Anda di halaman 1dari 21

KEPASTIAN HUKUM BAGI AHLI WARIS

BERDASARKAN WASIAT

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-


Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Oleh:
FEBIOLA WIRA WASTIKA
NPM : 1916000144
Program Studi : Ilmu Hukum
Konsentrasi : Hukum Perdata

FAKULTAS SOSIAL SAINS


PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN
2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1


A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................7
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................8
E. Keaslian Penelitian ...............................................................................9
F. Tinjauan Pustaka .................................................................................11
G. Metode Penelitian .................................................................................12
H. Sistematika Penulisan...........................................................................15
OUTLINE ........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................19
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia tidak seorang

pun yang dapat hidup menyendiri, terpisah dari kelompok kelompok

manusia lainnya, kecuali karena terpaksa dan itupun sifatnya sementara

waktu. Manusia sebagai seseorang individu mempunyai kehidupan jiwa

yang menyendiri, karena manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat

dipisahkan dari masyarakat. Sebab manusia lahir, hidup, berkembang dan

meninggal di dalam masyarakat juga.1

Manusia dalam kehidupannya akan mengalami fenomena-

fenomena yang wajib bagi setiap manusia, baik masa sekarang maupun di

kehidupan mendatang akan merasakan dan mengalaminya, seperti sakit,

kecelakaan dan meninggal dunia.

Warisan merupakan harta yang bersumber atau yang ditinggalkan

oleh orang yang meninggal dunia atau sebagai pemberian pewaris kepada

ahli warisnya yang berhak ditentukan oleh Undang-Undang atau karena

mendapat wasiat/testament.2

Dalam pemberian warisan, haruslah memenuhi unsur-unsur agar

1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989,
hal. 29.
2
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003, hal. 95.

1
2

dapat disebut sebagai persitiwa waris. Unsur tersebut adalah

pewaris, harta yang diwariskan, dan ahli waris. 3 Didalam hukum waris

perdata, ada dua cara untuk memperoleh warisan, yaitu: 4

1. Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang, yaitu ahli waris yang

diatur dalam Undang-Undang untuk mendapatkan bagian-bagian

dari warisan, karena hubungan kekeluargaan atau pertalian darah

dengan si pewaris.

2. Wasiat atau testament, yaitu ahli waris yang mendapat bagian dari

warisan karena ditunjuk atau ditetapkan dalam suatu surat wasiat

yang ditinggalkan oleh si pewaris sebelum ia meninggal.

Biasanya seseorang mempunyai keinginan pada waktu hidupnya,

khususnya mengenai harta kekayaannya. Ada keinginan agar harta

kekayaannya diberikan kepada seseorang sesuai dengan kehendaknya.

Keinginan dari pewaris adakalanya menyimpang dari hukum waris, karena

menganggap bahwa pembagian menurut hukum waris berdasarkan

undang-undang tidak sesuai dengan keinginannya. Dalam hal ini maka

pewaris membuat suatu akta atau surat tertulis yang berisi pernyataan

kehendak sipewaris terhadap harta kekayaannya apabila ia wafat

(keinginan terakhir). Dengan adanya keinginan terakhir ini sering

terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan yaitu perselisihan antara ahli

3
Satryo Wicaksono, Hukum Waris : Cara Mudah Dan Tepat Mmebagi Harta Warisan, Visimedia,
Jakarta, 2011, hal .5
4
Andrian Plito, Hukum Waris, Intermasa, Jakarta, 2009, hal.22.
3

waris, karena mereka cenderung untuk mentaati keinginan pewaris

yang terakhir. Tetapi untuk menghindari suatu pembagian waris yang

tidak adil menurut perasaan ahli waris atau tidak adil berdasarkan hukum

maka hukum membatasi agar para ahli waris tidak dirugikan melalui

Legitieme Portie. Dengan demikian surat wasiat yang dibuat baru berlaku

sesudah pewaris meninggal sehingga berkaitan dengan penyelesaian hak

dan kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang itu diatur oleh

hukum waris.5

Menurut Pitlo yang dimaksud dengan hukum waris adalah

kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena

meninggalnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang

ditinggalkan oleh yang meninggal tersebut. Jadi dengan kata lain ketika

seseorang dengan pertalian sedarah misalnya keluarga kecil dan kepala

keluarga tersebut meninggal dunia terjadi seluruh harta warisannya akan

diwariskan kepada anak-anaknya dalam hal ini disebut pelimpahan atau

pemindahan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh yang meninggal

tersebut.

