Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Keluarga Dan Waris BW
Dosen Pengampu : Neng Yani Nurhayani, S.H., M.H.
Oleh :
Nenk Sri Indah Lestari 1183050101
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala karunia
dan nikmatnya sehingga makalah Hukum Keluarga dan Waris BW yang berjudul
“Analisis Putusan Hakim Nomor 107/Pdt.G/2019/Pn.Jmr Tentang Sengketa
Tanah Yang Dikuasai Tanpa Sepengetahuan Ahli Waris” ini dapat diselesaikan
dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti. Tak lupa shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw yang telah
memberikan tauladan yang baik kepada kita semua.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Hukum Keluarga dan Waris BW. Semoga dengan adanya makalah ini dapat
membuka pola pikir penulis khususnya dan rekan-rekan pembaca pada umumnya.
Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen
pengampu mata kuliah Hukum Keluarga dan Waris BW Neng Yani Nurhayani,
S.H., M.H. . Penulis menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi bahasa, kosa-kata, maupun isi. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
rekan-rekan pembaca untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi. Semoga
makalah ini dapat diterima sebagai ide atau gagasan yang menambah kekayaan
intelektual bangsa.
Penyusun,
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................4
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang
termasuk dalam bidang hukum perdata yang memiliki kesamaan sifat dasar, antara
lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk hukum waris
perdata, meski letaknya dalam bidang hukum perdata, ternyata terdapat unsur
paksaan didalamnya.
Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan pemberian
hak mutlak (legitime portie) kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari
harta warisan atau ketentuan yang melarang pewaris telah membuat ketetapan
seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka penerima hibah
mempunyai kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan
kepadanya ke dalam harta warisan guna memenuhi bagian mutlak (legitimeportie)
ahli waris yang mempunyai hak mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal
1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang hibah-hibah yang wajib
inbreng (pemasukan). 1
Meskipun di dalam hukum waris perdata, terdapat unsur paksaan, namun
posisi hukum waris perdata, sebagai salah satu cabang hukum perdata yang
bersifat mengatur tidak berpengaruh. Konsekwensi dari hukum waris waktu yang
tidak terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka
berlakunya Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria, kecuali akan ketentuan
Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria. Biasanya kata boedel dipakai untuk
menunjuk kepada boedel pailit atau boedel seorang pewaris (boedel warisan).
Dalam ketentuan tentang kepailitan kita juga membaca tentang boedel
afstand Pasal 49 KUHPerdata atau penglepasan harta pailit. Menurut Pasal 20
Undang-Undang Pokok Agraria2 hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat berahli dan
1
Anisitus Amanat, 2001, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW.
Jakarta:Raja Grafindo Persada,hal. 9.
2
diahlikan kepada pihak lain. Maka sudah dapat disimpulkan bahwa hak milik
adalah hak yang tidak dapat diganggugugat oleh karena hubungan perdata antara
subyek dan hak tersebut yang melekat pada dirinya.
Hukum waris perdata, sangat erat hubungannya dengan hukum keluarga,
maka dalam mempelajari hukum waris perlu dipelajari pula sistem hukum waris
yang bersangkutan seperti sistem kekeluargaan, sistem kewarisan, wujud dari
barang warisan dan bagaimana cara mendapatkan warisan. Sistem kekeluargaan
dalam hukum waris perdata adalah system kekeluargaan yang bilateral atau
parental, dalam sistem ini keturunan dilacak baik dari pihak suami maupun pihak
isteri. Sistem kewarisan yang diatur dalam hukum waris perdata adalah sistem
secara individual, ahli waris mewaris secara individu atau sendiri-sendiri, dan ahli
waris tidak dibedakan baik laki-laki maupun perempuan hak mewarisnya sama.
Dalam hukum waris perdata, berlaku suatu asas, yaitu apabila seseorang
meninggal dunia (pewaris), maka demi hukum dan seketika itu juga hak dan
kewajibannya beralih kepada para ahli warisnya, sepanjang hak dan kewajiban
tersebut termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau dengan kata lain
hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Sistem hukum waris perdata
memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem hukum waris lainnya, yaitu
menghendaki agar harta peninggalan pewaris sesegera mungkin dapat dibagi-bagi
kepada mereka yang berhak atas harta tersebut.
