Anda di halaman 1dari 27

MEWARIS KARENA TESTAMENTAIR

Pengertian Testament :
Pasal 875 KUHPerdata → suatu akta yang memuat
tentang apa yang dikehendaki terhadap harta
setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut
kembali Pernyataan sepihak.
Unsur-unsur testament :
a. Akta
b.Pernyataan kehendak
c. Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal
terhadap harta
d.Dapat dicabut kembali
Syarat-syarat membuat testament :
1. Dewasa → 18 tahun (cakap bertindak).
2. Akal sehat.
3. Tidak dalam pengampuan.
4. Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan,
kekeliruan.
5. Isi harus jelas.
Pencabutan suatu testament :
a. Secara tegas, jika dibuat surat wasiat baru yang
isinya mengenai pencabutan surat wasiat
b. Secara diam-diam, dibuat testament baru yang
memuat pesan-pesan yang bertentangan dengan
testament lama.
DASAR HUKUM WARIS
TESTAMENTAIR
Dasar hukum dari waris testamentair adalah pasal 874
BW yang menyatakan bahwa, “Segala harta peningga
lan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan
sekalian ahli waris menurut ketentuan undang-undang,
sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah
diambil suatu ketetapan yang sah”.
Dari ketentuan Pasal 874 BW dapatlah kita tarik suatu kesimpulan bahwa :
1. Dengan surat wasiat si pewaris dapat mengangkat seorang atau beberapa
orang ahli waris, dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada
seseorang atau kepada beberapa orang.
2. Terdapat suatu kemungkinan bahwa harta warisan tersebut yang
merupakan peninggalan seseorang dibagi berdasar undang-undang
(sebagian) dan selebihnya berdasar surat wasiat.
3. Ahli waris yang berdasarkan terstamen lebih diutamakan daripada ahli
waris menurut undang-undang.
PENGERTIAN WASIAT

Pengertian wasiat dapat diketahui dari pasal 875 BW, yang menyatakan bahwa,
“Surat wasiat ialah sesuatu yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang
dikehendaki atau terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut
kembali”.
Dari pengertian ini maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa ciri-ciri surat wasiat
adalah :
1. Merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali.
2. Merupakan kehendak terakhir dan mempunyai kekuatan hukum setelah pewaris
meninggal dunia.
 
Dengan melihat ciri pokok dari testamen/surat wasiat tersebut maka terdapat suatu
larangan untuk membuat wasiat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama untuk menguntungkan satu dengan yang lainnya maupun untuk
kepentingan pihak ketiga dalam suatu akta (930 BW).
JENIS-JENIS SURAT
WASIAT

Burgerlijk Wetboek mengenal tiga macam/jenis cara pembuatan surat wasiat, yaitu :
1. Surat wasiat yang ditulis sendiri (olografis)
2. Surat wasiat tak rahasia (openbaar)
3. Surat wasiat rahasia (geheim)
Ketiga jenis surat wasiat tersebut di atas memerlukan campur tangan notaris
dalam pembuatannya.
SURAT WASIAT OLOGRAFIS