Surat wasiat atau testament adalah suatu perbuatan hukum yang

dilakukan sebelum seseorang itu meninggal. Wasiat dapat dikatakan

sebagai surat yang memuat ketetapan yang berisi kehendak-kehendak

terakhir sebelum ia meninggal. 6 Surat wasiat sendiri dibagi dalam 2 (dua)

5
Emam Suparman, Hukum Waris Indonesia, PT Rafika Aditama, Bandung, 2007, hal.2.
6
J.Satrio, Hukum Waris, Bandung: Alumni, 1992, hal 180.
4

macam wasiat, yaitu wasiat yang dinamakan pengangkatan wasiat

(erfsterlling) dimana berisi penunjukan seseorang atau beberapa orang

menjadi ahli waris, dan hibah wasiat (legaat).7

Surat wasiat harus ditunjukkan dengan bukti akta yang dapat

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu pembuatan wasiat sepatutnya

dibuktikan dengan adanya bukti tertulis, walaupun kita mengetahui bahwa

Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa wasiat dapat dilakukan baik

lisan maupun tulisan.8 Dijelaskan lebih lanjut bahwa surat wasiat yang

dibuat haruslah berbentuk akta dan akta notaris.

Surat wasiat harus dituangkan dalam bentuk akta wasiat, hal ini

sesuai dengan ketentuan yang ada pada pasal 921 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang menyatakan “untuk menentukan besarnya bagian

mutlak dalam sesuatu warisan, hendaknya dilakukan terlebih dahulu suatu

penjumlahan akan segala harta peninggalan yang ada di kala si yang

menghibahkan atau mewariskan meninggal dunia. Kemudian

ditambahkannyalah pada jumlah itu, jumlah dari barang-barang yang

dihibahkan diwaktu si meninggal masih hidup, barang-barang mana masih

harus ditinjau dalam keadaan tatkala hibah dilakukannya, namun

mengenai harganya, menurut harga pada waktu si penghibah atau si yang

mengwariskan meninggal dunia, akhirnya dihitunglah dari jumlah satu

7
Ibid., hal. 181.
8
Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Sinar
Grafika, 2003. Hal. 150.
5

sama lain, setelah yang ini dikurangi dengan semua hutang si meninggal

berapakah, dalam keseimbangan dengan kederajatan para ahli waris

mutlak, besarnya bagian mutlak mereka, setelah mana bagian-bagian ini

harus dikurangi dengan segala apa yang telah mereka terima dari si

meninggal, pun sekiranya mereka dibebaskan dari wajib pemasukan”.

Sedangkan wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), wasiat adalah

pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang

akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (Pasal 171 f KHI).

Pelaksanaan wasiat dilaksanakan setelah si pewasiat meninggal dunia

secara hakiki, para ulama bersepakat tidak ada pelaksanaan wasiat yang

dilakukan sebelum sipewasiat meninggal dunia. Jika demikian, si pewasiat

bisa menarik kembali pemberiannya dikarenakan ia masih hidup kecuali

jika wasiat tersebut adalah wasiat yang wajib. 9

Pelaksanaan wasiat, harus ada penerima wasiat, akan tetapi tidak

semua orang dapat menjadi penerima wasiat. Terdapat larangan bagi

beberapa pihak untuk menerima wasiat. Pihak yang dilarang menerima

wasiat diantaranya:

1. Orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang.

2. Orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu sakit sampai

meninggalnya kecuali ditentukan dengan jelas dan tegas untuk

membalas jasa.