Kalaupun harta peninggalan pewaris hendak dibiarkan dalam keadaan
tidak terbagi, maka harus melalui persetujuan oleh seluruh ahli waris, adapun
perbedaan antara harta warisan dan harta peninggalan adalah harta warisan belum
dikurangi hutang dan biaya-biaya lainnya, sedangkan harta peninggalan sudah
dikurangi hutang dan telah siap untuk dibagi. 3 Pewaris sebagai pemilik harta,
adalah mempunyai hak mutlak untuk mengatur apa saja yang dikehendaki atas
hartanya. Ini merupakan konsekwensi dari hukum waris sebagai hukum yang
bersifat mengatur. 4
2
Selengkapnya dalam Penjelasan Pasal 20 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-
Pokok Agraria.
3
Afandi Ali, 2000, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta,
hal. 7.
4
Anisitus Amanat, 2001, Op., Cit, hal. 23.
3
Ahli waris yang mempunyai hak mutlak atas bagian yang tidak tersedia
dari harta warisan, disebut ahli waris Legitimaris. Sedangkan bagian yang tidak
tersedia dari harta warisan yang merupakan hak ahli waris Legitimaris, dinamakan
Legitime Portie. Jadi hak Legitime Portie adalah, hak ahli waris Legitimaris
terhadap bagian yang tidak tersedia dari harta warisan disebut ahli waris
legitimaris.5
Fenomena yang menarik penulis dalam penelitiam ini adalah adanya
warisan yang dikuasai oleh ahli waris lain tanpa sepengetahuan ahli waris sahnya
pada putusan warisan di Pengadilan Negeri Jember yang dilatarbelakangi adanya
sengketa dalam keluarga terdapat pihak yang mempunyai harta warisan, mewaris
objek yang diwariskan dan belum mendapat hak warisan karena dikuasai oleh ahli
waris lain yang bukan haknya. Ketentuan dalam pasal 839 KUHPerdata
mewajibkan seorang ahli waris yang tidak patuh itu untuk mengembalikan apa
yang telah ia ambil dari barang-barang warisan semenjak warisan jatuh terluang.
Berkaitan dengan uraian di atas telah mendorong penulis untuk mengungkapkan
ke dalam penulisan makalah dengan judul : “ANALISIS PUTUSAN HAKIM
NOMOR 107/PDT.G/2019/PN.JMR TENTANG SENGKETA TANAH YANG
DIKUASAI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS”.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan tersebut penulis menyusun rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara nomor
107/PDT.G/2019/PN.JMR?
2. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari putusan nomor
107/PDT.G/2019/PN.JMR?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
5
Anisitus Amanat, 2001, Op., Cit, hal. 68.
4
6
Hilman Hadikusuma, 1991, Hukum Waris Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hal 5
7
Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, Hal 212
6
1. Pewaris
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan
kekayaan. Orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukan hukum
mengenai kekayaannya, baik untuk seluruhnya maupun untuk bagian yang
sebanding, dinamakan waris atau ahli waris. Penggantian hak oleh mereka
atas kekayaan untuk seluruhnya atau untuk bagian yang sebandingnya,
membuat mereka menjadi orang yang memperoleh hak dengan title
umum.11 Maka unsur-unsur yang mutlak harus dipenuhi untuk layak
disebut sebagai pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia dan
meninggalkan harta kekayaan.
2. Ahli Waris
a. Ahli waris menurut Undang-undang
Peraturan perundang-undangan di dalam BW telah menetapkan
keluarga yang berhak menjadi ahli waris, serta porsi pembagian harta
8
Anisistus Amanat, 2000, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata,Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, Hal 6.
9
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., Hal 193.
10
Ibid., Hal 211.
