Anda di halaman 1dari 26

PENILAIAN BAIK BURUK DALAM

ETIKA BISNIS ISLAM

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Imratul Azizah, M.Ag.


Anggota Kelompok 1

RANI SUSILOWATI AHMAD FAHRUDIN M. FARIQ RIKHI AMALI


(220401081) MA’RUF (220401084)
(220401112)
A. BAIK DAN BURUK ETIKA BISNIS ISLAM
Etika menurut Rafiq Isa hukum (2004) adalah seperangkat prinsip moral, yang dapat digunakan sebagai
penilaian baik atau buruknya perilaku manusia. Menurut ajaran Islam istilah yang paling dekat dengan
makna etika adalah akhlak atau khuluq, yaitu segala tindakan tanduk yang telah menjadi kebiasaan
manusia dan pergaulan hidupnya sehari-hari yang bersumber pada keimanan. Oleh karena itu dalam Islam
suatu perbuatan yang baik disebut sebagai akhlak salihat dan perbuatan yang buruk disebut akhlak sayyiat.
1. BAIK DAN BURUK

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata Khoir (dalam bahasa Arab) atau good (dalam bahasa
Inggris) dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dan
kepuasan, kesenangan persuasian dan seterusnya. kata baik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah seseorang yang memiliki kelakuan budi pekerti jujur dan sifat teladan lainnya. Sedangkan yang
dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya yang memiliki kelakuan tidak baik dan tidak
disukai kehadirannya oleh manusia.
Isyarat-isyarat yang ditunjukkan Al-quran melalui ayat tentang kebaikan dan keburukan menunjukkan bahwa
pandangan baik buruk pada diri manusia dapat beraneka ragam, tergantung landasan yang digunakannya. pada
gilirannya pengetahuan dan pemahaman yang jelas serta mendalam tentang rumusan baik buruk ditentukan oleh hal-
hal yang menjadi keharusan untuk dilakukan dan keharusan untuk dijauhi. Beberapa istilah yang digunakan Alquran
dalam menggambarkan kebaikan dan keburukan telah memberikan pertunjukan bahwa kebaikan dan keburukan
bermacam-macam Berdasarkan uraian yang lalu, dapat dinyatakan bahwa kebaikan dan keburukan ditentukan oleh
berbagai sumber, yaitu: berdasarkan sya’ri, akal, pandangan, secara fisik, dan kehendak manusia (sifat jiwa Oleh
karena itu pembicaraan tentang baik kebaikan buruk keburukan menuntut pembicaraan berbagai dimensi. Dimensi di
maksud adalah kebaikan alam, kebaikan hewani kebaikan lahiriah manusia, dan kebaikan Susila moral. Dengan
demikian. Tidak semua yang dikatakan “kebaikan” merupakan “kebaikan” dalam dimensi akhak .

2. AKTIVITAS BISNIS ISLAM


Ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagai segala bentuk aktivitas manusia yang dilakukan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan primer, sekunder, maupun pelengkap. Dalam ruang lingkup hukum
Islam ekonomi berada pada bidang hukum muamalah yaitu hukum yang mengatur relasi atau hubungan antara sesama
manusia (habluminannas).
Bisnis adalah kegiatan manusia dalam bidang ekonomi, baik itu berupa produksi konsumsi, ataupun distribusi, barang
dan jasa yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Sistem ekonomi Islam memiliki prinsip-prinsip hukum dan
etika bisnis yang harus diperhatikan dan oleh setiap muslim dalam menjalankan aktivitas ekonominya titik sedangkan
etika bisnis dapat diartikan sebagai ilmu yang secara khusus mengatur mengenai standar moral bagi para pelaku bisnis,
yakni menolak monopoli eksploitasi dan diskriminasi sehingga dapat dinilai baik atau buruk perilakunya, baik itu yang
berkaitan dengan aspek produksi konsumsi dan distribusi.
Lanjutan:

Sebagai seseorang manusia, tentunya ingin memiliki pekerjaan dan Sumber penghasilan yang layak mendapatkan kepuasan dari
tiap pekerjaan yang dapat menunjang keberlanjutan kehidupan hingga masa yang akan datang titik begitu pula, peluang-peluang
ini disediakan oleh bisnis secara tidak terbatas, diperuntukkan bagi siapa saja terutama anak-anak muda yang penuh semangat
energi dan keberanian. Karena bisnis menyediakan lapangan pekerjaan dari berbagai tingkatan dan bermacam bidang.
Dunia bisnis memiliki cukupan yang sangat luas, karena mengambil peran di segala bidang kehidupan dan lapisan masyarakat. hal
ini, karena di dalam bisnis segala kegiatan perekonomian baik produksi, distribusi maupun konsumsi dapat terurai dengan baik
oleh masing-masing pelakunya antara pelaku bisnis maupun masyarakat luas. Hal ini senantiasa dinamis dan disesuaikan oleh
berbagai macam kebutuhan masyarakat yang senantiasa bertambah dan beragam mengikuti perkembangan zaman.
Terkhusus pada era modernisasi saat ini yang diiringi dengan perkembangan teknologi yang begitu Pesat, berdampak lansung
pada bervariasinya kebutuhan umat manusia untuk menunjang keberlangsungan kehidupannya, tentu saja semakin tidak dapat
dihindari. Dengan demikian keberadaan pelaku bisnis dalam hal untuk pemenuhan kebutuhan manusia semakin diperlukan. Dan
jika para pelaku bisnis ini menjalankan segala jenis usahanya tanpa memperhatikan etika serta norma yang berlaku dan hanya
berorientasi pada segi keuntungan, maka dapat dibayangkan akan begitu banyak kerusakan yang ditimbulkan di bumi tercinta ini.
Hal yang mesti dipahami, bahwa bagi orang muslim kegiatan usaha atau bisnis sebenarnya lebih tinggi derajatnya,
yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, dan sebagai wadah untuk berbuat baik kepada sesama makhluk
ciptaan Allah. Inilah yang membedakan Islam dengan materialisme ialah bahwa Islam tidak pernah memisahkan
antara ekonomi dan etika, sebagaimana tidak pernah memisahkan ilmu dengan akhlak. Islam juga tidak memisahkan
agama dan negara dan materi dengan spiritual sebagaimana yang dilakukan Eropa dengan konsep sekularismenya.
Juga berbeda dengan kapitalisme yang membedakan akhlak dengan ekonomi.
Manusia muslim, individu maupun kelompok dalam lapangan ekonomi atau bisnis, di satu sisi diberi kebebasan
untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, namun di sisi lain, manusia terkait dengan iman dan etika sehingga ia
tidak bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya untuk membelanjakan hartanya. masyarakat muslim tidak
bebas tanpa keadilan dan memproduksi segala sumber daya alam, mendistribusikannya, atau mengkonsumsinya. Ia
terkait dengan buhul aqidah dan etika mulia, di samping juga dengan hukum-hukum Islam. ada 6 langkah konkrit
awal dalam memulai Etika Bisnis Islam yaitu: niat ikhlas mengharap ridho Allah, profesional, jujur dan amanah,
mengedepankan etika sebagai seorang muslim, tidak melanggar prinsip syariah ukhuwah islamiyah.
B. Standar Baik dan buruk Etika Bisnis Islam
Agar kegiatan bisnis yang kita lakukan dapat berjalan harmonis dan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan, maka kita harus
menjadikan bisnis yang kita lakukan terwarnai dengan nilai-nilai etika. Salah satu sumber rujukan etika dalam bisnis adalah etika yang
bersumber dari tokoh teladan Agung manusia di dunia, yaitu Rasulullah SAW memiliki banyak panduan etika untuk praktek bisnis kita
yaitu sebagai berikut.