9
Hamzah Abun Faris, Al-mawarist wal Washoya fie asy-Syari’atil Fiqhan wa’Amalan, hal. 158.
6

3. Notaris dan saksi-saksi pembuat akta.

Pada dasarnya, tidak ada wasiat bagi ahli waris, karena ahli waris

itu telah memiliki hak bagiannya. Akan tetapi, wasiat kepada ahli waris

dapat berlaku apabila disetujui oleh semua ahli waris.

Berdasarkan Pasal 195 ayat (2) KHI menjelaskan bahwa wasiat

hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan

kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. Sementara Pasal 201

KHI yang menegaskan apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta

warisan, sedangkan ahli waris yang lain tidak menyetujuinya, maka wasiat

hanya dilakukan sampai batas sepertiga. Namun, sering pemberian wasiat

menjadi cacat hukum. Hal ini sering menjadi permasalahan karena

melanggar hak mutlak ahli waris (legitieme portie) sekalipun pemberian

dan penulisan wasiat tersebut dilakukan secara hukum dan berkekuatan

hukum. Sementara tujuan dari legitieme portie adalah agar pewaris tidak

mengesampingkan hak-hak para ahli waris. Undang-Undang melarang

seorang pewaris semasa hidupnya mewasiatkan harta kekayaannya kepada

orang lain dengan melanggar hak dari para ahli waris untuk mendapatkan

bagian mutlak.

Ketentuan dari pada legitieme portie tersebut tidak dapat

dilanggar. Apabila pewaris melanggar ketentuan dari legitieme portie

tersebut, maka secara hukum pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat

mengajukan tuntutan pemotongan, sehingga jumlah bagian harta warisan

yang diwasiatkan oleh pewaris dikurangi untuk memenuhi legitieme


7

portie dari para ahli waris. Pemotongan tersebut dalam hukum waris

perdata disebut juga dengan Inkorting.

Berdasarkan uraian diatas , sebagai bahan kajian dan penelitian

penulis terdorong untuk membahas dan mengangkat judul “Kepastian

Hukum Bagi Ahli Waris Berdasarkan Wasiat”.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan berdasarkan uraian diatas dapat ditarik

permasalahan yang akan menjadi batasan pembahasan dari penelitian,

adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana penerapan legitieme portie pada penerima wasiat dan

apabila tidak ada ahli waris berdasarkan keturunan?

2. Bagaimana Tanggungjawab tindakan pelaksana wasiat yang

merugikan Ahli Waris Menurut KUHPerdata?

3. Bagaimana pemotongan (inkorting) dalam wasiat untuk

memenuhi legitieme portie dari para ahli waris?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, penelitian


ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui penerapan Legitieme Portie pada penerima

wasiat dan apabila tidak ada ahli waris berdasarkan keturunan.


8

2. Untuk mengetahui Tanggungjawab tindakan pelaksana wasiat yang

merugikan Ahli Waris Menurut KUHPerdata?

3. Untuk mengetahui pemotongan (inkorting) dalam wasiat untuk

memenuhi legitieme portie dari para ahli waris.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan faedah dan manfaat . Adapun

manfaat penelitian ini dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:

1. Manfaat Akademis

Manfaat Akademis yakni penelitian ini merupakan salah satu

syarat dalam menyelesaikan program pendidikan Sarjana Hukum di

Universitas Pembangunan Panca Budi Medan.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini untuk memberikan masukkan kepada bagi pembaca

untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya

mengenai kepastian hukum bagi ahli waris berdasarkan wasiat.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini memberikan faedah sebagai acuan dalam hukum

perdata serta sebagai bentuk sumbangan pemikiran dan masukan bagi para

pihak yang berkepentingan dalam kepastian hukum bagi ahli waris

berdasarkan wasiat.
9

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini berdasarkan beberapa penelitian terdahulu

yang mempunyai karakteristik yang relatif sama dalam hal kajian,

meskipun berbeda dalam hal kriteria subjek, dan metode analisis yang

digunakan. Penelitian yang akan penulis lakukan adalah “Kepastian

Hukum Bagi Ahli Waris Berdasarkan Wasiat ”.

