Anda di halaman 1dari 20

UJIAN AKHIR SEMESTER

METODELOGI PENELITIAN HUKUM

PEMBATALAN SURAT WASIAT PADA PEWARISAN BERDASARKAN


KETENTUAN LEGITIEME PORTIE DALAM KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM PERDATA

Disusun Oleh :

Jacelyn Febianto
02011181823029
No DPNA 12
Metode Penelitian Hukum A (Indralaya)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2020
Latar Belakang

Ranah hukum keperdataan dapat diartikan sebagai suatu ranah hukum


dimana didalamnya terdiri dari berbagai ketentuan yang mengatur mengenai
kepentingan para subjek hukum dalam masyarakat. Karena ranah hukum
keperdataan ini bersifat privat, selain mengatur hubungan yang bersifat terbuka
seperti perjanjian, hukum perdata juga mengatur hubungan yang bersifat tertutup
yaitu hukum keluarga maupun hukum tentang benda seperti perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, dll.

Dalam hal pewarisan jika kita melihat pada ketentuan KUHPerdata, agar
terpenuhinya suatu pewarisan haruslah dapat memenuhi 3 unsur yaitu, Pewaris
(efflater), Ahli Waris (erfgenaam) dan Warisan (Nalatenschap). Pewarisan kepada
ahli waris sendiri, dapat melalui pembuatan akta atau surat wasiat atau didasarkan
pada sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Berbicara mengenai pewarisan dan surat wasiat, sejak dipulikasikannya


putusan pada laman Direktori Putusan Mahkamah Agung Rebublik Indonesia
sampai dengan bulan Oktober 2020 ini, dapat dilihat bahwasanya ada sekitar
29.000 putusan yang terkait dengan sengketa waris. Angka ini menunjukan bahwa
tidak sedikit sengketa dalam ranah keperdataan yang terkait dengan suatu
pewarisan.

Pada prinsipnya, harta yang akan diwariskan pada ahli waris ini sudah diatur
dalam ketentuan undang-undang, yaitu seluruh harta yang ditinggalkan oleh
pewaris, dengan catatan apabila pewaris atau orang yang meninggal itu belum
mengambil atau membuat surat yang berisi wasiat, sebagai suatu ketetapan yang
bersifat sah.1

Seseorang semasa hidupnya dapat membuat suatu akta, dimana dialamnya


berisi tentang apa yang dikehendakinya saat ia telah meninggal dunia. Akta ini
biasa kita dikenal dengan surat wasiat. Akta ini memiliki kekuatan hukum namun

1
KUHPerdataPasal 874.
tetap dapat dicabut kembali oleh orang yang membuatnya apabila dalam keadaan
tertentu, ia ingin bekehendak lain, diluar apa yang sudah disahkan oleh nya dalam
suatu akta wasiat.2

Umumnya, isi dari suatu wasiat yang pewaris buat, yaitu berisi mengenai
keputusan tetang ketetapan dalam hal harta peninggalan.3 Namun, pada
prakteknya seringkali terjadi konflik yang ditimbulkan sebagai akibat dari
keberadaan surat wasiat itu sendiri.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya putusan terkait waris, angka yang ada
tersebut semakin mengalami peningkatan, dengan alasan bahwa masalah
pewarisan ini, merupakan masalah yang dekat dalam kehidupan manusia. Setiap
individu memiliki keluarga, dalam keluarga pasti akan mengalami suatu waris,
baik berada diposisi pewaris, atau pun sebagai ahli waris. Tingginya angka terkait
dengan jumlah putusan terkait dengan waris ini membuktikan bahwa, ada kalanya
dalam ranah keperdataan yang bersifat privat ini, khususnya mengenai
permasalahan waris, terkadang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan,
namun dibawa melalui jalur litigasi.

Terjadinya sengketa pembagian harta warisan ini dilatarbelakangi oleh


alasan pemicu, karena tidak mungkin ada suatu akibat tanpa suatu sebab.4 Yang
menjadi faktor dari dalam yaitu pembagian harta warisan dinilai bagi sebagain
atau seluruh pihak itu tidak adil, salah satu atau beberapa ahli waris memiliki sifat
serakah sehingga terjadi sengketa, adanya pemberian dari pewaris kepada calon
ahli waris sebagai hibah, namun hibah ini dinilai tidak memberi keadilan/ tidak
didampingi suatu akta hibah, calon pewaris tidak mempunyai keturunan, ahli
waris yang serakah, ahli waris tidak pahal terkait permasalaham waris, serta
pembagian harta warisan tertunda.

