Anda di halaman 1dari 22

PELAKSANAAN HIBAH WASIAT DAN AKIBATNYA

TERHADAP LEGITIEME PORTIE MENURUT PUTUSAN


NOMOR : 560/PDT.G/2015/PN.SBY

PROPOSAL USULAN PENELITIAN

OLEH:
Adiansah, S.H

UNIVERSITAS PERTANAHAN
REPUBLIK INDONESIA
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

E. Kerangka Pemikiran

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Pemikiran

DAFTAR PUSTAKA
A. Latar Belakang Masalah

Sejarah perkembangan hukum di Indonesia menunjukan bahwa sejak

pemerintahan Hindia Belanda berkuasa, telah di kenal adanya sistem hukum

yang berlaku, yaitu sistem hukum adat, sistem hukum islam, dan sistem hukum

barat/eropa. Hal ini tergambar jelas dengan adanya kehidupan masyarakat

Indonesia yang beraneka ragam.

Berlakunya ketiga sistem hukum tersebut tidak terlepas dari adanya

perbedaan sistem hukum kewarisannya, terdapat pula perbedaan forum

pengadilan yang dapat digunakan. Pengadilan yang digunakan untuk

menyelesaikan perkara hukum waris islam dapat menggunakan Pengadilan

Agama. Sedangkan pengadilan yang digunakan untuk menyelesaikan perkara

hukum waris barat dapat menggunakan Pengadilan Negeri.1 Atas dasar tersebut

dapat dibuktikan bahwa hukum waris di Indonesia masih bersifat pluralistik dan

ketiga sistem hukum kewarisan tersebut masih berlaku dan diterapkan dalam

kehidupan masyarakat Indonesia.

Sistem kewarisan yang dianut oleh hukum perdata barat, merupakan

individual dan bilateral, artinya setiap ahli waris berhak menuntut pembagian

1
Vanessa dan Stanislaus Atalim, “Penerapan Pemberian Hibah Berdasarkan Pasal 920 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Dilihat dari Asas Legitieme Portie (Studi Kasus :Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2954k/Pdt/2017),’’ Jurnal Hukum Adigama Vol 2 No.
2, 2019 hal. 2.
harta warisan, dan memperoleh bagian yang menjadi haknya, baik harta warisan

dari ayahnya maupun harta warisan dari ibunya. 2Adanya sifat kewarisan yang

diatur dalam Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) menunjukan bahwa hak bagi

ahli waris untuk menuntut bagian warisannya ialah "Individual mutlak". 3

Dengan demikian, hal itu dapat diadakan perjanjian untuk tidak melaksanakan

pemisahan atau pembagian harta warisan dengan waktu lamanya 5 (lima) tahun

dan tiap kali jangka waktu itu terlampaui maka akan diperbaharui dalam (Pasal

1066 ayat 3 dan ayat 4 KUHPerdata).

Sistem hukum adat berbeda dengan sistem hukum perdata barat yang

mana sistem hukum adat ini bersifat individual dan kolektif. Sedangkan sistem

pewarisan menurut hukum islam juga individual, tetapi individual bilateral.

Sistem pewarisan menurut hukum islam tidak mengenal sifat mutlak untuk

melaksanakan pembagian harta warisan atau membiarkan harta warisan dalam

keadaan tidak terbagi-bagi, tetapi dilakukan dengan cara musyawarah.4

Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak

berlaku untuk semua golongan penduduk . Namun hukum waris perdata hanya

berlaku untuk: 5

1. Bagi golongan orang-orang Eropa dan yang dipersamakan dengan itu;


2
Djaja S.Meliala, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Cet. 1, Nuansa
Aulia, Bandung, 2018, hal.2
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
4
Djaja S. Meilala,Op.Cit., hal.3.
5
Sulih Rudito, “Penerapan Legitieme Portie (Bagian Mutlak) dalam Pembagian Warisan Menurut
Kuhperdata.’’ Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Vol 3 No. 3, 2015 hal. 2.
2. Bagi golongan Timur Asing Tionghoa;

3. Golongan Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi yang

menundukkan diri.

Hukum kewarisan perdata barat yang teratur dalam Kitab Undang

Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang merupakan tiruan dari

Burgerlijk Wetboek lama Belanda. 6Berdasarkan azas konkordansi diberlakukan

di Indonesia bagi golongan eropa dan mereka yang dipersamakan dengan

golongan eropa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 131 Indische

Staatsregeling, meskipun hal tersebut merupakan produk hukum dari

pemerintahan kolonial Belanda, namun sampai sekarang ini masih tetap

dinyatakan berlaku.