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan pemeriksaan yang

telah dilakukan di Kepustakaan Universitas Pembangunan Panca Budi

Medan dan browsing melalui internet ditemukan beberapa hasil penulisan

yang terkait dengan judul dan permasalahan yang sedang diteliti, dian

taranya :

1. Skripsi oleh Adriawan, NIM: 10500109003, Mahasiswa Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin

Makassar. Dengan judul penelitian skripsi : “Pelaksanaan Wasiat

Menurut KUHPerdata Di Pengadilan Negeri Makassar (Ditinjau Dari

Kompilasi Hukum Islam)”. Penelitian dilakukan tahun 2013, dengan

rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pelaksanaan surat wasiat menurut KUHPerdata

di Pengadilan Negeri Makassar?

b. Faktor-faktor apakah yang menghambat pelaksanaan surat

wasiat menurut KUHPerdata di Pengadilan Negeri Makassar?

c. Bagaimanakah pandangan Kompilasi Hukum Islam tentang

wasiat menurut KUHPerdata?


10

2. Skripsi oleh Ahmad Nazmi Panjaitan, NIM: 1206200140, Mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Muhammdiyah Sumatera Utara. Dengan

Judul penelitian Skripsi : “Tinjauan Yuridis Pemberian Wasiat Kepada

Ahli Waris”. Penelitian dilakukan tahun 2017, dengan rumusan

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaturan hukum pemberian wasiat kepada ahli

waris?

b. Bagaimana pandangan ulama tentang pemberian wasiat kepada

ahli waris?

c. Bagaimana akibat hukum pemberian wasiat kepada ahli waris?

3. Skripsi oleh Tyas P.H.B. Wijaya, NIM: C 100 020 033, Mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dengan judul

penelitian skripsi : “Kedudukan Notaris Dan Pencabutan Testament

(Surat Wasiat) : Studi Kasus Di Kantor Notaris Dan PPAT Eko Budi

Prasetyo, SH di Kecamatan Baki Sukaharjo”. Penelitian dilakukan

tahun 2008, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana kedudukan Notaris dalam pembuatan testament

atau surat wasiat?

b. Bagaimana tugas dan wewenang Notaris apabila terjadi

pelaksanaan testament dan pencabutan testament?


11

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Hukum Waris

Hukum Waris Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang

pemindahan hak pemilikan harta (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa

yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

2. Pengertian Wasiat (Testament)

Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

menyatakan bahwa : “Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi

pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia

meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya”. 10 Menurut Kamus

Hukum, wasiat (Testament) adalah surat yang mengandung penetapan-

penetapan kehendak si pembuat wasiat atau pesan-pesan yang baru akan

berlaku pada saat si pembuat meninggal. 11 Menurut Amir Syarifuddin,

wasiat adalah penyerahan hak atas harta tertentu dari seseorang kepada

oranglain dengan cara sukarela yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga

pemilik harta atau pewaris meninggal dunia.12 Dari beberapa pengertian di

atas dapat dirumuskan pengertian wasiat adalah Wasiat itu adalah

pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa barang piutang,

ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah

orang yang berwasiat meninggal dunia.

