Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam konteks sosial-ekonomi, ajaran Islam bersifat dinamis serta


keberpihakanya pada keadilan sosial bersifat mutlak. Ajaran Islam tentang
ekonomi merupakan bagian dari visi besarnya tentang etika universal. Aspek baru
ekonomi islam yang berbeda dengan lainnya, baik ekonomi Neo-Klasik, Marxis,
Intitusional dan lain-lain adalah keberpihakannya pada nilai etik-religius.
Ilmu ekonomi dalam Islam berkembang secara bertahap sebagai suatu
bidang ilmu interdisipilin yang menjadi bahan kajian para fuqaha, mufasir, filosof,
sosiolog, dan politikus. Para cendikiawan Muslim pada akad klasik tidak terjebak
umat mengotak-ngotakkan berbagai ilmu tersebut seperti yang dilakukan oleh
para pemikir saat ini. Mereka melihat ilmu-ilmu tersebut sebagai ayat-ayat Allah
yang bertebaran diseluruh alam. Dalam pandangan mereka, ilmu-ilmu itu,
walaupun sepintas terlihat berbeda-beda dan bermacam-macam, pada hakikatnya
semua itu berasal dari sumber yang satu, yaitu dari Tuhan Yang Maha Esa, Yang
Maha Benar yaitu Allah SWT.
Ekonomi Islam sebagai salah satu cabang ilmu menuntun pelaku ekonomi
pada pencapaian  kesejahteran hidup  melalui distribusi  sumber daya  yang
didasarkan pada maqosid syari`ah (Chapra, 2001). Aturan ini juga merupakan 
perangkat nilai, moral etis dalam beraktifitas lainnya yang memberikan daya
kontrol bagi setiap muslim dalam menjalankan perilaku kehidupan ekonominya.
Pada era kekinian tampaknya ekonomi Islam telah hadir sebagai solusi alternatif
di tengah pertarungan antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialisme sebagai
sistem yang sedang mengalami kebuntuhan karena belum mampu memecahkan
segenap permasalahan ekonomi. Sehingga makalah ini dihadirkan untuk menjadi
bahan pengantar diskusi seputar konsep dasar ekonomi Islam.
Sedangkan bisnis merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan mempunyai
peranan yang sangat vital dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan
bisnis mempengaruhi semua tingkat kehidupan manusia baik individu, sosial,

1
regional, nasional maupun internasional. Tiap hari jutaan manusia melakukan
kegiatan bisnis sebagai produsen, perantara maupun sebagai konsumen.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Hal-hal yang terjadi dalam kegiatan ini
adalah tukar menukar, jual beli, memproduksi kemudian memasarkan, bekerja
memperkerjakan, serta interaksi manusiawi lainnya, dengan tujuan memperoleh
keuntungan (Bertens, 2000:17). Dalam kegiatan perdagangan (bisnis), pelaku
usaha atau pebisnis dan konsumen (pemakai barang dan jasa) sama-sama
mempunyai kebutuhan dan kepentingan. Pelaku usaha harus memiliki tanggung
jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Untuk itu sangat
diperlukan aturan-aturan dan nilai-nilai yang mengatur kegiatan bisnis tersebut
agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dan dieksploitasi baik pihak konsumen,
karyawan maupun siapa saja yang ikut terlibat dalam kegiatan bisnis tersebut .
Selain membahas tentang konsep ekonomi Islam, makalah ini juga dihadirkan
untuk menjadi bahan pengantar diskusi seputar konsep bisnis dalam Islam dan
pandangan Islam terhadap bisnis tersebut.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana konsep dasar ekonomi Islam?


b. Bagaiamana pandangan Islam tentang bisnis?
c. Bagaimana maksud, tujuan dan orientasi bisnis Islam?
d. Apa perbedaan antara bisnis Islam dan bisnis non-Islam?

