Anda di halaman 1dari 18

Nama : Rogate Putri Miranda

NIM : 1640050057

Dosen : Elly M Pandiangan,SH,M.H

Fakultas Hukum
2018
Daftar Isi

DAFTAR ISI …………………………………………………………. 1

BAB I PENDAHULUAN …………………………………….. 2

a. Latar Belakang ………………………………………….. 2


b. Rumusan Masalah ……………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………. 3

 Ahli waris…………………………………………………………………………….3
 Penggolongan ahli waris……………………………………………………….5

BAB III PENUTUP ………………………………………………16

 Simpulan ……………………………………………………16
 Saran …………………………………………………………16

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………17

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian yang besar. Karena
pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga
yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah
pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk
menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu
caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).

Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-masing ahli waris
merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing
ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan. Kenyataan
demikian telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini. Terjadinya kasus-kasus
gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri menunjukkan
fenomena ini. Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu hukum
yang mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan sengketa waris yang
terjadi.

Dasar hukum seseorang ahli waris mewarisi sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum
KUH Perdata ada dua cara, yaitu :

1. Menurut ketentuan undang-undang.


2. Ditunjuk dalam surat wasiat (testamen).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ahli waris?
2. Bagaimana bagian dari penggolongan ahli waris.

2
BAB II

PEMBAHASAN

 Ahli waris

Adalah orang yang menggantikan pewaris dalam kedudukan hukum mengenai kekayaannya,baik
untuk seluruhnya maupun untuk bagian yang sebanding. Menurut pasal 832 KUHPerdata yang
berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah baik yang sah menurut undang-undang maupun
di luar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama. Undang-undang telah menentukan
bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum seseorang yang meninggal, sedapat mungkin
disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undang-undang berprinsip bahwa
seseorang bebas untuk menentukan kehendaknya tentang harta kekayaannya setelah ia
meninggal dunia.

Ahli waris yang pertama,dinamakan ahli waris menurut undang-undang (bij verstef) atau ahli
waris ab instestaat. Yang kedua dinamakan ahli waris menurut wasiat. Apa yang menurut
undang-undang diberikan kepada seorang ahli waris,dinamakan bagian warisan menurut undang-
undang (wettig erfdeel). Jika terbuka suatu warisan,seorang ahli waris dapat memilih apakah ia
akan menerima atau menolak warisan itu,atau ada pula kemungkinan untuk menerima tetapi
dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang-hutang si meninggal yan melebihi
bagiannya dalam warisan itu.

Undang-undang tidak menetapkan suatu waktu,seorang ahli waris harus menentukan sikapnya.
Oleh karena itu,tiap pihak yang berkepentingan berhak untuk menggugat para ahli waris agar
menyatakan sikapnya. Seorang ahli waris yang dituntut untuk menentukan sikap ini,mempunyai
hak untuk meminta waktu untuk berpikir (termijn van beraad) hingga selama empat bulan.
Akibatnya selama waktu itu si waris tidak dapat dipaksa untuk melakukan kewajiban-kewajiban
seorang ahli waris. Selama itu ahli waris tersebut diwajibkan mengurus harta peninggalan itu
sebaik-baiknya. Ia tak boleh menjual apa-apa,sebab perbuatan semacam itu dapat diartikan
sebagai penerimaan penuh secara diam diam (stilzwijgende aanvaarding).

3
Menurut pasal 834 KUHPerdata seorang ahli waris berhak untuk menuntut supaya segala apa
saja yang termasuk harta peninggalan si meninggal diserahkan padanya berdasarkan haknya
sebagai ahli waris. Hak penuntutan ini menyerupai hak penuntutan seorang pemilik suatu
benda,dan menurut maksudnya penuntutan itu harus ditujukan pada orang yang menguasai satu
benda warisan dengan maksud untuk memilikinya. Oleh karena itu,penuntutan tersebut tidak
boleh ditujukan pada seorang yang hanya menjadi houder saja,yaitu menguasainya benda itu
berdasarkan suatu hubungan hukum dengan si meninggal,misalnya penyewa.

