Anda di halaman 1dari 17

Konsep Ekonomi Islam

Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan
manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan
prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan
hanya anugerah dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat
manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk
dipertanggungjawabkan.

A.  Pengertian Ekonomi Islam


Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.

Mursyid Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi islam dengan menggunakan kalimat-


kalimat sederhana, yaitu seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip
Islam yang bersumber kepada Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid. Kedudukan
mursyid memiliki perananan yang cukup urgen termasuk dalam memberikan curah pemikiran
mengenai konteks ekonomi islam, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman juga mampu
mensosialisasikan dan memobilisasi umat untuk berekonomi Islami dengan uswah (teladan) dan
kharismanya.

 Bekerja merupakan suatu kewajiban kerana Allah swt memerintahkannya, sebagaimana


firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:

Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman
akan melihat pekerjaan itu.

 Kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw:

Barang siapa diwaktu harinya keletihan karena bekerja, maka di waktu itu ia mendapat
ampunan.
(HR.Thabrani dan Baihaqi)

B. Tujuan Ekonomi Islam


Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya
kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian
pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu
manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.

Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga
sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:

1. Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.

2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakupi aspek kehidupan
di bidang hukum dan muamalah.

3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahawa maslahah


yang menjadi puncak sasaran di atas mencakupi lima jaminan dasar:

 Keselamatan keyakinan agama ( al din)


 Kesalamatan jiwa (al nafs)
 Keselamatan akal (al aql)
 Keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
 Keselamatan harta benda (al mal)

C. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam


Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau anugerah dari Allah swt kepada
manusia.
2. Islam mengakui pemilikan peribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama.
4.  Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang.
6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7.  Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
D. Dasar Ekonomi Islam
Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama nilai-nilai
keimanan (tauhid) kedua, nilai-nilai islam (syariah) ketiga nilai-nilai ihsan (etika).

1.  Pondasi nilai-nilai keimanan (tauhid)

Fungsi dan wilayah keimanan dalam islam adalah pembenahan dan pembinaan hati atau
jiwa manusia. Dengan nilai-nilai keimanan jiwa manusia dibentuk menjadi jiwa yang memiliki
sandaran vertikal yang kokoh kepada Sang Khalik untuk tunduk kepada aturan main-Nya dengan
penuh kesadaran dan kerelaan. Pada kondisi demikian, jiwa manusia akan mampu
mempertahankan serta menggali fitrah yang diamanahkan pada dirinya dan  menempatkan
dirinya sebagai hamba Allah.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuui. QS. Ar Ruum [30]: 30

Ketika seluruh kegiatan ekonomi dibangun atas dasar nilai-nilai keimanan maka akan
berdampak positif terhadap mental dan pemikiran pelaku ekonomi. Adapun efek positif itu
antara lain;

1. Memiliki niat yang lurus dan visi misi yang besar

Dengan nilai keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan akan  dipandang sebagai
bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah SWT.
Pelaku ekonomi akan menempatkan dirinya sebagai ‘abid (hamba) dihadapan Allah,
sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap manusia pada awal kejadiannya
dibangun sebagai ‘abid Sang Khalik.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Q
S Adz – Dzariyaat, [51]: 56

Niat yang lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT dalam bekerja, akan menjadi
motivasi dan ruh kekuatan dalam setiap bentuk tindakan dan pengambilan keputusan. Setiap
permasalahan tidak akan disikapi dengan emosional, akan tetapi disikapi secara rasional dan
diputuskan secara spiritual.

2. Proses kegiatan usaha yang terukur dan terarah


Nilai-nilai keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan berdampak positif dalam
setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas. kegiatan usaha bukan semata-mata diarahkan kepada
hasil (profit oriented), akan tetapi lebih memperhatikan cara atau proses. Ia akan berusaha
menitik beratkan seluruh proses usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang
dicontohkan oleh rasul-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S al-Hasyr, [59]: 7

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

3. Dalam menilai hasil usaha menggunakan dua sudut pandang yaitu syari’at (dunia) dan
hakikat (ukhrawi)

Bagi pelaku ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai hasil sangat
penting, karena dalam dunia usaha untung dan rugi-dalam kaca mata materi pasti terjadi,
sehingga ketika hasil usaha dianggap rugi sekalipun ia masih punya harapan besar dan panjang
karena masih ada keuntungan yang bersifat ukhrawi, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT
dalam Q.S Faathiir, [35]: 29

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-
diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,

2. Pondasi Syariah

Fungsi syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara asfek-asfek lahiriyah umat
manusia khusunya, baik yang berkaitan dengan individu, sosial dan lingkungan alam, sehingga
terwujud keselarasan dan keharmonisan. Bagian kehidupan manusia yang diatur oleh syariat
adalah asfek ekonomi. Al-quran dan as-sunah sebagai sumber dalam ajaran islam banyak 
memuat prinsif-prinsif mendasar dalam melakukan tindakan ekonomi baik secara eksplisit
maupun inplisit. 

Diantara prinsif itu adalah sebagai berikut;

1)  Ta'awun (saling membantu)

Manusia adalah makhluk social, dalam segala aktivitasnya tidak bisa menapikan orang
lain termasul dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi. Dalam pandangan islam kegiatan
ekonomi termasuk bagian al-bar (kebaikan) dan ibadah, sehingga dalam pelaksanaannya
diperintahkan untuk bertaawun (saling menolong). Sebagaimana firman Allah SWT Q S Al-
Maidah [5]: 2
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Ketika taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku bisnis akan terhindar dari
sikap – sikap yang merugikan orang lain termasuk sikap monopoli. Seorang produsen ia akan
menjaga kualitas produksinya untuk membantu orang lain yang tidak mampu berproduksi,
seorang pedagang punya tujuan membantu pembeli yang membutuhkan barang tertentu.
Sehingga penjual tadi akan memberikan hak-hak bagi pembeli, penjual jasa bertujuan membantu
orang yang membutuhkan jasanya, sehingga ia akan meningkatkan pelayanannya dan
sebagainya.

2)  Keadilan

Adil dalam pandangan islam tidak diartikan sama rata, akan tetapi pengertiannya adalah
menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya atau hak-haknya. Sikap adil sangat diperlukan
dalam setiap tindakan termasuk dalam tindakan berekonomi. dengan sikap adil setiap orang yang
terlibat dalam kegiatan ekonomi akan memberikan dan  mendapatkan hak-haknya dengan benar.
Dalam menentukan honor, harga, porsentase, ukuran, timbangan dan kerugian akan tepat dan
terhindar dari sifat dzulmun (aniaya). Al-Quran memerintahkan setiap tindakan harus didasari
dengan sikap adil, karena bentuk keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan sebagaimana
firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.

3)  Logis  dan rasional tidak emosional

Islam adalah ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada umat manusia untuk
memberdayakan potensi akal dalam mempelajari ayat-ayat Allah, baik ayat quraniyah maupun
kauniyah. Dalam konteks ushul fikh syariat diturunkan oleh al-Hakim hanya bagi makhluk yang
berakal. Dalam beberapa ayat sering disindir orang yang tidak memproduktifkan akal sehatnya,
termasuk dalam tindakan ekonomi, setiap kegiatan ekonomi harus bersipat logis dan rasional
tidak berdasarkan emosinal semata. sebagai contoh, ketika ingin membangun lembaga keuangan
islam di sebuah daerah jangan dilihat hanya penduduknya yang mayoritas muslim akan tetapi
harus diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa saja transaksi-transaksi yang terjadi, dan
bagaimana mekanisme pasar yang ada.
4)  Professional

Seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan berprilaku sebagaimana
berprilakunya Allah, sebagaimana Rasulullah menyeru kepada umatnya, “berakhlaklah kalian
sebagaimana akhlak Alah”. Ada beberapa tindakan Allah yang perlu dicontoh, seperti,
memanagemen jagat raya dengan planning yang tepat, ketelitian dan perhitungan yang akurat.
Bagi muslim dalam berekonomi tentu harus punya managemen yang kokoh, planning yang
terarah, tindakan  dan perhitungan ekonomi yang cermat dan akurat yang semua itu menjadi
indicator pada propesionalime ekonomi

3.  Pondasi Ihsan Etika Islam

Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap bentuk-bentuk
kegiatan ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih terarah dan maju. Fungsi tersebut selaras
dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat
(mengontrol) engkau. Ketika tindakan ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan
sifat-sifat positif dan produktif sebagai berikut;

1.  Amanah (jujur)

Amanah dalam bahasa arab berdekatan dengan makna iman (percaya) dan berasal dari
akar kata yang sama yaitu aman. Sifat ini  muncul dari penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi
yang memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh kesadaran bahwa seluruh komponen
ekonomi; pikiran, tenaga, harta, dan segalanya adalah milik dan titipan Allah, sehingga dalam
menjalani aktivitas usaha akan berhati-hati dan waspada serta terhindar dari sipat ceroboh dan
sombong karena pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT.

2.  Sabar

Sabar diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan
termasuk dalam berekonomi. Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang
senantiasa diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses tindakan usaha tidak akan
lepas dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar
apapun problem usaha akan disikapi dengan pikiran-pikiran positif dan hati yang jernih.

Adapun efek positif dari sifat sabar, antara lain:

 segala kendala usaha dinilai sebagai pembelajaran untuk meningkatkan etos kerja
 akan siap menghadapi berbagai  bentuk kendala usaha dan tidak menghindarinya.
 akan mampu mengklasifikasi kendala dan  menempatkannya sehingga akan mendapatkan
solusi yang tepat.

3.  Tawakal

Tawakal berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal dari <span>wakala</span>
yang mengandung arti wakil. Maka tawakal diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan
penuh segala hasil usaha kepada Allah SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam
tidak melarang pelaku bisnis mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil usaha
yang dilakukan oleh seseorang masih bersifat relative, bisa untung atau rugi. Bagi pelaku usaha
yang menyerahkan segala hasil kepada Allah tidak punya beban mental yang berlebihan dan
ketika hasilnya untung tidak akan lupa diri dan apaila rugi tidak akan pesimis dan putus asa.

Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5

4.  Qanaah

Qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam
tindakan usaha. Sikap ini terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan sang khalik.
Efisiensi dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk mengurangi dan menekan beban
pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha yang dilakukan itu bidang produksi maka akan
menghasilkan prodak yang murah. Demikian pula sikap qanaah terhadap hasil berupa
keuntungan ia akan membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok
terhindar dari sikap boros dan mubadzir.

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Q.S al – Israa’ [17]: 26

5.  Wara

Wara dalam berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi.
Sikap ini tumbuh dari kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat ketat dan teliti.
Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai dari membuat planning,
operasional dan mengontrol usaha dan akan menjauhkan pelaku bisnis dari sikap ceroboh.

Ketiga prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya; akan tetapi
harus terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi.  Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta
pelaku bisnis  profesianal yang shaleh dan tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan
produktif.
E. Asas Sistem Ekonomi Islam
Dengan melakukan istiqra` terhadap hukum-hukum syara' yang menyangkut masalah
ekonomi, akan dapat disimpulkan bahawa Sistem Ekonomi (an-nizham al-iqtishadi) dalam Islam
mencakup pembahasan yang menjelaskan asas-asas yang membangun sistem ekonomi Islam
terdiri dari atas tiga asas :

 bagaimana cara memperoleh kepemilikan harta kekayaan (al-milkiyah)?


 bagaimana pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki (tasharruf fil
milkiyah)?
 bagaimana cara edaran kekayaan tersebut di tengah-tengah masyarakat (tauzi'ul tsarwah
bayna an-naas)?

1) Cara Pemilikan Harta Dalam Islam (Al-Milkiyah)

Sistem Ekonomi Islam berbeza sama sekali dengan sistem ekonomi kufur buatan manusia.
Sistem ekonomi Islam adalah sempurna kerana berasal dari wahyu, dan dari segi pemilikan, ia
menerangkan kepada kita bahawa terdapat tiga jenis pemilikan:-

 Hak Milik Umum

meliputi mineral-mineral dalam bentuk pepejal, cecair dan gas termasuk petroleum, besi,
tembaga, emas dan sebagainya yang didapati sama ada di dalam perut bumi atau di
atasnya, termasuk juga segala bentuk tenaga dan intensif tenaga serta industri-industri
berat. Semua ini merupakan hak milik umum dan wajib diuruskan (dikelola) oleh Daulah
Islamiyah(negara) manakala manfaatnya wajib dikembalikan kepada rakyat

 Hak Milik Negara

meliputi segala bentuk bayaran yang dipungut oleh negara secara syar’ie dari
warganegara, bersama dengan perolehan dari pertanian, perdagangan dan aktiviti industri,
di luar dari lingkungan pemilikan umum di atas. Negara membelanjakan perolehan
tersebut untuk kemaslahatan negara dan rakyat

 Hak Milik Individu

selain dari kedua jenis pemilikan di atas, harta-harta lain boleh dimiliki oleh individu
secara syar’ie dan setiap individu itu perlu membelanjakannya secara syar’ie juga.
2) Cara Pengelolaan Kepemilikan (At-Tasharruf Fi Al Milkiyah)

Secara dasarnya, pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki mencakup dua
kegiatan, iaitu:-.

1) Pembelanjaan harta (infaqul mal)


adalah pemberian harta kekayaan yang telah dimiliki. Dalam pembelanjaan harta milik
individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahawa harta tersebut haruslah
dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar
zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru
kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah (harus). Dan hendaknya harta tersebut
tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang
yang haram seperti minuman keras, babi, dan lain-lain.

2) Pengembangan harta (tanmiyatul mal)


adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki. Seorang muslim yang
ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan ketentuan Islam
berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah memberikan tuntunan
pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang
Islami dalam bidang pertanian, perindustrian, maupun perdagangan. Selain Islam juga
melarang pengembangan harta yang terlarang seperti dengan jalan aktiviti riba, judi, serta
aktiviti terlarang lainnya.

Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu adalah hak
negara (Daulah Islamiyah), kerana negara (Daulah Islamiyah) adalah wakil ummat. Meskipun
menyerahkan kepada negara (Daulah Islamiyah) untuk mengelolanya, namun Allah SWT telah
melarang negara (Daulah Islamiyah) untuk mengelola kepemilikan umum tersebut dengan jalan
menyerahkan penguasaannya kepada orang tertentu. Sementara mengelola dengan selain dengan
cara tersebut diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh
syara'.

Adapun pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan negara (Daulah


Islamiyah) dan kepemilikan individu, nampak jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta
hukum-hukum muamalah, seperti jual-beli, gadai (rahn), dan sebagainya. As Syari' juga telah
memperbolehkan negara (Daulah Islamiyah) dan individu untuk mengelola masing-masing
kepemilikannya, dengan cara tukar menukar (mubadalah) atau diberikan untuk orang tertentu
ataupun dengan cara lain, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh
syara’.

3) Cara Edaran Kekayaan Di Tengah Masyarakat (Tauzi'ul Tsarwah Tayna An-Naas)


Karena edaran harta kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam
memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme edaran harta
kekayaan terwujud dalam hukum syara’ yang ditetapkan untuk menjamin pemenuhan barang dan
perkhidmatan bagi setiap individu rakyat. Mekanisme ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan
sebab-sebab kepemilikan (contohnya, bekerja) serta akad-akad muamalah yang wajar (contohnya
jual-beli dan ijarah).

Namun demikian, perbezaan potensi individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan
terhadap suatu keperluan, boleh menyebabkan perbezaan edaran harta kekayaan tersebut di
antara mereka. Selain itu perbezaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan
terjadinya kesalahan dalam edaran harta kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa
hanya harta kekayaan teredar kepada segelintir orang saja, sementara yang lain kekurangan,
sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan harta, seperti emas dan perak.

Oleh kerana itu, syara' melarang berputarnya kekayaan hanya di antara orang-orang kaya
namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang. Allah SWT berfirman :

"Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." (QS.
Al-Hasyr : 7)

Di samping itu syara' juga telah mengharamkan penimbunan emas dan perak (harta
kekayaan) meskipun zakatnya tetap dikeluarkan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahawa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih." (QS. At-Taubah : 34)

F. Mekanisme Sistem Ekonomi Islam


Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:

1.Mekanisme Ekonomi

Mekanisme ekonomi adalah mekanisme melalui aktiviti ekonomi yang bersifat produktif,
berupa berbagai kegiatan pengembangan harta (tanmiyatul mal) dalam akad-akad muamalah dan
sebab-sebab kepemilikan (asbab at-tamalluk). Berbagai cara dalam mekanisme ekonomi ini,
antara lain :
 Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan
dalam kepemilikan individu (misalnya, bekerja di sektor pertanian, industri, dan
perdagangan)
 Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan harta
(tanmiyah mal) melalui kegiatan investasi (misalnya, dengan syirkah inan, mudharabah,
dan sebagainya).
 Larangan menimbun harta benda (wang, emas, dan perak) walaupun telah dikeluarkan
zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi pada ekonomi. Pada gilirannya akan
menghambat peredaran kerana tidak terjadi perputaran harta.
 Mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan di satu daerah tertentu saja misalnya
dengan memeratakan peredaran modal dan mendorong tersebarnya pusat-pusat
pertumbuhan.
 Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat menjamin pasaran.
 Larangan judi, riba, rasuah, pemberian barang dan hadiah kepada penguasa. Semua ini
akan mengumpulkan kekayaan pada pihak yang kuat semata (seperti penguasa atau
koperat).
 Memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan barang-barang milik umum (al- milkiyah al-
amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang galian, minyak, elektrik, air dan
sebagainya demi kesejahteraan rakyat.

2.Mekanisme Non-Ekonomi

Mekanisme non-ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktiviti ekonomi yang
produktif, melainkan melalui aktiviti non-produktif, misalnya pemberian (hibah, sedekah, zakat,
dll) atau warisan. Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme
ekonomi. Iaitu untuk mengatasi peredaran kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya
mengandalkan mekanisme ekonomi semata.

Mekanisme non-ekonomi diperlukan baik kerana adanya sebab-sebab alamiah maupun


non-alamiah. Sebab alamiah misalnya keadaan alam yang tandus, badan yang cacat, akal yang
lemah atau terjadinya musibah bencana alam. Semua ini akan dapat menimbulkan terjadinya
gangguan ekonomi dan terhambatnya edaran kekayaan kepada orang-orang yang memiliki
keadaan tersebut. Dengan mekanisme ekonomi biasa, edaran kekayaan boleh tidak berjalan
kerana orang-orang yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat mengikuti
kegiatan ekonomi secara normal sebagaimana orang lain. Bila dibiarkan saja, orang-orang itu,
termasuk mereka yang tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya) makin
terpinggirkan secara ekonomi. Mereka akan menjadi masyarakat yang miskin terhadap
perubahan ekonomi. Bila terus berlanjutan, boleh menyebabkan munculnya masalah sosial
seperti jenayah (curi, rompak), rogol (pelacuran) dan sebagainya, bahkan mungkin revolusi
sosial.
Mekanisme non-ekonomi juga diperlukan kerana adanya sebab-sebab non-alamiah, iaitu
adanya penyimpangan mekanisme ekonomi. Penyimpangan mekanisme ekonomi ini jika
dibiarkan akan boleh menimbulkan ketimpangan edaran kekayaan. Bila penyimpangan terjadi,
negara wajib menghilangkannya. Misalnya jika terjadi monopoli, hambatan masuk, baik
administratif maupun non-adminitratif-- dan sebagainya, atau kejahatan dalam mekanisme
ekonomi (misalnya penimbunan), harus segera dihilangkan oleh negara.

Mekanisme non-ekonomi bertujuan agar di tengah masyarakat segera terwujud


keseimbangan (al-tawazun) ekonomi, yang akan ditempuh dengan beberapa cara. Penedaran
harta dengan mekanisme non-ekonomi antara lain adalah :

 Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan.


 Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.
 Pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu kepada yang
memerlukan.
 Pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.

G. Perekonomian Islam
Perekonomian Islam ialah ekonomi menurut undang-undang Islam. Adanya dua
paradigma untuk memahami Perekonomian Islam, dengan satunya menganggap rangka politik
Islam (iaitu Khilafah), dan yang lain itu menganggap rangka politik bukan Islam yang
melahirkan suatu paradigma yang bertujuan untuk menyepadukan sesetengah rukun Islam yang
terkenal ke dalam sebuah rangka ekonomi sekular.

Paradigma pertama bertujuan untuk mentakrifkan semula masalah ekonomi sebagai suatu
masalah pengagihan sumber untuk mencapai:

 keperluan-keperluan asas dan mewah para orang perseorangan di dalam masyarakat;


 membina pasaran etika yang mempunyai persaingan kerjasama;
 memberikan ganjaran kepada penyerta-penyerta kerana terdedah kepada risiko dan/atau
liabiliti;
 membahagikan harta-harta secara adil antara kegunaan awam dan kegunaan peribadi; dan
 negara memainkan peranan yang jelas terhadap pengawasan, percukaian, pengurusan
harta awam dan memastikan peredaran kekayaan.

Gerakan-gerakan Islam yang menyeru agar politik dibaharui umumnya akan mencadangkan
paradigma ini untuk menjelaskan bagaimana mereka akan memperkenalkan pembaharuan
ekonomi. Bagaimanapun, paradigma kedua hanya mencadangkan dua hukum utama, iaitu:

 faedah tidak boleh dikenakan pada pinjaman;


 pelaburan harus menepati tanggungjawab sosial.

Perbezaan utama dari segi kewangan ialah peraturan tiada faedah kerana paradigma
pelaburan Islam yang menepati tanggungjawab sosial tidak amat berbeza dengan apa yang
diamalkan oleh agama-agama yang lain. Dalam percubaannya untuk melarang faedah, ahli-ahli
ekonomi Islam berharap untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang lebih bersifat Islam.
Bagaimanapun, gerakan-gerakan liberal dalam agama Islam mungkin akan menafikan keperluan
untuk perkara ini kerana mereka umumnya melihat Islam sebagai secocok dengan institusi-
institusi dan undang-undang sekular moden.

H. Perbedaan Mendasar Antara Sistem Ekonomi Islam dan Sistem


Ekonomi kapitalis
Perbedaan sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak hanya pada hal-hal
yang bersifat aplikatif. Namun mulai dari fasafahnya sudah berbeda. Di atas falsafah yang
berbeda ini dibangun tujuan, norma dan prinsip-prinsip yang berbeda. Hal ini karena keyakinan
seseorang mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup,
dan selera manusia. Dalam konteks yang lebih luas, keyakinan juga mempengaruhi sikap
terhadap orang lain, sumber daya, dan lingkungan.

Dalam sistem kapitalis, Tuhan dipensiunkan (retired God). Hal ini direfleksikan dalam
konsep “laissez faire” dan “invisible hand”. Dari falsafah ini kita bisa melihat tujuan ekonomi
kapitalis hanya sekadar pertumbuhan ekonomi. Asumsinya dengan pertumbuhan ekonomi setiap
individu dapat melakukan kegiatan ekonomi demi tercapainya kepuasan individu.

Begitu pula dengan norma-norma ekonomi. Karena peran Tuhan sudah ditiadakan, semua
hal diserahkan kepada individu. Akibatnya dalam sistem kapitalis kepemilikian individu menjadi
absolut. Norma-norma yang dibangun berdasarkan pada individualisme dan utilitarianisme.
Setiap barang dianggap baik selama bernilai jual. Tidak ada batasan ataupun norma yang jelas,
baik dan buruk diserahkan kepada individu masing-masing. Dari sinilah kerusakan berawal.
Terjadi kedzaliman terhadap sesama manusia, ketimpangan ekonomi dan sosial, perusakan alam,
dan sebagainya. Semuanya terjadi demi meraih kepuasan individu tanpa dibatasi oleh norma-
norma agama.

Falsafah ekonimi Islam secara umum dapat dilihat dari surat al-Muthaffifin ayat 1 sampai
6. Allah berfirman: 1) Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. 2) (Yaitu) orang-
orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. 3) Dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. 4) Tidaklah orang-
orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. 5) Pada suatu hari yang
besar. 6) (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
Ayat di atas menunjukkan adanya hubungan yang erat antara agama, keyakinan kepada
Allah, keyakinan kepada hari Akhir, perilaku ekonomi, dan sistem ekonomi. Karena itu, dari sisi
tujuannya, ekonomi Islam bertujuan mencapai kesejahteraan manusia dalam rangka ibadah
kepada Allah.

Umat Islam juga meyakini Allah yang menciptakan bumi beserta isinya. Karena itu,
pemilik hakiki bumi dan seisinya adalah Allah. Manusia hanya diberi hak pakai (sebagai
amanah). Karena itu, manusia memiliki kewajiban untuk mengelolanya sesuai dengan otorisasi
Syara’ (berdasarkan norma-norma Islam). Hal ini karena apapun yang dilakukan manusia di
dunia akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Dampak positifnya adalah manusia
akan senantiasa hati-hati dalam bertindak dan akan selalu memperhatikan rambu-rambu yang
telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

Dengan falsafah tersebut, dalam konsep kepemilikan misalnya, sistem ekonomi Islam
berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme. Abdul Sami’ al-Mishri dalam Pilar-Pilar Ekonomi
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) merinci konsep kepemilikan. Pertama, kepemilikan
hanya ada dalam area yang tidak menimbulkan kedzaliman bagi orang lain. Kedua, tidak semua
barang bisa dimiliki individu. Barang-barang yang menyangkut kebutuhan orang banyak tidak
bisa dimiliki, seperti padang rumput, sumber air dan sumber energi. Ketiga, terdapat hak milik
orang lain atas barang yang dimiliki oleh seorang muslim, dan harus ditunaikan sesuai dengan
ketentuan Allah (zakat, infak, shadaqah, dan sebagainya). Keempat, kepemilikan harus
didapatkan dengan jalan halal.

I. Kepentingan Sistem Ekonomi Islam Terhadap Masyarakat


Indonesia
Islam adalah sebuah cara hidup yang paling lengkap di atas muka bumi Allah dan agama
yang paling layak dianuti hanyalah Agama Islam. Manusia diturunkan ke muka bumi ini untuk
menjadi khalifah bagi membangun dan memakmurkan bumi ini dengan mengikuti peraturan dan
kehendak yang telah ditetapkan oleh Pencipta Alam ini. Segala apa yang berlaku di bumi ini
adalah mengikut aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Namun begitu, ada dikalangan
manusia yang sering melanggar peraturan dan ketetapan ini hingga sampai merosakkan bumi
mengikut hawa nafsu mereka. Segala kegiatan perekonomian yang berlaku di dunia ini juga
mengikut ketetapan dari Ilahi. Segala harta yang ada pada manusia adalah anugerah dari Yang
Maha Kuasa. Manusia dipinjamkan sedikit sahaja harta di dunia untuk dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Setiap harta yang dimiliki ini akhirnya akan dihitung dan disoal oleh Allah SWT
kelak untuk dipertanggungjawabkan.

  Kegiatan perekonomian amat penting untuk membawa manusia kepada satu cara hidup
yang tersusun. Maksud ekonomi yang berasal daripada bahasa greek iaitu [aikos] yang
bermaksud ‘rumah’, dan [nemo], yang bermaksud ‘peraturan’, (iaitu pengurusan rumah tangga)
merupakan satu cabang sains sosial yang mengkaji pembahagian sumber yang terhad untuk
memenuhi keperluan manusia. Perkara ini termasuk kajian mengenai pengeluaran dan
penggunaan melalui pembolehubah yang dapat diukur meliputi analisa pengeluaran, pengedaran
dan penggunaan barang dan perkhidmatan.

  Sistem Ekonomi yang diguna pakai kebanyakan masyarakat di zaman ini adalah sistem
yang tidak berteraskan syariat Islam iaitu sistem ekonomi konvensional ataupun lebih dikenali
dengan nama sistem Kapitalis. Terdapat pelbagai lagi sistem yang tidak mengikut syariat seperti
sosialisme dan komunisme. Sistem kapitalis inilah yang paling meluas di gunakan pada
masakini. Sistem ekonomi ini juga dikenali sebagai sistem perusahaan bebas. Melalui sistem ini,
setiap individu adalah berhak untuk menggunakan dan mengawal barang-barang ekonomi yang
diperolehinya, mencegah orang lain daripada menggunakan barang itu dan memutuskan
bagaimana barang-barang itu perlu digunakan selepas kematian. Di dalam hal ini, setiap individu
mahupun organisasi adalah bebas untuk mengaut segala hasil ataupun keuntungan dengan
menggunakan apa jua cara sekalipun sama ada mengikut peraturan atau tidak.

  Sebelum ini telah dinyatakan berkenaan pemahaman asas mengenai ekonomi dan salah
satu sistem yang digunakan pada masa kini iaitu sistem Kapitalis. Adakah tidak ada sistem lain
yang patut digunakan atau diamalkan? Kita telah diajar dengan pelbagai pelajaran dan
pengajaran berpandukan Al-Quran dan As-Sunnah. Umat  Islam dibangkitkan di dunia ini adalah
untuk memakmurkan muka bumi ini dengan mengikut segala batas dan peraturan yang telah
ditetapkan dan ianya menetapi nilai-nilai murni dalam masyarakat. Pada zaman Rasulullah
SAW, baginda telah melaksanakan sistem ekonomi Islam untuk memaju dan membangunkan
kerajaan Islam pada masa itu. Sistem ekonomi Islam yang Baginda gagaskan telah menjatuhkan
sistem-sistem lain yang digunakan di mana kebanyakannya menindas manusia dan mengkayakan
golongan-golongan tertentu sahaja. Sudah Telah terbukti inilah satu sistem ekonomi terbaik yang
telah Baginda SAW tunjukkan pada kita dan sewajibnya umat Islam pada masa ini mengamalkan
sistem ekonomi yang berlandaskan syariat Islam.