Pertama adalah kejujuran, titik kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat Intens menganjurkan
kejujuran dalam aktivitas bisnis. dalam tataran ini, beliau bersabda “Tidak dibenarkan seorang manusia menjual satu jualan yang
mempunyai aib, kecuali Ia menjelaskan aibnya”. (HR Al huszawani).
“Siapa yang menipu kami maka dia bukan kelompok kami” (HR Muslim).
Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan
barang baru di bagian atas.
Kedua menolong memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam,
tidak hanya sekadar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith,
tetapi juga berorientasi kepada sikap ta'awun menolong orang lain sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan
mencari keuntungan material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
Ketiga tidak boleh menipu, takaran, ukuran, dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat
harus benar-benar diutamakan. Firman Allah “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran
dari orang lain, mereka minta dipenuhi, apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.
Keempat tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "
Janganlah seseorang diantara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," ( H.R.
Muttafaq 'alaih)
Kelima, tidak menimbun barang. Iktikad ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu
dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku
bisnis semacam itu.
Keenam, tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitalisme poli dan Oligopoli.
contoh yang sederhana adalah ploitasi penguasaan individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara, dan tanah serta
kandungan isinya, seperti barang tambang dan mineral. individu tersebut menggerakkan keuntungan tanpa memberi kesempatan
pada orang lain. hal ini dilarang dalam Islam.
Ketujuh, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang halal, bukan barang yang haram seperti babi, anjing, minuman keras,
tasikoma dan sebagainya. Nabi Muhammad SAW titik bersabda "Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai,
babi dan patung-patung."(H.R. Jabir).
Kedelapan bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. firman Allah. Hai orang-orang yang beriman Tinggalkanlah sisa-sisa
riba Jika kamu beriman, (Q.S Al-Baqarah:278). Oleh karena itu, Allah dan rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
Kesembilan, bisnis dilakukan dengan sukarela, tanpa paksaan. firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu."(Q.S.4:29)
Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad SAW. Bersabda, "upah kepada karyawan,
sebelum kering keringatnya". hadits ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda pembayaran. Upah
harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
Diantara nilai-nilai etika ekonomi Islam yang terangkum dalam ajaran filsafat ekonomi Islam adalah terdapat dua prinsip pokok,
yaitu sebagai berikut.
A. Prinsip tauhid, prinsip tauhid ini mengajarkan manusia tentang bagaimana mengakui kekuasaan Allah sehingga terdapat suatu
konsekuensi bahwa keyakinan terhadap Segala sesuatu hendaknya berawal dan berakhir hanya kepada Allah SWT. keyakinan
yang demikian dapat mengantar seorang muslim untuk menyatakan bahwa sesungguhnya shalatku, ibadahku, segati bantal iku
gelundung hidupku dan matiku adalah semata-mata demi Allah Tuhan seru sekalian alam.
B. Prinsip keseimbangan atau keadilan, mengajarkan manusia tentang bagaimana meyakini segala sesuatu yang