11
MR. A. Pitlo, 1990, Hukum Waris: Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Jakarta:
Intermasa, Hal 1
7
12
Zainuddin Ali,2008, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, Hal. 86
8
1) Golongan pertama
Golongan pertama adalah keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi
anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang
ditinggalkan atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang
ditinggalkan/hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada
tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami/isteri tidak saling mewarisi. 14
Bagian golongan pertama yang meliputi anggota keluarga dalam garis
lurus ke bawah, yaitu anak-anak beserta keturunannya, janda atau duda
yang ditinggalkan/ yang hidup paling lama, masing-masing memperoleh
satu bagian yang sama. Oleh karena itu, bila terdapat empat orang anak
dan janda maka mereka masing-masing mendapat hak 1/5 bagian dari
harta warisan.15
Apabila salah satu seorang anak telah meninggal dunia lebih dahulu dari
pewaris tetapi mempunyai lima orang anak, yaitu cucu-cucu pewaris,
maka bagian anak yang seperlima dibagi di antara anak-anaknya yang
menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal (dalam sistem
hukum waris BW disebut plaatsvervulling dan dalam system hukum waris
Islam disebut ahli waris pengganti dan dalam hukum waris adat disebut
ahli waris pasambei) sehingga masing-masing cucu memperoleh 1/25
bagian. Lain halnya jika seorang ayah meninggal dan meninggalkan ahli
13
Eman Suparman,2005, Hukum Waris di Indonesia Dalam Perspektif Islam Adat BW, Bandung:
PT. Refika Aditama, Hal. 30
14
Ibid, hal. 30
15
Zainuddin Ali,2008, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 87
9
waris yang terdiri atas seorang anak dan tiga orang cucu, maka hak cucu
terhalang dari anak (anak menutup anaknya untuk menjadi ahli waris).16
2) Golongan kedua
Golongan kedua adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang
tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan serta keturunan mereka.
Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka
tidak akan kurang dari 1/4 bagian dari harta peninggalan, walaupun
mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris. Oleh karena itu, bila
terdapat tiga orang saudara yang menjadi ahli waris bersama-sama dengan
ayah dan ibu, maka ayah dan ibu masing-masing akan memperoleh ¼
bagian dari seluruh harta warisan, sedangkan separuh dari harta warisan itu
akan diwarisi oleh tiga orang saudara yang masing-masing memperoleh
1/6 bagian. Jika ibu atau ayah salah seorang sudah meninggal dunia maka
yang hidup paling lama akan memperoleh sebagai berikut:17
a) ½ bagian dari seluruh harta warisan, jika ia menjadi ahli waris
bersama dengan seorang saudaranya, baik laki-laki maupun
perempuan sama saja.
b) 1/3 bagian dari seluruh harta warisan, bila ia menjadi ahli waris
bersama-sama dengan dua orang saudara pewaris.
c) ¼ bagian dari seluruh harta warisan, bila ia menjadi ahli waris
bersama-sama dengan tiga orang atau lebih saudara pewaris.
Apabila ayah dan ibu semuanya sudah meninggal dunia, maka harta
peninggalan seluruhnya jatuh pada saudara pewaris, sebagai hali waris
golongan kedua yang masih ada. Namun, bila di antara saudara-saudara
yang masih ada itu ternyata hanya ada saudara seayah atau seibu saja
dengan pewaris maka harta warisan terlebih dahulu dibagi dua, bagian
yang satu adalah diperuntukkan bagi saudara seibu.18
3) Golongan ketiga
16
17
Zainuddin Ali, 2008, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, Hal.88
18
Ibid.
10
Golongan ketiga adalah ahli waris yang meliputi kakek, nenek dan
leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris. Ahli waris golongan ketiga
terdiri atas keluarga dari garis lurus ke atas setelah ayah dan ibu, yaitu
kakek dan nenek serta terus ke atas tanpa batas dari pewaris. Hal
dimaksud, menjadi ahli waris. Oleh karena itu, bila pewaris sama
sekali tidak meninggalkan ahli waris golongan pertama dan kedua.
Dalam kondisi seperti ini sebelum harta warisan dibagi terlebih dahulu
harus dibagi dua (kloving), selanjutnya separuh yang satu merupakan
bagian sanak keluarga dari garis ayah pewaris dan bagian yang
separuhnya lagi merupakan bagian sanak keluarga dari garis ibu
pewaris. Bagian yang masing-masing separuh hasil kloving itu harus
diberikan pada kakek pewaris untuk bagian dari garis ayah, sedangkan
untuk bagian dari garis ibu harus diberikan kepada nenek.19
Cara pembagiannya adalah harta warisan dibagi dua, satu bagian
untuk kakek dan nenek dari garis ayah dan satu bagian untuk kakek
dan nenek dari garis ibu. Pembagian itu berdasarkan Pasal 850 dan
Pasal 853 (1):
a) ½ untuk pihak ayah
b) ½ untuk pihak ibu.