Hukum waris perdata barat termasuk dalam kajian Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Dalam bidang dan lapangan hukum perdata tentu

memiliki kesamaan sifat dasar, kesamaan tersebut bersifat mengatur serta tidak

ada unsur paksaan. Namun untuk hukum waris perdata barat, meski letaknya

begitu sama di bidang hukum perdata, ternyata ada unsur paksaan didalamnya.
7
Unsur paksaan dalam hukum waris perdata barat ialah adanya ketentuan

pemberian hak mutlak (legitieme portie) dengan pemberian jumlah tertentu

kepada ahli waris tertentu dari harta warisan atau ketentuan yang melarang

pewaris untuk menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka


6
Wati Rahmi Ria Dan Muhamad Zulfikar, Hukum Waris Berdasarkan Sistem Perdata Barat dan
Kompilasi Hukum Islam, Unila, Bandar Lampung, 2018.
7
Sulih Rudito, Op.Cit., hal. 2 .
penerima hibah memiliki kewajiban dalam pengembalian harta yang telah

dihibahkan kepadanya, untuk memenuhi bagian mutlak (legitime portie) ahli

waris yang mempunyai hak mutlak tersebut, dengan memperhatikan isi Pasal

1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang inbreng (pemasukan)

yang di wajibkan dalam hibah.8

Sesuai yang terdapat di dalam Pasal 913 KUHPerdata bahwa legitieme

portie atau bagian mutlak warisan merupakan bagian dan harta benda yang

wajib diberikan kepada para ahli waris dengan catatan garis lurus menurut

Undang-Undang, yang mana orang yang telah meninggal dunia tidak boleh

menetapkan sesuatu, baik itu sebagai wasiat maupun sebagai hibah dengan

orang-orang yang masih hidup.9

Secara sederhana, yang di maksud hibah adalah pemberian yang

dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup

dan pelaksanaan pembagiannya biasanya dilakukan pada waktu penghibah

masih hidup10. Hibah berbeda dengan pewarisan, hibah hanya dapat terjadi saat

pemberian hibah masih hidup pada saat pelaksanaan pemberian dilakukan.

Sedangkan pewarisan terjadi apabila seseoang yang telah meninggal dunia dan

meninggalkan harta kekayaan.

Berkaitan dengan hibah yang mana diatur dalam titel X Buku III pasal
8
Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Cet. 1, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal.1.
9
R. Soesilo & R. Pramudji, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Burgerlijk Wetboek, Wipress,
Jakarta, 2007, hal. 210.
10
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan Bw, Cet. 4, Refika
Aditama, Bandung, 2014, hal 81.
1666-1693. Hibah di rumuskan sebagai berikut: “Hibah adalah suatu pemberian

harta atau benda dengan mana sipenghibah, diwaktu hidupnya, secara cuma-

cuma dan tidak dapat ditarik kembali, baik harta bergerak maupun tidak

bergerak dengan menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah

yang menerima penyerahan itu.”11

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwasanya sampai

sekarang ini pengaturan hukum waris yang telah berlaku di Indonesia masih

belum mencapai tahap unifikasi hukum, mengingat bahwa sifat hukum waris itu

sendiri sangat erat kaitannya dengan sifat kekeluargaan dan karakteristik

masyarakat Indonesia yang beraneka ragam.12 Masing-masing sistem hukum

tersebut mempunyai ketentuannya sendiri mengenai subyek hukum waris,

warisan, bagaimana membagi harta peninggalan tersebut, bagian mutlak

seorang ahli waris, hibah, dan sebagainya. Dengan adanya pluralisme hukum

ini dapat memberikan kemungkinan bagi para keluarga dalam masyarakat untuk

memilih dan menentukan sendiri sistem hukum apa yang akan mereka gunakan

dalam melakukan pembagian harta warisan, berdasarkan kesepakatan bersama.

Sebagai salah satu cara memperoleh hak milik, kewarisan merupakan suatu hal

yang sangat sensitif dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, sebab

banyak sekali masalah yang dapat timbul dari adanya kewarisan.