diciptakan Allah dalam keadaan seimbang dan serasi. Hal ini dapat dipahami dari al-quran yang telah menjelaskan
bahwa engkau tidak menemukan sedikitpun ketidakseimbangan dalam ciptaan yang maha pengasih. ulang-ulang lah
mengamati Apakah engkau melihat sedikit ketimpangan". (Q.S. 67:3). Ini menuntut manusia bukan saja hidup
seimbang, serasi, Dan selaras dengan dirinya sendiri, tetapi juga menuntun manusia untuk mengimplementasikan ketiga
aspek tersebut dalam kehidupan.
C. Prinsip keseimbangan atau keadilan, mengajarkan manusia tentang bagaimana meyakini segala sesuatu yang
diciptakan Allah dalam keadaan seimbang dan serasi. Hal ini dapat dipahami dari al-quran yang telah menjelaskan
bahwa engkau tidak menemukan sedikitpun ketidakseimbangan dalam ciptaan yang maha pengasih. ulang-ulang lah
mengamati Apakah engkau melihat sedikit ketimpangan". (Q.S. 67:3). Ini menuntut manusia bukan saja hidup
seimbang, serasi, Dan selaras dengan dirinya sendiri, tetapi juga menuntun manusia untuk mengimplementasikan ketiga
aspek tersebut dalam kehidupan.
C. Maslahah Dan Standart Baik Dan Buruk Etika Bisnis Islam
Menurut istilah, Maslahah adalah mendatangkan segala bentuk kemanfaatan atau menolak segala kemungkinan yang merusak.
manfaat adalah ungkapan dari keseluruhan kenikmatan yang diperoleh dari usaha yang telah dilakukan dan segala hal yang
masih berhubungan dengan manfaat tersebut.
adapun yang dijadikan tolak ukur untuk menentukan baik buruknya manfaat dan mafsadatnya sesuatu yang dilakukan yang
menjadi tujuan pokok pembinaan pokok hukum adalah apa yang menjadi kebutuhan manusia titik tuntutan kebutuhan manusia
itu bertingkat-tingkat, menurut Al syatibi ada tiga kategori tingkatan kebutuhan itu yaitu dharuriat (kebutuhan primer, hajiyat
(kebutuhan sekunder)dan tashiniyah (kebutuhan tersier).
1. Daruriyat, kebutuhan tingkat primer adalah sesuatu yang harus ada untuk eksistensinya manusia atau dengan kata lain tidak
sempurna kehidupan manusia jika tidak dipenuhi sebagai ciri atau kelengkapan kehidupan manusia, yaitu secara peringkatnya:
jiwa, akal, harta, dan keturunan. kelima dharuriyat tersebut adalah hal yang mutlak harus ada pada diri manusia. agama harus
ada dan dipelihara, tanpa agama dan atau tanpa memelihara agama kehidupan manusia akan kacau, pelaksanaan kewajiban
agama (syaria)bahkan hukumman mati bagi yang murtad adalah dalam rangka untuk memelihara agama. begitupun ketentuan
Allah yang melarang membunuh untuk memelihara jiwa, melarang meminuman keras untuk memelihara akal, melarang
berzina untuk memelihara keturunan, dan melarang mencuri untuk memelihara harta. Jika kelima hal tersebut tidak diatur
maka kehidupan akan kacau, Penganut Agama khususnya umat Islam di syariatkan melaksanakan ajaran agamanya.
“hukum rimba” jadi manakah tidak diatur hukuman tentang pembunuhan hukum qisas. nasab keturunan menjadi tidak
jelas semenakala tidak disyariatkan hukum pernikahan tidak akan menjadi rusak jika tidak diharamkan minuman khamr
narkoba dan sejenisnya. pencurian, perampokan korupsi akan merajalela jika tidak diatur hukum potong tangan dan
sejenisnya, untuk mengatur kepemilikan harta.
2. Hajiyat, kebutuhan tingkat sekunder bagi kehidupan manusia yaitu sesuatu yang diperlukan untuk memudahkan
kehidupan dan menghilangkan kesulitan, dalam rangka memelihara kebutuhan dharuriyah. dengan kata lain, jika
kebutuhan maslahah hajiyyah ini tidak terpenuhi maka manusia akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dharuriyah.
menuntut ilmu untuk tegaknya agama, kebolehan menjamak dan mengqasar salat bagi musafir, makan-makanan yang
baik untuk kelangsungan hidup, memiliki pakaian dan rumah yang layak, melakukan transaksi jual beli untuk
mendapatkan harta adalah kebutuhan Hajiyyah atau sekunder. jika hal tersebut tidak terpenuhi maka kehidupan manusia
tidak akan rusak kacau tetapi manusia akan mengalami kesulitan dalam mewujudkan kehidupannya.
3. Tahsiniyat, kebutuhan tingkat "tersier" adalah suatu kemaslahatan yang kebutuhan hidup manusia kepadanya tidak
sampai pada tingkat daruriyyah dan hajiyah, namun Ia hanya dipenuhi dalam rangka kesempurnaan dan keindahan
