
hal 9.
69
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 160.
satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan masing-masing pihak
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau
prestasi dari satu/lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak ) lainnya,
yang berhak atas prestasi tersebut. Hal ini memberi konsekuensi hukum bahwa dalam
suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak di mana satu pihak adalah pihak yang
wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi
tersebut (Kreditor).72 Definisi ini kurang lengkap atau tidak secara lengkap
pihak saja yang berkewajiban melaksanakan suatu Prestasi. Jadi definisi tersebut
70
Purwahid Patrik, Hukum Perdata II Jilid I , Mandar Maju, Bandung, 1988, hal 1-3
71
Ibid, hal 161.
72
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Grafindo
Persada, Jakarta, hal 92
baik untuk kata perbuatan ini istilahnya diganti dengan perbuatan hukum,
karena yang dipermasalahkan dalam hal ini adalah perjanjian sebagai sumber
Perikatan.
Perjanjian yang sah artinya adalah perjanjian yang memenuhi syarat yang
Contract)74 dan syarat-syarat sahnya perjanjian diatur pada pasal 1320-1327 dalam
1. Kata Sepakat
2. Kecakapan
3. Hal Tertentu
adakalanya terjadi gangguan yang dapat menjadikan kata sepakat tersebut terganggu
(dalam arti menjadi tidak sempurna). Sempurna artinya bebas dari segala pengaruh
73
http://irdanuraprida.blogspot.com/search/label/Hukum%20Perikatan , Perjanjian, diakses
tanggal 20 Oktober 2010
74
Abdul Kadir Muhamad, Op.cit, hal 188.
orang ketiga: Gangguan dapat berupa : paksaan, kekhilafan, penipuan. Dalam hal itu
Selain itu, ada tiga teori yang mencoba menjawab tentang ketidaksesuaian antara
75
http://irdanuraprida.blogspot.com/search/label/Hukum%20Perikatan , Teori Hukum
Kesepakatan, diakses tanggal 20 Oktober 2010
76
Salim HS, Op.cit, hal 163.
Timbulnya ketiga teori ini disebabkan adanya kasus yang terjadi pada tahun
dengan duduk perkara yang dimulai dari adanya pesan dari Oppenheim kepada
Weiller atas 1000 helai saham untuk dibelinya. Pesan tersebut disampaikan melalui
menjual saham. Weiller yang menerima pesan tersebut menjual saham Oppenheim.
Pembeli saham minta penyerahan saham tersebut. Tetapi karena saham-saham itu
tersebut dari Oppenheim. Pada saat itu Oppenheim baru tahu jika terjadi kekeliruan.
77
Ibid, hal 164.
jual beli saham tersebut oleh Weiller kepada orang ketiga sah atau tidak?78
Menurut Teori Kehendak, maka dianggap tidak tercapai suatu Kata Sepakat,
kata sepakat (consensus), karena telah tecapai suatu kepercayaan antara Weiller dan
orang ketiga, yakni percaya bahwa Weiller memang berhak menjual. Orang ketiga
menganggap bahwa dalam kasus ini tidak ada perjanjian (kata sepakat). Akan tetapi
Oppenheim diwajibkan oleh Pengadilan untuk membayar ganti rugi kepada Weiller
sepakat yang sedemikian rupa, sehingga kata sepakat itu menjadi tidak sempurna,
sehingga perjanjian yang dibuat dengan cara demikian dapat dituntut pembatalannya
yakni:
1. Kemungkinan terjadinya paksaan ini terbagi atas dua macam yakni, paksaan fisik
dan paksaan batin. Yang dimaksud Undang-Undang dalam hal ini adalah paksaan
78
http://irdanuraprida.blogspot.com/search/label/Hukum%20Perikatan , Kasus Oppenheim vs
Weiller, diakses tanggal 20 Oktober 2010
79
Ibid
batin, yakni berupa ancaman yang dapat dilakukan oleh pihak- pihak yang
membuat perjanjian.
mempunyai gambaran yang keliru tentang apa yang diperjanjikan oleh pihak-
disangkanya adalah hasil dari pelukis terkenal. Akan tetapi ternyata bukan.