2
KUHPerdata Pasal 875.
3
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), hlm.234.
4
Anita Kamilah dan Rendy Aridhayanti, Kajian Terhadap Penyelesaian Sengketa
Pembagian Harta Warisan Atas Tanah Akibat Tidak Dilaksanakannya Wasiat Oleh Ahli Waris
Dihubungkan Dengan Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tentang Benda (Van
Zaken), Jurnal Wawasan Hukum, Vol.32 No 1, Februari, 2015.
Sedangkan sumber yang menjadi faktor eksternal yang menjadi alasan
timbulnya sengketa pembagian harta warisan, yakni pewaris memiliki orang yang
dianggap anak dan diberi hibah, hadirnya penghasut / muncul pihak yang menjadi
provokator, serta dipinjamkannya harta warisan kepada orang yang tidak
termasuk sebagai ahli waris, yang kemudian harta tersebut berusaha dimiliki tanpa
adanya itikad yang olehnya untuk dikembalikan.

Sengketa waris yang timbul karena berbagai alasan dan ketidakadilan, yang
mungkin diterima dan dirasakan oleh salah satu atau beberapa ahli waris,
dikarenakan keberadaan surat wasiat yang ditinggalkan pewaris ini tidak menutup
kemungkinan terjadinya gugatan ke pengadilan dan pengajuan pembatalan surat
wasiat atau hibah wasiat.

Didalam KUHPerdata sendiri dikenal mengenai legiteme portie. Dimana


ketentuan tersebut menyatakan bahwa dalam undang-undang telah diatur bahwa
pada dasarnya, ada bagian yang meskipun oleh pewaris ingin ia hapuskan atau
abaikan, bagian tersebut tetaplah merupakan bagian yang muthlak milik dari para
ahli waris. 5

Namun poin utama dari legitieme portie ini yaitu, hak ini barulah muncul
apabila ahli waris dalam keadaan tertentu, bersungguh-sungguh tampil sebagai
ahli waris, untuk memperjuangkan hak muthlaknya sebagai ahli waris atau
legitimaris, yaitu pemegang suatu hak dari legitieme portie.6 Oleh karena itu untuk
memperjuangkan haknya dan tampil sebagai legitimaris ini, dapat dilakukan
melalui gugatan, yaitu salah satunya berupa gugatan pembatalan surat wasiat.

Upaya membatalkan surat wasiat ataupun hibah wasiat yang menurut ahli
waris tidak adil ini dan merugikan hak tertentunya ini, memiliki hubungan atau
relasi dan dapat didasarkan pada legitieme portie dalam KUHP.

Berdasarkan alasan umum dan khusus pada uraian diatas, penulis juga
meyakini bahwa kuatnya pemberlakuan hukum adat dan kemajemukan sistem

5
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), hlm.239.
6
Ibid, hlm 239
hukum diindonesia ini, akan sering melukai hak-hak yang dimiliki oleh para ahli
waris, baik karena adat maupun kurangnya pemahaman hukum para ahli waris.
Dengan pertimbangan tersebut, penulis berdasarkan pada latar belakang tersebut,
tertarik untuk mengupas lebih dalam mengenai penegakan hukum nasional yaitu
hukum perdata terkhusus pada bentuk pembatalan surat wasiat berdasarkan
legitieme portie, yang tertuang dalam bentuk skripsi yang berjudul

“PEMBATALAN SURAT WASIAT PADA PEWARISAN BERDASARKAN


KETENTUAN LEGITIEME PORTIE DALAM KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM PERDATA”.

Rumusan Masalah

Setelah dilakukan penjabaran terkait latar belakang tersebut, rumusan


masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana kedudukan hukum dan hubungan antara surat wasiat dengan


legitieme portie terkait pewarisan dalam KUHPerdata?
2. Apa dasar hukum dalam pembatalan surat wasiat berdasarkan legitieme
portie dalam KUHPerdata?
3. Bagaimana akibat hukum dari pembatalan surat wasiat pada pewarisan
berdasarkan ketentuan legitieme portie dalam KUHPerdata ?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian penting memiliki tujuan yang jelas.


Tujuan penelitian yang terpenting adalah bagaimana mendatangkan manfaat
dengan adanya penelitian itu, terkhusus kita dapat memecahkan dan menambah
referensi jika dihadapkan pada permasalahan dan mencapai penyelesaian dari
masalah tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan rumusan masalah yang diangkat,
tujuan yang hendak dicapai dari adalah :
1. Mengetahui dan memahami bagaimana kedudukan hukum dan hubungan
antara surat wasiat dengan legitieme portie terkait pewarisan dalam
KUHPerdata.
2. Mengetahui dan memahami apa yang menjadi dasar hukum pembatalan
surat wasiat berdasarkan legitieme portie dalam KUHPerdata.
3. Mengetahui dan memahami bagaimana akibat hukum dari pembatalan surat
wasiat pada pewarisan berdasarkan ketentuan legitieme portie dalam
KUHPerdata.