Ekonomi Islam bermaksud satu ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
diatur berdasarkan syariat Islam yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah serta didasari
dengan keimanan. Seain daripa sistem yang mengikut syariat Islam, pengamalnya sendiri
mestilah mereka yang mempunyai integriti,kredibiliti, keimanan dan ketakwaan yang tinggi.
Tuntutan untuk melaksanakan ekonomi mengikut ajaran Islam adalah sangat penting kerana
Islam adalah cara hidup bagi umat manusia yang menyatukan kehendak-kehendak kebendaan
dan rohani manusia. Dua tokoh penting yang sering disebut sebagai bapa ekonomi Islam ialah
Ibnu Taymiyah (1262-1328 masihi) dan Ibnu Khaldun (1332-1406 masihi)
  Asas-asas ekonomi Islam terkandung di dalam Al-Quran dan juga As-Sunnah Rasullullah
SAW. Daripada sumber-sumber inilah para ulama’ dan ahli ekonomi Islam telah mengeluarkan
dan mengetengahkan beberapa prinsip penting di dalam sistem ekonomi Islam. Prinsip-prinsip
utama telah di rumus seperti berikut:

 Kesatuan (unity)
 Keseimbangan (equilibrium)
 Kebebasan (free will)
 Tanggungjawab (responsibility)

  Islam amat menitik berat soal keadilan dalam semua perkara, dengan mengharamkan
segala bentuk penindasan, amalan riba, penipuan, rasuah, monopoli yang tidak seimbang,
manipulasi pasaran dan segala bentuk penyelewengan atau perkara-perkara yang menzalimi dan
merugikan pihak-pihak tertentu. Allah telah berfirman di dalam Al-Quran Surah An-Nisa’ ayat
29 yang bermaksud:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan (gunakan) harta-harta kamu
sesama kamu dengan jalan yang salah (tipu, judi, dan sebagainya), kecuali dengan jalan
perniagaan yang dilakukan secara suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu
berbunuh-bunuhan sesama sendiri. Sesungguhnya Allah sentiasa mengasihani kamu.”

  Salah satu cara yang terbaik untuk diamalkan oleh masyarakat Islam bagi meningkatkan
taraf hidup dan ekonomi ialah melalui bidang perniagaan. Pelaksanaannya perniagaan haruslah
mengikut batas-batas syariat dan juga mengikut acuan sistem ekonomi Islam. Nabi SAW pernah
bersabda:

“ Sembilan persepuluh punca rezeki itu adalah melalui bidang perniagaan.”

( Riwayat Abu said bin Mansur)

           Ekonomi Islam dapat menjana pelbagai hasil dan ianya melengkapi keperluan dan
kehendak bagi memenuhi kemaslahatan masyarakat. Hasil yang diperolehi dapat menjana
ekonomi sesebuah masyarakat, kerajaan ataupun organisasi. Allah telah menjadikan bumi ini
tempat untuk manusia meneroka dan mengeksploitasi segala sumbernya. Sumber-sumber seperti
petroleum, gas, ternakan, pertanian, semua hasil bumi dan pelbagai sumber lain yang diperolehi
mestilah digunakan dan disalurkan dengan mengikut peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT. Penggunaan sumber-sumber ini adalah salah satu daripada proses pelaksanaan dan
pembangunan ekonomi.

  Banyak manfaat dan kelebihan yang masyarakat akan dapat nikmati melalui pengamalan
sistem ekonomi Islam dan seterusnya mengenepikan sistem konvensional yang menindas
masyarakat dan cuma menguntungkan pihak-pihak tertentu sahaja. Oleh itu, menjadi
tanggungjawab kita sebagai umat Islam bagi melaksanakan dan menjalankan kegiatan ekonomi
berteraskan syariat Islam dan dapat menunjukkan bahawa Islam ini sebagai satu cara hidup yang
terbaik untuk manusia.

  Melaksanakan sistem ekonomi Islam adalah salah satu tuntutan dalam syariat Islam.
Ianya sangat penting bagi meningkatkan sosio ekonomi umat Islam khususnya dan umat manusia
umumnya. Dengan terlaksananya sistem ekonomi Islam, maka kehidupan manusia akan lebih
tersusun dan terjamin tanpa ada sebarang penindasan dari pihak yang tidak bertanggungjawab.
Islam akan menjamin kehidupan umat Islam dan juga bukan Islam. Oleh itu, marilah kita sama-
sama melaksanakan tuntutan ini dengan membuat perubahan ke arah yang lebih baik dan betapa
pentingnya untuk kita melaksanakan sistem ekonomi berteraskan tuntutan syariat.

Anda mungkin juga menyukai