Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PERKULIAHAN KESEPULUH

Nama : Eni Rispayanti


NIM : 20086388
Prodi : Penjaskesrek
HP/WA : 082371183514
E-mail : enirispa168@gmail.com

1. Coba ananda kaitkan konsep manusia sebagai khalifah dan Abd dengan
pelaksanaan ekonomi yang sesuai menurut ajaran Islam ! Menganalisis
Tugas Manusia sebagai khalifah harus membangun kemakmuran dan kehidupan yang
baik di muka bumi , Dalam meraih kemakmuran Islam mewajibkan manusia untuk bekerja
sesuai kemampuan dan keahlian. Kemampuan dan keahlian diperoleh melalui proses belajar,
berlatih dan menjalani pengalaman hidup Dalam bekerja syariah Islam memberikan rambu-
rambu berupa perintah dan larangan Dalam syariah sesuatu yang diperintahkan atau
dibolehkan akan memberikan mashlahat bagi manusia, dan sebaliknya apa yang dilarang atau
dibenci syariah akan memberikan mudharat bagi manusia dan lingkungannya. Selain itu
syariah Islam juga mendorong pengembangan bisnis, inovasi produk, model pemasaran sesuai
perkembangan dunia bisnis baik lokal maupun global untuk mencapai tujuan bisnis yaitu
kesejahteraan dan kemakmuran.
Jadi manusia sebagai khalifah harus memiliki tanggung jawab melaksanakan
perekonomian sesuai dengan ajaran Islam dengan mengikuti prinsip-pensip sebagai berikut :
 Prinsip Kesucian, Bisnis Islam sangat memperhatikan dari aspek kebersihan dan
kesucian produk, mulai dari input, proses maupun output.
 Prinsip Kejujuran, Bisnis hendaknya memperhatikan nilai-nilai kejujuran dalam setiap
transaksi baik model transaski yang digunakan, ucapan maupun perilaku pelaku
transaski.
 Prinsip Keadilan, Keadilan dalam bisnis merupakan salah satu pilar dalam sistem
ekonomi Islam. Keadilan akan membuat setiap orang dalam dunia bisnis akan merasa
aman, tenang dan terpenuhinya hak setiap orang.
 Prinsip Ukhuwah, Muamalah dalam Islam sangat memperhatikan hubungan antara
manusia harus terjaga dengan baik, baik hubungan secara idiologi (iman) maupun
hubungan secara kemanusiaan (basyariah). Untuk menjaga kelestarian hubungan
manusia dengan baik bisnis dalam Islam sangat memperhatikan masalah etika bisnis
dan pelayanan.
 Prinsip Profesionalisme, Bekerja atau berbisnis dalam Islam merupakan amanah dan
ibadah kepada Allah swt. olehnya itu perlu dikelola secara maksimal yang didukung
oleh kemampuan dan kompetensi seseorang pada jenis pilihan bisnisnya. Rasulullah
saw melarang memilih pekerja atau karyawan yang bukan ahlinya, larangan meminta
jabatan atau posisi dimana seseorang tidak memiliki kompetensi didalamnya. Bahkan
Rasulullah saw menegaskan pentingnya profesionalisme dalam suatu pekerjaan (itqan)
 Prinsip Berjamaah (networking), Kekuatan dan keberkahan suatu bisnis akan terwujud
dengan sistem berjamaah (networking). Rasulullah saw menegaskan bahwa siapa yang
ingin panjang umur dan memiliki potensi rezeki yang luas dan bisnis yang berkembang
hendaklah dia berjejaring.
 Prinsip Keseimbangan, Syariah Islam adalah aturan hidup yang seimbang.
Keseimbangan hidup dalam Islam berlaku secara menyeluruh, yang meliputi
keseimbangan urusan dunia maupun akhirat, keseimbangan ibadah – muamalah,
keseimbangan kerja-santai, keseimbangan bisnis-sosial, keseimbangan kolektif-
individu, keseimbangan material, spiritual, keseimbangan sektor keuangan-sektor riil,
keseimbangan makro-mikro , dan keseimbangan pemanfaatan-pelestarian.
Keseimbangan ini akan membuat kehidupan manusia lebih tertata, terkendali, terjaga
dan lestari yang pada akhirnya manusia akan meraih kesejahteraan dan kebahagiaan
yang hakiki
 Prinsip Universal, Sistem ekonomi dan keuangan Islam bukan sistem ekonomi yang
bersifat ekslusif yang hanya berlaku pada umat Islam saja, tetapi bersifat inklusif yaitu