4) Golongan keempat
Ahli waris golongan keempat meliputi anggota dalam garis ke
samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. Hal
dimaksud, terdiri atas keluarga garis samping, yaitu paman dna bibi
serta keturunannya, baik dari garis pihak ayah maupun garis dari
pihak ibu. Keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung
dari si mayit (yang meninggal). Apabila bagian dari garis ibu sama
sekali tidak ada ahli waris sampai derajat keenam maka bagian dari
garis ibu jatuh kepada para ahli waris dari garis ayah. Demikian pula
sebaliknya.20
Dalam Pasal 832 ayat (2) BW disebutkan:
19
Zainuddin Ali, 2008, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, Hal.88
20
Ibid. Hal.91
11
“Apabila ahli waris yang berhak atas harta peninggalan sama sekali
tidak ada, maka seluruh harta peninggalan jatuh menjadi milik negara,
selanjutnya Negara wajib melunasi utang-utang si peninggal harta
warisan sepanjang harta warisan itu mencukupi.”
Cara pembagian harta warisan golongan keempat sama dengan ahli
waris golongan ketiga, yaitu harta warisan dibagi dua, satu bagian
untuk paman dan bibi serta keturunannya dari garis ayah dan satu
bagian lagi untuk paman dan bibi serta keturunannya dari garis ibu.
a. Ahli waris menurut wasiat
Menurut Pasal 874 s.d. Pasal 894, Pasal 913 s.d. Pasal 929 dan Pasal 930
s.d. Pasal 1022 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur tentang
seseorang, dua orang atau beberapa orang untuk menjadi ahli waris
berdasarkan wasiat. Menurut Pasal 874 harta peninggalan seseorang yang
meninggal dunia adalah kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, tetapi
pewaris dengan surat wasiat dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
termuat dalam undang-undang. Oleh karena itu, surat wasiat yang dilakukan
oleh pewaris dapat menunjuk seseorang atau beberapa orang menjadi ahli waris
yang disebut erfstelling. Erfstelling adalah orang yang ditunjuk melalui surat
wasiat untuk menerima harta peninggalan pewaris. Orang yang menerima
wasiat itu disebut testamentaire erfgenaam. Testamentaire erfgenaam adalah ali
waris menurut wasiat.
Ahli waris dimaksud menurut undang-undang adalah ahli waris yang
memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal onder algemene title. Oleh
karena itu, catatan para ahli waris dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke
bawah tidak dapat dikecualikan sama sekali. Menurut undang-undang, mereka
dijamin dengan adanya legitieme portie (bagian mutlak). Ahli waris yang
menerima legitieme portie disebut legitimaris. Poris bagian ahli waris karena
wasiat mengandung asas bahwa apabila pewaris mempunyai ahli waris yang
merupakan keluarga sedarah, maka bagiannya tidak boleh mengurangi bagian
mutlak dari para legitimaris.
12
Dari keempat golongan ahli waris yang telah diuraikan dan dicontohkan di
atas, berlaku ketentuan bahwa golongan yang terdahulu menutup golongan yang
kemudian. Karena itu, jika ada golongan kesatu, maka golongan kedua, ketiga dan
keempat tidak menjadi ahli waris. Jika golongan kesatu tidak ada, maka golongan
kedua yang menjadi ahli waris. Selanjutnya, jika golongan kesatu dan kedua tidak
ada, maka golongan ketiga atau keempat menjadi ahli waris. Golongan kesatu
adalah anak-anak sah dan anak luar kawin yang diakui sah dengan tidak ada ahli
waris yang berhak atas harta peninggalan pewaris, maka seluruh harta
peninggalan pewaris menjadi milik negara.
mencapai tujuanya, baik melalui jalan hukum maupun dengan jalan melawan
hukum. Jika perolehan harta waris dilakukan dengan jalan melawan hukum, sudah
tentu ada sanksi hukum yang menanti para pihak yang melakukan perbuatan
tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 834 yang
berbunyi :
23
subekti dan tjitro Sudibyo.Op.Cit. hal.239
14
24
34 Ibid. hal. 112
15
Legitieme Portie hanya berlaku jika anak Luar Kawin diakui secarah sah
oleh pewaris sesuai ketentuan dalam Pasal 916 KUHPerdata, bagian mutlak dari
anak luar kawin yang telah diakui adalah: setengah dari bagian yang seharusnya
diterima oleh anak luar kawin tersebut menurut ketentuan Undang-Undang
sedangkan yang tidak diakui tidak termasuk dalam kategori Anak Luar Nikah.