Dalam penulisan penelitian ini, juga memiliki kegunaan dan manfaat yang
dapat diambil dari penulisannya. Adapun manfaat yang dapat kita ambil dari
skripsi ini adalah :

1. Memahami keterkaitan antara keberadaan dan kedudukan surat wasiat


terkait dengan pembatalan surat wasiat dan pada pewarisan berdasarkan
legitieme portie.
2. Dapat dijadikan sebagai referensi penelitian berikutnya, terkhusus
memberikan pemikiran tentang akta wasiat dan hibah wasiat pada waris
berdasarkan Legitieme Portie.

Ruang Lingkup

Skripsi penulis dengan judul “Pembatalan Surat Wasiat Pada Pewarisan


Berdasarkan Ketentuan Legitieme Portie Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata” disini penulis sendiri membatasi ruang lingkupnya yaitu dari pembatalan
surat wasiat berdasarkan legitieme portie itu sendiri.

Kerangka Teori

Pada dasarnya kerangka teori ini merupakan kerangka yang berisi


pemikiran, teori, tesis, ataupun pendapat mengenai suatu permasalahan yang
dimana, dapat dijadikan sebagai pegangan atau perbandingan secara teroritis
dalam membuat pola dan kerangka berfikir falam penulisan skripsi ini.
Adapun yang penulis jadikan kerangka dari penulisan penelitian ini yaitu,
didasari oleh teori sebagai berikut :

1. Teori Perlindungan Hukum


Indonesia merupakan negara hukum, dimana hukum mengatur
kegiatan manusia disegala bidang. Negara selain menjadikan hukum sebagai
alat atau sarana dalam mengatur manusia, tetapi hukum juga memiliki
fungsi sebagai pemberi perlindungan hukum pada masyarakat.
Perlindungan hukum sebagai salah satu perwujudan dari pada dungsi
hukum itu sendiri. Apabila suatu hukum dalam negara itu dapat memastikan
terciptanya kepastian, keadilan, ketertiban, dan kemanfaatan serta
menciptakan kedamaian, maka artinya negara tersebut sudah memberikan
perlindungan hukum.
Teori atau asas perlindungan hukum ini, memiliki banyak pengertian
khususnya dari pendapat beberapa para ahli hukum yaitu sebagai berikut :
A. Satjito Rahardjo memberikan pendapatnya mengenai perlindungan
hukum yaitu dengan adanya perlindungan hukum berarti suatu negara
memiliki upaya untuk bertindak atas nama hak asasi manusia yang
diberikan kepadanya, agar dnegara dapat mewakili tiap indivisu untuk
melindungi kepentingan-kepentingannya.
B. Setiono berpendapat bahwa dalam suatu negara, didalamnyaada
penguasa bertindak sewennag-wenang dan bertentangan dengan
hukum, maka dari itu adanya perlindungan hukum ini sebagai tujuan
untuk melindungi hak-hak masyarakat dari adanya kesewenang-
wenangan penguasanya tadi. Oleh karena itu dengan dilindungi
manisua dapat merasakan dan terlindungi martabatnya sebgai subjek
hukum.
C. Muchsin berpendapat bahwa penyerasihan nilai atau kaidah itu
penting dalam rangka melindungi kepentingan individu. Hal ini
dikarenakan sikap tindak adalah cerminan nilai yang menjadi dasar
bagi manusia untuk hidup dan bergau. Oleh karena itu apabila nilai
serasih ketertiban ada dan perlindungan hukum bisa diberlakukan.
D. Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa permasalan perlindungan
hukum itu ditujukan pada kau yang lemah terhadap yang kuat. Baik
dalam hubungan kuat lemahnya ekonomi ataupun kuat dan lemahnya
kekuasaan antara yang memerintah dan diperintah. Oleh karena itu
perlindungan hukum ini eksistensinya yaitu bagaimana ia menjadi
payung hukum bagi rakyat, agar yang lemah tadi juga merasakan
perlindungan.7

Berkaitan dengan perlindungan hukum sudah sepatutnya bahwa


negara tidak memberikan perlakuan yang berbeda, baik antara laki-laki dan
wanita, ataupun hal lain. Artinya manusia sebagai subjek hukum ini harus
menerima perlindungan hukum yang sama atara satu dengan yang lain.