Adapun kasus yang berkaitan dengan penulisan ini, adalah kasus yang

11
Ibid.
12
Ibid., hal. 5.
terjadi terhadap harta warisan yang ditinggalkan oleh almarhumah nyonya

Emmy Maria Lezana (Lie Emmy Nio) yang di sebut juga Peninggal waris, yang

telah kawin dengan tuan dokter Tjiong Njan Han pada tanggal 3 Mei 1935,

tanpa membuat perjanjian kawin. Dalam perkawinannya mereka dilahirkan dua

orang anak, yaitu : Tuan Tjiong oen Djien dan Leo Alphons Sadhaka. Selain

kedua anak tersebut, almarhumah nyonya Emmy Maria Lezana tidak

mempunyai anak adopsi, anak angkat maupun anak luar nikah yang diakui

secara sah., Almarhumah nyonya Emmy Maria Lezena telah bercerai dengan

tuan dokter Tjiong Njan Han pada tanggal 9 juni 1959, sebagaimana tercatat

dalam akta perceraian yang dikeluarkan oleh pegawai luar biasa Catatan Sipil

Kabupaten Ngandjuk pada tanggal 12 juni 1959. Sebagaimana dinyatakan

dalam akta wasiat Nomor: 11 tertanggal 30 januari 2006, yang dibuat dihadapan

notaris, yang bunyinya sebagai berikut: Saya hibah wasiatkan, kepada anak

saya, yaitu “Leo Alphons Sadhaka, atas sebidang tanah Hak Milik nomor

842/Petojo Utara, terletak di dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya,

Wilayah Jakarta Pusat, Kecamatan Gambir, Kelurahan Petojo Utara, seluas 559

m2 (lima ratus lima puluh sembilan meter persegi), sebagaimana ternyata dari

Surat Ukur tertanggal 07-03-1981 (tujuh maret seribu sembilan ratus delapan

puluh satu) nomor : 358/1981 yang sertipikat haknya dikeluarkan oleh Kepala

Kantor Agraria, pada tanggal 17-03-1981 ( tujuh belas maret seribu sembilan

ratus delapan puluh satu), tercatat atas nama : Nyonya Emmy Maria Lezana,

setempat dikenal sebagai Jalan Semboja.


Bahwa berdasarkan akta wasiat pada tanggal 30 Januari 2006 nomor 11

sebagaimana tersebut diatas, pada intinya adalah peninggal waris (Emmy

Maria Lezana, dalam hal ini) hanya meng-hibah wasiatkan sebidang tanah hak

milik nomor 842/Petojo Utara, Jakarta Pusat (diketahui sebagai Jalan Semboja

nomor : 14) kepada tuan Leo Alphons Sadhaka saja, sehingga hal tersebut

melanggar bagian mutlak (Legitieme portie) untuk tuan Tjiong Oen Djien,

sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(Burgerlijk wetboek), Apabila yang ditinggalkannya dualah orang anak, maka

bagian mutlaknya adalah masing-masing (dua per tiga) dari apa yang

seharusnya diwarisi oleh nya dalam pewarisan.

Dari uraian di atas bahwa Tjiong Oen Djien juga salah satu ahli waris

almarhumah nyonya Emmy Maria Lezana yang memiliki bagian mutlak

(legitieme portie) yang dijamin dan dilindungi hak-haknya berdasarkan

Undang-undang, hal tersebut juga telah sesuai dan diatur dalam Pasal 920 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek):

‘‘Terhadap semua penghibahan maupun pemberian, baik antara yang


masih hidup maupun dengan surat wasiat yang dapat mengakibatkan kurangnya
bagian mutlak dalam suatu warisan, yang mana suatu hari bisa dilakukan
pengurangan, bilamana warisan itu jatuh meluang yang tidak tau arah, namun
hanyalah atas tuntutan para waris mutlak dan pengganti mereka atau biasa
disebut ahli waris’’.13

Dengan diaturnya pasal 1920 telah terdapat fakta hukum bahwa akta

wasiat nomor 11 pada tanggal 30 Januari 2006 sebagaimana telah di uraikan

13
Pasal 920 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
diatas yaitu melanggar bagian mutlak (legitieme portie) untuk tuan Tjiong

Oen Djien , sehingga tuan Tjiong Oen Djien melalui gugatan perkara a quo

menuntut bagian mutlak (legitime portie) yang seharusnya menjadi haknya.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa Tjiong Oen Djien merupakan Warga

Negara Asing yaitu Warga Negara Belanda dengan kata lain bukan Warga

Negara Indonesia (WNI) dengan itu gugatannya mengandung cacat error in

persona (gemis aanhoedanigheid) yaitu eksepsi diskualifikasi, yakni Tjiong

Oen Djien tidak memiliki dasar legalitas untuk menggugat.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik

untuk meneliti dan menulis permasalahan tersebut dalam proposal usulan tesis

dengan judul: “Pelaksanaan Hibah Mengenai Legitieme Portie Dalam

Putusan Pengadilan Tinggi (Analisis Terhadap Putusan Nomor :

560/Pdt.G/2015/PN.Sby).”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, penulis

membatasi pokok permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pembagian waris berkenaan dengan adanya

legitime portie (bagian mutlak) yang di langgar?

