Anda di halaman 1dari 4

Analisis Jurnal

Oleh: Yasmin Nurzahrah


NPM: 2120601092
A. Identitas Jurnal
1. Nama Jurnal: Jurnal Ilmu Hukum
2. Volume: 4
3. Nomor: 2
4. Halaman: 14
5. Tahun Penerbit: 2020
6. Kota Terbit: Banten
7. ISSN: 2614-0179
8. Judul Jurnal: Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Hak Cipta Atas Motif
Batik Krakatoa Di Kota Cilegon
9. Nama Penulis: Sulasno

B. Abstrak Jurnal
1. Jumlah paragraph: 1
2. Halaman: setengah halaman
3. Uraian abstrak: Abstrak jurnal ditulis penuh menggunakan Bahasa Inggris.
Tujuan dari jurnal ini adalah merumuskan berbagai macam masalah dan
rintangan dalam melindungi motif batik Krakatoa khas Cilegon secara hukum.
Metode penelitian yang digunakan bersifat pendekatan secara yuridis-empiris
dengan menyajikan data primer dan data sekunder. Proses penyajian data
dibuat secara deskriptif analisis. Sumber dan jenis data memuat data primer dan
sekunder. Proses pengolahan data digunakan secara kualitatif karena data
dikumpulkan secara analisis deskriptif.
4. Kata Kunci: Law; Protection; Copyright; Batik; Krakatoa

C. Pendahuluan Jurnal
Pada bagian pendahuluan, Penulis membahas mengenai salah satu batik khas
Cilegon yang memiliki keunikan pada motifnya; yaitu berupa tell story (mempunyai
alur). Batik sendiri merupakan hasil karya intelektual manusia yang memiliki nilai
seni dan filosofis tinggi, maka tak jarang banyak pihak asing yang mendaftarkan
batik sebagai miliknya. Fokus pembahasan pada jurnal ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana caranya melindungi motif Batik yang merupakan warisan
tradisional agar tidak direbut oleh pihak asing, serta melegalkan motif Batik
menjadi bagian dari Hak Kekayaan Intelektual agar para pencipta batik dapat
menerima manfaatnya. Selain itu, penulis juga menyebutkan beberapa kekurangan
yang terdapat pada Trade-related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s)
dimana belum mengakomodasi kekayaan intelektual masyarakat tradisional.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini bersifat yuridis empiris.
Sumber data diperoleh melalui wawancara, survey, dan kuisioner. Sedangkan
metode analisis data yang dipakai adalah metode kualitatif, metode kualitatif dapat
digunakan untuk memperoleh lebih banyak sudut pandang mengenai perlindungan
Hak Cipta atas motif Batik sebagai warisan budaya, khususnnya Batik tradisional
Kota Cilegon.

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan


1) Perlindungan Terhadap Kekayaan Intelektual dan Hak Cipta
Penulis menerangkan bahwa perlindungan hukum di Indonesia bersifat
preventif, hal ini digunakan untuk mencegah sengketa-sengketa yang akan
timbul dari pelanggaran terhadap hak karya-karya kekayaan intelektual
seseorang. Perlunya perlindungan hukum dianjurkan agar memberikan
perlindungan bagi masyarakat dalam menikmati haknya. Termuat dalam pasal
40 ayat (1) UU tentang Hak Cipta, hak cipta dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Sastra. Batik tergolong kedalam karya seni batik
atau seni motif lain dimana hak ciptanya dilindungi oleh hukum. Hak cipta
ditujukan untuk mengapresiasi pemiliknya yang telah meluangkan waktu,
pemikiran, dan jerih payahnya pada suatu karya, maka dari itu hak cipta bersifat
eksklusif dan dapat diartikan bahwa tidak ada orang yang boleh menggunakan,
memanfaatkan dan melakukan hak tersebut tanpa seizin sang pencipta.