Perlu digaris bawahi pula, dengan adanya teori perlindungan hukum


ini diharapkan agar masyarakat merasa terlindungi hak-hak nya dam
menerima manfaat dari adanya hukum tersebut.

Perlindungan hukum sendiri juga erat dengan adanya suatu kepastian


hukum, oleh karena itu dalam pemberlakuannya kepastian hukum harus
dijalankan secara professional afar kepercayaan masyarakat pada negara dan
hukum itu tetap terjaga. Apabila masyarakat patuh terhadap hukum, maka
hukum yang ada akan memiliki kekuatan dan menjadi efektif. Apabila
hukum efektif, maka perlundungan terhadap hukum yang diberikan negara
akan semakin maksimal.

Berdasarkan pendapat Muchsin, Perlindungan hukum dapat berbentuk


dan terbagi menjadi :

A. Perlindungan hukum yang bersifat pencegahan / preventif (prohibited)

7
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika,2009),
hlm.10.
Artinya yaitu perlindungan hukum dilakukan oleh pemerintah dengan
membuat peraturan. Dengan kata lain, peraturan yang dibuat
pemerintah ini, merupakan suatu cara atau metode untuk menjegah
terjadinya suatu pelanggaran.
B. Perlindungan hukum yang bersifat represif
Artinya perlindungan hukum ini juga dapat berbentuk hukuman
(sanction) yaitu dengan saksi maka akan menegakkan peraturan
apabila suatu peraturan yang dibuat itu dilanggar.8

2. Asas Kepastian hukum

Menurut pendapat Gustav Radbruch, nilai kepastian hukum ini


merupakan nilai yang paling dasar dari adanya suatu hukum. Teori ini
berlandaskan pada hakikat dasar yaitu suatu hukum haruslah dan wajib
dibuat secara tegas dan pasti artinya disini hukum itu biasanya dibentuk
dalam suatu ketentuan yang tertulis. Asas merupakan asas yang penting
karena letaknya berada pada peranan yang dimilikinya, yaitu berisi segala
kejelasan dari segala produk hukum positif yang ada.

Gustav Radbruch juga berpendapat bahwa hukum, memiliki 3 nilai


dasar yang terkandung, yaitu :

1. Keadilan (Gerechtigkeit)
2. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit)
3. Kepastian Hukum (Rechtssicherheit)

Asas kepastian hukum ini juga dapat dimaknai sebagai suatu konsisi
atau situasi dimana hukum yang bersangkutan itu memiliki keberlakuan
yang pasti karena memiliki kekuatan yang konkret. Asas kepastian hukum
ini juga dapat dimaknai sebagai suatu cara atau sarana bagi para pihak yang
mencari keadilan (yustisiabel)ini untuk mendapatkan perlindungan hukum,

8
Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandar
Lampung:Universitas Lampung), 2007, hal.31.
apabila mereka dihadapkan dengan tindakan yang sewenang-wenang
Artinya seseorang dalam keadaan tertentu dapat memeperoleh jaminan dari
hukum, karena hukum itu memiliki kepastian. 9

Pernyataan diatas juga selaras dengan apa yang menjadi pendapat Van
Apeldoorn, dimana ia beranggapan bahwa hukum dalam hal yang konkret
dan keamanan hukum merupakan dua sisi dari pada kepastian hukum.
Dengan kata lain, seseorang haruslah mencari tahu dan memahami apa dasar
hukum yang melindunginya, sebelum ia tampil kemuka, untuk menentut
perlindungan dan keadilan melalui perkara gugatan atau tuntutan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat pula dipahami bahwa


kekacauan, kekerasan, dan ketidakaturan pada akhirnya akan terjadi apabila
tidak ada kepastian dalam hukum, oleh karena itu hukum itu harus la pasti ,
dipahami dan dapat diterima oleh masyatakat, agar masyarakat tersebut
dapat mengetahui apa yang harus dilakukan, mana yang tidak boleh
dilakukan dan apa yang boleh dilakukan, dalam rangka terciptanya suatu
ketertiban dan kepastian hukum.

Kepastian hukum haruslah mengarah pada kejelasan dari pada


pemberlakuan hukum., serta memiliki konsistensi didalamnya. Hukum
harus tegas dan dikung kekuasaan, hukum harus independent sehingga saat
dilaksanakan ia dapat berdiri tegak dan meskipun ada factor subjektif lain
yang mempengaruhi, hukum tetap dapat dijalankan.

