Anda di halaman 1dari 74

Perkawinan

 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup


manusia sejak zaman dahulu, sekarang
dan masa yg akan datang sampai akhir
zaman.
 Dari perkawinan timbul hubungan suami
isteri, hubungan orang tua dan anak-anak-
nya
 Dari perkawinan timbul hubungan keke-
luargaan sedarah dan semenda
Perlunya Peraturan Hukum
Perkawinan
 Oleh karena perkawinan mempunyai
pengaruh yg sgt luas di masyarakat, perlu
diatur dalam sebuah peraturan hukum
perkawinan agar pelaksanaan perkawinan
dpt terlaksana dgn baik dan tertib. Baik
dalam memelihara kelangsungan perka-
winan maupun akibat-akibat dari
pelangsungan perkawinan.
Pelbagai Hukum Perkawinan
 Pada masa penjajahan Belanda
Berdasarkan Pasal 163 Indische Staats-
regeling (IS) Golongan penduduk di
Indonesia di bagi 3
1. Golongan Eropah
2. Golongan Bumi Putera
3. Golongan Timur Asing
Konsekwensi dari Pasal 163 IS

 Pasal 131 ayat 2 IS yang antara lain


di dalamnya tercakup masalah perkawinan.

a. Untuk Gol. Eropah berlaku BW


b. Gol. Bumi Putera berlaku hukum adat dan Hukum Islam
bagi yg beragama Islam dan HOCI (Huwelijks
Ordonantie Christen Indonesia) bagi yg beragama
kristen. S.B. No.74 Thn. 1933
c. Gol. Timur Asing disamping berlaku BW berlaku pula
hukum adatnya.
d. Pada perkawinan campuran berlaku hukum suami.
Sb.1898 Regeling op de gemengde Huwelijken no 158.
Sejak Proklamasi s/d 2 Januari
1974
Masih tetap berlaku peraturan Hukum
Perkawinan menurut Pasal 131 IS ayat 2.
berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945 yg menyatakan :
“ Segala badan negara dan peraturan yg
ada masih lang-sung berlaku selama
belum diadakan yg baru menurut
Undang-Undang Dasar ini”
Sejak 2 Januari 1974
 Berlaku UU No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (L.N. RI Thn 1974 No. 1)
 Merupakan UU Perkawinan Nasional yang
berlaku hingga saat ini. Dengan peraturan
pelaksananya P.P. No. 9 Thn 1975
 Berlaku efektif mulai 1 Oktober 1975.
Ketegasan Pasal 66
UU No.1Thn 1974
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yg
berhubungan dengan perkawinan berda-sarkan
atas UU ini ketentuan-ketentuan yg diatur dalam
KUHPerdata (BW). Ordonansi Perkawinan
Indonesia Kristen,( Huwelijks Ordonantie
Christen Indonesiers )S. 1933 No.74. ),
Peraturan perkawinan campuran (Regeling op de
gemengde Huwelijken S.1898 No.158) dan
peraturan-peraturan lain yg mengatur ttg
perkawinan sejauh telah diatur dlm UU ini,
dinyatakan tidak berlaku.
Asas-asas perkawinan
 Hukum Perdata  UU. No. 1 Thn 1974
1. Sahnya perkawinan 1. Agama menentukan
hanya ditentukan oleh sahnya perkawinan
ketentuan-ketentuan 2. Tujuan perkwn mem-
perdata bentuk keluarga yg ba-
2. Adanya persetujuan hagia dan kekal
bebas (Psl.28 BW) 3. Monogami relatif
3. Perkawinan sedapat 4. Caon suami isteri hrs
mungkin hrs matang jiwa raganya
berlangsung sampai 5. Mempersukar terjadinya
mati atau abadi. perceraian
4. Monogami mutlak 6. Hak dan kedudukan
(Absolut) suami isteri seimbang
Pengertian Perkawinan
 KUHPerdata Tidak ada definisi perkawinan.
UU memandang soal perkawinan hanya dari
sudut hubungan perdata saja,(Pasal 26 KUH-
Perdata)
 Menurut Doktrin
1. Perkawinan merupakan suatu pertalian/perse-
kutuan antara seorang laki-laki dan
perempuan.
2. Pertalian itu syarat-syaratnya ditentukan UU.
3. Dalam waktu yg lama atau abadi.
Pengertian Perkawinan
 Menurut UU. No. 1 Thn 1974
“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin an-
tara seorang pria dan seorang wanita se-
bagai suami isteri dgn tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yg bahagia dan
kekal berdasar-kan Ketuhanan Yg Maha
Esa
Syarat-syarat Perkawinan Dalam
KUHPerdata
a. Syarat materil (interen) yaitu yang melekat pada diri
pribadi calon suami istri tersebut antara lain :
 Syarat materil yang absolut dimana tidak berwenang
untuk kawin apabila tidak dipenuhi syarat-syarat