Penuntutan tersebut tidak dapat ditujukan pada seorang executeur-testamentair atau seorang
curator atas suatu harta peninggalan yang tidak terurus. Seorang ahli waris yang
mempergunakan hak tersebut,cukup dengan mengajukan dalam surat gugatannya,bahwa ia
adalah ahli waris dari si meninggal dan barang yang dimintanya kembali itu termasuk benda
peninggalan. Para ahli waris dalam garis lencang baik ke bawah maupun ke atas,berhak atas
suatu “legitieme portie” yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat
dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Hak atas legitieme portie,barulah timbul bila
seseorang dalam suatu keadaan sugguh-sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris menurut
undang-undang.

Misalnya saja,jika si meninggal mempunyai anak-anak atau cucu-cucu,maka orang tidak tampil
ke muka sebagai ahli waris. Karenanya juga tidak berhak atas suatu legitieme portie. Seorang
yang berhak atas suatu legitieme portie dinamakan “legitimaris”. Ia dapat minta pembatalan tiap
testament yang melanggar hak tersebut. Ia berhak pula untuk menuntut supaya diadakan
pengurangan (“inkorting”) terhadap segala macam pemberian warisan,baik yang berupa
erfstelling maupun yang berupa legaat,atau segalanya pemberian yang bersifat schenking yang
mengurangi haknya.

Pernah dipersoalkan,apakah seorang anggota keluarga yang dicabut hak-haknya sebagai ahli
waris,tetapi berhak atas suatu legitieme portie,mempunyai hak-hak dari seorang ahli waris atau ia
hanya berhak menuntut pemberian benda atau kekayaan seharga bagiannya dalam warisan yang
oleh undang-undang di tetapkan sebagai legitieme portie itu,tetapi sekarang boleh dikatakan
bahwa tidak ada orang lagi yang menyangkal bahwa seorang legitimaris mempunyai hak-hak
sepenuhnya sebagai ahli waris.

4
 Penggolongan Ahli Waris

Menurut pasal 832 KUHPerdata,yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sederajat baik
sah maupun luar kawin yang diakui,serta suami isrti yang hidup terlama. Dalam bagian II BAB
XII diatur mengenai pewarisan dari keluarga yang sah dan suami istri. Dalam bagian III diatur
tentang pewarisan dalam hal adanya anak luar kawin yang di akui.

Para ahli waris yang sah karena kematian terpanggil untuk mewaris menurut urutan dimana
mereka itu terpanggil untuk mewaris. Urutan tersebut dikenal ada 4 macam yang disebut glongan
ahli waris,terdiri dari golongan pertama adalah suami atau istri dan keturunan. Golongan kedua
adalah orangtua,saudara,dan keturunan saudara. Golongan ketiga adalah leluhur lain. Golongan
keempat adalah sanak keluarga laimnya dalam garis menyimpang sampai dengan derajat
keenam. Mereka ini diukur menurut jauh dekatnya hubungan darah dengan si Pewaris,dimana
golongan yang lebih dekat menutup golongan yang lebih jauh.

Dalam Hukum Waris Perdata Barat, pada hakekatnya pembagian waris (pewarisan) dapat terjadi
berdasarkan 2 cara, yaitu :

- Pewarisan yang terjadi karena ditunjuk oleh undang undang, yang disebut pewarisan ab
intestato dan para ahli waris disebut ahli waris abintestaat.
- Pewarisan yang terjadi karena ditunjuk oleh testament atau surat wasiat.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam hukum perdata barat dikenal 4 penggolongan
ahli waris yaitu :

- Golongan I : anak-anak dan keturunan serta janda atau duda yang hidup terlama (Pasal
852 KUHPerdata).
- Golongan II : orangtua,saudara laki laki,saudara perempuan dan keturunan dari saudara
laki-laki dan saudara perempuan (Pasal 854,857,859 KUHPerdata).
- Golongan III : Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas sesudah orangtua (Pasal 853
KUHPerdata).
- Golongan IV: Keluarga sedarah lainnya dalam garis menyamping sampai derajat ke
enam (Pasal 858 KUHPerdata).