Asas hukum ini tidak dapat dianggap sama dengan norma hukum.
Meskipun asas hukum dapat dikatakan sebagai inti utama dari adanya
hukum, Asas hukum ini lebih mengarah pada pengaturan dan menjelaskan
bahwa segala peraturan perundang-undangan dan hukum normative yang
ada itu harus berlandaskan pada asas kepastian hukum atau penerapannya

9
Aditya Yuli Sulistyawan, Pemahaman Terhadap Asas Kepastian Hukum Melalui
Konstruksi Penalaran Positivisme Hukum, Semarang : Jurnal Crepido, Volume 01, Nomor 01, Juli
2019, hlm.14.
harus didasarkan pada kepastian hukum tetapi asas hukum ini bukan lah
suatu ketentuan normative.10

3. Surat Wasiat
Seseorang sebelim meninggal pasti memiliki keinginan yang ingin
dijalankan oleh para ahli warisnya. Kehendak terakhir tersebut dapatlah
dituangkan dalam surat wasiat (testament), sebagai suatu ketetapan yang sah
dan lahir dari suatu perbuatan hukum sebelim ia meninggal. Oleh karena itu
wasiat dapat diartikan sebagai surat yang berupa ketetapan, dimana isinya
merupakan keinginan terakhir sebelum ia meninggal.11

Surat wasiat memiliki 2 macam jenisnya yang sering sering disebut


sebagai: 12

1. Pengangkatan wasiat (erfsterlling)


Adalah surat wasiat yang isinya yakni penunjukkan seseorang atau
beberapa orang untuk menjadi ahli warisnya.
2. Hibah wasiat (legaat).

Surat wasiat sebagai kehendak terakhir ini dibuat dengan harapan


agar keinginannya diterima dan dilaksanakan oleh penerima wasiat.
namun adanya surat wasiat ini memiliki potensi menjadi tidak
dilaksanakan, karena beberapa alasan diantaranya yaitu, apabila obyek
waris, milik pemegang hak muthlak atau legitieme portie ini, dijadikan
sebagai obyek dari isi surat wasiat tersebut.

Apabila hal tersebut terjadi, atau apabila ahli waris dan penerima
wasiat itu bertentangan dan objek yang menjadi isi wasiat merupakan
bagian milik ahli waris maka kedudukan wasiat ini menjadi lemah karena
adanya ketentuan hak muthlak dalam undang-undang.

10
Ibid. hlm.15.
11
J.Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 180.
12
Ibid.
Wasiat berdasarkan ketentuan Pasal 875 KUHPerdata, merupakan
surat atau akta yang berisi pernyataan kehendak yang ingin dilaksanakan
setelah ia meninggal dunia. Wasiat ini juga dapat dicabut oleh dirinya
sendiri selaku pembuat.13

4. Legitieme Portie
Legitime Portie dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 913 KUHPerdata,
dapat kita temuakan mengenai pengertian dari legitieme portie yaitu sebagai
berikut :
“Dalam hal pembagain waris, megenai kekayaan dan harta benda
orang yang meninggal tersebut, saat semasa hidupnya, tidak diperkenankan
membuat ketetapan akan suatu pemberian antara yang masih hidup, maupun
melalui surat wasiat. hal ini dikarenakan dalam undang-undang diatur
mengenai porsi muthlak yaitu legitieme portie, yang merupakan suatu
bagian dari harta peninggalan yang diberikan dalam garis lurus oleh
pewaris”.14
Dalam pengertian lain, legitieme portie ini dapat dikatakan sebagai
pembagian waris berdasarkan undang-undang. Dimana pembagian waris ini
tidak bisa dicabut atau dihapuskan oleh pewaris atas dasar atau cara apapun,
baik dihibahkan saat pewaris hidup, maupun dengan ketetapan surat wasiat
melalui hibah wasiat (legaat) dan erfstelling.15
Keberadaan dari ketentuan legitieme portie ini dimaksudkan agar,
setiap orang sebagai subjek hukum dan pemegang harta kekayaan itu, tidak
mudah mengesampingkan, melupakan atau mengabaikan hak mereka yang
dalam hal ini memiliki hubungan dekat yaitu sedarah garis lurus keatas dan
kebawah.