tersebut antara lain :
 Seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai seorang istri
dan wanita mempunyai suami dalam waktu yang sama (Pasal
27)
 Adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami istri
tersebut (Pasal 28)
 Memenuhi syarat umur yang ditentukan dimana seorang laki-
laki harus berumur 18 tahun dan wanita 15 tahun (Pasal 29)
 Baru diperbolehkan kawin setelah lewat 300 hari bagi wanita
yang bubar perkawinannya (Pasal 34)
Syarat Materil relatif dlm
KUHPerdata
 Syarat materil yang relatif antara lain :
 Tidak ada hubungan kekeluargaan dalam garis lurus
ke atas dan ke bawah baik karena kelahiran yang sah
maupun yang tidak sah (Pasal 30)
 Tidak ada hubungan kekeluargaan semenda baik
garis lurus maupun ke samping (Pasal 31)
 Karena Overspel sekali-kali tidak boleh kawin dengan
lawan berzinahnya (Pasal 32)
 Karena telah dua kali bercerai yang diputuskan oleh
hakim (Pasal 33)
 Harus ada izin dari orangtua bagi anak-anak yang
belum dewasa dan yang belum mencapai umur 30
tahun genap (Pasal 35 s/d 42)
Syarat formil dlm KUHPerdata
 b. Syarat formil (exteren) yang menyangkut formalitas-
formalitas yang mendahului atau menyertai pelangsungan
perkawinan yang dilakukan oleh Pegawai Catatan Sipil
 1. Harus ada pemberitahuan (aangifte) kepada Pegawai
Catatan Sipil yang hendak melangsungkan perkawinan itu
(Pasal 50)
 2. Harus ada pengumuman (afkondinging) dari Pegawai
Catatan Sipil yang akan dilangsungkan perkawinan
 3. Perkawinan tidak boleh dilangsungkan sebelum 10 hari
setelah hari pengumuman itu dilakukan.
 4. Perkawinan harus dilakukan di muka umum yaitu di
dalam gedung Catatan Sipil dimana akta catatan sipil itu
dibuat serta dilakukan di muka pegawai catatan sipil
beserta dihadapan 2 orang saksi.
Syarat-syarat perkawinan dalam
UU No. 1/1974
Syarat materil yang absolut antara lain :
1. Adanya persetujuan kedua belah pihak calon
suami istri tersebut (Pasal 6)
2. Harus memenuhi syarat umum dimana pria 19
tahun dan wanita 16 tahun kecuali ada dispen-
sasi dari pengadilan (Pasal 7)
3. Tidak dalam waktu tunggu bagi seorang wanita
yang hendak melangsungkan perkawinan
tersebut (Pasal 11)
Syarat materil relatif
Syarat materil yang relatif antara lain :
1. Antara calon mempelai wanita dan pria tidak dalam
hubungan keluarga atau darah yang tidak
diperbolehkan untuk kawin (Pasal 8)
2. Calon mempelai tidak dalam ikatan perkawinan dengan
orang lain kecuali telah mendapat izin dari pengadilan
untuk melakukan poligami (Pasal 9)
3. Harus ada izin kedua orangtua/wali bagi mereka yang
belum mencapai umur 21 tahun
4. Bagi suami istri telah bercerai lalu kawin lagi kemudian
bercerai lagi agama dan kepercayaan mereka tidak
melarang mereka untuk kawin kembali/untuk ketiga
kalinya (Pasal 10)
Syarat formil dalam PP 9/1975
1. Adanya pemberitahuan kehendak untuk melangsungkan
perkawinan kepada pegawai pencatat di tempat mana
perkawinan itu dilangsungkan (Pasal 3)
2. Adanya pengumuman dari pegawai pencatat tentang
akan dilangsungkan peerkawinan itu (Pasal 8)
3. Perkawinan baru boleh dilangsungkan setelah hari ke
10 sejak pengumuman itu dilakukan (Pasal 10)
4. Perkawinan harus dilakukan di muka umum dan dihadiri
oleh 2 orang saksi dan bagi yang beragama Islam oleh
wali nikah dan menandatangani akte dari perkawinan
itu (Pasal 11)
Syarat sahnya perkawinan
KUHPerdata UU.No.1/1974
 Apabila dilakukan Apabila dilakukan me-
sesuai dengan ke- nurut hukum masing-
tentuan undang- masing agamanya
undang (KUHPer- dan kepercayaan itu.
data). (Pasal 2 )
 Dan dilaksanakan
didepan pegawai
catatan sipil.
Perbedaan perkawinan campur yang terdapat
dalam Stb. 1898 No. 158 dengan UU No. 1/1974
Pasal 57 – 62.
 pada GHR dapat terjadi oleh karena perbedaan
agama, hukum dan tempat serta bila terjadi maka
dengan sendirinya si istri menuruti/tunduk kepada
hukum suaminya.