Surat wasiat olografis, oleh Burgerlijk Wetboek di atur dalam pasal 931 dan
seterusnya.
Dalam ketentuannya, surat wasiat ini seluruhnya harus ditulis dan ditanda
tangani oleh si pewaris dan kemudian disimpan oleh Notaris, pada waktu menyimpan
haruslah dihadiri oleh dua orang saksi.
Sewaktu menyerahkan kepada Notaris tersebut, mungkin terjadi bahwa surat
wasiat tersebut sudah dimasukkan dalam sampul dan disegel. Jika denikian maka pada
sampul, si peninggal warisan dan saksi mencatat bahwa itu merupakan surat
wasiatnya dan harus ditanda tanganinya.
Oleh Notaris dibuatkan sebuah akta tersendiri dan ditandatangani oleh si
peninggal warisan, saksi dan juga Notaris. Namun apabila surat wasiat tersebut
diserahan kepada Notaris tidak dalam keadaan disegel/tidak ditutup yang berarti
terbuka, maka akta penerimaan (akta van bewaargeving) tadi oleh Notaris ditulis pada
surat wasiat itu sendiri di bawah tulisan si peninggal warisan. Kemudian akta tersebut
ditanda tangani oleh Notaris saksi-saksi dan si peninggal warisan.
Sewaktu menyerahkan surat wasiat tersebut kepada Notaris mungkin pula si
peninggal warisan tidak dapat mendatanginya sendiri, jika terjadi demikian maka
oleh Notaris harus mencatat sebabnya hal ini menurut ketentuan pasal 932 ayat 2
BW.
Kekuatan dari testamen olografis menurut pasal 933 BW adalah sama dengan
testamen/surat wasiat tak rahasia dan pembuatannya dianggap pada tanggal sesuai
dengan akta penerimaan Notaris, dengan demikian tanggal yang ditulis oleh si
peninggal warisan tidak dianggap tidak ada.
Oleh ayat 2 dari pasal 933 BW, dinyatakan bahwa terbuktinya hal bahwa
terstamen/surat wasiat tersebut sampai dibuktikan sebalik nya.
Sesuai dengan maksudnya, bahwa surat wasiat adalah merupakan kemauan
terakhir dari seseorang, maka dalam hal ini testamen/surat wasiat olografis dapat
diminta kembali, jika terjadi bahwa surat wasiat tersebut diminta kembali maka
oleh notaris dibuat suatu akta autentik yang menyatakan permintaannya kembali.
Dengan dimintanya kembali surat wasiat olografis, maka dianggap bahwa surat
wasiat tersebut ditarik kembali (herroepen).
Testamen/surat wasiat olografis yang diserahkan kepada Notaris dalam
keadaan disampul yang disegel, maka Notaris tidak berhak untuk membukanya,
jika si peninggal warisan itu meninggal duniamaka oleh Notaris diserahkan
kepada Weeskamer (Balai Harta Peninggalan) untuk dibuka dan diperlakukan
sebagaimana surat wasiat, sehingga diperlukan suatu proses verbal, setelah dibuka
maka surat wasiat tersebut diserahkan kembali kepada Notaris.
SURAT WASIAT TAK RAHASIA (Openbaar Testament)

Mengenai surat wasiat tak rahasia ini, diatur dalam pasal-pasal 938 dan
seterusnya. Menurut pasal 938 menentukan bahwa surat wasiat ini harus dibuat
dihadapan Notaris dan dihadiri oleh dua orang saksi. Setelah itu maka si
peninggal warisan menyatakan kehendaknya kepada Notaris, kemudian Notaris
menulisnya dengan kata-kata yang terang, setelah hal ini sesuai dengan kehendak
si peninggal warisan, maka oleh notaris dibuatkan akta yang harus ditanda
tangani oleh Notaris, si peninggal warisan, maka oleh Notaris, si peninggal
warisan dan saksi-saksi.
SURAT WASIAT RAHASIA (GEHEIM)

Syarat-syarat pembuatan SURAT WASIAT RAHASIA ini diatur dalam pasal


940 dan 941 BW. Pembuatan surat wasiat rahasia haruslah dibuat sendiri dan
ditanda tanganinya dan dimasukkan dalam sampul yang disegel untuk selanjutnya
diserahkan kepada Notaris dengan dihadiri oleh empat orang saksi.
Di muka Notaris, si peninggal warisan kemudian menerangkan di hadapan
Notaris bahwa yang ada di dalam sampul tersebut adalah surat wasiatnya dan yang
menulisnya adalah dia sendiri atau dituliskan oleh orang lain.
Oleh Notaris kemudian dibuatkan akta superscriptie yang dapat dituliskan pada
sampul surat wasiat atau pada kertas tersendiri dan ditanda tangani oleh peninggal
warisan, Notaris dan saksi-saksi.
Penyimpanan SURAT WASIAT RAHASIA ini haruslah bersama- sama
dengan orisinil-orisinil akta lainnya, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 940
BW.
Pasal 941 BW, menunjukkan pada suatu kemungkinan apabila si peninggal
warisan tersebut adalah bisu, jika demikian maka tetaplah harus ia yang menulis,
dan di atas akta superscriptie haruslah ia menulis bahwa surat wasiat yang ada di
dalamnya adalah surat wasiatnya dan kemudian Notaris membuat keterangan
pada akta superscriptie bahwa keterangan tertulis dari si pembuat surat wasiat
tersebut adalah ditulis dihadapan Notaris dan para saksi.
ERFSTELLING DAN LEGAAT