2. Apakah yang menyebabkan anak sah tidak mewaris harta peninggalan


pewaris, sedangkan mereka adalah ahli waris legitimaris yang berhak atas

legitime portie ?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti sehingga

sesuai dengan apa yang akan dikehendaki penulis dan mencapai hasil yang akan

di capai, juga menunjukan kwalitas penelitian tersebut. Yang mana pada

prinsipnya mengungapkan apa yang hendak di capai oleh peneliti sebagai solusi

atas permasalahan yang dihadapi. Adapun tujuan yang akan di capai dalam

penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan hibah mengenai

legitieme portie yang di langgar.

2. Untuk mengetahui penyebab anak-anak sah tidak mewaris harta

peninggalan pewaris, padahal mereka adalah ahli waris (legitimaris)

yang berhak atas legitieme portie.

D. Kegunaan Penelitian

Suatu penelitian akan bernilai dan dihargai apabila penelitian tersebut

dapat berguna yang hanya tidak bagi peneliti sendiri, namun juga bagi orang

lain. Adapun Kegunaan yang diharapkan dapat diambil dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk


dapat memperkaya pengetahuan dalam bidang ilmu hukum khususnya

tentang hukum waris perdata, maupun hak dan kewajiban para

pihaknya.

2. Kegunaan praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbang saran / informasi yang jelas tentang legitime portie,yang

merupakan bagian mutlak dari harta warisan yang harus diberikan

kepada ahli waris yang sedarah.

E. Kerangka Pemikiran

Agar lebih mudah memahami dan mengerti apa yang di maksud dengan

penulisan ini, maka penting diketahui definisi dan batasan terhadap konsep-

konsep yang terdapat dalam judul tesis ini, di mana kerangka Pemikiran ini

berguna sebagai pengantar pada pengertian awal. Adapun konsep-konsep

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hukum waris

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta

kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia dan seseorang yang

ditinggalkan serta akibatnya bagi para ahli warisnya. 14

2. Pewaris

14
Effendi Peragin, Hukum Waris, Cet, Kharisma Putra Utama, Raja Grafindo, Jakarta,2005, hal. 3.
Adalah orang yang memberi pusaka yakni orang yang meninggal dunia

dan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, pusaka, maupun surat

wasiat.15

3. Mewarisi

Yaitu memperoleh harta pusaka dari orang tuanya dan sebagainya,

biasanya segenap ahli waris adalah mewarisi harta peninggalan

pewarisnya.16

4. Ahli waris

Ahli waris adalah orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukan

hukum mengenai harta peninggalannya, baik untuk seluruhnya maupun

untuk bagian yang sebanding.

5. Harta warisan

Adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva

yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada para ahli waris.17

6. Hibah

Adalah suatu perjanjian yang mana si penghibah, di waktu hidupnya,

dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, pemberikan

sesuatu benda guna keperluan si penerima yang menerima pemberian itu.

15
Amal Hayati, Rizki Muhammad Aris dan Zuhdi Hasibuan, Hukum Waris, Cet, 1, Muhaji Medan,
2015, hal. 4.
16
W.J.S Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pusat Pembina Bahasa Indonesia, Jakarta,
1982, hal. 1148.
17
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat Pewarisan Menurut
Undang-Undang, Prenada Media Grup Kerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum
Indonesia,2005, hal. 11.
Undang-Undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah di

antara orang yang masih hidup.18

7. Surat wasiat

Surat wasiat adalah suatu akta yang memuat pernyataan tertulis yang sah

tentang apa yang dikehendakinya, akan terjadi setelah ia meninggal dunia,

dan bisa dapat ditarik kembali.19

8. Bagian mutlak (legitieme portie)

Adalah suatu bagian mutlak para ahli waris dari harta peninggalan yang

harus diberikan kepadanya dengan catatan berada dalam garis lurus

menurut undang-undang. 20

9. Pemasukan (inbreng)

Adalah kewajiban seorang ahli waris dalam perhitungan kembali apa

yang telah diterimanya dari pewaris dalam bentuk hibah, khususnya bagi

ahli waris dalam garis lurus.