 pada UU No. 1/1974 dapat terjadi karena


perbedaan WN dimana salah satu pihak adalah WNI
(Pasal 57) serta si istri atau suami tidak dengan
sendirinya tunduk kepada hukum suaminya tetapi
diberi kesempatan untuk memilih hukum mana
yang akan diturutinya.
Perkawinan di L.N.
(Psl. 56 UU.No.1/1974)
 Perkawinan sah apabila dilakukan menurut
Hukum yg berlaku dinegara dimana perkawinan
dilangsungkan dan bagi WNI tidak melanggar
ketentuan UU No.1/1974.

 Dalam waktu setahun setelah kembali ke


Indonesia perkawinan yang dilangsungkan di
luar negeri demikian, harus dicatat di kantor
pencatatan di tempat kediaman suami istri itu
Monogami
 Dalam KUHPerdata tidak dibenarkan berpoliga-
mi. Satu suami untuk satu isteri dan begitu juga
sebaliknya. (Monogami absolut)

 Dalam UUPerkawinan.No.1 Tahun 1974, Psl 3 –


5, boleh berpoligami asal agama dan keperca-
yaanya tidak melarang dan telah dipenuhinya
syarat-syarat yang ditentukan un-dangundang.
(monogami relatif)
Beristeri lebih dari seorang
1. Apabila agama dan kepercayaannya
tidak melarang beristeri lebih dari se-
orang.
2. Telah dipenuhinya syarat-syarat alter-
natif dan kumulatif seperti yang diten-
tukan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 antara
lain :
Syarat alternatif :

 Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya


sebagai istri

 Istri mendapat cacat badan atau penyakit


yang tidak dapat disembuhkan

 Istri tidak dapat melahirkan keturunan


Syarat kumulatif

 Adanya persetujuan dari ister/isteri-isteri


 Adanya kepastian bahwa suami mampu
menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka
 Adanya jaminan bahwa suami akan
berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka.
Tdk diperlukan Persetujuan
isteri/isteri-isteri (Psl 5 (2))
Persetujuan isteri/isteri-isteri tidak diper-
lukan apabila isteri tidak dimungkinkan utk
dimintakan persetujuannya dan tidak da-
pat menjadi pihak dalam perjanjian, atau
tidak ada kabar dari isteri paling kurang 2
thn. Atau sebab-sebab lain yg mendapat
penilaian dari Hakim Pengadilan.
Perkawinan harus dicatatkan
Pasal 2 ayat (2) disebutkan Tiap-tiap
perkawinan dicatatkan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pencatatan Perkawinan/Perceraian
diselengarakan
 (Bagi Umat Islam) Non Islam
Kantor Urusan Agama Kantor Catatan Sipil
Kecamatan untuk Ni- (Burgerlijk Stand)
kah, talak dan Ruju’
(NTR)
Pencatat Perkawinan sebelum
UU No.1 Thn 1974
 Ordonansi BS untuk golongan Eropah (Stb.
1849 No. 25)
 Ordonansi BS untuk golongan Cina (Stb.
1917 No. 130 jo 1919 No. 81)
 Ordonansi BS untuk golongan Kristen
Indonesia (Stb. 1933/75 jo 1936/607)
 Ordonansi BS dari perkawinan campuran
(Stb. 1904/279)
 Ordonansi untuk orang Islam (P3NTR UU
22/1946)
Arti pencatatan Perkawinan
 Pencatatan perkawinan bertujuan untuk menja-
dikan peristiwa perkawinan itu menjadi jelas ba-
ik bagi yang bersangkutan maupun bagi masya-
rakat karena termuat dalam suatu daftar yang
khusus disediakan untuk itu sehingga sewaktu-
waktu dapat dipergunakan dimana perlu teruta-
ma sebagai alat bukti yang tertulis yang auten-
tik, jadi pencatatan hanya merupakan soal ad-
ministrasi belaka bukan merupakan syahnya
perkawinan.
Bukti Perkawinan
KUHPerdata UU. No.1 Thn. 1974
Perkawinan didaftar-kan Adanya akta perkawinan
didalam Daftar Catatan yh telah ditanda tangani
Sipil. oleh 2 org saksi dan wali
Pasal 34/S.1933-74/ nikah(Islam) serta
menentukan Perkawinan Pegawai Pencatat
hanya dpt dibuktikan dgn Perkawinan
suatu surat kawin yg Islam = Pegawai Pencatat
telah dimasukan dalam nikah, Talak dan Ruju’
daftar Pencatat Jiwa Non Islam=Pegawai
Pencatat Perkawinan
Kantor Catatan Sipil
Akibat-akibat perkawinan
(UU. No.1/1974)
1. Hak dan kewajiban suami isteri
2. Harta Benda perkawinan
3. Anak/keturunan
4. Pembuktian asal usul anak
5. Hak dan kwajiban antara orang tua dan
anak
6. Perwalian
Hak dan kewajiban suami isteri
Dalam UU Perkawinan (Pasal 30-
34 UU.No.1/1974)
 seorang istri adalah bekwaam untuk bertindak dalam
hukum
 sama-sama berhak dan berkewajiban untuk
mengurus harta perkawinan
 kedudukan suami istri sama-sama seimbang dalam
pergaulan masyarakat dan rumah tangga
 suami istri sama-sama melakukan kekuasaan
orangtua terhadap anak
 suami istri bersama-sama menentukan tempat
kediaman bersama
Hak dan kewajiban suami isteri
Dalam KUHPerdata
 seorang istri dulu adalah onbekwaam dalam
 bertindak. (Pasal 1330).
 hanya suami yang diperkenankan untuk mengurus
harta bersama dan bahkan harta dari istrinya
 pada mulanya kedudukan seorang istri di dalam
pergaulan rumah tangga dan masyarakat tidak
seimbang (lihat SEMA tahun 1963 No. 3)
 pada dasarnya hanya suami saja yang melakukan
kekuasaan orangtua (Pasal 300)
Persamaan hak dan kewajiban suami isteri
dlm KUHPerdata dan UU No.1/1974

 suami tetap sebagai kepala rumah tangga


 suami istri harus saling setia dan tolong-menolong
dan bantu-membantu
 sama-sama bertanggung jawab terhadap anak yang
lahir tentang pemeliharaannya dan pendidikannya
 istri berkewajiban tinggal bersama satu rumah
dengan suaminya
 sama-sama berhak dan berkewajiban mencari
nafkah untuk kelangsungan rumah tangga
 sama-sama berkewajiban untuk memelihara
keutuhan rumah tangga
 sama-sama berhak untuk menuntut perceraian
Pengecualian bantuan suami
1. Apabila isteri dituntut pidana dimuka ha-
kim.
2. Tuntutan perceraian, pisah meja dan
ranjang atau pemisahan harta kekayaan.
(Pasal 111)
Suami tdk mau atau berhalangan
memberi kuasa.
 Isteri dapat minta izin Hakim untuk
menghadap dimuka pengadilan,
 Mengadakan peerjanjian-perjanjian
 Mengurus barang-barang kekayaannya
atau
 Melakukan perbuatan-perbuatan hukum
lainnya.
(Pasal 112)
Harta Benda (kekayaan) Perkawin-
an dalam UU No.1/1974
Mengenai harta benda dalam perkawinan di atur dalam
pasal 35 UU Perkawinan. Menurut pasal ini, ada 3 jenis
harta dalam suatu perkawinan, antara lain :
 Harta Bersama