Antara ERFSTELLING DAN LEGAAT terdapat suatu perbedaan, dimana


erfstelling adalah merupakan penentuan dalam surat wasiat, dimana seseorang tertentu
ditunjuk untuk menerima seluruh harta warisan atau sebagian tertentu, misalnya ½ , ¼, ¾
dan sebagainya, hal ini dapat kita lihat dari pasal 954 BW, sedangkan legaat adalah
dimana seorang peninggal warisan menunjuk seseorang tertentu, misalnya rumah tertentu,
seluruh barang bergerak milik peninggal warisan, atau hak memetik/memungut hasil atas
sebagian atau seluruh harta peninggalan dan sebagainya, yang mana hal ini dapat kita
lihat dalam pasal 956 BW.
LEGITIEME PORTIE

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa seseorang itu berhak untuk memberikan
hartanya kepada siapa saja. Bebas. Walaupun orang yang diberi tersebut tidak memiliki
hubungan pertalian saudara, namun kebebasan tersebut adalah terbatas oleh ketentuan
undang-undang. Pembatasan tersebut adalah merpakan upaya undang-undang.
Pembatasan tersebut adalah merupakan upaya undang-undang untuk melindungi orang-
orang yang termasuk keluarga sedarah dari si peninggal warisan.
Bagi mereka ini undang-undang telah memberikan bagian tertentu yang tidak boleh
dikurangi dengan cara apapun oleh si pewaris/peninggal harta warisan. Bagian ini sering
disebut dengan bagian mutlak atau legitieme portie dan orang-orang yang mempunyai hak
legitieme portie ini sering disebut legitimaris.
Adapun Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang tersebut
memperoleh kedudukan sebagai legitimaris adalah :
1. Orang tersebut adalah keluarga sedarah dalam garis lurus.
2. Orang tersebut adalah merupakan ahli waris menurut ketentuan undang-
undang pada saat si peninggal warisan/ pewaris meninggal dunia.
Legitieme Portie ini harus dihitung apabila :
3. Salah satu atau beberapa ahli waris menuntut haknya.
4. Atau, salah satu/beberapa orang ahli waris/legitimaris masih ada di bawah
umur (minder jarig).
Contoh I :
P+ P meninggal dunia dengan
meninggalkan 2 orang anak, yaitu C
dan D. Legitimaris adalah C dan D,
sebab adalah keluarga sedarah P
dalam garis lurus dan C dan D
C D tersebut adalah ahli waris ab-
intestato.

Contoh II :
A P meninggal dunia dengan meninggalkan A
(kakek), B dan C (saudara). A bukan
legitimaris, karena pada waktu meninggal
nya P, A bukan ahli waris. Dan C dan B juga
bukan karena tidak merupakan keluarga
C D sedarah dalam garis lurus.
P +
Legitieme Portie Masing-masing Legitimaris

1. Legitieme Portie untuk anak keturunan yang sah adalah sebagai berikut :
a. Satu orang anak LP-nya adalah ½ dari bagian menurut undang-undang.
b. Dua orang anak LP-nya adalah 2/3 dari bagian menurut undang-
undang
c. Tiga orang anak LP-nya adalah ¾ dari bagian menurut undang-undang.
2. Bagian mutlak/LP untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas adalah
½ dari bagian menurut undang-undang.
3. Bagian mutlak/LP untuk anak luar kawin adalah ½ dari bagian menurut
undang-undang.
Jadi dengan adanya ketentuan tentang bagian mutlak atau Legitieme Portie
ini dapat kita simpulkan bahwa, seseorang boleh saja mewasiatkan atau
menghibahkan hartanya kepada orang lain namun tidak boleh mengurangi
bagian mutlak dari ahli waris, jika terjadi pelanggaran terhadap hal ini
maka dilakukan pemotongan atau sering dengan istilah “Incorting”, dengan
urut-urutan sebagai berikut :
1. Yang harus dikurangi terlebih dahulu adalah wasiat.
2. Jika wasiat belum mencukupi maka diambilkan dari hibah.
3. Pengurangan terhadap beberapa wasiat harus dilakukan dengan
perbandingan (undha-usuk, jawa).
INCORTING

Seperti telah diutarakan dimuka bahwa jika terjadi pelanggaran


terhadap legitieme portie sehingga hak mutlak tidak dapat dicapai
besarnya maka diadakan pemotongan atau incorting terhadap wasiat, dan
jika masih belum mencukupi diambilkan dari hibah.
Contoh Kasus I

wasiat A Meninggal dunia dengan meninggalkan dua


A + X
orang anak, yaitu B dan C, disamping itu
meninggalkan wasiat yang isinya menerang
kan X sebagai ahli waris dengan bagian ¾ dari
seluruh harta warisan. Jumlah harta warisan A
senilai Rp. 120 juta. Para Legitimaris menurut

C legitieme portie. Bagaimana


B
penyelesaiannya ?
Penyelesaian :

Harta peninggalan A senilai Rp. 120.000.000,-.


