Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN, SYARAT-SYARAT, DAN MACAM-MACAM SUATU


WASIAT ATAU TESTAMENT

Adanya suatu wasiat dapat dikatakan sebagai surat yang memuat ketetapan yang
berisi kehendak-kehendak terakhir sebelum ia meninggal.1 Di Indonesia, pengaturan
mengenai pembagian warisan berdasarkan dengan adanya wasiat telah diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Merujuk pada ketentuan Pasal 875 KUHPer dinyatakan bahwa, “Surat wasiat atau
testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang harta yang akan
ditinggalkan kepada ahli warisnya dimana surat pernyataan tersebut dimungkinkan
untuk ditarik kembali.”
Menurut Yahya Harahap dalam hal seseorang ingin membuat suatu surat wasiat,
surat wasiat tersebut haruslah dituangkan dalam bentuk bukti tertulis meskipun dalam
Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa wasiat dapat dilakukan baik lisan maupun
tulisan.2
Adapun syarat sahnya seseorang membuat testament terdapat peraturan yang
mengaturnya yaitu pasal 888 KUHPer yang menyatakan Jika testament memuat
syarat-syarat yang tidak dimengerti atau tidak mungkin tidak dapat dilaksanakan atau
bertentangan dengan kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tidak
tertulis. Kemudian dalam Pasal 890 KUHPer yang isinya menyatakan bahwa jika
didalam testament disebut sebab yang palsu dan isi dari testament itu menunjukkan
bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya,
maka testament itu tidak sah. Sedangkan dalam pasal 893 KUHPer dijelaskan bahwa
suatu testament adalah batal jika dibuat karena paksa, tipu, atau muslihat.
Dalam hal pembuatan surat wasiat si pembuat menuangkannya dalambentuk akta
dan akta notaris. Artinya pembuatan surat wasiat memerlukan namannya pejabat
umum untuk mengesahkan surat wasiat. Bilamana tidak dibuat dihadapan notaris,
maka si pembuat wasiat yang menulis sendiri surat wasiatnya dapat menyerahkan