13
Umar Haris Sanjaya, Kedudukan Surat Wasiat Terhadap Harta Warisan Yang Belum
Dibagikan Kepada Ahli Waris, Jurnal Yuridis : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Vol.
5 No. 1, Juni 2018.
14
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Yogyakarta :
Pradnya Paramita), hlm.239.
15
Sulih Rudito, Penerapan Legitime Fortie (Bagian Mutlak) Dalam Pembagian Warisan
Menurut Kuh Perdata, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 3, 2015.
Maka dengan alasan tersebut Undang-Undang tidak memperkenankan
seseorang menghibahkan harta kekayaannya pada pihak lain semasa
hidupnya atau mewasiatkan harta kekayaannya. Hal ini dikarenakan apabila
hibah ataupun wasiat tadi tidak berdasarkan pada undang-undang, maka
keberadaan hibah atau wasiat tersebut, sama saja dengan melanggar
legitieme portie dari para ahli waris.
Dalam KUHPerdata juga menenal istilah “legitimaris”, yakni
merupakan sebutan bagi ahli waris yang tampil dimuka dalam rangka
memperjuangkan haknya, atas suatu bagian tertentu dan muthlak
berdasarkan ketentuan undang-undang. Bagian yang dilindungi oleh
undang-undang dan muthlak ini disebut sebagai “legitieme portie”.
Harta peninggalan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal ini
tergolong menjadi 2 yaitu :
1. “Legitime Portie” (Bagian Mutlak)
Bagian mutlak ini merupakan bagian milik para legitimaris bersama-
sama, dengan kata lain bagian ini lah yang tidak boleh diwasiatkan
atau dihibahkan, karena menurut hukumnya, bagian ini adalah milik
dari para ahli waris.
2. “Beschikbaar” (Bagian Yang Tersedia)
Bagian yang tersedia ini merupakan bagian yang dikuasai oleh
pewaris, dengan kata lain, pewaris boleh menghibahkannya atau
mewasiatkan bagian tersebut.
Apabila ada legitimaris yang tidak mau menerima bagiannya
(vierwerp) atau tidak berhak menjadi ahli waris (onwaardig), maka bagian
milik yang tidak mau menerima waris atau tidak berhak menerima waris ini,
menjadi tidak dapat dikuasai (werd niet beschikbaar), sehingga legitimaris
yang lain, dapat menerima bagian tersebut.
Dengan kata lain bagian muthlak itu tetaplah milik para legitimaris
yang lain, dengan catatan bahwa para legitimaris ini menuntut bagian
tersebut. Artinya jika bagian milik legitimaris yang tidak mau menerima
atau tidak berhak tersebut tidak dituntut legitimaris yang lain, maka pewaris
masih memiliki “beschikking-srecht” atas seluruh hartanya.16
5. Hereditatis Petitio
Jika melihat pada KUHPerdata, terkhusus pada Pasal 834-835 BW,
menyatakan bahwa, suatu penuntutan hukum merupakan hak dari setiap
para ahli waris dalam rangka memperjuangkan hak-hak warisnya. Ketentuan
ini dikenal dengan nama Hereditatis Petitio.17
Hereditatis Petitio yakni merupakan hak para ahli waris, dimana hak
tersebut diberikan oleh undang—undang kepadanya. Hak tersebut berlaku
dan dapat digunakan para ahli waris kepada semua orang yang dengan cara
tertentu baik membezit warisan secara keseluruhan ataupun sebagiannya.
Serta kepada mereka yang menguasai warisan tersebut dengan
18
menggunakan suatu tipu daya tertentu.
Hak untuk melakukan penuntutan yang dimiliki oleh ahli waris ini
hampir sama dengan hak untuk menuntut yang dimiliki oleh seorang
pemilik suatu benda. Artinya suatu tuntutan itu atas waris ini harus
ditujukan kepada orang atau para pihak yang sedang mengusai suatu
warisan dengan itikad buruk, yaitu bertujuan untuk memiliki warisan
tersebut.
Dengan kata lain, penuntutan ini tidak dapat diarahkan kepada pihak
yang menguasai benda tersebut karena adanya hubungan hukum dengan
pewaris, misalnya penyewa rumah pewaris saat masih hidup. Selain itu pula
penuntutan ini juga tidak dapat diarahkan pada curator yang mengurus suatu
harta peninggalan yang tidak terurus.
Seorang ahli waris cukup mengajukan surat gugatannya, dalam rangka
menggunakan hak penuntutan yang dimilikinya. Gugatan tersebut akan

16
Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, (Yogyakarta : Seksi Notariat
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1984), hlm.308.
17
Oemar Moechthar, Kedudukan Negara Sebagai Pengelola Warisan Atas Harta
Peninggalan Tak Terurus Menurut Sistem Waris Burgerlijk Wetboe, Yuridika : Fakultas Hukum
Universitas Airlangga, Vol 32 No. 2, Mei, 2017.
18
R Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Airlangga University Press,
2000), hlm.08.
menunjukan bahwa ia lah sosok ahli waris dari si orang yang meninggal
tersebut. Dan gugatan tersebut dibuat dengan maksud dan perihal mengenai
meminta kembali barang yang termasuk kedalam benda peninggalan.
Tuntutan hak para ahli waris tersebut dapat diajukan kepada mereka
yang merupakan :
1. Ahli waris yang saat itu sedang menguasai sebagian atau seluruh
harta warisan.
2. Pihak ketiga atau pihak lain bukan ahli waris yang menguasai harta
peninggalan, dan/atau
3. Pihak lain yang telah memindah tangankan harta warisan tersebut
meskipun tidak mempunyai hak atas suatu warisan.

Soetojo Prawirohamidjojo berpendapat bahwa, tujuan dari


ketentuan hereditatis petitio memiliki suatu unsur yang sama dengan
revindicatie, tetapi dasarnya berbeda. Jika revindicatie dapat dituntut
karena suatu ketentuan hak milik atau eigendomsrecht, maka hereditatis
petitio ini dapat dituntut karena adanya suatu pewarisan.19

Metode Penelitian

Penelitian hukum dalam bentuk skripsi ini adalah kegiatan ilmiah


berdasarkan pada pemikiran tertentu, disusun berdasarkan suatu metode yang
sistematik. Hal ini bertujuan agar kita mampu memperlajari, mengkaji dan
menganalisis, gejala hukum yang ada.20

Dalam melakukan penelitian, perlu sipilih metode penelitian yang tepat agar
penelitian tersebut dapat mengaeah pada tujuan yang tepat pula. Unsur penting
yang tidak boleh diabaikan adalah penetuan metode untuk penelitian tersebut.
Selain itu metode penelitian juga berguna untuk mencari tahu kebenaran yang

19
Ibid. hlm.08.
20
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007),
hlm.38.
konsisten.21 Terkait penelitian ini, maka metode penelitian yang dipilih penulis
dalam rangka mencapai tujuan yang ingin dicapai, yakni dengan :

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan pada tujuanyang ingin dicapai, jenis penelitian hukum


yang penulis gunakan pada skripsi ini adalah penelitian normative. Dengan
kata lain penelitian ini dimaksudkan untuk membuat penelitian hukum yang
mengarahkan pada kesesuaian pada asas-asas hukum, dan taraf sinkronisasi
hukum,22 dengan menggunakan sumber hukum sekunder,23

Penelitian ini juga terrmasuk dalam penelitian hukum yuridis


normative. Penelitian yuridis normative sendiri yaitu akan memberikan
penjelasan mengenai permasalahan norma hukum, merumuskan norma
hukum, dan menegakan norma hukum.24 Pendekatan ini dilakukan dengan
memanfaatkan sifat hukum normative untuk mendekati dan mengkaji
masalah-masalah yang diteliti.25

Penulis akan menguraikan dan memberikan gambaran secara


komperhensif mengenai apa yang dimaksud dengan akta wasiat dan hibah
wasiat, serta mengenai pembatalannya berdasarkan ketentuan Legitieme
Portie, melalui penelitian yuridis normative ini.

2. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian hukum, dikenal berbagai pendekatan penelitian. Dalam


skripsi ini, pedekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan
konseptual,26 yang akan penulis gunakan dalam mengaji permasalahan.

21
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm 17.
22
Soejono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm 55.
23
Ibid, hlm.56.
24
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori
Hukum, (Jakarta : Prenada Media Group, 2016), hlm.84.
25
Haliman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
(Bandung : Mandar Maju, 1995), hlm.84.
26
Peter Mahmud Marzuji, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2017),
hlm.133.
Artinya penulis dengan pendekatan undang-undang, akan berusaha
mengkaji undang-undang yang memiliki kaitan dengan permasalahan yaitu,
dalam KUHPerdata dengan permasalahan atau isu yang diangkat yaitu
dalam hal ini mengenai pembatalan surat wasiat, pewarisan, dan legitieme
portie.