10
Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
11
R. Surbekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1996, hal. 106.
12
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012,
hal. 41.
12

3. Pengertian Ahli Waris

Pasal 832 KUHPer menegaskan bahwa Ahli Waris adalah

keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang-Undang maupun yang

di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama, menurut

Undang-Undang ini. 13 Dalam Pasal 171 huruf C Kompilasi Hukum

Islam menyebutkan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat

meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan

dengan pewaris, beragam islam dan tidak terhalang karena hukum untuk

menjadi ahli waris.14

Menurut Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah pengertian ahli waris

adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang

menggantikan kedudukan pemilik harta atau pewaris dalam bidang

hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris. 15 Berdasarkan

penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian ahli waris

adalah keluarga sedarah atau anggota keluarga yang meninggal dunia

atau pewaris yang menggantikan kedudukannya untuk memiliki dan

menguasai harta kekayaan atau warisan pewaris.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan salah satu faktor suatu permasalahan

13
Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
14
Pasal 171 huruf C Kompilasi Islam
15
Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, FH UI, Jakarta,
2005, hal.11.
13

yang akan di bahas, dimana metode penelitian merupakan cara yang

memiliki tujuan untuk mencapai penelitian ilmiah, sesuai dengan rumusan

permasalahan dan tujuan penellitian. Metodelogi merupakan suatu unsur

yang mutlak yang harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan. Istilah “Metodelogi” berasal dari kata “Metode” yang berarti

“Jalan ke”. Terhadap pengertian metodelogi, biasanya diberikan arti-arti

sebagai logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik

penelitian. Maka metode penelitian yang dilakukan meliputi:

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah penelitian dengan yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif

yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah bahan hukum

utama yang bersifat teoritis yang menyangkut data-data pustaka, asas-

asas hukum, konsepsi, doktrin-doktrin, peraturan hukum dan segala

sumber yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan

perundang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan dengan cara

menelaah serta mempelajari semua peraturan perundang-undangan dan

regulasi yang berkenaan dengan isu hukum yang sedang diteliti.

2. Tipe Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu

menggambarkan atau mendeskripsikan ketentuan perundang-undangan

yang berkaitan dengan kepastian hukum bagi ahli waris berdasarkan


14

wasiat.

3. Jenis Penelitian

Jenis penilitian dalam skripsi ini adalah penelitian Yuridis

Normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum

yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, kaidah,

perjanjian, doktrin, serta norma-norma hukum yang ada dalam

masyarakat.

4. Metode Penelitian

Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif maka

metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi

kepustakaan (Library Reseach) dan studi dokumen. Studi kepustakaan

dalam penelitian ini adalah mencari landasan teoritis dan

permasalahan penelitian. Sehingga penelitian yang dilakukan bukan

aktivitas yang bersifat trial and error.

5. Jenis Data

a. Data Sekunder

1. Bahan Hukum Primer

Data yang diperoleh melalui Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata), Hukum Waris, dan

Kompilasi Hukum Islam.

2. Bahan Hukum Sekunder

Data yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-

dokumen, tulisan ilmiah hukum dan internet.


15

3. Bahan Hukum Tersier

Data yang bahan-bahan hukumnya memberikan

informasi penjelasan mengenai bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, misalnya kamus hukum.

6. Analisis Data

Setelah data yang terkumpul baik primer maupun sekunder

kemudian di analisa kembali dengan menggunakan metode analisis

kualitatif sebagai analisis data yang berdasarkan kualitas, mutu dan

sifat nyata yang berlaku dalam masyarakat. Cara menganalisis data

yang bersumber dari bahan hukum berdasarkan konsep, teori,

peraturan perundang-undangan, doktrin, prinsip hukum, pendapat

pakar atau pandangan peneliti sendiri, yang terkait dengan Akta

wasiat, pewaris, warisan, dan ahli waris

H. Sistematika Penulisan

Rangkaian sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab,

masing-masing bab akan diperinci kembali menjadi beberapa sub bab

yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Adapun

sistematika penulisan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab Pertama : Merupakan Bab Pendahuluan yang berisikan Latar

Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan


16

Pustaka, Metode Penelitian, Dan Sistematika Penulisan.