berlaku pada semua umat manusia. Karena syariah Islam dimana didalamnya termasuk
ekonomi dan keuangan syariah diturunkan Allah swt untuk seluruh manusia bahkan
untuk sekalian alam. Keuniversalan ekonomi dan keuangan syariah membuka peluang
yang luas bagi umat lain yang ingin menerapkan sistem ekonomi mereka dengan pola
syariah.
2. Bagaimana penilaian ananda terhadap pelaksanaan ekonomi di sekeliling ananda,
penilaian ananda disertai kritik dan saran. Mengevaluasi
Kritik: sikap keserakahan manusia terhadap harta dan uang. Sedangkan teori ekonomi
Islam antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat sangat erat, sernata-mata
karena fitrah keduanya yang harus ada keselarasan clan keserasian, bukan persaingan dan
pertarungan. Kapitalisme yang selalu melakukan persaingan dalam bentuk apapun pada
aktivitas ekonomi, cenderung menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Salah satu cara yang dilakukan oleh mereka untuk mendapatkan keuntungan
yang besar adalah melakukan penimbungan, penyimpanan barang atau uang, yang
sewaktuwaktu harga tinggi, mereka menjualnya. Konsep kaum kapitalis, misalnya tentang
individu menjadi pemilik satu-satunya bagi apa yang dapat dihasilkannya. Suatu ha! yang pasti
tetjadi dalam sistem ekonomi kapitalis ialah lahirnya kecenderungan yang keras dikalangan
masyarakat untuk mengumpulkan kekayaan clan tidak menyelaraskan kecuali jika akan
mendatangkan keuntungan besar bagi dirinya. Dalarn hal ini kaum kapitalis tidak melarang
adanya penumpukan atau penimbunan barang. Mereka akan menempuh cara apapun dalam ha!
perdagangan asalkan mendatangkan keuntungan clan tidak mernbuat mereka rugi. Bagi dunia
usaha kontemporer yang dianut oleh kapitalis penumpukan barang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda bila didistribusikan pada saat harga naik, dan
para konsuinen rnembutuhkannya. Dalam sistem ekonomi kontemporer yang dianut oleh kaum
kapitalis penumpukan barang atau penirnbunan barang seperti itu tidak dilarang clan
merupakan hak asasi setiap pengusaha untuk memperoleh keuntungan yang besar dari aktivitas
jual beli. Konsep mereka dalam melaksanakan perekonomian adalah boleh melakukan apa saja
cara yang ditempuh oleh para pelaku ekonomi asalkan bisa menclatangkan keuntungan bagi
dirinya dan ticlak membuat dirinya rugi.
Pandangan inilah yang melahirkan penilaian mereka, bahwa sesuatu itu berguna dari
kacamata ekonomi, sekalipun persepsi umum menganggap ticlak bermanfaat atau justru
berbahaya. Teori ini bertitik tolak dari egoisme yang dipertaruhkan kepada diri tiap-tiap
incliviclu clari masyarakat manusia clan bersesuclahan pacla batas yang paling jauh clari
egoisme clan cinta kepacla diri sencliri. Ia membinasakan sifat-sifat manusia clan bucli
pekertinya yang luhur, yang ticlak clapat cliabaikan bagi kebahagiaan umat manusia clan
kesejahteraannya.
Saran: Islam merupakan jalan tengah yang mengajarkan manusia untuk saling
mengasihi, menghargai dan menghormati, akan tetapi tidak melupakan kepentingan pribadi
untuk hidup dihargai dan dihormati. Islam menyuruh pengikut: bekerjalah untuk duniamu
seolah-olah akan hidup selamanya. Islam adalah agama praktis yang tidak menyuruh
pengikutnya untuk memikul beban yang tidak dapat dipikulnya. Sistem ekonomi Islam yang
meletakan dasarnya pada paham sosialis, tetapi bukan sosialis yang berlandasan histories
materialis dan sistem kelas, melainkan berdasarkan kewajiban manusia terhadap manusia dan
kewajiban terhadap tuhan. Oleh karena itu sistem ekonomi Islam dijadikan suatu alternative
rujukan pada kehidupan bermasyarakat yang nantinya diharapkan akan melahirkan masyarakat
mawaddah warohmah warobbun gofur.

3. Coba ananda uraikan dengan rinci larangan-larangan ekonomi dalam Islam,


lengkapi dengan contoh ! Menganalisis
I. Haram zatnya (objek transaksinya)
Suatu transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan
merupakan objek yang dilarang (haram) dalam hukum agama Islam. Seperti memperjualbeli
kan alkohol, narkoba, organ manusia, dll.
II. Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya),
Setidaknya dari berbagai literatur yang kami jumpai terbagi atas 13 jenis :
1. MAYSIR
Semua bentuk perpidahan harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak lain tanpa
melalui jalur akad yang telah digariskan Syariah, namun perpindahan itu terjadi melalui
permainan, seperti taruhan uang pada permainan kartu, pertandingan sepak bola, pacuan kuda,
pacuan greyhound dan seumpamanya. Mengapa dilarang? Karena (1) permainan bukan cara
untuk mendapatkan harta/keuntungan (2) menghilangkan keredhaan dan menimbulkan
kebencian/dendam (3) tidak sesuai dengan fitrah insani yang berakal dan disuruh bekerja untuk
dunia dan akhirat.
Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti
memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian
karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah.
Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.
Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman
Allah sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya’…” (QS. Al Baqarah : 219)
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS Al-Maaidah : 90)
Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika melakukan
perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi secara abnormal. Suatu saat
ketika seseorang beruntung ia mendapatkan keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha
yang dilakukannya. Sedangkan ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian
yang sangat besar. Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga
diharamkan dalam sistem keuangan Islam.
2. GHARAR/TAGHRIR
Sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan kewujudannya secara
matematis dan rasional baik itu menyangkut barang (goods), harga (price) ataupun waktu
pembayaran uang/penyerahan barang (time of delivery).

Taghrir dalam bahasa Arab gharar, yang berarti : akibat, bencana, bahaya, resiko, dan
ketidakpastian. Dalam istilah fiqh muamalah, taghrir berarti melakukan sesuatu secara
membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil resiko sendiri dari suatu
perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis akibatnya, atau memasuki
kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya.
Menurut Ibnu Taimiyah, gharar terjadi bila seseorang tidak tahu apa yang tersimpan bagi
dirinya pada akhir suatu kegiatan jual beli. Taghrir dan tadlis terjadi karena adanya incomplete
information yang terjadi pada salah satu pihak baik pembeli atau penjual. Karena itu, kasus
taghrir terjadi bila ada unsure ketidakpastian yang melibatkan kedua belah pihak (uncertain to
both parties).
Menurut mahzab Imam Safi`e seperti dalam kitab Qalyubi wa Umairah: Al-ghararu
manthawwats `annaa `aaqibatuhu awmaataroddada baina amroini aghlabuhuma wa
akhwafuhumaa. Artinya: “gharar itu adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam
pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti”.
Wahbah al-Zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan altaghrir,
yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya
menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian, oleh karena itu dikatakan: al-dunya
mata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang menipu. Dengan demikian menurut
bahasa, arti gharar adalah al-khida` (penipuan), suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan
tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fiqih berarti penipuan dan tidak mengetahui barang
yang diperjualbelikan dan tidak dapat diserahkan. Gharar terjadi apabila, kedua belah pihak
saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, apakah minggu
depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu kontrak yang dibuat berasaskan andaian
(ihtimal) semata. Inilah yang disebut gharar (ketidak jelasan) yang dilarang dalam Islam,
kehebatan sistem Islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini, agar kedua belah pihak tidak
didzalimi atau terdzalimi. Karena itu Islam mensyaratkan beberapa syarat sahnya jual beli,
yang tanpanya jual beli dan kontrak menjadi rusak, diantara syarat-syarat tersebut adalah:
 Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat jenis yang ditimbang)
 Barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga yang majhul (tidak
diketahui ketika beli).
 Mempunyai tempo tangguh yang dimaklumi
 Ridha kedua belah pihak terhadap bisnis yang dijalankan.
Imam an-Nawawi menyatakan, larangan gharar dalam bisnis Islam mempunyai
perananan yang begitu hebat dalam menjamin keadilan, jika kedua belah pihak saling
meridhai, kontrak tadi secara dztnya tetap termasuk dalam kategori bay’ al-gharar yang
diharamkkan.
Secara umum, bentuk Gharar dapat dibagi menjadi 4 :
2.1. Gharar dalam Kuantitas
Misalnya seorang petani tembakau sudah membuat kesepakatan jual beli dengan
pabrik rokok atas tembakau yang bahkan belum panen. Pada kasus ini, pada kedua belah
pihak baik petani tembakau maupun pabrik rokok mengalami ketidakpastian mengenai
berapa pastinya jumlah tembakau yang akan panen. Sehingga terdapat gharar atas barang
yang ditransaksikan.
2.2. Gharar dalam Kualitas
Misalnya seorang pembeli sudah membuat kesepakatan untuk membeli anak
kambing yang masih berada di dalam kandungan. Pada kasus ini, baik penjual maupun
pembeli tidak mengetahui dengan pasti apakah nantinya anak kambing ini akan lahir
dengan sehat, cacat, atau bahkan mati. Sehingga terdapat ketidakpastian akan barang
yang diperjualbelikan.
2.3. Gharar dalam Harga
Misalnya Tn. A menjual motornya kepada Tn. B dengan harga Rp 8.000.000 jika
dibayar lunas dan Rp 10.000.000 jika dicicil selama 10 bulan. Pada kasus ini, tidak ada
kejelasan mengenai harga mana yang dipakai. Bagaimana jika Tn. B dapat melunasi
motornya dalam waktu kurang dari 10 bulan? Harga mana yang akan dipakai? Hal inilah
yang menjadi suatu ketidakpastian dalam transaksi.
2.4. Gharar menyangkut waktu penyerahan
Misalnya Basti sudah lama menginginkan handphone milik Miro. Handphone
tersebut bernilai Rp 4.000.000 di pasaran. Suatu saat, handphone tersebut hilang. Miro
menawarkan Basti untuk membeli handphone tersebut seharga Rp 1.500.000 dan barang
akan segera diserahkan begitu ditemukan. Dalam kasus ini, tidak ada kepastian mengenai
kapan handphone tersebut akan ditemukan, dan bahkan mungkin tidak akan ditemukan.
Hal ini menimbulkan gharar dalam waktu penyerahan barang transaksi.
3. RIBA
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai
bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275]
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba),
maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin
Hanzhalah).
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan).
Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik
dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan
prinsip muamalat dalam Islam, yaitu: 1. Al-Qur’an “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran:130). “Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (QS. Al
Baqarah: 278-279) 2. Hadits • Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba
adalah tujuh puluh dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang
berzina dengan ibunya.” (HR. Ibn Majah). • Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk
orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua
orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”. (HR.Muslim).

3.1 Jenis – Jenis Riba


Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Riba hutang-piutang dan riba
jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah.
Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, berkata Ibnu Hajar al Haitsami: “Bahwa riba
itu terdiri dari tiga jenis, yaitu riba fadl, riba al yaad, dan riba an nasiah. Al mutawally
menambahkan jenis keempat yaitu riba al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua
jenis ini diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash al Qur’an dan hadits Nabi.
 Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berhutang (muqtaridh).
 Riba Jahiliyyah Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam
tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
 Riba Fadhl Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis
barang ribawi.
 Riba Nasi’ah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam
nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara
yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
3.2 Jenis Barang Ribawi
Para ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan
panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan
kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi
Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya. Bahan
makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan tambahan
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
4. BAI’ AL MUDTARR
Adalah jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan sangat
memerlukan (in the state of emergency) sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi oleh pihak
yang kuat sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan sebelah pihak dan merugikan
pihak lainnya.
5. IKRAH
Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk melakukan suatu akad
tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis pemaksaan dapat berupa
acaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang butuh atau the state of
emergency. Imam Ibnu Taimiyah ra mengatakan bahwa dalam keadaan darurat (state of
emergency) seseorang yang memilik stock barang yang dibutuhkan orang banyak harus
diperintahkan untuk menjualnya dengan harga pasar, jika dia enggan melakukannya pihak
berkuasa dapat memaksanya untuk melakukan hal tersebut demi menyelamatkan nyawa orang
banyak. (Majmu al Fatawa, vol. 29 hal.300).
6. GHABN
Adalah dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar (market
price) tanpa disadari oleh pihak pembeli.
Ghabn ada dua jenis yakni: Ghabn Qalil (Negligible) dan Ghabn Fahish (Excessive).
Ghabn Qalil: adalah jenis perbedaan harga barang yang tidak terlalu jauh antara harga
pasar dan harga penawaran dan masih dalam kategori yang dapat dimaklumi oleh pihak
pembeli.
Ghabn Fahish adalah perbedaan harga penawaran dan harga pasar yang cukup jauh
bedanya.
7. BAI’ NAJASH.
Dimana sekelompok orang bersepakat dan bertindak secara berpura-pura menawar
barang dipasar dengan tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar menawar
tersebut sehingga orang ketiga ini akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih
mahal dari harga sebenarnya. Larangan Rasul saw: “..Janganlah kamu meminang seorang gadis
yang telah dipinang saudaramu, dan jangan menawar barang yang sedang dalam penawaran
saudaramu; dan janganlah kamu bertindak berpura-pura menawar untuk menaikkan harga..”
Adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand (permintaan)
palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk
itu akan naik. Cara yang bisa ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan isu,
melakukan order pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang bersangkutan
akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli,
sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh : ini sangat rentan terjadi
ketika pelelangan suatu barang. Biasanya yang mengadakan pelelangan bekerja sama dengan
beberapa peserta pelelangan dimana mereka bertugas untuk berpura-pura melakukan
penawaran terhadap barang yang dilelang, dengan kata lain untuk menaikkan harga barang
yang dilelang tersebut.
8. IHTIKAR
Adalah menumpuk-numpuk barang ataupun jasa yang diperlukan masyarakat dan
kemudian si pelaku mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga jual yang lebih mahal dari
harga biasanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih cepat dan banyak. Para
ulama tidak membatasi jenis barang dan jasa yang ditumpuk tersebut asalkan itu termasuk
dalam kebutuhan essential, maka Ihtikar adalah dilarang. Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang menimbun (barang & jasa kebutuhan pokok) maka telah melakukan suatu
kesalahan.”
Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang
dijualnya naik. Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier (hambatan masuk
pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar agar ia menjadi pemain
tunggal di pasar (monopoli), kemudian mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara
menimbun stock (persediaan), sehingga terjadi kenaikan harga yang cukup tajam di pasar.
Ketika harga telah naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut dengan mengambil
keuntungan yang berlimpah. Sebagai contoh: ketika akan dirumorkan oleh pemerintah bahwa
tarif bbm akan dinaikan, maka marak terjadinya penimbunan bbm oleh para penjual nakal. Hal
ini mereka lakukan agar dapat menjual bbm dengan tarif yang sudah dinaikkan, sehingga
mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
9.GHISH
Menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak yang terkait dalam
akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian (prudent) dalam melindungi
kepentingannya sebelum terjadi transaksi yang mengikat. Dalam Common Law akad seperti
ini dikenal dengan sebutan Akad Uberrime Fidae Contract dimana semua jenis informasi yang
seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali tidak boleh disembunyikan. Jika ada salah
satu informasi berkenaan dengan subject matter akad tidak disampaikan, maka pihak pembeli
dapat memilih opsi membatalkan transaksi tersebut.
10. TADLIS
Adalah tindakan seorang peniaga yang sengaja mencampur barang yang berkualitas baik
dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk memberatkan timbangan dan
mendapat keuntungan lebih banyak Tindakan “oplos” yang hari ini banyak dilakukan termasuk
kedalam kategori tindakan tadlis ini. Rasullah saw sering melakukan ‘inspeksi mendadak’ ke
pasar-pasar untuk memastikan kejujuran para pelaku pasar dan menghindari konsumen dari
kerugian.
Yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha untuk
menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party) dengan maksud untuk
menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan akan informasi objek yang diperjualbelikan.
Hal ini bisa penipuan berbentuk kuantitas (quantity), kualitas (quality), harga (price),
ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang ditransaksikan.
Sebagai contoh : apabila kita menjual hp second dengan kondisi baterai yang sudah
sangat lemah, ketika kita menjual hp tersebut tanpa memberitahukan (menutupi) kepada pihak
pembeli, maka transaksi yang kita lakukan menjadi haram hukumnya.
11.Talaqqil jalab atau talaqqi rukban
Yang dimaksud dengan jalab adalah barang yang diimpor dari tempat lain. Sedangkan
rukban yang dimaksud adalah pedagang dengan menaiki tunggangan.

Adapun yang dimaksud talaqqil jalab atau talaqqi rukban adalah sebagian pedagang
menyongsong kedatangan barang dari tempat lain dari orang yang ingin berjualan di negerinya,
lalu ia menawarkan harga yang lebih rendah atau jauh dari harga di pasar sehingga barang para
pedagang luar itu dibeli sebelum masuk ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga
sebenarnya.

Jual beli seperti ini diharamkan menurut jumhur (mayoritas ulama) karena adanya
pengelabuan.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari talaqqil jalab” (HR. Muslim no.
1519).
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata,
“Dulu kami pernah menyambut para pedagang dari luar, lalu kami membeli makanan
milik mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas melarang kami untuk melakukan jual
beli semacam itu dan membiarkan mereka sampai di pasar makanan dan berjualan di sana”
(HR. Bukhari no. 2166).
Jika orang luar yang diberi barangnya sebelum masuk pasar dan ia ketahui bahwasanya
ia menderita kerugian besar karena harga yang ditawarkan jauh dengan harga normal jika ia
berjualan di pasar itu sendiri, maka ia punya hak khiyar untuk membatalkan jual beli (Lihat
Syarh ‘Umdatul Fiqh, 2: 805). Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Janganlah menyambut para pedagang luar. Barangsiapa yang menyambutnya lalu
membeli barang darinya lantas pedagang luar tersebut masuk pasar (dan tahu ia tertipu dengan
penawaran harga yang terlalu rendah), maka ia punya hak khiyar (pilihan untuk membatalkan
jual beli)” (HR. Muslim no. 1519).
Jika jual beli semacam ini tidak mengandung dhoror (bahaya) atau tidak ada tindak
penipuan atau pengelabuan, maka jual beli tersebut sah-sah saja. Karena hukum itu berkisar
antara ada atau tidak adanya ‘illah (sebab pelarangan).
12. Jual beli hadir lil baad, menjadi calo untuk orang desa (pedalaman)
Yang dimaksud bai’ hadir lil baad adalah orang kota yang menjadi calo untuk orang
pedalaman atau bisa jadi bagi sesama orang kota. Calo ini mengatakan, “Engkau tidak perlu
menjual barang-barangmu sendiri. Biarkan saya saja yang jualkan barang-barangmu, nanti
engkau akan mendapatkan harga yang lebih tinggi”.

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Janganlah menyambut para pedagang dari luar (talaqqi rukban) dan jangan pula
menjadi calo untuk menjualkan barang orang desa”. Ayah Thowus lantas berkata pada Ibnu
‘Abbas, “Apa maksudnya dengan larangan jual beli hadir li baad?” Ia berkata, “Yaitu ia tidak
boleh menjadi calo”. (HR. Bukhari nol. 2158).
Menurut jumhur, jual beli ini haram, namun tetap sah (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah,
9: 84).
Namun ada beberapa syarat yang ditetapkan oleh para ulama yang menyebabkan jual beli
ini menjadi terlarang, yaitu:
Barang yang ia tawarkan untuk dijual adalah barang yang umumnya dibutuhkan oleh
orang banyak, baik berupa makanan atau yang lainnya. Jika barang yang dijual jarang
dibutuhkan, maka tidak termasuk dalam larangan. Jual beli yang dimaksud adalah untuk harga
saat itu. Sedangkan jika harganya dibayar secara diangsur, maka tidaklah masalah. Orang desa
tidak mengetahui harga barang yang dijual ketika sampai di kota. Jika ia tahu, maka tidaklah
masalah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 9: 83)
13. Risywah (Suap)
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim
atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk
mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” (al-Misbah al-Munir/al Fayumi, al-
Muhalla/Ibnu Hazm). Atau “pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan
kepentingan tertentu” (lisanul Arab, dan mu’jam wasith).
Sedangkan menurut istilah risywah berarti: “pemberian yang bertujuan membatalkan
yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah.” (At-Ta’rifat/aljurjani 148).
Dari definisi di atas ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi
(penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam
Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikategorikan dalam
kelompok dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa nash Al-Qur’an dan
Sunnah Nabawiyah berikut ini:

Firman Allah ta’ala:


”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188)

Firman Allah ta’ala:


”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan
yang haram” (QS Al Maidah 42).
Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan
risywah. Jadi risywah (suap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah
SWT
Rasulullah SAW bersabda:
“Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap” (HR Khamsah kecuali an-
Nasa’i dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang paling
layak untuknya.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang
dimaksud?”, “Suap dalam perkara hukum” (Al-Qurthubi 1/ 1708)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap,
menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap

4. Susun sebuah rencana sederhana, apa yang akan ananda lakukan sebagai pelaku
ekonomi untuk mengubah kehidupan ekonomi ananda di masa depan

Model usaha atau bisnis yang dikembangkan dalam syariah senantiasa harus berpedoman
pada prinsip-prinsip syariah yang dapat mengubah kehidupan ekonomi dimasa depan antara
lain:

 Prinsip Kesucian

Bisnis Islam sangat memperhatikan dari aspek kebersihan dan kesucian produk, mulai dari
input, proses maupun output. Kesucian bisnis dan produk terkait dengan aspek kehalalan
dengan menghindari semua bisnis dan produk yang haram, misalnya babi, khamer, bangkai
dan darah serta turunannya. Selain itu dalam bisnis produk yang dihasilkan hendaknya
berkualitas dan tidak memberikan mudharat bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.

 Prinsip Kejujuran

Bisnis hendaknya memperhatikan nilai-nilai kejujuran dalam setiap transaksi baik model
transaski yang digunakan, ucapan maupun perilaku pelaku transaski. Dalam transaksi
hendaknya menghindari segala bentuk kecurangan seperti mengurangi takaran,
menyembunyikan cacat produk, spekulasi harga maupun tidak komitmen dengan waktu.
Perilaku kecurangan sangat bertentangan dengan prinsip transaksi yaitu suka sama suka atau
adanya keridhaan.

 Prinsip Keadilan

Keadilan dalam bisnis merupakan salah satu pilar dalam sistem ekonomi Islam. Keadilan akan
membuat setiap orang dalam dunia bisnis akan merasa aman, tenang dan terpenuhinya hak
setiap orang. Olehnya itu dalam transaksi bisnis semua bentuk transaski yang merusak pilar
nilai-nilai keadilan harus dihilangkan bahkan transasksinya menjadi batil. Bentuk transasksi
yang bertentangan dengan nilai keadilan antara lain seperti; transasksi riba (bunga), gharar
(ketidakpastian), maisyir (spekulasi), talaqqi rukhban, risywah (sogok menyogok) dan lain-lain
semuanya terlarang. Olehnya itu dalam menegakkan nilai-nilai keadilan dalam bisnis
muamalah dalam Islam menggunakan model bagi hasil, jual beli dan transaksi sewa-menyewa
(ijarah).

 Prinsip Ukhuwah

Muamalah dalam Islam sangat memperhatikan hubungan antara manusia harus terjaga dengan
baik, baik hubungan secara idiologi (iman) maupun hubungan secara kemanusiaan (basyariah).
Untuk menjaga kelestarian hubungan manusia dengan baik bisnis dalam Islam sangat
memperhatikan masalah etika bisnis dan pelayanan. Etika bisnis sangat terkait dengan
bagaimana menjaga hubungan manusia secara fisiologi agar tidak terjadi kekecewaan seperti;
larangan bertransaksi atas pembelian orang lain, membolehkan adanya pilihan (khiyar) pada
transaksi yang tidak sesuai. Sedangkan pelayanan yang baik (ihsan) bertujuan untuk
memberikan rasa nyaman, aman dan kepuasana kepada pelanggan.

 Prinsip Profesionalisme

Bekerja atau berbisnis dalam Islam merupakan amanah dan ibadah kepada Allah swt. olehnya
itu perlu dikelola secara maksimal yang didukung oleh kemampuan dan kompetensi seseorang
pada jenis pilihan bisnisnya. Rasulullah saw melarang memilih pekerja atau karyawan yang
bukan ahlinya, larangan meminta jabatan atau posisi dimana seseorang tidak memiliki
kompetensi didalamnya. Bahkan Rasulullah saw menegaskan pentingnya profesionalisme
dalam suatu pekerjaan (itqan)

 Prinsip Berjamaah (networking)

Kekuatan dan keberkahan suatu bisnis akan terwujud dengan sistem berjamaah (networking).
Rasulullah saw menegaskan bahwa siapa yang ingin panjang umur dan memiliki potensi rezeki
yang luas dan bisnis yang berkembang hendaklah dia berjejaring. Networking dalam bisnis
sangat penting karena setiap orang atau kelompok memiliki berbagai keterbatasan baik, sumber
bahan baku, modal, akses pasar, SDM, pelanggan maupun manajemen sehingga dibutuhkan
orang atau pihak lain agar saling membantu dan bersinergi untuk mengambil manfaat bersama
dan mengurangi beban kekurangan bersama. Apalagi dalam era VUCA, dimana kecepatan
perubahan bisnis, ketidakpastian model bisnis, kondisi yang semakin kompleks dan kondisi
bisnis yang ambigu memerlukan sinergi bisnis yang kuat. Begitupula dalam era digital
sekarang ini kemudahan fasilitas informasi sangat mendukung dalam memperkuat bisnis secara
berjamaah (networking) sehingga kalau bisnis mau kuat, tumbuh dan berkembang sangat
dibutuhkan networking yang banyak.

 Prinsip Keseimbangan

Syariah Islam adalah aturan hidup yang seimbang. Keseimbangan hidup dalam Islam berlaku
secara menyeluruh, yang meliputi keseimbangan urusan dunia maupun akhirat, keseimbangan
ibadah – muamalah, keseimbangan kerja-santai, keseimbangan bisnis-sosial, keseimbangan
kolektif-individu, keseimbangan material, spiritual, keseimbangan sektor keuangan-sektor riil,
keseimbangan makro-mikro , dan keseimbangan pemanfaatan-pelestarian.

Keseimbangan ini akan membuat kehidupan manusia lebih tertata, terkendali, terjaga dan
lestari yang pada akhirnya manusia akan meraih kesejahteraan dan kebahagiaan yang hakiki

 Prinsip Universal

Sistem ekonomi dan keuangan Islam bukan sistem ekonomi yang bersifat ekslusif yang hanya
berlaku pada umat Islam saja, tetapi bersifat inklusif yaitu berlaku pada semua umat manusia.
Karena syariah Islam dimana didalamnya termasuk ekonomi dan keuangan syariah diturunkan
Allah swt untuk seluruh manusia bahkan untuk sekalian alam. Keuniversalan ekonomi dan
keuangan syariah membuka peluang yang luas bagi umat lain yang ingin menerapkan sistem
ekonomi mereka dengan pola syariah. Dalam Islam untuk urusan muamalah seorang muslim
bebas melakukan transaksi bisnis kepada siapa saja tanpa membedakan latar belakang orang
lain, selama dalam transaksi tersebut tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan
syariah, termasuk umat lain bisa menggunakan sistem ekonomi syariah karena dianggap lebih
baik disbanding dengan sistem ekonomi lainnya.

Dalam menyikapi problem ekonomi dunia yang semakin tidak menentu bahkan sudah
mendekati terperosok dalam jurang krisis, terutama akibat dampak wabah covid 19. Maka
sistem ekonomi Islam dapat menjadi solusi terbaik untuk pemulihan dan pengembangan
kehidupan ekonomi yang lebih baik, baik dari sisi makro maupun mikro. Sehingga diharapkan
kondisi ekonomi yang memberikan suasana ekonomi yang kondusif, terciptanya keadilan
distribusi ekonomi, adanya keseimbangan antara sektor finansial dan sektor riil, terciptanya
etika bisnis, terbangunnya komitmen bisnis dan sosial serta penciptaan usaha, ,investasi dan
penyerapan tenaga kerja yang lebih merata.

Anda mungkin juga menyukai