1
J.Satrio, Hukum Waris, Bandung: Alumni, 1992, hlm. 180
2
Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm. 150
surat wasiat itu kepada notaris setelah ditanda tangani. 3 Hal tersebut merujuk pada
ketentuan Pasal 921 KUHPer yang menyatakan, “untuk menentukan besarnya bagian
mutlak dalam suatu warisan, hendaknya dilakukan terlebih dahulu suatu penjumlahan
akan segala harta peninggalan yang ada dikala si yang menghibahkan atau
mewariskan meninggal dunia. Kemudian ditambahkannyalah pada jumlah itu, jumlah
dari barang-barang yang dihibahkan diwaktu si meninggal masih hidup, barang-
barang mana masih harus ditinjau dalam keadaan tatkala hibah dilakukannya, namun
mengenai harganya, menurut harga pada waktu si penghibah atau si yang mewariskan
meninggal dunia, akhirnya dihitunglah dari jumlah satu sama lain, setelah yang ini
dikurangi dengan semua hutang si meninggal berapakah, dalam keseimbangan dengan
kederajatan para ahli waris mutlak, besarnya bagian mutlak mereka, setelah mana
bagian-bagian ini harus dikurangi dengan segala apa yang telah mereka terima dari si
meninggal, pun sekiranya mereka dibebaskan dari wajib pemasukan.”
Menurut Ali Afandi mengenai pasal 875 BW memberikan suatu kesimpulan bahwa
dengan demikian maka suatu testament adalah suatu akta, suatu keterangan yang
dibuat sebagai pembuktian dengan campur tangan seorang pejabat resmi. Dari pasal
875 BW tersebut, maka terdapat beberapa yang perlu diperhatikan dalam membuat
wasiat yaitu:
1. Wasiat berlaku setelah si pewaris meninggal dunia.
2. Surat wasiat pada suatu waktu dapat dicabut oleh si pembuat wasiat sendiri
atau dapat diubah semasa si pewaris masih hidup.
3. Pernyataan harus tanpa tekanan siapapun terhadap si pembuat wasiat.
Surat wasiat sendiri dibagi dalam 2 bentuk, yakni wasiat yang dinamakan
pengangkatan wasiat (erfsterlling) dimana berisi penunjukkan seseorang atau
beberapa orang menjadi ahli waris, dan hibah wasiat (legaat).4
1. Wasiat yang berisikan erfstelling atau wasiat pengangkatan waris diatur dalam
ketentuan Pasal 954 KUHPer. Menurut Ali Afandi Wasiat pengangkatan waris
adalah wasiat dengan mana orang yang mewasiatkan memberikan kepada
seseorang atau lebih dari seseorang, seluruh, atau sebagian (setengah,
sepertiga) dari harta kekayaannya kalau ia meninggal dunia. Orang-orang yang
mendapatkan harta kekayaan menurut ketentuan ini ada adalah waris.5
3
Tamakiran, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Bandung: Pioner Jaya, 1992, hlm. 29
4
J.Satrio, Op.Cit, hlm. 180
5
Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian Menurut BW, BIna Aksara, Jakarta, 1983,
hal 16-17
2. Wasiat yang berisi hibah (Hibah wasiat)/Legaat Hibah wasiat adalah suatu
penetapan yang khusus di dalam suatu testamen, dengan mana yang
mewasiatkan memberikan kepada seseorang atau beberapa orang berupa:
a. Beberapa barang tertentu
b. Barang-barang dari satu jenis tertentu
c. Hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian, dari harta peninggalannya6
Menurut bentuknya tersebut, maka surat wasiat dibagi menjadi 3 (tiga) macam,
yakni :7
1. Surat wasiat umum (openbaar testament) yaitu surat wasiat atau testament
yang dibuat oleh notaris serta dihadiri oleh sedikitnya dua orang saksi. Adapun
caranya seorang yang akan membuat wasiat ini langsung datang sendiri di
notaris untuk menyatakan kehendaknya secara lisan dan notaris itu membuat
wasiat yang dikehendaki oleh yang bersangkutan, hal ini Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Tulungagung 57 sesuai dengan pasal 938 dan pasal 939
BW. Setelah pewaris secara zakelijk memberitahukan kehendak terakhir, maka
notaris dengan dihadiri oleh para saksi membacakannya apakah surat wasiat
yang ditulis itu sudah benar atau belum. Dengan demikian orang bisu tidak
dapat membuat wasiat umum dan orang tuli dapat membuat wasiat secara
umum. Apabila semua sudah dilakukan seperti yang penulis uraikan mengenai
surat wasiat umum, maka dibuatkan akta yang ditandatangani oleh si pewaris,
notaris, dan para saksi dan apabila pewaris tidak dapat menandatangani, maka
notaris membuatkan akta yang menjelaskan bahwa si pewaris tidak dapat
menandatangani dan apabil sudah pihak notaris akan menyimpannya.
2. Wasiat dalam Olografis yang surat wasiat ini diharuskan si pewaris untuk
menulis dan ditandatanganinya yang kemudian wasiat ini dititipkan ke notaris
dan setelah ditandatangani oleh saksi-saksi, maka wasiat itu disimpannya.
Notaris setelah menerimanya membuat akta penerima yang disebut dengan
akte van berwaargeving yang ditandatangani oleh notaris, pewaris maupun
para saksi-saksi yang ada. Wasiat yang dibuat oleh si pewaris ini dapat
diserahkan ke notaris dalam keadaan tertutup atau terbuka. Apabila
penyerahannya oleh si pewaris ke notaris dalam bentuk terbuka, maka notaris
disaksikan oleh para saksi membacanya dan ditandatanganinya lalu disimpan

6
Ibid
7
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa, 2003, hlm.73.
dan apabila diserahkan ke notaris dalam bentuk terbuka, maka si pewaris
disaksikan oleh para saksi menandatanganinya dan dimasukkan dalam sampul
untuk disimpan surat wasiat ini tidak dapat dianggap sebagai akte otentik.
3. Surat wasiat dalam bentuk rahasia atau geheim testament yang merupakan
surat wasiat yang lain daripada yang kedua yang sudah penulis jelaskan diatas.
Surat wasiat ini harus ditulis sendiri oleh si pewaris dan penyerahannya ke
notaris diperlukan sedikitnya empat orang saksi. Kalau kita perhatikan
masalah wasiat yang dibuat oleh si pewaris yang sudah penulis jelaskan diatas
jelas bahwa surat wasiat banyak bentuknya dan cara pembuatannya, baik
dilakukan oleh si pewaris atau dapat Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Tulungagung 58 menyuruh notaris untuk menulis maksud dari si pewaris dan
setelah itu dibaca dihadapan para saksi, sehingga seorang yang akan membuat
wasiat tinggal memilih apa yang diinginkan.

B. HIBAH WASIAT, PENUNJUKAN AHLI WARIS DALAM WASIAT, FIDEI


COMIS, DAN PELAKSANAAN TESTAMENT

1. Hibah Wasiat (Legaat)


Wasiat yang berisi hibah atau legaat telah diatur dalam ketentuan Pasal 957-
972 KUHPer yang menyatakan bahwa, “Hibah wasiat adalah suatu penetapan
yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih
memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti
misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak, atau memberikan
hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.”
Dari maksud diatas, maka hibah wasiat memiliki unsur :
a. Penetapan khusus;
b. Memberikan satu atau beberapa benda tertentu;
c. Seluruh benda dari satu jenis tertentu; dan
d. Baik itu hak, hak yang dapat dipungut hasilnya.
Seorang yang menerima hibah wasiat ini disebut dengan legataris. Legataris
ini berbeda kedudukannya dengan kedudukan penerima wasiat pengangkatan
waris. Perbedaannya terletak pada kedudukan legataris itu sendiri sebagai seorang
penerima hak khusus sebagaimana disebutkan pada pasal 957.8
8
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 200-205.
2. Penunjukan Ahli Waris Dalam Wasiat
Penunjukan ahli waris dalam suatu wasiat dilakukan Ketika orang yang
mewasiatkan dengan memberikan seluruh atau Sebagian dari harta kekayaannya
kepada seseorang atau lebih yang kedudukannya bukan sebagai ahli waris pada
saat pewaris meninggal dunia.9
Singkatnya wasiat erfstelling adalah seseorang yang ditunjuk oleh pewaris
untuk menerima seluruh harta atau sebagian tertentu dari warisan misalnya
seperdua, sepertiga dan sebagainya (Pasal 954 KUHPer).10

3. Fidei Commis
Fidei-commis, ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan
ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu atau
apabila si waris itu sendiri telah meninggal, warisan itu harus diserahkan kepada
seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament.
Orang yang akan menerima warisan terkemudian ini, dinamakan "verwachter."
Karena ia menerima warisan itu dengan melewati tangan waris yang pertama,
maka cara pemberian warisan semacam ini oleh undang-undang, dinamakan juga
“erfstelling over de hand," yaitu suatu pemberian warisan secara melangkah.
Perkataan fideicommis berasal dari "fides" yang berarti kepercayaan. Warisan itu
seolaholah dipercayakan pada waris yang pertama ditunjuk. Pada umumnya suatu
fidei-commis dilarang oleh undang-undang, karena ada benda-benda yang tak
bergerak, yang untuk waktu lama dan tidak tertentu akan tersingkir dari lalu lintas
hukum. Ini dianggap sebagai suatu rintangan besar bagi kelancaran lalu lintas
hukum. Sebagai pengecualian ada dua macam fidei-commis yang diperbolehkan
undang-undang, yakni :11
a. Untuk keinginan seseorang yang hendak mencegah kekayaannya
dihabiskan oleh anak-anaknya. Dalam testament, orang diperbolehkan
membuat penetapan agar anaknya tidak boleh menjual benda-benda warisan
dan supaya benda-benda itu kemudian diwariskan lagi kepada anak-anak si
waris itu sendiri.
9
Titik Triwulan Tutik. 2010. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta. Kencana. hlm. 270
10
http://mknunsri.blogspot.com/2010/10/02/macammacam-bentuk-wasiat-html, diakses pada 10 Januari
2023
11
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata,79
b. fidei-commis de residuo di mana hanya ditetapkan, bahwa seorang waris
harus mewariskan lagi di kemudian hari apa yang masih ketinggalan dari
warisan yang diperolehnya itu. Jadi hanya sisanya saja kepada seorang lain
sudah ditetapkan.
4. Pelaksanaan Testament
KUHPer memberi kemungkinan bagi orang yang meninggalkan warisan untuk
menunjuk seorang yang menjalankan testament dan atau seorang pengurus harta
warisan.12 Pewasiat dapat mengangkat seseorang yang bertugas
menyelenggarakan pelaksanaan wasiatnya. Orang ini dinamakan pelaksana
wasiat, dalam bahasa perancis ia dinamakan executeur testamentair.13
Pelaksana bertindak keluar sebagai wakil dari ahli waris, dan terhadap ahli
waris ia mempunyai hak sendiri. Bentuk yang dobel ini acapkali kita temui, yaitu
sehubungan dengan adanya wewenang untuk mewakili dengan kebebasan yang
agak besar (ingatlah akan trustee, yaitu orang yang dipercaya pada pinjaman
obligasi dan juga akan persoalan sehubungan dengan Pasal 1178 KUH Perdata,
yaitu syarat menjual sendiri pada hipotik). Kalau untuk pelaksana soalnya justru
kebalikan dari itu. Ia tidak akan dapat melakukan tugasnya apabila ahli waris
acapkali tidak cocok satu sama lain, maka dapat pula dapat bertindak
disampingnya.
Seorang pewaris dapat mengangkat pelaksana dengan 3 cara, yakni dituangkan
dalam testament, dengan akta dibawah tangan yang ditulis dan diberi tanggal
serta ditandatangani oleh orang yang meninggalkan harta warisan, yang
tercantum dalam Pasal 925 BW dan yang disebut codicil, dan dengan
dibuatkannya dalam suatu akta notaris khusus.14