hidup manusia. melakukan ibadah sunnah, berpakaian yang bagus, makanan yang bergizi, tidak boros, larangan
transaksi barang-barang yang najis, barang yang tidak jelas dan larangan membunuh anak-anak dan wanita dalam
peperangan.
D. Sumber Dan Metode Penelitian Baik Buruk
Menurut mertens ada tiga alat ukur yang digunakan untuk menentukan perbuatan baik dan buruk.
Pertama, hati nurani. suatu perbuatan baik jika dilakukan sesuai dengan hati nurani (hati yang disinari atau diberi cahaya), dan suatu perbuatan lain
adalah buruk, jika dilakukan pertentangan dengan suara hati nurani. dalam bertindak yang tindakan tersebut bertentangan dengan hati nurani, kita
menghancurkan integritas pribadi, karena kita menyimpang dengan keyakinan kita yang terdalam. hati nurani mengikat kita dalam arti, Kita harus
melakukan apa yang diperintahkan oleh hati nurani dan tidak boleh melakukan apa-apa yang dilarang oleh hati nurani.
Kedua, kaidah emas. Cara yang lebih objektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan kaidah emas yang berbunyi.
"hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri ingin diperlakukan". Perilaku saya bisa dianggap secara moral baik, bila saya
memperlakukan orang lain tertentu sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan. Jika saya ingin diberlakukan orang secara baik maka saya harus
memperlakukan orang juga dengan cara yang baik. Kaidah emas ini juga dapat dirumuskan secara negatif, " Janganlah melakukan terhadap orang lain
apa yang anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri anda" tidak ingin disakiti oleh orang lain, maka jangan menyakiti orang lain.
Ketiga, penilaian umum cara ini dipandang paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku dengan menyerahkannya
pada masyarakat umum untuk menilainya. cara ini bisa juga disebut "audit sosial". Asumsi kaidah ini adalah masyarakat umum dalam arti jumlah
yang cukup banyak tidak mungkin sepakat untuk berdusta sehingga menyebut sesuatu yang baik itu buruk dan sesuatu yang buruk itu baik.Sejatinya
sebuah perbuatan baik haruslah sesuai dengan ketiga macam ukuran yang telah disebut di muka. Baik menurut hati nurani, kaedah emas dan penilaian
umum. Dalam Islam harus ditambahkan lagi perbuatan itu baik jika sesuai dengan bingkai syariat. Namun perilaku sesuai dengan ukuran yang telah
disebut di muka itu, bisa dipastikan menurut agama juga baik.
E. Perspektif Islam Terhadap Etika Bisnis Islam
Bicarakan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka penentuan dan karakternya baik dan buruk perbuatan manusia dapat
diukur melalui fitrah manusia.
Baik dan buruk menurut ajaran Islam adalah ajaran yang bersumberkan Allah SWT. Alquran yang dalam penjabarannya
dilakukan oleh hadis nabi Muhammad SAW. menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk
Alquran dan al-hadits. Akhlak mulia yang digambarkan Alquran memberi petunjuk tentang sikap dan sifat ketundukan manusia
kepada seruan Tuhan yang diperkuat dengan kemampuan akalnya. dengan kata lain kebaikan akhlak adalah kebaikan yang
didasarkan pada kepada petunjuk syara' dan akal sehat manusia sekaligus. Ibnu miskawih menyatakan bahwa kebaikan manusia
terletak pada" berfikir" beliau kebahagiaan hanya akan terjadi jika terlahir tingkah laku yang sempurna yang khas bagi alamnya
sendiri, dan bahwa manusia akan bahagia. Jika timbul dari dirinya seluruh tingkah laku yang tepat berdasarkan pemikiran. Oleh
karena itu kebahagiaan manusia bertingkat-tingkat dengan jenis pemikiran dan yang dipikirkannya.
Sedangkan akhlak tercela yang ada dalam Alquran memberikan gambaran bahwa perilaku itu merupakan kemenangan tabiat
buruk manusia. Seperti telah dijelaskan pada keterangan yang telah lalu, pada dasarnya kecenderungan manusia kepada
keburukan dipengaruhi oleh Hawa dan syahwatnya. Oleh karena itu, wajar bila Alquran menjelaskan bahwa menuruti hawa nafsu
merupakan akhlak tercela. Akhlak tercela juga menggambarkan kebodohan, kesombongan, kerakusan dan sifat-sifat lainnya yang
menandakan manusia dikendalikan oleh syahwah-nya
D. Perspektif Barat Terhadap Etika Bisnis Islam