BAB III
PEMBAHASAN
Dusun Krajan Desa Suko Jember, Kecamatan Jelbuk, Kab. Jember dengan batas-
batas sebagai berikut :
Utara : Jalan Desa
Timur : Jalan Desa
Selatan : Jalan Desa
Barat : Selokan
Yang diperoleh P. Soekadi (alm) pada tahun 1972 dengan cara membeli dari GD
MISDJA B H EKSAN dihadapan kepala Desa Suko Jember pada tahun 1972. dan
disaksikan oleh Kerawat Desa, setelah itu langsung diadakan balik nama menjadi
atas nama P. SOEKADI, dan pada awal tahun 2018 tanah tersebut dirampas oleh
para Tergugat sampai dengan sekarang.
Menimbang, bahwa Para Tergugat dengan dalil sangkalannya bahwa Para
Tergugat adalah ahli waris dari GD. Misdja B. H. Eksan, dan selama hidup GD.
Misdja B. H. Eksan tidak pernah menjual tanah kepada siapapun juga, dan dalam
Buku Letter C Desa Suko Jember tidak tercatat sebidang tanah atas nama P.
Soekadi, Para Tergugat tidak pernah merampas atau menguasai tanah milik P.
Soekadi, tetapi Para Tergugat menguasai tanahnya sendiri yang berasal dari GD.
Misdja B. H. Eksan dengan identitas sesuai buku Letter C Desa Suko Jember No.
836, Persil No. 44, kelas SII, luas 0.295 da, tercatat an GD. Misdja B. H. Eksan,
terletak di Dusun Krajan Barat, Desa Suko Jember, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten
Jember, dengan batas-batas sebelah Utara : jalan desa, Timur : Jalan Desa, Selatan
Jalan Desa, Barat : Selokan;
Menimbang, bahwa berdasarkan adanya perbedaan dalil-dalil dari kedua
belah pihak, maka Majelis akan mempertimbangkan dan menyelesaikan sesuai
dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan baik dari keterangan saksi-saksi
dan bukti-bukti surat maupun dari kedua belah pihak yang beperkara
Menimbang, bahwa dalam jawabannya Para Tergugat telah menyangkal
dalil gugatan Para Penggugat tersebut, maka sesuai dengan ketentuan 163 HIR jo.
Pasal 283 RBg jo. 1865 BW Para Penggugat berkewajiban untuk membuktikan
dalil gugatannya
19
“ Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh
tahun memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukan alas
haknya.”
2. Daluwarsa membebaskan (Extinctieve Verjaring)
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve verjaring) adalah seseorang dapat
dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum oleh karena lewat
waktu. Oleh Undang-Undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu
tiga puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau
tuntutan hukum. Ini berarti, bila seseorang digugat untuk membayar suatu
hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat menolak
gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama tiga puluh tahun
belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu.
Menimbang, bahwa untuk memperoleh hak milik melalui jalan daluwarsa,
haruslah terpenuhi beberapa syarat, yaitu :
1. Orang mesti memegang kedudukan berkuasa sebagai pemilik
2. Kedudukan berkuasa tersebut harus diperolehnya dan dipertahankannya
dengan itikad baik
3. Kedudukan berkuasa tersebut harus ternyata dimuka umum
4. Kedudukan berkuasa tersebut harus dilakukan secara terus-menerus dan
tidak berhenti;
Menimbang, bahwa dari alat-alat bukti yang diajukan oleh Penggugat
yaitu alat bukti surat P-1 sampai P-7 serta dikaitkan dengan saksi Ahmad Umar
dan saksi Kusyadi yang pada pokoknya menjelaskan bahwa orang tua para
Penggugat yaitu P. Soekadi telah menguasai dan mengerjakan tanah sengketa
/obyek sengketa sejak tahun 1972 dan baru pada tahun 2018 tanah sengketa/obyek
sengketa dikuasai oleh Para Tergugat dan berdasarkan keterangan saksi dari Para
Tergugat yaitu saksi Yayan yang pada pokoknya menjelaskan tanah/obyek
sengketa dari dahulu P. Soekadi mengerjakan tanah tersebut dan saksi Yayan
pernah disuruh oleh P. Cahyono (Penggugat I) untuk menggarap/mengerjakan
tanah sengketa selama kurang lebih 15 (lima) belas tahun sedangkan Para
22
Tergugat baru 2 (dua) tahun menguasai tanah sengketa dan tanah sengketa telah
dikuasai kurang lebih 30 (tiga puluh) tahun oleh Penggugat I (Cahyono)