Harta Bersama adalah Harta benda yang di peroleh


selama perkawinan. Dalam harta bersama, suami
maupun istri dapat mempergunakannya dengan
persetujuan kedua belah pihak. Menurut hukum B.W.
jika terjadi perceraian, maka harta bersama tersebut di
bagi dua.
Harta Bawaan Perkawinan

 Harta Bawaan
Harta Bawaan adalah Harta benda yang di bawa oleh masing-masing suami
dan istri ketika terjadi perkawinan. Harta bawaan di kuasai oleh masing-
masing pemiliknya, yaitu suami atau istri. Artinya, harta bawaan baik untuk
suami atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk mempergunakan harta
bawaannya masing-masing tanpa perlu mendapat persetujuan dari pihak
lain.

 Harta Perolehan
Harta Perolehan adalah Harta benda yang di peroleh dari masing-masing
suami dan istri sebagai hadiah atau warisan dari orang tua. Harta perolehan
masing-masing pada dasarnya penguasaannya sama seperti harta bawaan.
Masing masing suami atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta perolehan.
Harta Benda (kekayaan)
Perkawinan menurut KUHPerdata.
 Sejak perkawinan dilangsungkan demi
hukum berlaku persatuan bulat harta
kekayaan suami isteri (Psl. 119) Kecuali
ada perjanjian kawin.
Perjanjian perkawinan
yang dimaksud dengan perjanjian
perkawinan ialah
 adalah suatu perjanjian yang dibuat se-
belum perkawinan dilangsungkan antara
calon suami istri untuk mengadakan be-
berapa penyimpangan dari ketentuan UU
sekedar persatuan harta kekayaan
perkawinan.
Perlunya diadakan pendaftaran di
kepaniteraan pengadilan negeri tentang
perjanjian perkawinan
 agar umum mengetahui bahwa perkawinan
yang bersangkutan dilangsungkan dengan
membuat perjanjian perkawinan
 agar pihak ketiga yang akan mengadakan
transaksi dapat mengetahui akan
kekuatan kekayaan suami istri yang kawin
dengan perjanjian perkawinan
Apabila tidak didaftarkan, perjanjian perkawin-
an tersebut tidak berlaku.
Batasan-batasan yang ditentukan oleh UU yang
tidak boleh dimuat dalam perjanjian perkawinan

 tidak boleh melanggar kesusilaan dan ketertiban


umum
 tidak boleh menghapuskan kekuasaan orangtua
(ouderlijk macht) dan kekuasaan suami (maritale
macht)
 menghilangkan hak-hak suami istri yang masih
hidup terlama jika salah seorang meninggal dunia
 memperjanjikan salah satu pihak akan memikul
lebih besar daripada bahagiannya
 memperjanjikan bahwa terhadap perkawinan
mereka akan diperlakukan hukum asing
Macam-macam perjanjian
perkawinan

 perjanjian perkawinan campur laba dan rugi


 perjanjian perkawinan campur hasil dan
pendapatan
Yang mendasari pokok pikiran perjanjian
perkawinan campur laba dan rugi?
perpisahan harta dalam perkawinan
 perpisahan harta dalam perkawinan
maksudnya pemisahan harta yang dibawa
dengan harta yang diperoleh dalam
perkawinan
 barang-barang yang sudah ada pada saat
perkawinan dilangsungkan tetap menjadi
milik pribadi suami istri masing-masing
sedangkan harta yang diperoleh selama
perkawinan menjadi milik bersama.
yang menjadi milik pribadi dalam perjanjian
perkawinan dengan campur laba rugi