Pelaksanaan wasiat kepada X = ¾ x Rp. 120.000.000,- = Rp. 90.000.000,-.
Sisa = Rp. 120.000.000,-
Rp. 90.000.000,- –
Rp. 30.000.000,-
Pembagian menurut undang-undang :
B = C, masing-masing = ½ x Rp. 30.000.000,- = Rp. 15.000.000,-.
Perhitungan Legitieme Portie
LP B = LP C masing-masing = 2/3 x ½ x Rp. 120.000.000,- = Rp. 40.000.000,00.
Jadi B dan C tidak boleh menerima kurang dari Rp. 40 juta karena itu merupakan hak
mutlaknya, padahal mereka masing-masing baru menerima Rp. 15 juta, jadi masing
kurang = Rp. 40 juta – Rp. 15 juta = Rp. 25 juta, atau total (B+C) kurang = Rp. 50 juta.
Kekurangan tersebut diambilkan dari wasiat.
Kesimpulan :
B menerima Rp. 40.000.000,-
C menerima Rp. 40.000.000,-
Terhadap X dilakukan pemotongan/incorting, yaitu :
Rp. 90.000.000 – Rp. 50.000.000 = Rp. 40.000.000,-
Jadi yang diterima X = Rp. 40.000.000,-
Contoh Kasus II

Pada tahun 1986 R meninggal dunia dengan


HIBAH meninggalkan 2 orang anak yaitu A dan B. Sebelum
R+ 1970 C meninggal dunia, pada tahun 1970 R memberi
HIBAH
1974 hibah kepada C senilai harga Rp. 1.000.000,-. Pada
HIBAH tahun 1974 R memberi hibah kepada D senilai harga
1979 D Rp. 2.000.000,- dan pada tahun 1979 juga memberi
hibah kepada E senilai harga Rp. 3.000.000,-. Harta
peninggalan R habis untuk membayar utang-
utangnya. Para legitimaris menuntut haknya.
Hibah kepada :
E
C = Rp. 1.000.000,-
D = Rp.2.000.000,-
A B E = Rp. 3.000.000,- +
Rp. 6.000.000,-
Penyelesaian :

Penghitung LP
LP A = LP B = 2/3 x ½ x Rp. 6.000.000,00 = Rp.2.000.000,00
Atau untuk 2 orang sebesar Rp. 4.000.000,00.
Penambahan/inbreng untuk hibah yang dilakukan tidak dalam waktu yang sama
adalah yang dipotong terlebih dahulu adalah hibah terakhir, bila belum
mencukupi, dipotongkan lagi dari yang sebelumnya, terus ke belakang sampai
mencukupi.
Jadi :
A menerima = Rp. 2.000.000,00
B menerima = Rp. 2.000.000,00
C menerima = Rp. 1.000.000,00
D menerima = Rp. 2.000.000,00 - Rp. 1.000.000,00 = Rp.1.000.000,00.
E menerima = Rp. 3.000.000,00 – Rp. 3.000.000,00 =Rp. 0.
HARTA PENINGGALAN TAK TERURUS

Seseorang yang meninggal dunia, sedang ia meninggalkan harta akan tetapi tidak
ada ahli warisnya ataupun semua ahli warisnya menolak atau dinyatakan tidak patut,
maka menurut pasal 1126 BW, Balai Harta Peninggalan (Weeskamer)-lah yang
berkewajiban untuk mengurusnya.
Tentang ada atau tidaknya harta peninggalan yang tak terurus ini adalah menurut
keputusan Hakim atas permintaan jaksa Penuntut Umum atau atas permintaan orang
yang berkepentingan.
Ketentuan dari pasal 1128 BW adalah bila Balai Harta Peninggalan
mulai mengurus, maka BHP akam melakukan penyegelan barang warisan dan
kemudian menginventariseer dan selanjutnya harus mengurusnya sebaik-
baiknya.
BHP berkewajiban, pula untuk melakukan pemanggilan terhadap para
ahli waris. Dan jika terjadi gugatan terhadap harta peninggalan yang
diurusnya maka BHP berkewajiban untuk menghadap Hakim.
Jika tidak ada ahli waris maka BHP harus membuat pertangung-jawaban
kepada Negara, dimana selanjutnya Negaralah yang berhak atas harta
peninggalan tak terurus tersebut.

Anda mungkin juga menyukai