BAB III
PENUTUP

12
Oemarsalim, Dasar-dasar hukum waris di Indonesia, PT Bina Aksara,1987, hlm. 167
13
Mr. A.Pitlo, Hukum Waris menurut KUH Perdata Belanda Jilid I, Intermasa Jakarta, 1979, hlm. 269
14
Oemarsalim, Op.Cit.
A. Saran
1. Surat wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang harta
yang akan ditinggalkan kepada ahli warisnya dimana surat pernyataan tersebut
dimungkinkan untuk ditarik kembali. Adapun surat wasiat harus dibuat secara
tertulis agar menjadi suatu kepastian hukum bagi pihak yang menerima wasiat
tersebut. Wasiat yang berisi hibah atau legaat telah diatur dalam ketentuan Pasal
957-972 KUHPer yang menyatakan bahwa, “Hibah wasiat adalah suatu
penetapan yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau
lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti
misalnya segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak, atau memberikan
hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.”
2. Penunjukan ahli waris dalam suatu wasiat dilakukan Ketika orang yang
mewasiatkan dengan memberikan seluruh atau Sebagian dari harta kekayaannya
kepada seseorang atau lebih yang kedudukannya bukan sebagai ahli waris pada
saat pewaris meninggal dunia.
3. Fidei-commis, ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan
ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu atau
apabila si waris itu sendiri telah meninggal, warisan itu harus diserahkan kepada
seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament.
4. KUHPer memberi kemungkinan bagi orang yang meninggalkan warisan untuk
menunjuk seorang yang menjalankan testament dan atau seorang pengurus harta
warisan. Didalam undang-undang tidak diberikan pembatasan mengenai siapa
yang dapat dijadikan subjek pada pelaksana wasiat. Sebaiknya si pelaksana
wasiat adalah mereka yang masih mempunyai hubungan darah dengan pewaris.

DAFTAR PUSTAKA
1. Riansyah Towidjojo, Kedudukan Pelaksana Wasiat Atau Testament Menurut Kitab
Undangundang Kuh Perdata, Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017, 2017;
2. Siti Maryam Qurotul Aini, Etik Nur Millati, Hukum Waris Perspektif Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek), Vol: 1, No: 1, Desember 2021;
3. Natalia Desmi Rantung, Roy V. Karamoy, Marthin Doodoh, Kajian Juridis Terhadap
Pemberian Hibah Wasiat Dengan Berdasarkan Fidei Commis (Lompat Tangan), Lex
Privatum Vol. X/No. 1/Jan/2022;
4. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
1993
5. Titik Triwulan Tutik. 2010. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta.
Kencana. hlm. 270
6. http://mknunsri.blogspot.com/2010/10/02/macammacam-bentuk-wasiat-html
7. J.Satrio, Hukum Waris, Bandung: Alumni, 1992
8. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Sinar
Grafika, 2003
9. Tamakiran, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Bandung: Pioner
Jaya, 1992
10. Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian Menurut BW,
Bina Aksara, Jakarta, 1983
11. Adi Putra Pratama, Muhammad Syaifuddin, Amrullah Arpan, Elmadiantini, Akibat
Hukum Wasiat Yang Berisi Penunjukan Ahli Waris Dan Hibah Wasiat Menurut
Kitab Undang-Undang Hukuim Perdata, Repertorium Vol: 4 Issue : 2 November
2015

Anda mungkin juga menyukai