Menimbang, bahwa berdasarkan Yurisprudensi Putusan MA No. 408
K/Sip/1973 tanggal 9 Desember 1975, yang pada pokoknya karena Penggugat
selama 30 tahun lebih membiarkan tanah sengketa dikuasai oleh Tergugat
(Almarhum Ny. Ratini) dan anak-anaknya, hak para Penggugat untuk menuntut
tanah sengketa telah lewat waktu
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas dengan P. Sukardi dan anak-anaknya (Para Penggugat) sejak tahun 1972
sampai tahun 2018, telah menguasai obyek sengketa/tanah sengketa dengan kata
lain Para Penggugat telah menguasai obyek sengketa dalam jangka waktu selama
kurang lebih 46 (empat puluh enam) tahun secara terus menerus dan tidak pernah
dalam jangka waktu tersebut satu orangpun dari Para Tergugat maupun orang lain
yang mengganggu penguasaan obyek sengketa, dan penguasaan oleh Para
Penggugat telah diketahui secara umum oleh masyarakat sekitar obyek sengketa
tersebut, oleh karena menurut Majelis Hakim sebagaimana ketentuan Pasal 1963
ayat (2) KUHPdt/BW, maka Para Penggugat tidak perlu menunjukkan alas
haknya
Menimbang, bahwa Para Tergugat dalam jawabannya mendalilkan bahwa
obyek sengketa yang didalilkan oleh Para Penggguat, dalam buku kerawangan
dan buku C Desa sebagaimana bukti T.I-1,2,3 sampai dengan bukti T.8-1,2,3
tidak tertulis atas nama P. Soekadi namun tertulis Gd. Misdja b. H. Iksan, oleh
karenannya Para Penggugat tidak mempunyai dasar dalam menguasai tanah/obyek
sengketa tersebut
Menimbang, bahwa berkaitan dengan bukti T.I-1,2,3 sampai dengan bukti
T.8-1,2,3, dan keterangan saksi-saksi dari Para Tergugat dan telah menjadi fakta
hukum bahwa memang Gd. Misdja b. H. Iksan adalah pemilik asal dari obyek
sengketa, dan Majelis Hakim telah mempertimbangkan tentang perbedaan tersebut
sebagaimana telah diuraikan diatas obyek/tanah sengketa adalah Terletak di
Dusun Krajan Desa Suko Jember, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember dengan
23
batas-batas sebagai berikut : Utara :Jalan Desa, Timur : Jalan Desa, Selatan : Jalan
Desa, Barat :Selokan.
Menimbang, bahwa karena penguasan yang dilakukan oleh Para
Penggugat sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 2018 tanpa ada gangguan dari
siapapun juga termasuk orang tua Para Tergugat sewaktu masih hidup dan juga
dari Para Tergugat, sehingga secara hukum Para Penggugat tidak perlu
membuktikan alas hak penguasaannya tersebut oleh karena itu jawaban Para
Tergugat menjadi terbantahkan
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas menurut Majelis
Hakim Para Penggugat adalah pemilik dari tanah/obyek sengketa yang diperoleh
dari orang tua nya yaitu P. Soekadi
Menimbang, bahwa dengan Para Penggugat dapat membuktikan dalil –
dalil gugatannya dan Para Penggugat adalah pemilik dari obyek sengketa maka
penguasaan terhadap obyek sengketa oleh Para Tergugat merupakan perbuatan
melawan hukum
Menimbang, bahwa dari alat-alat bukti yang diajukan para penggugat
sebagaimana diuraikan diatas dalam hubungannya satu sama lain, para penggugat
dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya, sebaliknya Para Tergugat dengan alat-
alat bukti yang diajukannya sebagaimana diuraikan diatas dalam hubungannya
satu sama lain tidak dapat membuktikan dalil sangkalannya;
Menimbang, bahwa oleh karena Para Penggugat telah dapat membuktikan
dalil-dalil gugatannya sedangkan Para Tergugat dinyatakan tidak dapat
membuktikan dalil-dalil bantahannya maka selanjutnya akan dipertimbangkan
Petitum-Petitum dari Para Penggugat, sebagai berikut :
Menimbang, bahwa terhadap petitum Para Penggugat angka 1, yang
meminta agar Pengadilan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya,
Majelis Hakim berpendapat oleh karena petitum tersebut bergantung pada petitum
Penggugat selebihnya, maka terhadap petitum tersebut akan dipertimbangkan
setelah Majelis mempertimbangkan petitumpetitum Para Penggugat selebihnya ;
Menimbang, bahwa terhadap petitum Para Penggugat angka 2, karena