2) Perlindungan Hak Cipta atas Motif Batik Krakatoa di Kota Cilegon


Untuk melindungi suatu karya intelektual dengan hak cipta maka harus
memenuhi syarat, yaitu adanya asas originalitas (keaslian), berbeda dengan
novelty (kebaruan) yang terdapat didalam hak paten. Perlindungan Hak Cipta
diatur oleh UU Hak Cipta No.28 Tahun 2014 termasuk hal perbatikan, batik,
pengrajin batik, dan komunitas batik. Dengan adanya perlindungan hukum baik
untuk subjek dan objeknya maka kepastian tersebut harus diberikan
sebagaimana mestinya. Motif Batik Krakatoa khas Cilegon adalah hasil karya
intelektual yang termasuk kedalam ruang lingkup hak cipta dan dilindungi
secara hukum, batik ini hasil dari pemberdayaan masyarakat Cilegon.
Sayangnya, dari 50 motif batik Krakatoa yang unik dan memiliki nilai cerita,
hanya 50% atau berkisar 25 motif yang telah dipatenkan. Padahal, jika motif
batik Krakatoa yang lainnya ikut dipatenkan, para pengrajin batik dapat
menikmati dua haknya, yaitu hak moral dan eksklusif secara optimal. Kurangnya
informasi mengenai UU Hak Cipta, membuat para pengrajin seringkali malas
untuk mendaftarkan ciptaannya secara hukum, padahal UU No.28 Tahun 2014
menjamin persoalan mengenai motif batik Krakatoa yang dapat dilindungi
secara legal. Ditambah belum ada keseriusan dari pemerintah kota Cilegon bagi
para pengrajin batik untuk mendaftarakan motif-motif lainnya secara sah.

3) Upaya Pelaku Usaha dalam Melindungi Motif Batik Krakatoa di Kota Cilegon
Beberapa pelaku usaha telah mendaftarakan motif batik ciptaannya
untuk mendapatkan hak desain industri dan hak cipta. Namun, ada juga
pengrajin batik lama yang enggan mendaftarkan hasil karyanya ke ditjen
kekayaan intelektual, menurut salah satu pengrajin batik Krakatoa dalam
perbincangannya, hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dari dinas terkait
mengenai persoalan hak cipta dan hak desain industri bagi pengusaha baru,
serta terdapat kendala biaya. Pemerintah Kota Cilegon harusnya membuat
program yang mendukung para pelaku usaha kecil menengah, sehingga
pengusaha dan pengrajin motif batik Krakatoa sangat memerlukan bimbingan
dari pemda mulai dari masalah hukum dan hak cipta sehingga motif batik
Krakatoa lebih efektif. Upaya yang dapat dilakukan untuk menangani
permasalahan hak cipta motif batik Krakatoa di Kota Cilegon adalah dengan
perlindungan hukum baik secara pereventif dan refresif.

F. Kesimpulan
Dari poin-poin diatas maka dapat disimpulkan bahwa hak cipta atas batik
Krakatoa belum berjalan maksimal, dapat dilihat dari 50 lebih motif batik Krakatoa
hanya 25 batik yang sudah mendaftarkan hak ciptanya dan dilindungi secara
hukum. Penyebab utamanya berasal dari pengrajin batik sendiri yang enggan
mendaftarkan hak cipta atas karya intelektualnya dikarenakan kurangnya
pemahaman atas hak cipta, proses yang berbelit-belit, dan kendala biaya. Dari pihak
pemerintah juga kurang memfasilitasi ciptaan masyarakat dikarenakan kurangya
anggaran dan kurangnya SDM dalam pihak Dirjen KI. Namun, perlahan-lahan
kesadaran hukum akan hak cipta mulai dipahami oleh pemilik sangar batik
Krakatoa, yaitu dengan mendaftarkan 25 motif batik atas hak ciptanya yang
merupakan upaya perlindungan hukum secara preventif.

G. Kekurangan dan Kelebihan


1) Kekurangan: Penjelasan mengenai sengketa yang melibatkan kepemilikan hak
cipta tidak dijabarkan dengan jelas, contohnya, pasalnya serta ayatnya. Bahasa
yang digunakan lumayan berbelit-belit.

2) Kelebihan: Penulis menggunakan Bahasa Inggris dalam Abstrak yang


memungkinkan jurnal ini dapat dijadikan rujukan internasional. Pembahasan
dilakukan secara menyeluruh dan detail dalam sudut pandang pelaku usaha
batik sebagai pemilik hak cipta dan sudut pandang pemerintah sebagai pemberi
fasilitas terhadap perlindungan hukum. Permasalahan-permasalahan yang
diambil juga sangat relevan, seperti kurangnya sosialisasi, anggaran dana yang
tidak memumpuni, kesadaran masyarakat akan hak cipta yang masih rendah.

Anda mungkin juga menyukai