5
Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan
urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka
akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis lurus ke atas maupun ke
samping. Demikian pula golongan yang lebih dekat derajatnya menutup yang lebih jauh
derajatnya. Sedangkan ahli waris menurut surat wasiat atau testamen, jumlahnya tidak tentu
sebab ahli waris macam ini bergantung pada kehendak si pembuat wasiat.

a. Golongan pertama: mereka yang pertama kali dipanggil oleh Undang Undang sebagai
ahli waris adalah anak dan keturunannya beserta suami atau isteri dari pewaris. Anak-
anak mewarisi untuk bagian yang sama besarnya dan suami atau isteri yang hidup
terlama mewarisi bagian yang dengan anak.
Contoh:
A B

D
D tidak mewaris bersama-sama dengan C,karena yang berhak mewaris adalah B dan C.

A B

C D

6
Dalam hal ini C adalah anak dan E (cucu) dapat mewaris melalui anak Pewaris lainnya
yaitu D yang telah meninggal terlebih dahulu dari Pewaris (A).

Yang dimaksud anak,adalah anak sah karena mengenai anak luar kawin yang diatur
sendiri dalam BAB Bagian III Buku ke-II pasal 862 KUHPerdata dan seterusnya.
Termasuk kelompok anak sah,adalah anak yang disahkan (Pasal 277 KUHPerdata). Pasal
277 KUHPerdata mengatakan:
“Pengesahan anak,baik dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya,maupun dengan
surat pengesahan menurut 274,mengakibatkan,bahwa terhadap anak itu akan berlaku
ketentuan-ketentuan undang-undang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam
perkawinan”.

Anak-anak dalam derajat pertama,artinya mereka mewaris kepala demi kepala. Mereka
masing-masing mempunyai bagian yang sama besar (Pasal 852 ayat 2 KUHPerdata).
Contoh:

A B C

D E F

A,B,C anak,mewaris dalam derajat pertama,dengan hak yang sama,masing-masing atas 1/3
bagian harta waris.

7
C telah meninggal terlebih dahulu dari Pewaris. D,E,F maju menggantikan C, mereka mewaris
berdasarkan pancang C kepala demi kepala,artinya hak mereka dalam pancang C sama besarnya
yaitu masing-masing 1/3 x 1/3 = 1/9 bagian.

Cucu yaitu D,E, dan F maju menggantikan anak yang mewaris pancang demi pancang.
Pembagiannya bukan berdasarkan bij hoofed, melainkan bij staken,bukan berdasarkan
banyaknya kepala melainkan berdasarkan staak (pancang).

Asas persamaan dalam pasal 852 KUHPerdata,masih diteruskan dengan menetapkan bahwa
anak-anak atau sekalian keturunan mereka mewaris dari Pewaris,meskipun mereka lahir dari
perkawinan yang lain. Perkawinan yang lain,karena Pewaris menikah lebih dari satu kali,tetapi
putus karena kematian atau perceraian. Dalam perkawinan itu Pewaris mempunyai keturunan.

- Suami/Istri yang hidup terlama

Di Indonesia,sejak januari 1936 hidup terlama sebagai ahli waris termasuk Golongan I,besarnya
bagian istri/suami yang hidup terlama dalam pasal 852a KUHPerdata ditentukan sama dengan
bagian anak.

Contoh:

A B

C D E

Harta peninggalan dibagian antara B,C,D, dan E masing-masing 1/4 bagian.

Ketentuan yang mempersamakan bagian suami-istri yang hidup terlama dengan anak,hanya
berlaku dalam pewarisan karena kematian. Bagian suami istri bukan berarti dalam segala hal
haknya sama dengan anak,karena suami istri yang hidup terlama tidak berhak atas legitieme
portie.

