Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
(UIKA)
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga kami selaku penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dan insyallah tepat pada waktunya, untuk menyelesaikan
tugas kelompok mata kuliah “ Hukum Bisnis Islam” dengan judul “ “Memahami Dan
Menjelaskan Tentang Hak Cipta”
Pada kesempatan ini tidak lupa pula penulis meyampaikan banyak terima kasih
kepada Ibu Dr. Syarifah Gustiawati.,MEI. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Bisnis Islam yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat beberapa
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………..iii
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….iv
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………...iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Cipta ................................................................................... 5
B. Sejarah Hak Cipta ……………………………………………………….....6
C. Hal Hal Yang Tercakup Dalam Hak Cipta ................................................... 7
D. Pelorehan Dan Pelaksanaan Hak Cipta…………………………………….10
E. Jangka Waktu Hak Cipta …………………………………………………..13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….……………….16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Robert P.Merges, Locke for The Masses: Property Rights and The Products of Collective Creativity
(Hofstra Law Review, 2008).
iii
perlu pula merambah ke perlindungan ciptaan digital. Jacques de Werra mengatakan
terdapat tiga pendekatan perlindungan hak cipta atas karya digital, yaitu2:
1. perlindungan hak cipta melalui ketentuan hak cipta konvensional;
2. perlindungan hak cipta melalui perlindungan teknis/teknologi pengaman;
3. perlindungan hak cipta melalui perlindungan hukum atas perlindungan
teknis/teknologi pengaman. Dalam hukum positif Indonesia perlindungan hak
ciptanya telah dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi pengaman.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PEMBAHASAN
2
Budi Agus Riswadi, Doktrin Perlidungan Hak Cipta Di Era Digital (Yogyakarta: FHUII Press, 2016).
4
BAB II
PEMBAHASAN
3
Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015)
4
Budi Agus Riswadi, Doktrin Perlidungan Hak Cipta Di Era Digital.
5
itu mengandung nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa membayarnya, maka
untuk adilnya hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang
terbatas.5
Menurut Patricia Loughan, hak cipta merupakan bentuk kepemilikan yang
memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi penggunaan dan
memanfaatkan suatu kreasi intelektual, sebagaimana kreasi yang ditetapkan dalam
kategori hak cipta, yaitu kesastraan, drama, musik dan pekerjaan seni serta rekaman
suara, film, radio dan siaran televisi, serta karya tulis yang diperbanyak melalui
perbanyakan(penerbitan).
Definisi yang diberikan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, yang memberikan pengertian hak cipta : ”Hak cipta merupakan sebuah hak
eksklusif pencipta dimana hak ini timbul secara prinsip deklaratif setelah suatu
ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”.6
5
Haris Munandar & Sally Sitanggang, Op.Cit. h.14.
6
Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
7
Elyta RasGinting, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bandung: PT. Citra AdtyaBakti,2012), h.37.
6
dalam bentuk pemberian royalty yang bersifat ekonomi dan juga atas landasan
pemikiran Jhon Lucke pada saat itu.
b. Lahirnya Konsep Moral Righ Konsep moral right pada awalnya berkembang di
Prancis sama seperti di Inggris, namun di Prancis hak cipta dikenal dengan
konsep droit d’auteur atau hak cipta di Prancis berbeda dengan konsep copyright
di Inggris. Konsep droit d’auteur menempatkan suatu ciptaan sebagai de I’esprit
atau a work of mind yang merupakan hasil dari intelektual manusia. Oleh karena
itu, suatu ciptaan tidak terpisahkan dari personality pencipta dan hak ini akan
melekat selamanya dengan pencipta meskipun ciptaan tersebut dialihkan
kepemilikannya pada pihak lain. Berdasarkan konsep droit d’auteur yang juga
mengilhami lahirnya konsep hak moral (moral right) dari pencipta yang tidak
dikenal di Negara-negara common law dan juga hasil pemikiran George Hegel
yang pada saat itu di Prancis yang berpendirian bahwa identitas diri (self identity)
manusia terpancar dari karya atau ciptaannya.8
8
Wangy Alfinance Dianato, “Implementasi Perlindungan Terhadap Hak Cipta Di Bidang Musik (Studi
Compact Disc/Video Compact Disc Bajakan Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru”, Skripsi, (Pekanbaru:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau, 2014), h. 25, t.d.
9
Sri Mulyani, “Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Collateral (Agunan) Untuk
Mendapatkan Kredit Perbankan Di Indonesia,” Jurnal Dinamika Hukum 12, no. 3 (2012): 568– 78. hlm.
568.
7
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,maksudnya adalah hak yang hanya
ditujukan pada pencipta atau pembuat suatu hasil karya, dimana hak tersebut
tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa pemberian izin dari pencipta
atau pembuatnya. Pemegang hak kekayaan intelektual yang bukan pencipta
atau pembuatnya hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif tersebut yang
berupa hak ekonomi.
b. Hak Kekayaan Industri Hak Kekayaan Industri dalam hal ini meliputi:
1) Paten Paten pada prinsipnya berupaya melindungi karya ilmuwan yang
menemukan penemuan di bidang teknologi atau yang disebut invensi. Adapun
yang dimaksud dengan invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam
suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa
produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau
proses.10 Sedangkan inventor yaitu orang yang menghasilkan invensi.
2) Merek Suatu produk barang dan jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan
hukum diberi suatu tanda tertentu, yang berfungsi sebagai pembeda dengan
produk barang dan jasa lainnya yang sejenis. Tandatertentu maksudnya adalah
tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan, yang
lazimnya disebut dengan Merek.
3) Desain Industri UUDI memberi definisi Desain Industri sebagai suatu
kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis, atau warna atau garis
dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi yang menimbulkan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola
tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu
produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
4) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Desain tata letak adalah kreasi berupa
rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya
satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua
interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut
dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.Sirkuit terpadu
10
Harjono, et al. “Hukum Acara Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual,” Setara Press, Malang,
2019.hlm. 36.
8
adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya
terdapat berbagai elemen dan sekurangkurangnya satu dari elemen tersebut
adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta
dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semi-konduktor yang
dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
5) Rahasia Dagang Rahasia dagang merupakan informasi yang tidak diketahui
oleh umum di bidang teknologi dan bisnis, mempunyai nilai ekonomis karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia
dagang.
6) Varietas Tanaman Menurut pasal 1 angka (1) UU PVT, Varietas Tanaman
adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh
bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah biji, dan ekspresi
karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari
jenis atau spesies yang sama oleh sekurangkurangnya satu sifat yang
menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.26 Pasal 2
ayat (1) UU PVT menyatakan bahwa Varietas yang dapat diberi PVT meliputi
varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan
diberi nama.Perolehan Hak Kekayaan intelektual meliputi dua sistem, yaitu:
a) Sistem Deklaratif
Sistem deklaratif menghendaki adanya deklarasi atas suatu HKI sebagai syarat
munculnya perlindungan hukum atas HKI tersebut. Pendaftaran ke Dirjen
HKI tidak menjadi kewajiban bagi HKI yang dilindungi dengan sistem
deklaratif.Jenis HKI yang termasuk dalam sistem ini adalah Hak Cipta dan
Indikasi Geografis.
b) Sistem Konstitutif Sistem konstitutif memiliki makna bahwa pihak yang
dianggap sebagai pemilik suatu HKI adalah pihak yang terlebih dahulu
terdaftar sebagai pemilik HKI tersebut.Jenis HKI dalam sistem ini yaitu HKI
selain Hak Cipta dan Indikasi Geografis.
Ciptaan yang dimaksud adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Menurut Pasal 40
9
UU Hak Cipta, yang termasuk objek atau ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, diantaranya:
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
7. Arsitektur;
8. Peta;
9. Seni Batik;
10. Fotografi;
11. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
10
memperoleh perlindungan, perlindungan itu ada secara otomatis ketika ide telah
diwujudkan, walaupun beberapa negara mencantumkan juga tentang pendaftaran hak
cipta, namun tujuan pendaftaran tersebut adalah sebagai alat bukti di pengadilan jika
terjadi sengketa terhadap hak cipta yang dimiliki seseorang.
Bagi rahasia dagang unsur pendaftaran bukanlah syarat untuk perlindungan,
mengingat sifat secret dari rahasia dagang terkait dengan informasi yang tidak
diketahui oleh umum. Meskipun demikian perjanjian lisensi terkait rahasia dagang
dapat didaftarkan. Hanya saja yang didaftarkan adalah syarat dan isi perjanjiannya,
bukan rahasia itu sendiri. Dalam sistem pendaftaran HKI secara umum dikenal dua
cara pendaftaran HKI yaitu:
a. Fisrt to file system Sistem pendaftaran ini didasarkan pada pendaftar pertama.
Artinya jika ada dua orang yang mendaftarkan kekayaan intelektual pada hari
yang sama dengan objek yang sama, maka pihak yang mendaftarkan lebih
dahululah yang diprioritaskan untuk diproses, disebut juga dengan pendaftaran
konstitutif.
b. Fisrt to use system Sistem ini didasarkan pada pengguna pertama, artinya
pemilik kekayaan intelektual yang akan didaftar adalah orang yang pertama
menggunakan kekayaan intelektual tersebut, sistem ini dinamakan juga dengan
sistem deklaratif.
Melalui pendaftaran hak kekayaan intelektual ini, maka negara memberikan
perlindungan kepada orang yang memenuhi persyaratan untuk mendaftar, dan akan
memberikan hak ekslusif kepada yang telah berhasil melakukan pendaftaran.
Perlindungan yang dimaksud berupa penerimaan hak ekslusif yang bersifat monopoli
untuk waktu tertentu dan hanya dimiliki oleh orang yang terkait langsung dengan
kekayaan intelektual yang didaftarkan tersebut. Melalui hak ekslusif pemilik hak
kekayaan intelektual dapat mencegah orang lain untuk membuat, menggunakan atau
berbuat sesuatu terhadap hak kekayaan intelektual tersebut tanpa izin.
11
Hak esklusif11 mempunyai dua muatan yaitu hak ekonomi12 untuk memperoleh
keuntungan finansial dari perolehan pengakuan hak kekayaan intelektual berupa
pengalihan dan pemberian izin penggunaan HKInya dengan memperoleh royalti dan
hak moral13 yang selalu melekat atas diri si pemilik HKI yang bersifat tetap dan tidak
dapat dialihkan..
Pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang baik bukan saja memerlukan
peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang tepat, tetapi
perlu pula didukung oleh administrasi, penegakan hukum serta program sosialisasi
yang optimal tentang hak kekayaan intelektual.
Pada saat ini Indonesia telah memiliki perangkat peraturan perundang-undangan
di bidang hak kekayaan intelektual yang cukup memadai dan tidak bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS.
Peraturan perundangundangan dimaksud mencakup :
1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undangundang No. 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu dekat, Undang-undang ini akan
direvisi untuk mengakomodasikan perkembangan mutakhir dibidang hak cipta;
2. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
5. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan
7. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
Di Indonesia, sistem perlindungan merek telah dimulai sejak tahun 1961, sistem
perlindungan hak cipta dimulai sejak tahun 1982, sedangkan sistem paten baru
11
Hak ekslusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya, sehingga pemegang hak
dapat mencegah orang lain untuk meniru atau menggunakan HKI tanpa izin. Lihat Otto Hasibuan, Hak
Cipta di Indonesia, Alumni Bandung, 2008, hlm 63. Lihat juga Suyud Margono, Aspek Hukum
Komersialisasi Aset Intelektual, Nuansa Aulia, Bandung, 2010. hlm 128
12
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas HKI, lihat Iswi Hariyani, Prosedur
Mengurus HKI Yang Benar, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm 61
13
Hak moral adalah hak yang melekap pada pihak yang menghasilkan HKI yang tidak dapat dihilangkan
atau dihapus tanpa alasan apapun. Ada kemanunggalan yang integral antara HKI dan pihak yang berhasil
melahirkan HKI. Lebih lanjut lihat Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Alumni Bandung, 2008, hlm 69
12
dimulai sejak tahun 1991. Sebelum disempurnakan melalui peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan pada tahun 2001, beberapa waktu yang lalu (tahun 1997)
terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan
untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan Persetujuan TRIPS.
13
Peta; dan
Karya seni batik atau seni motif lain
b. Ciptaan dengan Hak Cipta selama 50 Tahun
Selanjutnya Pasal 59 ayat (1) UU Hak Cipta menyebutkan jenis ciptaan yang
perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman,
antara lain adalah:
Karya fotografi;
Potret;
Karya sinematografi;
Permainan video;
Program Komputer;
Perwajahan karya tulis;
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya
tradisional;
Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
Program Komputer atau media lainnya; dan
Kompilasi ekspresi budaya tradisional
c. Ciptaan dengan Hak Cipta selama 25 Tahun
Pasal 59 Ayat 2 UU Hak Cipta menjelaskan ciptaan berupa karya seni terapan
berlaku selama 25 tahun. Di mana, perlindungan hak cipta berlaku sejak pertama kali
dilakukan pengumuman atas hak tersebut.
d. Ciptaan dengan Hak Cipta Tanpa Batas Waktu
Khusus untuk ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara, maka
perlindungan atas hak cipta akan berlaku tanpa batas waktu.
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak cipta adalah hak alam, bersifat absolut dan dilindungi haknya selama si pencipta
hidup dan beberapa tahun setelah pencipta meninggal, dalam Undang-Undang hak cipta
jangka waktu perlindungan setelah pencipta meninggal ialah 70 tahun. Sebagai hak
absolut maka hak itu pada dasarnya dapat dipertahankan terhadap siapa pun, yang
mempunyai hak itu dapat menuntut tiap pelanggaran yang dilakukan oleh siapa pun
Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta
(UUHC) dijabarkan pengertian hak cipta yaitu sebagai berikut: “Hak Cipta adalah hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah
suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Secara umum sejarah kelahiran hak cipta dianggap bermula di Inggris pada awal
abad ke-17 dan di Prancis pada akhir abad ke-17. Alasan mengenai sejarah kelahiran
hak cipta dimulai di Inggris dan Prancis adalah karena Inggris dan Prancis dianggap
mewakili dua rezim sistem hukum yang berlaku di dunia pada saat ini. Kedua sistem
hukum yang berbeda tersebut juga telah melahirkan konsep economic right dan moral
right dalam hak cipta
Menurut Pasal 40 UU Hak Cipta, yang termasuk objek atau ciptaan yang dilindungi
meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, diantaranya:
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
7. Arsitektur;
15
8. Peta;
9. Seni Batik;
10. Fotografi;
11. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
Tiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana
dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu
ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang
juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh
tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah
terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu
(seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah
berhak atas hak cipta tersebut. Namun, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan
dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang
dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki
keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pada saat ini Indonesia telah memiliki perangkat peraturan perundang-undangan di
bidang hak kekayaan intelektual yang cukup memadai dan tidak bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS. Peraturan
perundangundangan dimaksud mencakup :
1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undangundang No. 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu dekat, Undang-undang ini akan
direvisi untuk mengakomodasikan perkembangan mutakhir dibidang hak cipta;
2. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
5. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan
7. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
16
DAFTAR PUSTAKA
Robert P.Merges, Locke for The Masses: Property Rights and The Products of Collective
Creativity (Hofstra Law Review, 2008).
Budi Agus Riswadi, Doktrin Perlidungan Hak Cipta Di Era Digital (Yogyakarta: FHUII
Press, 2016).
Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2015)
Budi Agus Riswadi, Doktrin Perlidungan Hak Cipta Di Era Digital.
Haris Munandar & Sally Sitanggang, Op.Cit. h.14.
Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Elyta RasGinting, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bandung: PT. Citra AdtyaBakti,2012),
h.37.
Wangy Alfinance Dianato, “Implementasi Perlindungan Terhadap Hak Cipta Di Bidang
Musik (Studi Compact Disc/Video Compact Disc Bajakan Di Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru”, Skripsi, (Pekanbaru: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau, 2014),
h. 25, t.d.
Sri Mulyani, “Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Collateral (Agunan)
Untuk Mendapatkan Kredit Perbankan Di Indonesia,” Jurnal Dinamika Hukum 12, no. 3
(2012): 568– 78. hlm. 568.
Harjono, et al. “Hukum Acara Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual,” Setara
Press, Malang, 2019.hlm. 36.
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Alumni Bandung, 2008, hlm 63
Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HKI Yang Benar, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010,
hlm 61
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Alumni Bandung, 2008, hlm 69
Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, Nuansa Aulia, Bandung,
2010. hlm 128
17