Dalam hal ini terjadi khilaf tentang obyek perjanjian. Kekhilafan dapat juga
yang terkenal. Akan tetapi ternyata penyanyi tersebut hanya orang yang mirip
yang dilakukan dengan tipu muslihat. Jadi, disyaratkan, adanya tipu muslihat dan
memuji barangnya, padahal barang yang dijualnya buruk. Penipuan: Orang yang
menjual mobil lama yang telah digosok sedemikian rupa, sehingga menimbulkan
mengingat salah satu unsur-unsur objektif dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yakni kesepakatan antara para pihak yang membuatnya namun isi
80
Ibid
dari perjanjian dibatasi kepada objek yang halal dalam arti tidak melanggar hukum
dan nilai-nilainya.
Dari asas konsensualitas, lahir asas hukum perikatan lainnya yaitu asas pacta
sunt servanda yang mengandung definisi bahwa perjanjian yang dibuat secara sah
suatu batasan yang mengikat bagi segala bentuk pelanggaran terhadap hal-hal yang
Hukum Perdata juga merupakan benih hukum yang ditanamkan oleh asas
konsensualitas sehingga memberikan ruang yang seluas luasnya bagi setiap pihak
untuk mengadakan perjanjian baik yang diatur dalam peraturan hukum perdata,
maupun yang tidak dan belum diatur dalam hukum perdata, sepanjang tidak
perkembangan dalam dunia bisnis yang belum terjangkau oleh roda hukum. Intinya,
setiap kontrak yang walaupun belum diatur dalam Undang-Undang, telah mempunyai
menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini, maka dapat ditentukan bahwa
perjanjian terhadap pemberian lisensi dapat diberikan dalam dua bentuk yaitu :
1. Perjanjian Lisan
2. Perjanjian Tertulis
Hal ini sesuai dengan pembagian klasifikasi bentuk perjanjian yang dipaparkan oleh
Sudikno Mertokusumo dimana, perjanjian dapat dibuat secara tertulis atau hanya
secara lisan.81
Perjanjian lisensi yang dibuat dalam bentuk lisan maupun tertulis mengikat
para pihak yang terlibat didalam isi perjanjian tersebut yaitu pihak pemberi lisensi
dan pihak penerima lisensi sehingga mempunyai akibat hukum seperti layaknya
Undang Hukum Perdata maupun jenis perjanjian lainnya diluarnya mengingat adanya
Adapun isi dari perjanjian lisensi tersebut mengikat para pihak yang
membuatnya sesuai dengan asas pacta sunt servanda yang menekankan keberadaan
tersebut khusus terhadap pihak pemberi lisensi dan pihak penerima lisensi.
lisensi tersebut.
Perdata, maka dapat ditarik konklusi bahwa dengan adanya kesepakatan dari suatu
pihak pemilik suatu HaKI untuk memberikan lisensi kepada pihak lain dan
kesepakatan dari pihak tersebut untuk menerima lisensi yang bersangkutan, sudah
maka perjanjian lisan sering dihindari karena tidak memuat kepastian dalam segi
hukum, namun akan berbeda keadaannya, pada saat kesepakatan, untuk memberikan
suatu lisensi tersebut, dituangkan kedalam suatu nota kesepahaman yang juga
MoU pada dasarnya suatu membentuk perjanjian lisensi lisan yang tidak perlu diikuti
oleh perjanjian lisensi tertulis, karena perjanjian yang dibuat secara lisan adalah sah
apabila dapat dibuktikan. Dengan kata lain, pemberian lisensi dengan MoU adalah
Eddy Damian dalam keterangannya sebagai saksi ahli pada kasus Novotel
1. Bahwa Hak Eksklusif dari suatu merek, dimiliki oleh pemegang merek dan
apabila hendak dialihkan, harus ada izin dari pemegang merek dengan membuat
suatu perjanjian.
2. Bahwa MoU adalah suatu persyaratan/ statement dari para pihak yang akan
diajukan dan akan nada susulan dari MoU tersebut, dalam arti bahwa MoU
merupakan suatu pernyataan yang harus diikuti dengan perjanjian.