8
Apabila si Pewaris meninggalkan seorang suami atau istri yang hidup terlama dan tidak
meninggalkan keturunan,maka suami atau istri yang hidup terlama ini berhak atas seluruh
warisan. Suami atau istri yang hidup terlama ini mengesampingkan orangtua,saudara laki dan
perempuan seandainya mereka masih ada. Hal ini karena masih ada suami atau istri sebagai
Golongan I.

b. Golongan kedua: orang tua, saudara dan keturunan dari saudara. Perolehan warisan dari
golongan kedua diatur oleh undang undang dalam pasal 854 KUHPerdata.
“apabila seorang meninggal dunia,dengan tidak meninggalkan keturunan maupun suami
istri,sedangkan bapak dan ibunya masih hidup,maka masing-masing mereka mendapat
sepertiga dari warisan,jika si meninggal hanya meninggalkan seorang saudara laki atau
perempuan,yang mana mendapat sepertiga selebihnya.
Si bapak dan si ibu masing-masing mendapat seperempat,jika si meninggal meninggalkan
lebih dari seorang saudara laki atau perempuan,sedangkan dua perempat bagian
selebihnya menjadi bagian saudara-saudara laki atau perempuan itu”.

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:


Seorang meninggal dunia,tanpa meninggalkan keturunan maupun suami istri,berarti sudah tidak
ada Golongan I,maka Golongan II,yaitu bapak,ibu dan saudara-saudara tampil sebagai ahli waris.

Besarnya bagian masing-masing ahli waris golongan II:


Besarnya bagian bapak dan ibu (pewaris yang masih hidup) berarti ada bapak,ibu,dan saudara.
Bagiannya adalah sebagai berikut:

Berdasarkan pasal 854 ayat (1) KUHPerdata:


Jika bapak dan ibu mewaris bersama seorang saudara baik laki-laki maupun perempuan,mereka
masing-masing memperoleh 1/3 harta warisan.

Contoh:

9
a. Ada bapak,ibu,dan satu saudara.
A B

P K

Bagian A,B dan K masing-masing 1/3 bagian.

Berdasarkan pasal 854 ayat (2) KUHPerdata:

Apabila ternyata Pewaris mempunyai saudara lebih dari 2 orang,maka bapak dan ibuk tidak
boleh mendapat bagian kurang dari 1/4 harta warisan. Bagian bapak dan ibu tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu,setelah itu sisanya dibagikan antara saudara-saudara Pewaris.

b. Ada bapak,ibu,dan dua saudara


A B

K L M

Bagian A dan B masing-masing = 1/4 bagian sisa harta warisan = 1 bagian – 1/2 bagian = 1/2
bagian.

Bagian K,L,dan M masing-masing = 1/3 x 1/2 bagian = 1/6 bagian.

10
c. Golongan ketiga: kakek dan nenek serta leluhur selanjutnya merupakan golongan ketiga
dari ahli waris. Dalam pewarisan garis lurus ke atas,tidak dikenal penggantian
tempat(Pasal 843 KUHPerdata). Oleh karena keluarga yang lebih dekat menutup
keluarga yang perderajatannya lebih jauh dari Pewaris. Apabila pewaris tidak
meninggalkan suami/isteri, keturunan, orang tua, saudara dan keturunan dari saudara,
maka harta peninggalan itu sebelum dibagi, dibelah lebih dahulu (kloving). Setengah dari
harta peninggalan diberikan kepada sanak keluarga dipihak ayah, dan setengah lagi
kepada yang dipihak ibu. Setiap bagian itu dibagi suatu harta peninggalan yang berdiri
sendiri.

Contoh :
A B E F

Harta waris dipecah menjadi 1/2 bagian untuk garis ayah,1/2 bagian untuk garis ibu.

Dalam garis ibu yang berhak mewaris adalah C,D (saudara sepupu). Dalam garis ayah yang
berhak mewaris adalah E dan F (kakek dan nenek)

11
d. Golongan keempat: sanak keluarga selanjutnya dalam garis menyamping. Sesudah garis
keatas dipanggil lah sanak keluarga dari garis menyamping diluar golongan kedua. Sama
seperti ahli waris golongan ketiga, harta peninggalan terlebih dahulu dibagi (kloving)
terlebih dahulu menjadi dua bagian. Sanak saudara yang lebih dekat derajatnya dengan
pewaris menyampingkan sanak saudara yang lain. KUHPerdata menetapkan sanak
saudara menyamping yang dapat mewaris hanyalah sampai derajat ke enam.

