Fakultas : FBIS
Program studi : Manajemen
Tatap Muka
01
Kode Matakuliah : W1119021
Disusun oleh : Ari Apriani, S.E., M.M
A. Pendahuluan
Kini dunia ekonomi telah mengalami polarisasi dari dua kekuatan sistem ekonomi, yaitu
Sistem Ekonomi Konvensional dan Sistem Ekonomi Islam. Sistem ekonomi konvensional merupakan
sistem ekonomi yang banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Ekonomi
konvensional merupakan sistem ekonomi yang memberikan kebebasan penuh kepada setiap orang
untuk melakukan kegiatan perekonomian, pemerintah juga bisa ikut andil untuk memantau kegiatan
perekonomian yang berjalan, bisa juga tidak. Sedangkan sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem
ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam, bersumber dari al-quran, as-sunnah, ijma
dan qiyas. Nilai-nilai sistem sistem ekonomi Islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan
ajaran Islam yang komprehensif.
Ekonomi Islam saat ini telah berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dari maraknya
lembaga-lembaga perekonomian baik bisnis maupun keuangan yang melaksanakan usahanya dengan
berdasarkan syariat Islam. Beberapa lembaga tersebut antara lain bank syariah, asuransi syariah, hotel
syariah, dll.
Ekonomi Islam pun telah terbukti mampu memajukan perekonomian, sebagaimana telah
dibuktikan pada kekhalifahan Islam, dimana pada saat itu negara-negara barat sedang mengalami
zaman kegelapan (dark ages). Zaman keemasan tersebut mengalami kemunduran seiring terjadinya
distorsi dari syariah Islam yang nilai-nilainya sangat universal. Karena itu penggalian nilai-nilai dan
metode serta cara mengelola perekonomian secara syariah menjadi penting adanya. Apalagi
permintaan terhadap metode ini merupakan kebutuhan umat dan masyarakat.
Kehandalan perekonomian Islam juga telah terbukti di Indonesia, setidaknya pada saat
terjadinya krisis moteter yang membawa pada krisis perekonomian dan multidimensional (1998),
bank-bank syariah mampu survive dan terhindar dari krisis perbankan dan rekapitalisasi perbankan.
Hal ini dikarenakan sistem syariah yang tidak memungkinkan adanya negative spread.
D. Prinsip-prinsip Ekonomi
Ilmu ekonomi lahir sebagai sebuah disiplin ilmiah setelah berpisahnya aktifitas produksi dan
konsumsi. Ekonomi merupakan aktifitas yang boleh dikatakan sama halnya dengan keberadaan
manusia di muka bumi ini, sehingga kemudian timbul motif ekonomi, yaitu keinginan seseorang
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Prinsip ekonomi adalah langkah yang dilakukan manusia
dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil yang
maksimal.
Kemudian landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya sistem ekonomi Islam adalah sebagai
berikut:
Nilai dasar sistem ekonomi Islam:
1. Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
2. Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3. Keadilan antar sesama manusia.
Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan produktifitas, serta asas manfaat
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.
Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku
khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.
Berbicara tentang sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa dilepaskan
dari perbedaan pendapat mengenai halal-haramnya bunga yang oleh sebagian ulama dianggap sebagai
riba yang diharamkan oleh al-Qur'an. Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik sebagai alat penukar,
alat penyimpan kekayaan dan pendukung peralihan dari sistem barter ke sistem perekonomian uang,
oleh para penulis Islam telah diakui, tetapi riba mereka sepakati sebagai konsep yang harus dihindari
dalam perekonomian. Sistem bunga dalam perbankan (rente stelsel) mulai diyakini oleh sebagian ahli
sebagai faktor yang mengakibatkan semakin buruknya situasi perekonomian dan sistem bunga sebagai
faktor penggerak investasi dan tabungan dalam perekonomian Indonesia, sudah teruji bukan satu-
satunya cara terbaik mengatasi lemahnya ekonomirakyat. Larangan riba dalam Islam bertujuan
membina suatu bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan
sendirinya, dan tidak ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko
samasekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan ummat Islam wajib
meninggalkannya (Qs.al-Baqarah:278), akan tetapi Islam menghalalkan mencari keuntungan lewat
perniagaan.
Al kulliyatul kahms disebut juga dengan maqashid asy-syariah. Secara bahasa maqashid
syari’ah terdiri dari dua kata yaitu maqashid dan syari’ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan,
maqashid merupakan bentuk jamak dari maqsud yang berasal dari suku kata Qashada yang berarti
menghendaki atau memaksudkan. Maqashid berarti hal-hal yang dikehendaki dan dimaksudkan.
Sedangkan Syari’ah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air dapat
juga diartikan berjalan menuju sumber kehidupan. Maqashid Syariah secara istilah adalah tujuan-
tujuan syariat Islam yang terkandung dalam setiap aturannya. Maqashid Syari’ah adalah konsep untuk
mengetahui hikmah (nilai-nilai dan sasaran syara' yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an dan
Hadits). yang ditetapkan oleh Allah ta’ala terhadap manusia adapun tujuan akhir hukum tersebut
adalah satu, yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia baik di dunia (dengan
Mu’amalah) maupun di akhirat (dengan ‘aqidah dan Ibadah). Jika ummat Islam mengabaikan
maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan univesal syari’ah) maka runtuhlah nilai-nilai Islam yang
substansial.
Secara umum tujuan syariat Islam dalam menetapkan hukum-hukumnya adalah untuk
kemaslahatan manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia maupun kemashlahatan di akhirat. Hal
ini berdasarkan Firman Allah ta’ala:
Artinya:
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. QS. Al-
Anbiya (21): 107.
Artinya:
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka". Mereka Itulah orang-orang yang
mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Q.S. Al
Baqarah (2); 201- 202
Salah satu tujuan dari hukum Islam adalah hifdz al-mal yaitu memelihara dan menjamin
kepemilikan harta benda. Pelaksanaan hukum ekonomi yang mengatur kegiatan ekonomi haruslah
dapat dipastikan memberi kemanfaatan bagi ummat Islam terutama untuk memelihara hifdz al-mal
(menjamin kepemilikan harta benda. Islam meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milik
Allah Ta’ala, manusia hanya berhak untuk memanfaatkannya saja. Namun terkadang untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing terjadi konflik dan perilaku tidak adil serta persaingan yang tidak sehat
antara sesama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Untuk ini Islam mensyariatkan peraturan-
peraturan mengenai muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai dan sebagainya. Salah satu
kaidah muamalah dalam Islam diantaranya adalah bahwa transaksi ekonomi tidak boleh mengandung
unsru maisir, gharar, haram riba dan bathil. Perlindungan Islam terhadap harta benda seseorang
tercermin dalam firmanNya Al Qur’an Surat An-Nisaa (4): 29-32
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan
Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan
memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Jika kamu menjauhi
dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahankesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia
(surga). Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu
lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang
mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.(Q.S. An-Nisaa(4): 92- 32.
Baihaqi, W. (2016). Ekonomi Islam dalam Kajian Fiqh Kontemporer; Studi Awal Tentang Jaminan
Fidusia. Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam, 7(2).
Ibrahim, A. (2015). Pengantar Ekonomi Islam.
Purnama, Chamdan. Pengantar Ekonomi Islam. Bahan Ajar