 Semua barang-barang yang dimiliki oleh masing-masing


pihak pada waktu mereka melangsungkan perkawinan
 semua barang yang pada berlangsungnya perkawinan
diperoleh suami/istri melalui warisan (hibah) yang
ditujukan kepada salah satu pihak
 barang-barang diperoleh dari penghasilannya di dapat dari
barang-barang tersebut diatas (nomor 1&2 yang diatas)
 segala hutang-hutang yang diadakan oleh masing-masing
suami/istri sebalum perkawinan
 segala hak-hak yang diadakan selama perkawinan tetapi
diadakan oleh salah seorang saja suami/istri atau
kepentingan diri sendiri.
Perjanjian perkawinan campur hasil
pendapatan adalah melindungi pihak isteri
 Supaya istri tetap menyadari bahwa
hutang-hutang itu biasanya dibuat oleh
suami sehingga jangan sampai
karenanya istri menjadi rugi.
Perbedaan perjanjian perkawinan campur
laba dan rugi dgn hasil dan pendapatan
 Dalam perjanjian campur laba rugi suami
istri memikul kerugian bersama.
 Dalam campur hasil dan pendapatan
seorang istri tidak perlu mengganti
kekurangan-kekurangan dan tidak dapat
dituntut untuk hutang-hutang yang
diperbuat oleh pihak suami.
akibat diadakannya perjanjian
perkawinan
terjadi 3 kemungkinan antara lain :
 tetap ada persatuan harta bulat kalau yang
diperjanjikan hanya soal pengurusan
 adanya percampuran harta kekayaan yang
terbatas
 menutup segala kemungkinan sama sekali
adanya persatuan harta kekayaan bulat
perbedaan perjanjian perkawinan yang ada dalam
KUHPerdata dengan yang ada di dalam UU Perkawinan

 Dalam KUHPerdata antara lain :


 hanya mengatur tentang perjanjian mengenai harta benda perkawinan saja
yang berarti materinya sempit
 harus dibuat dengan akta autentik dengan ancaman batal jika tidak
demikian (Pasal 147)
 tidak dapat dirobah dengan jalan apapun (Pasal 149)
 mengharuskan agar didaftarkan di kepaniteraan PN agar mengikat pihak
ketiga
 Dalam UU Perkawinan antara lain :
 tidak mengenai harta perrkawinan saja yang memungkinkan untuk
memperjanjikan hal-hal lain dengan dibatasi tidak boleh bertentangan
dengan hkum agama dan kesusilaan
 tidak mengharuskan dengan akta autentik cukup dengan akta biasa yang
disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan
 dapat dirobah dengan persetujuan kedua belah pihak dan tidak akan
merugikan pihak ketiga
 tidak ada keharusan untuk mendaftarkannya cukup disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan sudah berlaku kepada pihak ketiga.
Kedudukan anak/keturunan

Anak yang sah adalah Anak yang di


lahiirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah (Pasal 42 UU
Perkawinan).
Hal ini berarti bahwa anak yang lahir di
luar perkawinan yang sah bukanlah anak
yang sah.
Kedudukan anak yg tidak sah
/anak wajar
Anak luar kawin (Pasal 43)

Anak yg dilahirkan diluar perkawinan


hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya
Macam/jenis anak menurut
KUHPerdata
 Anak sah adalah anak yg dilahirkan akibat
perkawinan yg sah
 Anak tidak sah/anak wajar adalah anak yg
dilahirkan diluar perkawinan yg sah
 Anak zinah, adalah anak yg dilahirkan akibat
dari hubungan biologis dari salah satu atau
keduanya telah menikah dgn orang lain
 Anak sumbang anak yg dilahirkan akibat dari
hubungan biologis dari orang-orang yang
berhubungan darah/incest
Kedudukan anak menurut
KUHPerdata
 Anak yg tidak sah dapat disahkan/diakui
oleh orang tuanya.
 Anak zinah tidak dpt disahkan/diakui
 Begitu juga anak sumbang kecuali ada
dispensasi presiden dpt diakui/disahkan
ab. Diikuti dgn perkwnan kedua org
tuanya. (Psl 273)
Pengakuan anak

Pengakuan anak, dpt dilakukan oleh ibu maupun bpk


si anak.
Pengakuan oleh ibu yg benar benar melahirkannya
dpt dilakukan sejak ia lahir. (Psl. 282 BW)
Pengakuan oleh bapak, anak itu harus telah berumur
19 thn dan hrs seizin ibu nya. (Psl 284 BW)
Pengakuan hrs dilakukan dgn akta outentik.
Pengakuan anak terjadi krn kedua org tuanya tdk
melangsungkan perkawinan
Akibat pengakuan
1. Adanya hub. Perdata bg bpk/ibu yg
mengakuinya.(Psl 280BW)
2. Hak mewaris
3. Alimentasi
4. Hak memberikan izin kwn bg yg
mengakuinya.
5. Timbulnya perwalian bg yg mengakuinya
Pencegahan Perkawinan
Pasal 13 – 21 UU.No.1/1974
Pengertian ;
Usaha mencegah terjadinya perkawinan
sebelum perkawinan berlangsung
Pengesahan anak
Pengesahan anak dapat dilakukan
1. Krn perkawinan kedua org tuanya (272
BW)
2. Krn surat pengesahan. (274 BW)
Penyangkalan sahnya anak
Seorang suami dpt menyangkal sah nya
seorang anak, jika ia dpt membuktikan
isterinya telah berzinah dan anak itu hasil
dari perzinahan itu. Yg memutuskan sah
tidaknya anak tersbt adalah pengaddilan
atas permintaan pihak yg berkepentingan
mengucapkan sumpah.
Pembuktian asal usul anak
Psl 55 UU.No.1/1974
1. Dengan akta kelahiran
2. Kalau akta kelahiran tidak ada, Pengadilan dpt
menetapkan asal usul anak setelah diadakan
pemeriksaan yg teliti berdasarkan bukti-bukti
yg memenuhi syarfat
3. Atas dasar ketentuan Pengadilan tsb. Instansi
pencatat kelahiran dpt mengeluarkan akte
kelahiran anak tersebut.
Hak dan kewajiban orang tua dan
anak (Psl 45 , 47)
Hak dan kewajiban orang tua
1. Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya. Kewajiban itu berlaku sampai
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri
2. Anak yang belum mencapai umur 18 Thn atau belum
pernah kawin berada dibawah kekuasaan orang tua.
Orang tua mewakili anak ter-sebut mengenai perbu-
atan hukum didalam dan diluar Pengadilan. Orang tua
tdk boleh memindahkan hak atau menggadaikan ba-
rang-barang tetap yg dimiliki anaknya itu, kecuali ke-
pentingan anak itu menghendaki.
Pencabutan kekuasaan orang tua
Pencabutan kekuasaan orang tua dite-
tapkan oleh Pengadilan dlm hal.
1. Orang tua sangat melalaikan kekuasa-
anya terhadap anaknya.
2. Orang tua berkelakuan buruk sekali
tujuan mengadakan perjanjian
perkawinan
 untuk mengatur harta perkawinan yang
bersangkutan dengan mengadakan
penyimpangan dari ketentuan UU Pasal 119
tentang persatuan harta kekayaan
 untuk mengatur barang-barang yang menjadi
milik kedua belah pihak selama perkawinan
berlangsung
 untuk menentukan hak-hak dari masing-
masing pihak, hak-hak yang dibawa ke dalam
perkawinan itu yang perlu diketahui apabila
perkawinan itu bubar.
perbedaan perjanjian perkawinan yang ada dalam
KUHPerdata dengan yang ada di dalam UU Perkawinan

 Dalam KUHPerdata antara lain :


 hanya mengatur tentang perjanjian mengenai harta benda perkawinan
saja yang berarti materinya sempit
 harus dibuat dengan akta autentik dengan ancaman batal jika tidak
demikian (Pasal 147)
 tidak dapat dirobah dengan jalan apapun (Pasal 149)
 mengharuskan agar didaftarkan di kepaniteraan PN agar mengikat pihak
ketiga
 Dalam UU Perkawinan antara lain :
 tidak mengenai harta perrkawinan saja yang memungkinkan untuk
memperjanjikan hal-hal lain dengan dibatasi tidak boleh bertentangan
dengan hkum agama dan kesusilaan
 tidak mengharuskan dengan akta autentik cukup dengan akta biasa yang
disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan
 dapat dirobah dengan persetujuan kedua belah pihak dan tidak akan
merugikan pihak ketiga
 tidak ada keharusan untuk mendaftarkannya cukup disahkan oleh
pegawai pencatat perkawinan sudah berlaku kepada pihak ketiga.
Yang dapat mencegah Perkawinan
1. Para keluarga dlm garis keturunan lurus
keatas dan kebawah.
2. Saudara
3. Wali nikah
4. Wali pengampu dari salah seorang calon
mempelai dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
Cara melakukan Pencegahan
Pencegahan perkawinan diajukan ke
Pengadilan.
Perkawinan tidak tidak dapat
dilangsungkan sebelum pencegahan
dicabut oleh Pengadilan
Batalnya Perkawinan
Pengertian :
Perkawinan yg sudah terjadi dapat diba-
talkan apabila para pihak tidak memenuhi
syarat-syarat untuk melangsungkan
perkawinan.
Yang dapat mengajukan
pembatalan perkawinan
1. Para keluarga dlm garis keturunan lurus
keatas suami atau isteri.
2. Pejabat yg berwenang/ditunjuk
3. Setiap orang yg mempunyai kepentingan
hukum secara langsung.
Larangan perkawinan (BW)
a. karena adanya perkawinan rangkap (bigami) (Pasal 86)
b. tidak ada persetujuan bebas kata sepakat kedua suami istri
atau salah satu dari mereka (Pasal 87)
c. karena salah satu pihak tidak waras atau ditaruh di bawah
pengampuan sehingga tidak cakap memberikan
persetujuan(Pasal 88)
d. apabila syarat umur ditentukan dalam Pasal 29 itu tidak
dipenuhi (Pasal 89)
e. tidak ada persetujuan orangtua/wali yang izinnya harus
diperoleh atau dimintakan (Pasal 91)
f. karena adanya hubungan kekeluargaan yang dekat (Pasal 90)
g. Karena overspeel (perzinahan)(Pasal 32)
h. Karena suami isteri tersebut telah bercerai 2 x (Pasal 33)
i. perkawinan tidak dilangsungkan dihadapan pegawai BS yang
berwenang atau tidak dihadiri oleh saksi-saksi sebagaimana
mestinya.
Larangan perkawinan
(UU.No.1/1974)
1. Berhubungan darah garis keturunan lurus
kebawah dan keatas.
2. Berhubungan darah garis keturunan
menyamping
3. Berhubungan semenda
4. Berhubungan susuan
5. Berhubungan saudara dgn isteri dlm hal
seorang suami beristeri lebih dari seorang.
6. Yang oleh agama dan peraturan yg berlaku
dilarang kawin
Monogami absolut BW
 Pasal 27 BW menyebutkan bahwa
seseorang laki-laki hanya diperbolehkan
mempunyai seorang istri dan begitu
sebaliknya jika BW menganut asas
monogami yang absolut.
Monogami Relatif UU.No.1/1974
 Menurut Pasal 3 menganut asas monogami yang relatif yang
memungkinkan seseorang itu dapat beristri lebih dari seorang
apabila telah dipenuhinya syarat-syarat alternatif dan kumulatif
seperti yang ditentukan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 antara lain :
 Syarat alternatif :
 Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
 Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
 Istri tidak dapat melahirkan keturunan
 Syarat kumulatif :
 Adanya persetujuan dari ister/isteri-isteri
 Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-
keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka
 Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anak mereka.
Keadaan tdk hadir/Tdk ada
ditempat (Afwezigheid)
Dalam BW Afwezigheid dpt dibedakan dlm 3
masa.
1. Masa tindakan sementara (voorlopige
Voorzieningen).
2. Masa mulai dikeluarkan peraturan
persangkaan mati. (Vermoedelijk overladen)
3. Masa peralihan hak kpd ahli waris scr
definitif. (definitieve erfopvolging).
Masa tindakan sementara
(voorlopige Voorzieningen).
Syarat-syaratnya’
1. Ybs tdk ada ditempatnya

2. Org tsb tdk melakukan sendiri urusannya atau


tindakan yg sdh diambilnya yakni kekuatan
pemberian kuasa kpd kepercayaannya sdh
hbs. (Psl 463 KUHPerd).
Pengangkatan Balai Harta peninggalanP oleh
pengadilan utk mengurus kepenting an2nya,
hak2nya dan harta kekayaannya.
Masa mulai dikeluarkan peraturan persangkaan
mati. (Vermoedelijk overladen)

Pada Pasal 467 dan 470 ditentukan seseorg itu dianggap


mati.
1. 5 thn bila ia tdk mengangkat kuasa utk mengurus
kepentingannya.
2. 10 thn bila ia meninggalkan kuasa utk mengurus
kepentingannya
3. 1 thn ab ia merupakan anak buah kapal atau
penumpang kapal yg dinyatakan hilang atau kecelakaan.
Akibat pernyataan persangkaan mati, maka hak2 org tsb
sementara beralih kpd ahli warisnya.
Masa peralihan hak kpd ahli waris scr
definitif. (definitieve erfopvolging).

Setelah 30 thn pernyataan persangkaan


mati itu tercantum dlm putusan
pengadilan, atau 100 thn lewat sejak hr
kelahirannya.

Anda mungkin juga menyukai