Oleh karena itu apabila dalam garis menyamping keluarga yang bertalian kekeluargaannya
berada dalam suatu derajat yang lebih jauh dari derajat keenam maka mereka tidak mewaris.
Kalau hal ini terjadi pada satu garis keturunan, maka bagiannya akan menjadi hak keluarga pada
garis keturunan yang lain, kalau orang itu mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidak
melebihi derajat keenam.

Golongan keempat diatur dalam pasal 858 KUHPerdata menyatakan:

“Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga tidak ada keluarga sedarah yang masih
hidup dalam satu garis ke atas,maka separuh harta peninggalan itu menjadi bagian dari keluarga
sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup. Sedangkan yang separuh lagi menjadi bagian
keluarga sedarah garis ke samping dari garis ke atas lainnya,kecuali dalam hal yang tercantum
dalam pasal berikut”.

Pasal 858 KUHPerdata tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Apabila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan (berarti golongan II) dan
b) Saudara dalam satu garis lurus ke atas (berarti golongan III)
c) Harta warisan dibagi dua,yaitu:
1. 1/2 bagian warisan (kloving),menjadi bagian keluarga sedarah dalam garis lurus ke
atas yang masih hidup.
2. 1/2 bagian lainnya,kecuali dalam hal tersebut,menjadi bagian para sanak saudara
dalam garis yang lain.

Sanak saudara dalam garis yang lain,adalah para paman dan bibi serta sekalian keturunan
mereka,yang telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris,mereka adalah ahli waris
golongan ke empat.

12
Dalam hal mewaris golongan keempat ini perlu diperhatikan ha-hal sebagai berikut:

1. Dalam tiap jenis sebagai akibat pembelahan (kloving) pewarisan dianggap suatu
pewarisan yang berdiri sendiri.
2. Dalam masing-masing garis sekalian keluarga sedarah dalam derajat yang sama mewaris
kepala demi kepala (Pasal 853 ayat 3 KUHPerdata).
3. Pada dasarnya didalam golongan keempat tidak dikenal adalnya penggantian
tempat,setidaknya penggantian tempat yang dikenal dalam golongan pertama dan
golongan kedua.

Contoh:

B D

A adalah pewaris.

Pembagiannya:

B dari garis ibu mendapat 1/2.

D dari garis bapak mendapat 1/2.

13
Selain daripada keempat penggolongan ahli waris tersebut diatas, yang dapat menjadi ahli waris
adalah anak luar kawin yang telah diakui sah oleh pewaris, dimana besarnya bagian yang
diperoleh dari anak luar kawin tersebut tergantung pada dengan golongan manakah ia turut
mewaris.

Pasal 862 sampai dengan Pasal 873 KUHPerdata mengatur pewarisan dalam hal adanya anak
luar nikah. Pasal 863 KUHPerdata berbunyi: “jika yang meninggal meninggalkan keturunan
yang sah atau seorang suami atau isteri, maka anak-anak luar nikah mewarisi sepertiga dari
bagian yang mereka sedianya harus mendpatnya andaikata mereka anak-anak yang sah, jika si
meninggal tak meninggalkan keturunan maupun suami atau isteri akan tetapi meninggalkan
keluarga sedarah,dalam garis ke atas,atau pun saudara laki-laki dan perempuan atau keturunan
mereka,maka mereka mewaris setengah dari warisan; dan jika hanya ada sanak saudara dalam
derajat yang lebih jauh, tiga perempat. Jika para pewaris yang sah dengan si meninggal bertalian
keluarga dalam lain-lain perderajatan,maka si yang terdekat derajatnya dalam garis yang
satu,pun terhadap mereka yang dalam garis yang lain,menentukan besarnya bagian yang harus
diberikan kepada si anak luar kawin.”

Jadi Pasal 863 KUHPerdata ini membatasi hak mewaris anak luar nikah pada 1/2 (separuh)
warisan, apabila ia mewaris bersama orang tua pewaris, saudara laki-laki dan perempuan atau
keturunan mereka (golongan II). Apabila anak luar kawin mewaris bersama sama dengan
golongan III dan IV maka ia berhak atas 3/4 bagian dari harta peninggalan.