3. Bahwa MoU mempunyai daya mengikat, setelah adanya perjanjian lisensi, bila
tidak ada, maka MoU menjadi sesuatu yang disebutkan dengan Goodwill
Business.
4. Bahwa suatu merek Luar Negeri, merupakan suatu keharusan juga untuk
didaftarkan di Direktorat. Jenderal. HAKI Indonesia.82
MoU merupakan bentuk nota kesepahaman yang dituangkan secara tertulis, dalam
bentuk tertulis, dapat berisi segala macam tindakan ataupun perbuatan hukum yang
akan dilaksanakan pada masa yang akan datang, namun perlu dicermati bahwa
tindakan / perbuatan hukum tersebut belum dilakukan, dan hanya merupakan rencana
konkrit terhadap isi dari perbuatan hukum yang dituangkan dalam MoU tersebut.
Dalam konklusinya, MoU tanpa di follow up oleh perjanjian lisensi, bukan suatu
82
Putusan Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Medan Nomor 01/Merek/2008/PN.
Niaga.Mdn
Sedangkan Tan Kamello dalam keterangannya sebagai saksi ahli pada kasus Novotel
1. Bahwa perjanjian dapat dilakukan dengan bahasa isyarat, dapat dilakukan secara
lisan dan dapat dilakukan secara tertulis
2. Bahwa MoU tidak ada diatur di dalam KUHPerdata, tetapi saksi menyatakan
bahwa MoU adalah hubungan antara dua orang atau lebih mengenai sesuatu hal
yang belum menimbulkan akibat hukum, oleh karena belum menimbulkan akibat
hukum, maka MoU itu berada dalam suatu fase yang dinamakan Pra Kontrak.
3. Bahwa MoU apabila telah dijalankan isinya sebahagian atau seluruhnya, maka
MoU secara otomatis telah menjadi kontrak, jadi MoU dapat berubah menjadi
kontrak apabila telah dijalankan, namun apabila MoU tidak dijalankan oleh para
pihak, maka MoU itu tidak pernah berubah menjadi Hukum.83
menghubungkan dengan asas hukum perikatan yaitu asas pacta sunt servanda, yang
mengandung pengertian bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
MoU yang telah dilaksanakan, atau tidak pernah dilaksanakan sama sekali merupakan
kunci tunggal penentu keefektifan berlakunya suatu MoU bagi pihak-pihak yang
membuatnya, mengingat bahwa apabila suatu MoU telah dilaksanakan isinya oleh
kedua belah pihak bagi secara sadar ataupun tidak, maka, MoU tersebut telah
83
Ibid
tanpa harus membuat perjanjian konkrit atas perbuatan hukum yang telah
dilaksanakan tersebut.
Dalam konklusinya, MoU yang terjadi antara pihak penggugat dan tergugat
telah menjelma sebagai suatu perjanjian lisensi antara kedua belah pihak dengan
perkembangan industri secara khusus dan peningkatan ekonomi secara umum, maka
Pemerintah RI telah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan lisensi dan perjanjian
ternyata masih belum dapat membantu proses alih teknologi sebagaimana yang
diinginkan. Oleh karena itu, dapat dipahami jika saat ini ada tuntutan kebutuhan
untuk pengaturan perjanjian lisensi dalam rangka menciptakan peraturan hukum yang
perjanjian lisensi yang selama ini dibuat dengan berlandaskan pada asas:
konsensualitas, pacta sunt servanda dan kebebasan berkontrak sebagai asas hukum
84
Drs. C.S.T. Kansil, SH., Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta),
Jakarta, Sinar Grafika, 1997, hal 5
perjanjian, selalu menjadi ajang perebutan dominasi di antara para pihak dalam
Oleh karena itulah perlu dibuat suatu pengaturan yang lebih baik lagi yang
mengikutsertakan pihak di luar pemberi dan penerima lisensi dalam menentukan hal-
hal lainnya sehingga dengan adanya pengaturan mengenai perjanjian lisensi ini,
belah pihak tetapi juga berdasarkan Peraturan Pemerintah yang dibuat untuk itu.
atau izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Seperti misalnya di dalam
memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan
menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa.85
bahwa hakekat lisensi atau lisensi yang sebenarnya adalah Pemberian izin oleh
Pemegang HAKI baik yang berupa Merek Dagang atau Merek Jasa, kepada pihak
menggunakan Merek tersebut, baik seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau
85
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual,
hlm. 46.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian lisensi yang diatur dalam
sebagai berikut :
Pasal 1 (13) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang berbunyi
sebagai berikut :
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain
melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)
untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang
dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
sebagai berikut :
1. Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan
perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk
sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa.
2. Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia,
kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari
jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan.
3. Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal
dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi
berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
4. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Direktorat
Jenderal dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi
Merek.
sebagai berikut :
Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri
atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek
sebagai berikut :
Dalam perjanjian Lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi
sebagai berikut :
sebagai berikut :
1. Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia
dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya.
2. Direktorat Jenderal wajib menolak permohonan pencatatan perjanjian Lisensi
yang memuat larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis penolakan beserta alasannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemilik Merek atau Kuasanya, dan
kepada penerima Lisensi.
sebagai berikut :
1. Penerima Lisensi yang beritikad baik, tetapi kemudian Merek itu dibatalkan
atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
Merek lain yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan perjanjian Lisensi
tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian Lisensi.
2. Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lagi wajib
meneruskan pembayaran royalti kepada pemberi Lisensi yang dibatalkan,
melainkan wajib melaksanakan pembayaran royalti kepada pemilik Merek yang
tidak dibatalkan.
3. Dalam hal pemberi Lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalti secara
sekaligus dari penerima Lisensi, pemberi Lisensi tersebut wajib menyerahkan
bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik Merek yang tidak
dibatalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian
Lisensi.
sebagai berikut :
Syarat dan tata cara permohonan pencatatan perjanjian Lisensi dan ketentuan
Perjanjian lisensi merek merupakan salah satu sarana untuk melindungi suatu
merek dari tindakan pelanggaran dan kejahatan merek yang pada umumnya berupa
pemakaian merek tanpa izin dan pemalsuan merek (infringement). Perjanjian lisensi
merek tidak hanya memberi manfaat bagi pemilik merek selaku licensor, melainkan
juga licensee. Bagi pemilik merek, dengan adanya perjanjian lisensi, mereknya akan
semakin dikenal oleh konsumen dan dilindungi oleh hukum. Sedangkan bagi
penerima lisensi, dapat menggunakan merek orang lain secara aman dan legal. Dalam
kaitan dengan ini, selain dapat memberikan perlindungan hukum kepada pemilik hak
merek, perjanjian lisensi juga berfungsi untuk menerobos hak merek yang sifatnya
sebagai salah satu dasar hukum pelaksanaan perjanjian lisensi perlu segera dibuat.
memberikan hak dan kewenangan untuk memanfaatkan hak atas paten yang
dilindungi secara ekonomis dengan pemberian ijin yang dituangkan dalam perjanjian
tertulis. Perjanjian yang dibuat antara pemilik dan penerima lisensi adakalanya
mengandung larangan yang dapat merugikan penerima lisensi, sehingga secara tidak
langsung negara juga turut dirugikan dengan adanya perjanjian yang tidak imbang.
dampak terhadap aspek lain yaitu aspek ekonomi, sehingga pengawasan oleh
dilakukan melalui forum pengadilan (Litigasi) atau melalui forum arbitrase (non
86
http://malpraktik-prasko.blogspot.com/2009/11/tinjauan-hukum-tentang-lisensi-haki.html,
diakses tanggal 1 oktober 2010
87
Purba, A.Z.U, 2001, Makalah Dirjen Haki-Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
RI, Jakarta
pemberi dan penerima lisensi merek, hal ini dilakukan karena cara ini dapat dicapai
memberikan kepada pihak lain dan pihak ketiga. Namun, agar pemberian lisensi
merek dengan pihak lain tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, sebaiknya
pemilik merek yang memberikan lisensi dan orang atau perusahaan penerima lisensi
membuat perjanjian yang detil. Jika tidak, pemberi dan penerima lisensi bisa saling
bersengketa.88
Peluang timbulnya sengketa semakin besar kalau salah satu pihak mengakhiri
perjanjian lisensi sebelum batas waktunya berakhir. Pihak penerima lisensi bisa saja
keberatan terhadap pemberi lisensi yang juga pemilik merek jika merek tersebut
pemilik merek terdaftar yang telah memberi lisensi kepada salah satu pihak bisa
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga
lainnya, kecuali diperjanjikan lain. Pasal 44 tersebut mengandung arti pada dasarnya
lisensi eksklusif harus diperjanjikan. Kalau sejak awal ada perjanjian lisensi
eksklusif, pihak ketiga yang ditawari akan berpikir dua kali menggunakan merek
dimaksud.