Dalam sistem etika barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas antara lain:
1. Teori teleologi
Teologi berasal dari akar kata Yunani telos rumah yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan logos, perkataan. Teleologi adalah
ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teologi dikemukakan oleh
Christian wollf, seorang Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan
keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu
proses perkembangan. Dalam arti umum teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan fungsi, atau
tujuan di dalam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis religius tentang eksistensi
tujuan dan kebijaksanaan objektif di luar manusia titik dalam dunia etika teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral
atau baik buruknya sesuatu tindakan dilakukan, teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yansalah, tetapi itu bukan
ukuran yang mengerti benar mana yang benar dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. yang lebih penting
adalah tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik,
maka tindakan dinilai baik titik ajaran the leologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara titik Dengan demikian
tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Pembincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi
dengan "benar" dan "salah".
A. Egoisme
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang, pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan
memajukan dirinya sendiri. perilaku yang dapat diterima tergantung pada konsekuensinya. Inti pandangan egoisme
adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya
sendiri. satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika Ia cenderung menjadi hedonistis, itu ketika kebahagiaan dan
kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yang bersifat vulgar. memaksimalkan
kepentingan kita terkait erat dengan akibat yang kita terima tidak seseorang tidak mempunyai kewajiban moral selain
untuk menjalankan apa yang paling baik bagi kita sendiri tidak jadi, menurut egoisme etis, seseorang tidak mempunyai
kewajiban alami terhadap orang lain. meski mementingkan diri sendiri, bukan berarti egoisme etis menafikan tindakan
menolong titik mereka yang egoisme etis tetap saja menolong orang lain, asal kepentingan diri itu bertautan dengan
kepentingan orang lain. atau menolong yang lain merupakan tindakan efektif untuk mencitrakan keuntungan bagi diri
sendiri.
B. Utilitarianisme
Semakin tinggi kegunaannya maka semakin tinggi nilainya. berasal dari bahasa Latin utilis yang berarti "bermanfaat".
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja
satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tak
bermanfaat ke mata berfaedah, dan merugikan titik karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari
segi berguna berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. dari prinsip ini kemah tersusunlah teori tujuan perbuatan.
Contoh : industri rokok " menolong " kemajuan olahraga dengan meggelontorkan dana sebanyak-banyaknya, namun
berpengharapan para penggila olahraga ini (pemain atau penonton) menjadi perokok aktif maupun pasif. jelas,
menolong yang dilakukan adalah berdasarkan keterpautan kepentingan diri sendiri.
2. TEORI DEONTOLOGI
Teori deontologi yaitu : berasal dari bahasa Yunani, " Deon" berarti tugas dan" logos" berarti pengetahuan.
sehingga etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik
bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakan yang dilakukan, melainkan
berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dengan kata lainnya bahwa tindakan itu bernilai moral karena
tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Contoh: jika seseorang diberi tugas dan
melaksanakannya sesuai dengan tugas maka itu dianggap benar, sedangkan dikatakan salah Jika tidak
melaksanakan tugas.
Teori ini menafikan konsep teori teological karena golongan deontologist ini dengan yang tidak percaya dengan
akibat. Teori ini menegaskan bahwa betul atau salahnya sesuai tindakan itu tidak berdasarkan atau ditentukan oleh
akibat-akibat tindakan tersebut. mengikuti Teori ini, nilai moral suatu tindakan tidak boleh dinilai ke atas
kesudahannya hasil atau kebaikan yang akan didapati karena kesudahan sesuatu tindakan adalah tidak jelas dan
tidak dapat ditentukan hasilnya semasa tindakan tersebut dibuat tetapi jantung pada niat seseorang itu yang
membuat keputusan atau melakukan tindakan.
3. Teori Hybrid
Teori Hybrid merupakan kombinasi atau sesuatu yang berlainan dari teori teleologi dan deontologi. Ini terdapat 5 teori, meliputi:
a. Personal libertarianism dikembangkan oleh Robert nozick, di mana perbuatan etika diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan,
namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilih pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka titik
Teori ini dipercaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
b. Ethical egoism dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan titik
kepentingan ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun
yang dianggap penting oleh pengambil keputusan yang dalam hal ini adalah yang bersangkutan.
c. Ekstentialism yang mengembangkan Teori ini adalah jean-paul sartre. Menurutnya, standar Perilaku tidak dapat dirasionalkan titik tidak
ada perbuatan yang benar-benar salah atau benar-benar atau sebaliknya. setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena
manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya sendiri.
d. Relativism Teori ini berpendapat bahwa Etika itu bersifat relatif jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. dasar pemikiran Teori ini

adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan etis. setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda
setiap budaya dan negara.
e. Teori hak (right) nilai dasar yang diambil dalam teori ini adalah kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap
kebebasan memilih. setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawarkan.
F. Hal Hal Yang Dianjurkan Agama Dalam Berbisnis
Ada enam yang dianjurkan agama dalam berbisnis yaitu:
1. Berdagang sebagai ibadah
Ibadah bukan sekadar kegiatan yang melibatkan seorang hamba dan Tuhannya dalam bentuk kegiatan
keagamaan. Namun ibadah dalam arti lain juga mencakup segala sesuatu yang dilakukan untuk menggapai
Ridha Allah SWT.
Namun, apapun bentuk kebaikan maka itu bisa disebut ibadah, begitu juga dengan berdagang. Berbisnis
adalah ibadah jika kita berniat menafkahi keluarga dan mengharap pertolongan Allah SWT. Berikut
beberapa syarat agar berdagang menjadi ibadah, di antaranya adalah:
Pertama, bertujuan untuk terlibat dalam bisnis yang jujur demi Allah. Dengan niat yang baik, kita dapat
melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya. Memiliki hati
yang baik juga dapat mendorong kita untuk selalu mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepada kita.
LANJUTAN……

2. Memenuhi rukun jual beli


Berdagang bisa bermanfaat untuk ibadah jika mengikuti syariat agama atau rukun jual beli. Selain mendapat berkah jual beli menurut
syariat agama juga dapat memberikan pahala yang besar bagi siapa saja yang melakukannya.
Berikut adalah beberapa rukun jual beli dalam Islam yang harus dipatuhi, di antaranya adalah:
Penjual harus memiliki akal, terlepas dari kenyataan bahwa ia harus memiliki sesuatu untuk dijual. Dengan kata lain, dalam bentuk
fisik dan mendapatkan hak untuk menjual barang tersebut.
Pembeli harus memiliki akal sehat yang cukup dan mampu berkomunikasi tanpa paksaan. Dengan kata lain, menurut kehendak
mereka sendiri. Sekalipun pembelinya masih di bawah umur, syaratnya ia telah memperoleh hak jual beli.
3. Hanya dengan kesepakatan bersama
Kesepakatan antara pembeli dan penjual merupakan prinsip dalam berbisnis atau berdagang. Hukum jual beli terletak pada akad
yang dibuat, baik itu berupa benda tunggal maupun makna.
Jadi kamu tidak perlu menggunakan kata kunci khusus. Dengan kata lain, kontrak yang dibuat dalam jual beli ini dapat dibatalkan
sesuai dengan penggunaan pekerjaan.
4. Jujur dalam berat dan ukuran
Cara berbisnis menurut ajaran Islam adalah jujur dalam takaran. Hal ini sering terjadi, orang melakukan trik dengan
memperkecil ukuran atau jumlahnya. jika dilakukan, tidak jauh berbeda dengan mencuri.
Jual beli yang dilakukan dengan mengurangi jumlah atau ukuran dapat menimbulkan dosa dan jual beli yang tidak baik. Tapi
sangat disarankan jika penjual melebihkan timbangan untuk membuat pembeli senang.
5. Jujurlah tentang barang yang ditawarkan
Rasulullahi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda bahwa tidak dianjurkan seorang muslim menjual sesuatu yang tidak baik
kepada siapapun jika pembeli telah menjelaskan kepada pembeli apa yang sebenarnya.
Maksudnya setiap penjual harus menggambarkan kondisi fisik barang yang dijualnya agar tidak ada kekecewaan bagi
pembeli. Hal ini penting dilakukan karena saat ini banyak terjadi kasus penipuan jual beli.
LANJUTAN…………
6. Hindari sumpah berlebihan
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda tentang Abu Hurairah "Bersumpah menghilangkan berkah bisnis, dan
menjual barang". Saat ini banyak penjual yang menggunakan cara apapun untuk menjual produknya.
Bahkan ada pembeli yang bersaksi tentang penjualan mereka. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam mengatakan pada otoritas
Abu Umamah Iyas bin Tsa'labah Al Haris, mengatakan:
"Allah melarang masuk surga dan memaksa masuk neraka bagi orang yang melanggar hak orang lain dengan bersumpah. Orang
yang bertanya kepada Rasulullah 'Bagaimana jika hanya sedikit bersumpah?' Nabi menjawab dengan tegas "sekalipun itu pohon
siwak, maka dilarang melakukannya".
Contoh, seperti penjual rumah ingin pembelinya tinggal di rumah dulu untuk persiapan pindahan. Namun rinci, kirimkan
persyaratan untuk peralatan yang memenuhi syarat. Namun, beberapa orang masih melakukan kesalahan dengan menggunakan
kata-kata sombong untuk membuat jual beli menjadi tidak efektif.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang berjual beli dan mencari syarat-syarat yang tidak ada dalam Kitab Allah, maka ia dianggap sia-sia." Dalam
Islam, ada banyak situasi di mana jual beli tidak diperbolehkan. Ibarat menggabungkan dua syarat jual beli dan mencari sesuatu
yang merugikan hakekat jual beli.
G. Hal-Hal Yang Dilarang Agama Dalam Berbisnis
Ada tiga yang di larang agama dalam berbisnis yaitu :
1. Riba
Menurut segi bahasa, riba adalah sesuatu yang lebih, bertambah dan berkembang. Dalam bisnis riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal secara batil.
Contoh Andi meminjam uang kepada Budi sebesar Rp1000.000 kemudian B mensyaratkan uang tersebut harus dikembalikan
dalam jumlah Rp1100.000. Transaksi ini kelebihan Rp100.000 yang termasuk riba.
2. Maysir
Secara bahasa maysir berarti memperoleh sesuatu/keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras. Maysir dapat berbentuk
aktivitas spekulasi, judi, dan untung-untungan di dalam suatu transaksi keuangan sehingga memungkinkan diperolehnya
keuntungan dengan adanya salah satu pihak yang dirugikan.
Contoh Cepi dan Bani menonton pertandingan sepak bola lantas saling memasang taruhan. Bila tim favorit Cepi menang, Bani
harus membayar sejumlah uang. Demikian pula sebaliknya bila tim favorit Bani menang, Cepi harus membayar sejumlah uang.
1. LANJUTAN……

3. Gharar

Secara bahasa, Gharar berarti penipuan, ketidakjelasan atau risiko. Gharar adalah transaksi yang mengandung
tipuan atau ketidakjelasan dari salah satu pihak sehingga pihak lain dirugikan. Dalam transaksi keuangan
syariah, tidak boleh ada unsur ketidakjelasan atau ketidakpastian yang berlebihan antara lain terkait akad, obyek
akad, cara penyerahan, maupun cara pembayaran. Hal ini untuk menjamin asas transparansi dan keadilan bagi
pihak-pihak yang bertransaksi, agar tidak ada yang terzalimi maupun menzalimi.
Contoh Eri memiliki sapi yang sedang hamil. Eri lantas menjual anak sapi yang masih dalam kandungan
tersebut kepada Fulan. Jual beli semacam itu dilarang dalam islam karena kondisi anak sapi dalam kandungan
tidak jelas. Bisa jadi ketika dilahirkan cacat atau mati yang dapat menimbulkan perselisihan yang idak perlu
antara Eri dan Fulan. Contoh lainnya jual beli hasil perkebunan yang belum berbuah.
SEKIAN TERIMAKSIH

Anda mungkin juga menyukai