Bab Kedua : Menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan

penerapan legitieme portie pada penerima wasiat dan

apabila tidak ada ahli waris berdasarkan keturunan, terdiri

dari: kewarisan yaitu Pengertian dan Dasar Hukum Waris,

Sebab-sebab Kewarisan, Penghalang Kewarisan, Bagian-

bagian Ahli Waris, Tinjauan umum tentang wasiat, syarat-

syarat sahnya pemberi wasiat, penerima wasiat, dan dan

harta yang diwasiatkan dalam menentukan legitieme portie

Bab Ketiga : Menjelaskan tanggung jawab tindakan pelaksana wasiat

yang merugikan ahli waris menurut KUHPerdata terdiri

dari: kedudukan dari pelaksana wasiat dan berakhirnya

pelaksana wasiat menurut KUHPerdata, dan pengaturan

pelaksana wasiat dalam pembagian wasiat dan

tanggungjawab pelaksana wasiat yang merugikan ahli waris

Bab Keempat: Menjelaskan pemotongan (Inkorting) dalam wasiat untuk

memenuhi legitieme portie dari para ahli waris, terdiri

dari : inkorting yaitu pengertian dan bentuk-bentuk

inkorting, urutan inkorting, pengaturan inkorting dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan daya kerja

inkorting, serta pihak-pihak yang berwenang mengajukan

tuntutan inkorting.

Bab Kelima: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


17

OUTLINE

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Keaslian Penelitian
F. Tinjauan Pustaka
G. Metode Penelitian
H. Sitematika Penulisan

BAB II PENERAPAN LEGITIEME PORTIE PADA


PENERIMA WASIAT DAN APABILA TIDAK ADA
AHLI WARIS BERDASARKAN WASIAT?
A. Legitieme Portie Menurut Pasal 913 KUHPerdata
B. Pengaturan Hukum Menentukan Besaran Legitieme Portie
Menurut Pasal 921 KUHPerdata
C. Penerapan Legitieme Portie Pada Penerima Wasiat Dan
Apabila Tidak Ada Ahli Waris Berdasarkan Wasiat

BAB III TANGGUNG JAWAB TINDAKAN PELAKSANA WASIAT


YANG MERUGIKAN AHLI WARIS MENURUT
KUHPERDATA
18

A. Kedudukan Dari Pelaksanaan Wasiat dan Berakhirnya


Pelaksana Wasiat Menurut KUHPerdata
B. Pengaturan Tanggungjawab Pelaksana Wasiat dalam
Pembagian Wasiat
C. Tanggungjawab tindakan Pelaksana Wasiat Yang
Merugikan Ahli Waris Menurut KUHPerdata

BAB IV PEMOTONGAN (INKORTING) DALAM WASIAT


UNTUK MEMENUHI LEGITIEME PORTIE DARI
PARA AHLI WARIS
A. Bentuk-bentuk dan Urutan Pemotongan (Inkorting)
B. Pengaturan Pemotongan (Inkorting) Menurut KUHPerdata
C. Pihak-Pihak Yang Berwenang Mengajukan Tuntutan
Pemotongan (Inkorting)

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
19

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta.
Subekti, 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata, intermasa, Jakarta.
Satryo Wicaksono, 2011, Hukum Waris: Cara Mudah Dan Tepat Membagi
Harta Warisan, Visimedia, Jakarta.
Andrian Plito, 2009, Hukum Waris, Intermasa, Jakarta.
Emam Suparman, 2007, Hukum Waris Indonesia, PT Rafika Aditama,
Bandung.
J. Satrio, 1992, Hukum Waris, Alumni, Bandung.
Yahya Harahap, 2003, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,
Sinar Grafika, Jakarta.
Hamzah Abun Faris, Al-mawarist wal Washaya fie asy-Syari atil Fiqhan wa
Amalan. R. Surbekti & Tjitrosoedibio, 1996, Kamus Hukum, Pradnya Paramitha,
Jakarta.
Amir Syarifuddin, 2012, Hukum Kewarisan Islam, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta
Surini Ahlan 7 Nurul Elmiyah, 2005, Hukum Kewarisan Perdata Barat, FH UI,
Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kompilasi Hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai