Anda di halaman 1dari 3

Untuk menjawab persoalan kasus tersebut, rujukan yang saya gunakan adalah pasal 830,838,

852, 854, 913, 931, 940 dan mungkin beberapa pasal lain dalam KUHPer yang mendukung
argumentasi saya, namun, sebelum itu saya akan memberikan sedikit insight mengenai
hukum waris. Singkatnya, hukum waris adalah norma yang mengatur peralihan harta
kekayaan serta hak dan kewajiban dari pewaris kepada ahli warisnya.
waris memiliki unsur-unsur pokok, antara lain:
1. Pewaris (harus meninggal dunia)
2. Harta peninggalan dari pewaris
3. Ahli waris (orang yang nanti akan menerima harta dari pewaris)
Selain memiliki unsur pokok, beberapa syarat harus terpenuhi terlebih dahulu agar waris
dapat dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku, yaitu: adanya pewaris dan ahli waris
masih hidup, serta ahli waris tersebut patut untuk menerima warisan.
KUH Perdata menglasifikasian pembagian waris menjadi dua cara, yaitu secara ab intesto
(hubungan darah) dan testamentair (surat wasiat). Jika si pewaris tidak menuliskan surat
wasiat maka ahli waris berikut ini yang berhak menerima harta peninggalannya:
1. Golongan pertama, yaitu suami atau isteri yang hidup terlama dan anak-anaknya,
masing-masing mendapatkan bagian yang sama. (Pasal 852 KUH Perdata)
2. Golongan kedua, yaitu orang tua dan saudara garis lurus ke atas (Pasal 854 KUH
Perdata)
3. Golongan ketiga adalah kakek dan nenek
4. Golongan keempat adalah sanak saudara, paman, bibi sampai derajat keenam.
Bila tidak ada ahli waris maka warisan akan jatuh kepada negara dan ditampung ke dalam
balai kekayaan negara.
Testamen adalah pemberian wasiat dari pewaris kepada ahli wasiat (surat wasiat). Pasal 931
KUHPerdata menyatakan bahwa surat wasiat hanya boleh dinyatakan baik dengan akta
tertulis sendiri atau olograpis, baik dengan akta umum, baik akta rahasia atau tertutup.
1. Surat wasiat umum ditandatangani di depan notaris dengan dua orang saksi
2. Surat wasiat rahasia ditandatangani pewaris dan ada empat orang saksi, pasal 940
KUH Perdata.
Surat wasiat berdasarkan isinya dibagi menjadi berikut:
1. Surat wasiat pengangkatan waris “harta warisan diberikan kepada si abc.”
2. Wasiat hibah, pasal 597 KUHPer. Harta dihibahkan dalam jumlah tertentu kepada
orang tertentu.
Warisan tidak semerta-merta diberikan kepada pewaris, terdapat pengecualian bagi
pewaris yang dinyatakan tidak patut menerima warisan dalam pasal 838 KUH Perdata,
yaitu:
1. Mereka yang karena dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh pewaris
2. Memfitnah pewaris (ancaman hukuman lima tahun)
3. Mereka yang menghalang-halangi, mencegah pewaris untuk membuat surat wasiat
4. Mereka yang dengan kekerasan, menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat
wasiat dari pewaris
Pasal 839 KUHPerdata mewajibkan seseorang ahli waris yang tidak pantas tersebut untuk
mengembalikan hasil yang telah ia petik dari barang-barang warisan. Dalam pasal ini
dapat dilihat jelas bahwa seseorang yang telah menerima barang-barang pewaris yang
kemudian dinyatakan tidak pantas menjadi ahli waris, maka harus mengembalikan dari
hasil yang telah ia terima itu.
Jika semua kriteria telah dipenuhi, barulah sang ahli waris berhak menerima peralihan
harta kekayaan serta hak dan kewajibannya dari si pewaris.
Dalam pewarisan secara perdata, hukum waris memiliki asas-asas yang berlaku sebagai
berikut:
1. Asas kematian: kewarisan timbul sejak meninggalnya pewaris
2. Ada hubungan darah dengan pewaris/hubungan perkawinan, jika tidak ada hubungan
darah harus ada testamen atau wasiat
3. Asas penderajatan: ada ahli waris utama yang lebih dekat dengan pewaris adalah ahli
waris yang akan memperoleh harta warisan, semakin jauh semakin terhalang (dibagi
jadi 4, gol 1-4. Gol 1 adalah anak beserta keturunannya lurus kebawah tanpa batas dan
suami/istri yang hidup terlama, janda atau duda. Kalau golongan pertama ada, maka
cucu terhalang. Gol 1 tidak ada maka digantikan oleh gol 2, yaitu orang tua dan
saudara, lurus ke atas. Gol 3, kakek-nenek. Gol 4, sanak saudara, paman, bibi,
ponakan, sampai derajat keenam. Jika tidak warisan jatuh kepada negara, balai harta
kekayaan)
4. Asas pergantian tempat, masing-masing saudara pewaris memiliki hak yang sama atas
harta warisan.
5. Asas bilateral, bisa dari garis ayah dan ibu. Perbandingan 1:1
6. Asas individual, in persona, orang perorang memperoleh hak dan kewajibannya
dengan sama. Anak adopsi haknya sama dengan ahli waris, anak luar kawin juga
berhak meskipun bagiannya berbeda.
7. Asas segala hak dan kewajiban beralih pada ahli waris. (Harta dan utang)
Legitime porti adalah bagian mutlak dari ahli waris yang tidak dapat diberikan ke
siapapun meskipun ada testamen. Jika anak tidak mendapat harta warisan bisa menuntut
(legitimaris). Hukum perdata melindungi hak hak ahli waris (pasal 913 KUHPer)
Dalam pasal 1112 KUHPerdata, suatu pembagian harta warisan dapat dibatalkan apabila:
1. Dilakukan dengan paksaan
2. Dilakukan penipuan oleh seseorang atau pun perorangan
3. Seseorang ahli waris dirugikan dan kerugiannya meliputi ¼ (seperempat bagian),
kerugian ini bisa disebabkan oleh kekeliruan pada saat menafsir harga nilai dari harta
benda warisan.
Jadi dari pasal ini dijelaskan bahwa dari poin kedua maksudnya bahwa suatu warisan dapat
dibatalkan karena adanya penipuan yang telah dilakukan si pewaris kepada si ahli pewaris
baik itu penandatanganan maupun memalsukan surat wasiat dan poin yang ketiga juga
dikarenakan tidak meratanya warisan yang dibagikan, maksudnya pada saat pembagian ada
orang atau sebagian ahli waris yang dapat bagian yang kurang dari seperempat dari beberapa
ahli waris lainnya, maka dari itu pembagian yang seperti ini dapat dibatalkan karena tidak
meratanya pembagian yang dilakukan.

Dalam kasus waris milik paijem, tentu saja paijem dinyatakan bersalah karena tindak
penipuan dan pemalsuan yang ia lakukan. Paijem termasuk ke dalam kategori orang yang
tidak patut untuk menerima waris, sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 838 KUH
Perdata. harta yang telah dialihkan atas nama paijem dapat dibatalkan dengan pasal 1112
KUHPer karena terdapat indikator yang menyatakan bahwa terjadi kecurangan pembagian
waris. Asas legitime portie memberikan hak perlindungan terhadap ahli waris terhadap
bagiannya yang tidak dapat dibagi meskipun terdapat surat wasiat. Paijem wajib untuk
memulangkan semua harta yang telah ia kuasai, secara ia termasuk ke dalam orang yang
tidak patut menerima waris, berdasarkan Pasal 839 KUHPerdata. Penyelesaian sengketa
tentang warisan bagi para pihak yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan secara
perdata dapat melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Jalur litigasi, yaitu penyelesaian
sengketa dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan. Jalur non litigasi merupakan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui konsultasi, negoisasi, mediasi dan
konsiliasi. Adapun penyelesaian dengan jalur pidana, paijem dapat dikenakan pasal 263
KUHP ayat (1) yang berbunyi:

“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu
hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh
dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan
menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu
asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu
kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam
tahun.” Atas delik pemalsuan dokumen.

Anda mungkin juga menyukai