3. Bahan Penelitian

Untuk menjawab permasalahan hukum yang diangkat dalam skripsi ini,


penulis membutuhkan sumber-sumber yang dijadikan sebagai pegangan dan
acuan dalam memecahkan masalah yang diangkat. Sumber-sumber penelitian
hukum yang penulis pakai ini yaitu dengan menggunakan bahan yang secara
lengkap dibagi menjadi :

a. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum ini adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas
berkaitaan dengan objek yang diteliti, yakni pembatalan akta wasiat
dan hibah wasiat pada waris berdasarkan ketentuan Legitieme Portie.
Yang penulis jadikan sebagai bahan hukum primer yaitu, terdiri dari
:perundang-undangan dan putusan-putusa hakim.27
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum ini merupakan bahan yang berupa buku-buku,
dokumen-dokumen resmi, publikasi, harian/majalah, jurnal-jurnal dan
karya tulis ilmiah. Bahan ini dapat memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berkaitan dengan pembatalan akta wasiat
dan hibah wasiat pada waris berdasarkan ketentuan Legitieme Portie.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan Hukum ini berisi tentang petunjuk atau penjelasan mengenai
bahan hukum primer maupun bahan hukum sekuder. Bahan hukum

27
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2016), hlm.181.
tersier dapat berasal dari surat kabar, majalah, ensiklopedia, kamus
dll.28

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam skripsi ini, penullis menggunakan Studi Kepustakaan sebagai


teknik pengumpulan bahan hukum yang dibutuhkan. Dengan kata lain
penulis melakukan penelitian hukum ini dengan upaya mencari dan
mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber kepustakaan yaitu
KUHPerdata, buku, artikel, jurnal, skripsi, tesis, disertasi yang berkaitan
dengan judul dan permasalahan yang diangkat, dll.

5. Teknis Analisis Bahan Hukum

Penelitian pada skripsi ini akan menerapkan teknik analisis bahan-


bahan hukum dengan cara deskriptif kualitatif, yaitu merupakan penguraian
dan penjabaean data dengan teliti, dan dengan menggunakan kalimat yang
logis, efektif, dan teratur, serta tidak mengandung ketimpangan. Hal ini
dimaksudkan agar memudahkan penulis untuk melakukan analisis dan
interpretasi dalam memahami hasil dari penelitian.

6. Teknik Penarikan Kesimpulan

Penelitian hukum dalam bentuk skripsi ini menggunakan teknik


penarikan kesimpulan yaitu dengan menggunakan cara deduktif. Artinya
dalam hal penarikan kesimpulan pada skripsi ini, penulis akan mulai dari hal
yang universal kemudian mengerucut pada hal yang khusus.

28
Ibid, hlm.141.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar


Grafika,2009), hlm.10.
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo,
2007), hlm.38.
Haliman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu
Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 1995), hlm.84.
Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, (Yogyakarta : Seksi
Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1984), hlm.308.
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam
Justifikasi Teori Hukum, (Jakarta : Prenada Media Group, 2016),
hlm.84.
J.Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 180.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2016),
hlm.181.
Peter Mahmud Marzuji, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana,
2017), hlm.133.

R Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Airlangga University


Press, 2000), hlm.08
R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
(Yogyakarta : Pradnya Paramita), hlm.239.
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia Group,
2019), hlm.234.
Soejono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm 55.
Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan
Konsumen, (Bandar Lampung:Universitas Lampung), 2007, hal.31.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010),


hlm 17.
B. Jurnal-Jurnal dan Publikasi Ilmiah

Aditya Yuli Sulistyawan, Pemahaman Terhadap Asas Kepastian Hukum


Melalui Konstruksi Penalaran Positivisme Hukum, Semarang : Jurnal
Crepido, Volume 01, Nomor 01, Juli 2019, hlm.14.
Anita Kamilah dan Rendy Aridhayanti, Kajian Terhadap Penyelesaian
Sengketa Pembagian Harta Warisan Atas Tanah Akibat Tidak
Dilaksanakannya Wasiat Oleh Ahli Waris Dihubungkan Dengan Buku
II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tentang Benda (Van
Zaken), Jurnal Wawasan Hukum, Vol.32 No 1, Februari, 2015.
Oemar Moechthar, Kedudukan Negara Sebagai Pengelola Warisan Atas
Harta Peninggalan Tak Terurus Menurut Sistem Waris Burgerlijk
Wetboe, Yuridika : Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Vol 32
No. 2, Mei, 2017.
Sulih Rudito, Penerapan Legitime Fortie (Bagian Mutlak) Dalam Pembagian
Warisan Menurut Kuh Perdata, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi 3, Volume 3, 2015.
Umar Haris Sanjaya, Kedudukan Surat Wasiat Terhadap Harta Warisan
Yang Belum Dibagikan Kepada Ahli Waris, Jurnal Yuridis : Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia, Vol. 5 No. 1, Juni 2018.

A. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

Anda mungkin juga menyukai