Dalam menentukan bagian anak luar nikah, harus diperhatikan Pasal 285 ayat 1 KUHPerdata,
“pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan oleh suami atau isteri atas kebahagiaan anak
luar kawin, yang sebelum kawin telah olehnya dibuahkan dengan orang lain dari istri atau
suaminya,tak akan merugikan baik bagi istri atau suami maupun anak yang dilahirkan dalam
perkawinan mereka.”

Maksudnya bahwa demi kepentingan suami/isteri yang hidup terlama, anak-anak yang dilahirkan
dalam perkawinan itu, maka pengakuan itu harus tidak diperhatikan sehingga hak dari
suami/isteri yang hidup terlama, anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan itu harus dihitung
seolah-olah anak luar nikah itu tidak diakui (tidak ada anak luar kawin).

14
Contoh:

P A

D C B

P = Pewaris melakukan hubungan diluar nikah dan mempunyai anak D.

Kemudian P menikah dengan A dan mempunyai anak C,B.

Sepanjang perkawinan antara P dan A,maka P mengakui anak luar kawin D. Dalam hal ini
pengakuan P terhadap D tidak boleh merugikan A,C,B, yaitu istri dan anak-anaknya.

Menurut pasal 285 KUHPerdata,maka D tidak mendapatkan bagian warisan,warisan tetap dibagi
tanpa memandang adanya D,untuk tidak merugikan istri dan anak-anaknya (A,C,B).

Dengan demikian harta dibagi antara A,C,B dan masing-masing mendapat 1/3 bagian.

Terhadap anak zinah dan anak sumbang, berdasarkan Pasal 867 KUHPerdata mereka tidak dapat
mewaris dari orang yang membenihkannya namun undang undang memberikan hak pada mereka
untuk menuntut nafkah untuk hidup yang besarnya ditentukan menurut kekayaan ayah/ibunya
serta jumlah dan keadaan para ahli waris yang sah tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 868
KUHPerdata.

Mengenai golongan pertama yang meliputi suami/isteri yang hidup terlama dan keturunannya,
mendapatkan bagian yang sama besar. Sedangkan golongan kedua terdiri dari bapak, ibu,
saudara dan keturunan saudara dari orang yang meninggal dunia dimana mereka hanya akan
menjadi ahli waris apabila tidak ada ahli waris dari golongan pertama.

15
BAB III

PENUTUP

 KESIMPULAN
Hukum waris adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik tertulis maupun tidak
tertulis, yang mengatur mengenai pemindahan harta kekayaan pewaris kepada ahli
warisnya, bagian yang diterima serta hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga.
dalam Hukum Waris Perdata Barat mengandung 3 unsur pokok, yaitu: Orang yang
meninggalkan harta warisan (erflater), Harta warisan (erfernus), Ahli waris
(erfergenaam).
Ahli waris menurut system BW terbagi dua yaitu ahli waris menurut Undang-Undang dan
ahli waris menurut waisat. Ahli waris menurut Undang-Undang terbagi 4 golongan
yaitu:
1. Golongan pertama, ialah keluarga dalam garis lurus ke bawah yang meliputi anak-
anak beserta keturnan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang
hidup paling lama.
2. Golongan kedua, ialah keluarga dalam garis lurus ke atas yang meliputi orang tua dan
saudara, baik laki-laki maupun perempuan serta keturunan mereka.
3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris.
4. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak
keluarga lainnya sampai derajat keenam.

 SARAN
Untuk masalah waris di serahkan sepenuhnya pada hukum masing-masing golongan,
diharapkan dalam pembagian waris ini harus adil, meskipun adil itu berbeda-beda
pemahamannya.
Untuk anggota keluarga yang bukan ahli waris seperti anak angkat, dan kerabat yang lain
diharapkan tetap mendapatkan warisan seperti dalam pengaturan dalam KHI yaitu wasiat
wajibah.

16
Daftar pustaka

1. Prof. Mr. A. Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Belanda Jilid I , Jakarta : PT. Intermasa, 1990
2. Prof. Subekti,S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Intermasa,2003
3. Surini Ahlan Sjarif,S.H.,M.H.,Dr. Nurul Elmiyah,S.H.M.H. Hukum Kewarisan
Perdata Barat
4. KUHPerdata

17

Anda mungkin juga menyukai