untuk dinyatakan seseorang yang beragama Islam adalah ahli waris, hal tersebut
24
merupakan kewenangan dari Pengadilan Agama oleh karena itu terhadap terhadap
petitum angka 2 tersebut haruslah di tolak
Menimbang, bahwa terhadap petitum angka 3 dan angka 4, dan angka 5,
yang menurut Majelis Hakim merupakan petitum yang saling berkaitan, oleh
karena itu berdasarkan bukti-bukti dari Para Penggugat baik saksi maupun surat,
telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam mempertimbangkan putusan ini
dan Para Penggugat dapat membuktikan bahwa tanah obyek sengketa adalah milik
dari P. Soekadi yang selanjutnya dikuasai oleh Para Penggugat sebagai anak-
anaknya selama 46 Tahun tanpa ada gangguan dari pihak manapun juga baik dari
orang tua Para Tergugat sewaktu masih hidup dan juga dari Para Tergugat sebagai
anak-anaknya, sehingga Para Penggugatlah pemilik dari tanah/obyek sengketa
tersebut, maka terhadap petitum-petitum tersebut perlu dikabulkan dengan
perbaikan redaksi
Menimbang, bahwa terhadap petitum angka 6, dan angka 7, merupakan
petitum yang berkaitan maka akan dipertimbangkan sekaligus karena Para
Penggugat dapat membuktikan bahwa tanah obyek sengketa adalah milik dari P.
Soekadi dan telah dikuasai oleh Para Penggugat sebagai anak-anaknya selama 46
Tahun tanpa ada gangguan dari pihak manapun juga termasuk Para Tergugat,
sehingga Para Penggugatlah pemilik dari tanah/obyek sengketa tersebut, maka
penguasaan Para Tergugat baik sebagian maupun keseluruhan terhadap obyek
sengketa adalah perbuatan yang melawan hukum oleh karena itu Para Tergugat
ataupun siapa saja yang memperoleh hak dari padanya untuk menyerahkan tanah
sengketa kepada Para Penggugat dalam keadaan baik dan kosong, patut untuk
dikabulkan
Menimbang, bahwa terhadap petitum angka 8, menurut Majelis Hakim
adalah petitum yang selama dipersidangan Penggugat tidak dapat membuktikan
nilai kerugian yang diderita oleh Para Penggugat, oleh karena itu menurut Majelis
Hakim petitum tersebut haruslah ditolak
Menimbang, bahwa terhadap petitum angka 9, berdasarkan putusan
Mahkamah Agung No. 307K/Sip/1976, tertanggal 7 Desember 1976, yang
Intinya, tuntutan uang paksa harus ditolak dalam hal putusan dapat dilaksanakan
25
dengan eksekusi riil jika putusan tersebut mempunyai kekuatan yang pasti, oleh
karena dalam perkara aquo Majelis Hakim berpendapat masih dapat dilaksanakan
melalui eksekusi, maka petitum tersebut harus di tolak;
Menimbang, bahwa terhadap petitum angka 10, Majelis Hakim
berpendapat karena dari awal persidangan ini tidak diletakkan sita jaminan maka
terhadap petitum ini harus dtolak
Menimbang, bahwa terhadap petitum angka 11, oleh karena ketentuan
mengenai putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbar bij vorraad)
walaupun ada verzet, banding, maupun kasasi diatur dalam Pasal 180 ayat (1) HIR
jo SEMA RI No. 3 Tahun 2000 tanggal 21 Juli 2000 tentang Putusan Serta Merta
(Uitvoerbaar bij Voorrad) dan Provisionil jo. SEMA R.I. No. 4 Tahun 2001
tanggal 20 Agustus 2001 tentang Permasalahan Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar
bij Voorraad) dan Provisionil, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, dan
dari bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat, Majelis Hakim tidak melihat
adanya satu bukti pun sebagaimana yang disyaratkan dalam beberapa ketentuan di
atas, karenanya terhadap petitum tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa terhadap petitum angka 12, Majelis Hakim
berpendapat bahwa oleh karena Para Penggugat dapat membuktikan dalil
gugatannya maka terhadap petitum tersebut dapat dikabulkan, dan terhadap Para
Tergugat di hukum untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng yang
besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis
Hakim berpendapat gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebagian;
Memperhatikan, Pasal 1963 BW/KUH Perdata, UU No. 48 tahun 2009 jo.UU No.
4 tahun 2004, HIR, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt) / BW, RV
dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan.
26
mengembalikan tanah yang mereka kuasai kepada ahli waris yang sah yaitu para
penggugat. Para penggugat disini adalah anak sah dari P. Soekadi yang merasa
hak nya dilanggar oleh para tergugat.
Padahal menurut Pasal 1066 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pembagian harta warisan atau harta peninggalan diawali dengan penentuan siapa
saja yang berhak untuk mendapatkan bagian-bagian tersebut, menentukan besar
bagian yang didapat oleh yang berhak tersebut serta langkah selanjutnya
penyelesaian pembagian harta warisan yang dilaksanakan dengan kesepakatan
para pihak yang berhak dalam pembagian harta warisan tersebut. Maka sudah
seharusnya para tergugat mengetahui jumlah dan bagian nya masing-masing dan
tidak untuk menguasai harta warisan yang bukan haknya.
Suatu putusan untuk memperoleh kekuatan hukum yang tetap diakui
memang sering harus menunggu waktu yang lama kadang-kadang sampai
bertahun-tahun. Namun ada sebuah ketentuan yang merupakan penyimpangan
dalam hal ini, yaitu terdapat dalam Pasal 180 ayat 1 HIR/ Pasal 191 ayat 1 RBg
yaitu ketentuan mengenai putusan yang pelaksanaannya dapat dijalankan terlebih
dahulu, meskipun ada banding dan kasasi dengan kata lain putusan itu dapat
dilaksanakan meskipun putusan itu belum mempunyai kekuatan hukum yang
tetap, lembaga ini dikenal dengan Uit Voerbaar Bij Vooraad. Hakim berwenang
menjatuhkan putusan akhir yang mengandung amar, memerintahkan supaya
putusan yang dijatuhkan tersebut, dijalankan atau dilaksanakan lebih dahulu:
1. Meskipun putusan itu belum memperoleh kekuatan hukum
yang tetap (res judicita); dan
2. Bahkan meskipun terhadap putusan itu diajukan
perlawanan atau banding.
Berdasarkan ketentuan yang digariskan Pasal 180 ayat 1 HIR, Pasal 191
ayat 1 RBg serta Pasal 54 Rv, memberi wewenang kepada hakim menjatuhkan
putusan yang berisi diktum: memerintahkan pelaksaanaan lebih dahulu putusan,
meskipun belum memperoleh kekuatan tetap adalah bersifat eksepsional.
Penerapan Pasal 180 HIR dimaksud, tidak bersifaf generalisasi, tetapi bersifat
28
25
http://reposity.usu.ac.id/bitstream/123456789/44119/3/chapter%2011. (Diakses pada tanggal 13
Januari 2021)
26
Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, 2013, Kepemilikan Properti di Indonesia,
Mandar Maju: Bandung Hal.72
27
Harifin A Tumpa, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Total media: Yogyakarta, Hal.44
BAB IV
KESIMPULAN
Sumber Buku
Affandi, A. (2000). Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ali, Z. (2008). Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Amanat, A. (2000). Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata.
Jakarta: PT.Raja Grafindo Muhammad.
Hadikususma, H. (1991). Hukum Waris Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Muhammad, A. (2010). Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya
Bakti.
Pitlo, M. A. (1990). Hukum : Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda.
Jakarta: Intermasa.
Suparman, E. (2005). Hukum Waris di Indonesia Dalam Perspektif Islam Adat
BW. Bandung: PT.Refika Aditama.
Sumber Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPerdata);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Pokok-Pokok Agraria;
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Sumber Internet
http://fh.unram.ac.id/wpcontent/uploads/2014/05/Faktor-Faktor-
YangMempengaruhi-Terjadinya-Sengketa-Hak-Atas-Tanah-Waris
http://File.Upi.Edu/Direktori/Fpips/Jur.Pend.Kewarganegaraan/Drs.H.Dadangsun
dawa,M.Pd/H.Perdata/Hk.Waris
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50dbbb8cb848d/akibat-hukum-jual-
belitanah-warisan-tanpa-persetujuan-ahliwaris
http://m.gresnews.com/berita/tips/80316-penyelesaian-sengketa-tanah-warisan/
https://googleweblight.com/?
lite_url=https://id.m.wikipedia.org/wiki/hak_atas_tanah&ei=HU50m8bx&lc=id