3. Tujuan Pembahasan

a. Untuk mengetahui konsep dasar ekonomi Islam.


b. Untuk mengetahui pandangan Islam tentang bisnis.
c. Untuk mengetahui maksud, tujuan dan orientasi bisnis Islam.
d. Untuk mengetahui perbedaan antara bisnis Islam dan bisnis non-Islam.
4. Manfaat Penulisan

2
a. Hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan sumber informasi dan
masukan bagi mahasiswa untuk lebih mendalami ekonomi dan bisnis
Islam.
b. Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pemahaman penulis tentang konsep dasar ekonomi Islam dan
pengetahuan tentang bisnis Islam.

BAB II

3
PEMBAHASAN

1. Definisi Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi


manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari
dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Dari beberapa pendapat para ahli yang dapat penulis himpun, definisi
ekonomi Islam terjabarkan dalam paparan berikut ini.
a. Dr. Rofiq Yunan al-Misri dalam bukunya yang berjudul Ushulul Iqtishad
Al-Islamiyah berpendapat bahwa istilah Iqtishad yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia “ekonomi” pada hakekatnya bermakna al-Qasdu yang
berarti al-tawasud (Pertengahan) dan al-I’tidl (adil/berkeadilan). Difinisi ini
mengacu pada ayat al-Qur’an yang terdapat dalam S. Lukman: 19 dan S. al-
Maidah : 66.5
b. Menurut Baqr Sadr ekonomi Islam merupakan sebuah ajaran atau doktrin
dan bukan hanya ilmu ekonomi murni, sebab apa yang terkandung dalam
ekonomi Islam bertujuan memberikan solusi hidup yang paling baik.6 Oleh
karena itu, menurut Baqr Sadr, haruslah dibedakan antara ilmu ekonomi
(science of economic) dengan doktrin ilmu ekonomi (doctrine of economic).
Dengan kata lain, Baqr Sadr memandang ilmu ekonomi hanya sebatas
mengantarkan manusia pada pemahaman bagaimana aktifitas ekonomi
berjalan. Sedangkan doktrin ilmu ekonomi bukan hanya sekedar
memberikan pemahaman pada manusia bagaimana aktifitas ekonomi
berjalan, namun lebih pada ketercapaian kepentingan duniawi dan ukhrowi.
Oleh karena itu, perbedaan pokok antara ekonomi Islam dengan ekonomi
konvensional adalah terletak pada landasan filosofisnya bukan pada sainnya.
c. Sedangkan menurut M.A Mannan, ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan
sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami
oleh nilai-nilai Islam.[2] Bagi Mannan ekonomi Islam merupakan studi
tentang masalah-masalah ekonomi dari setiap individu dalam masyarakat

4
yang memiliki kepercayaan terhadap nilai-nilai kehidupan Islam atau Homo
Islamicus. Secara keseluruhan gagasan ekonomi M.A Mannan dapat
dikategorikan sebagai gagasan Islamisasi ekonomi konvensional. Hal ini
nampak dalam pola pendekatan yang di pakai yang di awal dikatakan
sebagai pola pendekatan ekletis.

2. Konsep Dasar Ekonomi Islam\


Ada tiga aspek mendasar dalam ajaran Islam mengenai ekonomi islam,
yaitu:
a. Aspek akidah
Ekonomi islam dalam dimensi akidahnya dibagi menjadi dua, antara lain:
1. Ekonomi islam bersifat ekonomi ilahiyah.
Segala pembahasan yang berkaitan dengan ekonomi islam sebagai
ekonomi ilahiyah, berpijak pada ajaran tauhid uluhiyyah. Ketika
seseorang mengesakan dan menyembah Allah, dikarenakan Allah
sebagai dzat yang wajib disembah, maka akan berimpilkasi pada adanya
niat yang tulus bahwa segala pekerjaan yang dilakukan manusia dalam
rangka beribadah kepada Allah (bentuk penyembahan kepadaNya).
Termasuk ketika seseorang melakukan kegiatan ekonomi baik dari
skala mikro maupun makro, seseorang haruslah selalu teringat bahwa
segala yang dilakukannya adalah ibadahnya kepada sang pencipta.
Dalam kondisi seperti ini, alam bawah sadar seseorang akan selalu
menolak setiap pekerjaan yang dianggap tidak baik dan berimplikasi
pada kerugian bagi orang lain.
2. Ekonomi islam bersifat Rabbaniyah
Ekonomi islam bersifat Rabbaniyah berpijak pada tawhid
rububiyah. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah melalui segala
hal yang telah diciptakanNya, dengan selalu meyakini bahwa Allah
adalah pemberi rezeki dan pemilik semesta alam. Maka ketika
seseorang telah bersyahadat dan berikrar mengabdi kepada Allah, ia

5
harus mampu memanfaatkan apa yang ada didunia ini dengan sebaik-
baiknya, sehingga bisa membawa kemaslahatan bagi masyarakat.
3.   Asma
Segalah hal yang terangkum dalam tawhid asma yang akan
menyadarkan manusia bahwa mereka hanyalah seorang yang diberikan
amanah oleh Allah untuk dapat mengelola alam semesta ini, agar bisa
menyejahterakan kehidupan mereka. Dalam aktivitas ekonomi perlu
adanya penghayatan bahwa segala yang ada didunia ini merupakan
milik Allah dan manusia hanya memperoleh hak untuk
memnafaatkannya demi tercapainya kemaslahatan individu dan
masyarakat.
4. Aspek Syariah
Ketika menjalankan ekonomi islam yang bersifat uluhiyyah dan
Rabbaniyah, seseorang haruslah berjalan sesuai dnegan rambu-rambu
yang telah ditetapkan oleh syar’i (Allah), melalui syariatNya. Kaidah
yang berlaku untuk segala aktivitas ekonomi yaitu: “segala sesuatau
(dalam hal muamalat) boleh dilakukan, sampai ada dalil yang
mengharamkan.” Atas dasar kaidah tersebut, maka segala aktivitas
dalam ekonomi islam yang membawa kemaslahatan dan tidak ada
larangan didalamnya boleh dilakukan.
5. Aspek Akhlak
Menegakkan norma dan etika yang merupakan ‘ruh’ ekonomi
islam itu sendiri, dengan cara mentransformasikan etika transdental
(etika yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits) dalam segala
aktivitas ekonomi.

3. Pandangan Islam Tentang Bisnis

Secara bahasa, al-syariah atau syariat memiliki arti sumber air minum atau


dapat juga diartikan sebagai jalan lurus. Sedangkan secara istilah, syariat berarti

6
undang-undang atau aturan yang diturunkan oleh Allah SWT melalui rasul-Nya
yaitu Nabi Muhammad SAW.
Aturan ini berlaku untuk seluruh umat manusia dan mencakup berbagai
macam hal. Mulai dari masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian,
bahkanmuamalah atau bagaimana cara manusia saling berinteraksi sehingga bisa
meraih kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat.
Bisnis dalam hal ini termasuk ke dalam bab muamalah atau interaksi antara
sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Karena itu, dalam menjalankan
bisnis pun seorang muslim harus menyesuaikan dengan landasan hukum syariat
yang telah Allah tetapkan. Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah
(kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi
dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram)
(Yusanto dan Karebet, 2002 : 18).
Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim,
khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah
satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk
memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi
serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari
rizki.
4. Maksud, Tujuan dan Orientasi Bisnis Islam

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang sudah pasti mempunyai


tujuan tertentu termasuk kegiatan bisnis. Ada beberapa tujuan bisnis syariah yang
sangat penting diantara lain: Memperoleh keuntungan material dan non material.
Dalam menjalakan bisnis sudah pasti seseorang menginginkan keuntungan atau
profit. Keuntungan material harus dapat melahirkan keuntungan non profit secara
umum maupun khusus. Misalnya, dapat menciptakan suasana yang kondusif,
persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.
Apapun bentuk kegiatan bisnis tetap dituntut untuk mewujudkan ukhuwah
islamiyah, bukan justru bersifat individualistik egoistik. Aspek yang diterapkan

7
dalam aktivitas bisnis islam yaitu qimah khuluqiyah. Setiap aktivitas bisnis
haruslah dapat melahirkan nilai-nilai ahklak karimah, bukan semata-mata terjadi
hubungan fungsional dan profesional. Ini merupakan keharusan dalam setiap
aktivitas bisnis dalam perspektif syariah.
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya, adalah qimah ruhiyah yaitu setiap
aktivitas bisnis harus dapat menumbuhkan jiwa yang dekat kepada Allah, bukan
malah merasa jauh kepada Allah. Berikut tujuan dan maksud bisnis Islam:
a. Mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi
Keuntungan material yang diperoleh dalam menjalankan aktivitas
bisnis diharapkan dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dengan
adanya pertumbuhan bisnis yang dijalakan akan menjadi maju dan besar.
Hal ini ternyata dapat menjaga eksistensi bisnis atau perusahaan yang
menjalankannya. Atas dasar ini, diharapkan dapat mewujudkan eksistensi
kehidupan yang harmonis di tengah-tengah masyarakkat, sekaligus juga
mempertahankan syariat agama Allah di muka bumi.
b. Menjaga keberlangsungan bisnis
Bisnis syariah memberikan hak untuk mengambil keuntungan material
dan keuntungan non material. Batas dalam mengambil keuntungan material
sesungguhnya tidak pernah dibatasi dalam Al-Qur’an dan hadis. Allah dan
Rasulullah selalu menganjurkan untuk mewujudkan kehidupan yang
harmonis, santun, dan penuh dengan rasa kasih sayang, maka tetap
dianjurkan untuk tidak mengambil keuntungan yang cukup besar.
Biasanya kalau ada pedagang yang mengambil untung lebih besar,
para pelanggan akan mencari tempat yang harganya relatif murah. Jika hal
ini terjadi, tentunya keberlangsungan kegiatan bisnis tidak dapat
dipertahankan dengan baik.
c. Memperoleh berkah dari Allah
Berkah adalah bertambahnya kebajikan dan ketenangan dalam diri
seseorang yang tidak dapat dihitung secara matematik. Tentang masalah
berkah ini secara implisit dinyatakan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang
artinya ”sedekah itu tidak mengurangi harta, dan Allah tidak akan

8
menambah seorang hamba yang memberi maaf kepada saudarantya kecuali
kemuliaan, dan tidak akan memperoleh seorang hamba Allah yang bersifat
tawaduk atau rendah diri kecuali Allah telah mengankat martabatnya”.
d. Mendapat Ridho Allah
Umat Islam, mempunyai keyakinan bahwa jika hidupnya mendapat
ridho Allah akan pasti tenang, tentram, harmonis, dan selamat dunia dan
akhirat. Dalam hal menjalankan bisnis islam, dengan konsep ada yang halal
dan yang haram serta tidak melakukan kezaliman, harapannya ingin
mendapatkan ridho Allah.
Allah telah mengingatkan kepada hamba-Nya bahwa segala
kehidupan harus mendapatkan ridho Allah. Hal ini dijelaskan dalam surat
al-An’am ayat 162 yang artinya “katakanlah: “sesungguhnya shalatku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah ntuk Allah, Tuhan semesta alam”.
e. Mendapatkan Ketenangan lahir dan batin
Dalam hidup ini, kalau seseorang mematuhi peraturan, niscaya dia
akan selamat dan akan mendapatkan ketenangan yang dimaksud. Hidup ini
harus mematuhi setiap apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi
larangan-larangan Allah. Jika kita, melanggar larangan Allah pasti akan
mendatangakan malapetaka dan kegelisahan dalam hidup. Dalam hal bisnis,
Allah telah membuat aturan yang jelas, seperti haramnya riba, pengurangan
timbangan, pemalsuan barang, menyembunyikan cacat barang dan lain-lain.
Ketentuan-ketentuan bisnis syariah mampu melahirkan ketenteraman lahir
dan batin bagi orang-orang yang mematuhinya.
Sedangkan orientasi bisnis menurut Islam sejatinya tidak bertentangan
dengan Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat
Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia
Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama . Tentu saja bisnis islam
juga berorientasi pada :
1. Keuntungan Penjual dan Pembeli
2. Kemasalahatan Masyarakat
3. Terperdayakannya social

9
4. Hilangnya pengangguran dan bertambahnya lahan pekerjaan
5. Mengoptimalkan sumber daya alam yang telah Allah berikan
Orientasi dari bisis islam bukan hanya sekedar menguntungkan satu orang
saja apalagi pihak yang memiliki bisnis melainkan kepada orang-orang lain yang
juga terlbat dalam bisnis baik secara langsung atau tidak. Tentu saja bisnis islam
harus sesuai dengan prinsip dalam Transaksi Ekonomi dalam Islam, Ekonomi
Dalam Islam, dan Hukum Ekonomi Syariah Menurut Islam.
Selain itu, untuk dapat menjalankan bisnis sesuai orientasi islam,  juga harus
mengetahui tentang Macam-macam Riba, Hak dan Kewajiban dalam Islam, Fiqih
Muamalah Jual Beli, dan Jual Beli Kredit Dalam Islam agar orientasi bisnis halal
tetap terjaga.

6. Perbedaan Antara Bisnis Islam dan Bisnis Non-Islam

Bisnis merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau


sekelompok orang untuk menyediakan barang atau jasa dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan. Dalam menjalankan bisnis, tentunya ada sebuah proses,
atau biasa dikenal dengan proses bisnis. Proses bisnis terbagi dua, pertama Proses
Bisnis Syariah, dan kedua Proses Bisnis Konvensional.
Proses bisnis syariah yaitu proses bisnis yang berlandaskan prinsip-prinsip
islam dan terikat pada moral dan etika sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Hadist.
Sedangkan proses bisnis konvensional yaitu proses bisnis yang berlandaskan
dasar pemikiran dan kemampuan manusia. Berikut adalah perbedaan antara bisnis
Islam dan non-Islam yakni:

A. Sumber Bisnis

Proses bisnis syariah bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Semua


proses yang terjadi dalam sebuah bisnis harus sesuai dengan aturan yang
terdapat dalam Al-Quran dan Hadist. Misalnya dalam Al-Quran
menyebutkan larangan adanya “sistem kredit” dalam sebuah bisnis.

10
Sehingga dalam proses bisnis Syariah Anda tidak akan menemukan
penggunaan sistem kredit.
Sedangkan dalam proses bisnis konvensional bersumber dari daya
pikir (akal) manusia. Artinya, setiap bisnis (perusahaan) akan memiliki
aturan dan pedoman yang berbeda-beda sesuai dengan aturan yang telah
dibuat atau disepakati. Misalnya perusahaan A menggunakan sistem kredit
dengan menetapkan suku bunga sebesar 10% pada suatu barang. Akan tetapi
berbeda dengan perusahaan B yang sama-sama menggunakan sistem kredit,
namun menetapkan suku bunga sebesar 7% (tergantung peraturan masing-
masing perusahaan yang telah dibuat).
B. Pondasi Bisnis
Pondasi bisnis biasanya dikaitkan dengan halal atau tidaknya suatu
bisnis yang dijalankan. Dalam proses bisnis syariah, pelaku bisnis akan
menjalankan suatu bisnis yang diperbolehkan (dihalalkan) berdasarkan
Syariah Islam dan tidak menjalankan bisnis yang dilarang (diharamkan).
Sebenarnya hal ini juga dikaitkan dengan poin pertama (sumber bisnis
syariah), dimana setiap bisnis yang dijalankan bersumber dari Al-Quran dan
Hadist. Contohnya pelaku bisnis tidak akan membuka usaha (bisnis)
menjual minuman keras, karena dalam Al-Quran mengharamkan meminum
minuman keras bagi umat Muslim.
Berbeda dengan proses bisnis konvensional yang hanya berfokus
untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga hampir
semua bisnis yang dilakukan dianggap halal. Tidak ada larangan untuk
menjalankan suatu bisnis walaupun dilarang dalam Syariah Islam.
Contohnya perusahaan yang menjual minuman keras.
C. Pola Bisnis
Proses Bisnis Syariah selalu didahului akad/perjanjian. Dalam akad
terdapat sejumlah unsur yang harus dipenuhi. Unsur tersebut yaitu sighat
(pernyataan) akad, terdiri dari lafaz ijab dan kabul, pihak yang berakad baik
dua orang atau lebih, serta hal yang diakadkan.

11
Sebagai contoh, seorang pengusaha mengikat perjanjian dengan petani
anggur. Si pengusaha memberikan sejumlah uang sebagai biaya bagi petani
untuk menanam anggur. Si pengusaha memberitahu petani anggur yang
dipanen akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan khamr. Maka, akad
antara pengusaha dengan petani ini dianggap tidak sah karena adanya niat
dari si pengusaha untuk membuat khamr. Sedangkan dalam bisnis
konvensional, tidak selalu didahului akad/perjanjian dalam pelaksanaannya.
D. Implementasi Bisnis
Dikarenakan bisnis yang dijalankan bersumber dari Al-Quran dan
Hadist, sehingga Implementasi bisnis syariah yang dijalankan sudah benar
dalam Syariah Islam. Berbeda dengan bisnis yang konvensional, dimana
setiap bisnis yang dijalankan didasarkan oleh pikiran manusia. Sehingga
semua proses bisnis dalam bisnis konvensional sudah benar jika dijalankan
berdasarkan aturan perusahaan yang telah dibuat dan disepakati.
E. Investasi
Dalam bisnis biasanya terjadi hubungan bisnis antara dua orang atau
lebih. Contohnya dalam bisnis sawah, terdapat dua pelaku bisnis, yaitu
pemilik lahan dan pengelola lahan. Berdasarkan contoh diatas, dalam bisnis
syariah keuntungan yang didapatkan oleh kedua pelaku bisnis tersebut
menggunakan “sistem bagi hasil”. Dimana keuntungan yang didapatkan
oleh pelaku bisnis mendapatkan hak yang sama banyak (sama besar)
berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Jika pemilik lahan
memperoleh hasil 50% dari keuntungan yang didapatkan, maka pengelola
lahan juga akan memperoleh hasil sebesar 50%.
Namun, pada bisnis konvensional keuntungan yang didapatkan oleh
pelaku bisnis menggunakan “sistem suku bunga”, dimana kedua pelaku
bisnis belum tentu mendapatkan hak yang sama atas keuntungan yang
didapatkan (juga didasarkan kesepakatan kedua belah pihak). Jika dalam
perjanjian pemilik lahan memperoleh hasil 70% dari keuntungan yang
didapatkan, dimana 50% merupakan keuntungan bersih dan 20% merupakan

12
suku bunga atas kepemilikan lahan. Sedangkan pengelola lahan hanya
mendapatkan 30% saja.

13
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi


manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan
didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan
rukun Islam.
Sedangkan bisnis dalam hal ini termasuk ke dalam bab muamalah atau
interaksi antara sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Karena
itu, dalam menjalankan bisnis pun seorang muslim harus menyesuaikan
dengan landasan hukum syariat yang telah Allah tetapkan. Adapun dalam
Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan
hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara
perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram)

14
DAFTAR PUSTAKA

Sofyan, Riyanto. Bisnis Syariah, Mengapa Tidak?. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Kasmir. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
https://www.coursehero.com/file/25995711/MAKALAH-KONSEP-EKONOMI-ISLAMdocx/

15

Anda mungkin juga menyukai