10. Pengurangan (inkorting)

Adalah suatu tuntutan dari ahli waris yang legitimaris untuk menutut

18
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Diterjemahkan oleh R. Subekti, R.
Tjitrosudibio, Cet, 31, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, Ps. 1666.
19
Mulyadi, Hukum Waris Dengan Adanya Surat Wasiat, Cet, 1, Universitas Diponogoro, Semarang,
2011, hal. 3.
20
Effendi Perangin, Op.Cit., hal. 57.
pengurangan atau pemotongan terhadap pemberian hibah semasa

hidupnya pewaris atau yang diberi dengan wasiat supaya bagian mutlak

dari pada ahli waris yang legitimaris terpenuhi.21

Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dalam judul tesis

ini adalah menganalisis atau mengkaji secara hukum bagaimana pelaksanaan

hibah mengenai legitime portie berdasarkan putusan pengadilan tinggi terhadap

perkara Nomor 560/Pdt/.G/2015/PN.Sby.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini tipe yang digunakan adalah tipe penelitian

yuridis normatif yaitu tipe penelitian yang akan dilakukan dengan cara

mengkaji, mengalisis, mempelajari dan menafsirkan aturan-aturan hukum yang

berlaku, dengan demikian penelitian hukum normatif ini dapat dilakukan

terhadap bahan atau data hukum primer dan sekunder, dengan catatan bahan

dan data itu mengandung kaidah-kaidah hukum. Oleh karena itu penelitian ini

menitik beratkan pada pengkajian kasus putusan pengadilan tinggi terhadap

perkara Nomor 560/Pdt/.G/2015/PN.Sby.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan Pendekatan


21
Dedy Pramono, “Gugatan Pemotongan (Inkorting) dalam Pembagian Warisan Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata”, jurnal ilmu hukum, Vol 13 no. 1, 2016, hal. 3.
Penelitian Hukum Normatif berupa Pendekatan Perundang-Undangan dan

Pendekatan Kasus.

Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan cara

mengkaji dan menganalisis undang-undang atau menelah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang akan

ditangani. Bagi penelitian untuk hal kegiatan praktis, pendekatan Undang-

Undang ini dapat membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari dan

memahami apakah ada konsistensi dan kesesuaian antara satu undang-undang

dengan undang-undang lainnya.

Pendekatan Kasus (case law approach) dapat dilakukan dengan cara

memahami ratio decidendi terlebih dahulu. Ratio Decidendi, dapat diartikan

sebagai alasan-alasan hukum yang dipakai oleh hakim sampai pada

keputusannya. Pendekatan kasus haruslah merujuk dan sesuai dengan

Perimbangan Hakim (Ratio Decendi) dan bukan merujuk kepada diktum

putusan pengadilan.

3. Pengumpulan Badan Hukum

Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan

dengan penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini lebih difokuskan

pada penelitian kepustakaan untuk mengkaji dan menganalisis bahan-

bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian kepustakaan ini


adalah antara lain adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer, yaitu sumber data utama yang dapat

dijadikan jawaban terhadap masalah dalam penelitian. Penelitian ini

terdiri dari semua pasal dalam perundang-undangan yang akan

berhubungan dengan masalah yang dibahas, yaitu:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang pada dasarnya

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti

pendapat pakar hukum maupun hasil-hasil penelitian.22

Bahan Hukum Sekunder, terdiri dari literatur baik berbentuk

buku-buku hukum, jurnal hukum, makalah, hasil penelitian hukum,

22
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers,
jakarta, 2010, hal. 32.
surat kabar, media internet dan sumber lainnya yang memiliki korelasi

dengan penelitian hukum.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier yang merupakan bahan hukum yang

dapat memberikan petunjuk maupun informasi terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, seperti kamus hukum, jurnal hukum, artikel

ilmiah hukum, dan sebagainya.

4. Analisis Bahan Hukum

Analisis dilakukan dengan cara memberikan gambaran mengenai

aturan-aturan pelaksanaan hibah mengenai legitieme portie dalam putusan

pengadilan tinggi, mengkaji antara pertimbangan Hakim dalam memutus

perkara. Penelitian ini memfokuskan perhatian lebih pada bahan hukum

sekunder sehingga penulis mengumpulkan data dengan mempelajari

sumber-sumber tertulis yang telah ada.

F. Sistematika Peemikiran

Untuk memudahkan penulis dalam memahami pembahasan ini maka

penulis akan menguraikan secara garis besarnya dengan sistematika sebagai

berikut:

BAB I. Pendahuluan, Pada bab ini diuraikan segala hal yang umum dalam

sebuah karya ilmiah yang merupakan pengantar dimana didalamnya terdiri dari
Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan dan Kegunaan

Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Pembahasan dan

Sistematika Penulisan.

BAB II. Tinjauan Umum Tentang Kewarisan, Hibah, dan Pembatasan

Terhadap Pelaksanaan Hibah dan Wasiat, pada bab ini penulis menerangkan

tentang yaitu: pengertian umum dalam pewarisan, harta/benda dalam

KUHPerdata, sumber dan batasan harta warisan, ahli waris dalam KUHPerdata,

pengertian hibah, pengertian wasiat (Testamen). Selain itu penulis jugan

memberikan pengertian di dalam bab ini mengenai pengertian tentang bagian

mutlak (Legitieme portie), dan pemasukan (Imbreng), pemotongan (Inkorting).

BAB III. Metode penelitian, dalam bab ini menguraikan tentang

metode penelitian yang menjelaskan tentang Metode pendekatan, Teknik

pengumpulan data, lokasi penelitian, jenis penelitian.

BAB IV. Pelaksanaan Hibah Mengenai Legitieme Portie Dalam Putusan

Pengadilan Negeri Terhadap Putusan Nomor 560/Pdt.G/2015/PN.Sby , Pada

bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian dari pokok permasalahan

yang terdiri dari: pelaksanaan pembagian warisan mengenai legitieme portie

dalam putusan pengadilan negeri yang di langgar dan kendala-kendala yang

dihadapi serta upaya yang dilakukan dalam penyelesaian kendala mengenai

Legitieme Portie dalam putusan pengadilan negeri terhadap putusan nomor


560/Pdt.G/2015/PN.Sby.

BAB V. Penutup, Pada bab ini penulis akan menarik suatu kesimpulan

dari keseluruhan uraian yang telah dibuat di dalam bab-bab sebelumnya, dan

kemudian menyajikan saran yang kemungkinan berguna bagi pembaca tesis ini.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Amanat, Anisitus. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata


BW. Cetakan Ketiga. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Rajawali


Pers, Jakarta, 2011.

Hayati, Amal; Rizki Muhammad Aris; Zuhdi Hasibuan. Hukum Waris. Cetakan
Pertama. Muhaji Medan, Medan, 2015.

Meliala Djaja S. Hukum Waris Menurut Kitab Undand-Undang Hukum


Perdata. Cetakan Pertama. Nuansa Aulia, Bandung, 2018.

Mulyadi. Hukum Waris Dengan Adanya Surat Wasiat. Cetakan Pertama.


Universitas Diponogoro, Semarang, 2011.

Peragin, Effendi. Hukum Waris. Cetakan Keempat. Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 2003.

Poerwardaminta,W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pusat Pembina


Bahasa Indonesia, Jakarta, 1982.

Ramulyo, Mohammad idris. Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum


Kewarisan Perdata Barat Menurut (Burgerlijk Wetboek). Sinar grafika,
Jakarta, 1993.
Ria, Wati Rahmi dan Muhamad Zulfikar. Hukum Waris Berdasarkan Sistem
Perdata Barat dan Kompilasi Hukum Islam. Universitas Negeri
Lampung, Bandar Lampung, 2018.

Sjarif, Surini Ahlan, dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat
Pewarisan Menurut Undang-Undang. Prenada Media Grup Kerjasama
Dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Indonesia, 2005.

Soekanto, Soerjono.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.


Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

Soesilo, R. dan R. Pramudji. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(Burgerlijk


Wetboek). Wipress, Jakarta, 2007.

Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan
Bw. Cetakan Keempat. Refika Aditama, Bandung, 2014 .

B. JURNAL/MAJALAH ILMIAH

Pramono, Dedy. “Gugatan Pemotongan (Inkorting) dalam Pembagian Warisan


Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”. Jurnal Ilmu Hukum,
Vol 13 No.1, 2016.

Rudito, Sulih. “Penerapan Legitieme Portie (Bagian Mutlak) dalam Pembagian


Warisanmenurut Kuhperdata”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion,
Vol 3 No.3, 2015.

Vanessa Dan Stanislaus Atalim. “Penerapan Pemberian Hibah Berdasarkan


Pasal 920 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dilihat dari Asas
Legitieme Portie (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 2954/Pdt/2017)”. Jurnal Hukum Adigama, Vol 2
No.2, 2019.

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Weboek).

Anda mungkin juga menyukai