88
Yusdinal, 2009, Perlindungan Hukum Terhadap Lisensi Paten, tesis, Undip Semarang, hal
80
89
Ibid
tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Bisa pula berakhir dengan sendirinya
kalau jangka waktu perjanjian sudah habis, atau karena jangka waktu validitas merek
yang menjadi basis lisensi itu sudah berakhir. Karena itu, peranan perjanjian kedua
Jika sejak awal sudah diatur secara gamblang, pemberi dan penerima lisensi
seyogianya dapat mengakhiri perjanjian mereka dengan baik. Namun dalam praktik,
bisa saja muncul sengketa. Salah satu yang mencuat ke publik adalah lisensi merek
Cap Kaki Tiga, yang selama ini dikenal sebagai merek minuman larutan penyegar.
Utara, Runtung, Lisensi merek merupakan sebuah izin dari pemberi lisensi merek
sekaligus pemilik merek terdaftar, kepada calon penerima lisensi yang dibuat dalam
tiga bentuk yaitu perjanjian lisensi lisan, perjanjian lisensi tertulis yang tidak terdaftar
dan perjanjian lisensi tertulis yang terdaftar pada Direktorat Jendral Hak atas
Kekayaan Intelektual.
Namun hanya jenis perjanjian lisensi tertulis yang dicatatkan pada Direktorat
Jendral Hak atas Kekayaan Intelektual, yang mempunyai akibat hukum terhadap
pihak ketiga apabila pemilik merek yang sekaligus pemberi lisensi merek digugat
oleh pihak lain yang mengaku mempunyai hak terhadap merek yang bersangkutan
90
http://bisnis.vivanews.com/news/read/182269, Perjanjian Lisensi Merek , diakses tanggal
15 Oktober 2010
Tentang Merek.
Perjanjian lisensi lisan dan tertulis yang tidak dicatatkan pada Direktorat
Jendral Hak atas Kekayaan Intelektual hanya mengikat para pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut yaitu pihak pemberi lisensi dan pihak penerima lisensi dan
layaknya perjanjian perdatanya lainnya serta segala bentuk pengingkaran terhadap isi
perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak dapat dimasukkan dalam kategori
sebagai berikut :
1. Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan
perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk
sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa.
2. Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia,
kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari
jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan.
3. Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal
dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi
berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.
4. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Direktorat
Jenderal dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi
Merek.
sebagai berikut :
Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri
atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek
sebagai berikut :
Dalam perjanjian Lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi
terhadap pihak lain yang sifatnya berskala Nasional terkecuali apabila diperjanjikan
lain, yang juga sekaligus mencerminkan sifat eksklusif dari perjanjian lisensi itu
sendiri. Selain itu Pasal 44 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
kepada pihak lain diluar pihak penerima lisensi, dengan catatan apabila pada
penerima lisensi, bukanlah pemegang lisensi tunggal dari yurisdiksi wilayah yang
bersangkutan.
Selain itu, syarat pencatatan perjanjian lisensi pada Dalam Pasal 43 (3)
yang wajib dilaksanakan oleh pihak pemberi maupun penerima lisensi dalam rangka
Hal ini sekaligus memberikan batasan terhadap materi perjanjian lisensi yang
akan dibuat oleh calon pemberi lisensi dan penerima lisensi sehingga meminimalisasi