Anda di halaman 1dari 18

PERPAJAKAN

Ketentuan Umum Perpajakan


NPWP
Tata Cara Pembayaran Pajak

Fakultas : FBIS
Program studi : Akuntansi

Tatap Muka

02
Kode Matakuliah : W1219009

Disusun oleh : Islamiah Kamil, SE., M.Ak, CAPM, CAPF


ABSTRAK TUJUAN
Ketentuan mengenai Setelah membaca modul ini, mahasiswa
penerbitan NPWP secara diharapkan mampu untuk :
jabatan dan pengukuhan PKP
secara jabatan diatur dalam Kemampuan berpartisipasi dalam diskusi
dan sistematika penyusunan tugas
Pasal 2 ayat (4) UU KUP. berkaitan dengan KUP
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Hak & Kewajiban Wajib Pajak

Guna mendukung system perpajakan agar berjalan dengan baik, terdapat kewajiban dan hak-
hak yang dimiliki Wajib Pajak.

Hak-Hak Wajib Pajak

1.Mendapatkan pelayanan, pembinaan, dan penyuluhan pajak.


2. Memperpanjang penyampaian SPT.
3. Membetulkan SPT.
4. Memperoleh kelebihan pembayaran pajak.
5. Mengajukan keberatan dan banding.
6. Mengajukan permohonan angsuran pembayaran pajak dan penundaan
pembayaran pajak.
7. Mengurangi penghasilan bruto dengan biaya fiscal.
8. Menggunakan Norma Penghitungan.
9. Memperoleh fasilitas perpajakan.
10. Mengkreditkan Pajak Masukan
11. Menunjuk kuasa.

Pelayanan, Pembinaan dan Penyuluhan


Pelayanan, pembinaan dan penyuluhan pajak diberikan agar ke depan dapat lebih
mengefektifkan self assessment system berjalan dengan baik.

Kelebihan Pembayaran Pajak

Wajib Pajak yang dalam 1 tahun pajak (PPh) atau PKP yang dalam 1 masa pajak (PPN), bila
pajak yang telah dibayar melebihi pajak yang seharusnya terutang dan dilaporkan dalam SPT,
berhak memperoleh pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut.

Pengurangan Penghasilan Bruto

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha, berhak mengurangi penghasilan bruto
yang diterima dengan biaya yang telah dikeluarkan (biaya fiskal yang diatur dalam
Pasal 6 UU PPh).

Norma Penghitungan

Untuk dapat menghitung besarnya kewajiban pajak dalam suatu tahun pajak, pada
dasarnya Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas harus
membuat Pembukuan. Untuk Wajib Pajak tertentu, dapat menyelenggarakan
Pencatatan dan penghitungan pajak dilakukan dengan Norma Penghitungan.

Kewajiban Wajib Pajak


1. Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak.
2. Mengisi dan menyampaikan SPT.
3. Membayar atau menyetor pajak yang terutang.
4. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
5. Membantu pelaksanaan pemeriksaan pajak.
6. Melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
7. Membuat Faktur Pajak.
8. Melunasi bea meterai.
meliputi tempat tinggal dan kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kegiatan usaha dilakukan, bagi WP Orang Pribadi pengusaha tertentu.. (Pasal 2 ayat 3
huruf b UU KUP) WP Orang Pribadi pengusaha tertentu, yaitu WP orang pribadi yang
mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik
yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan
diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP, juga diwajibkan
mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha WP dilakukan.
B. Tempat pelaporan usaha.

WP sebagai PKP melaporkan usahanya ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi


tempat kegiatan usaha WP atau ke KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

6. Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan PKP secara jabatan.

Ketentuan mengenai penerbitan NPWP secara jabatan dan pengukuhan PKP


secara jabatan diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU KUP, yang berbunyi : .Dirjen Pajak
menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan apabila WP atau PKP
tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat
(2).
Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan apabila
berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak ternyata Orang Pribadi
atau Badan atau Pengusaha tsb. telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP
dan/atau dikukuhkan sebagai PKP.

Kewajiban perpajakan bagi WP yang diterbitkan NPWP dan/atau yang


dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau
dikukuhkannya sebagai PKP.. (Pasal 2 ayat (4a) UU KUP Misalkan terhadap WP
diterbitkan NPWP secara jabatan pada tahun 2008, maka kewajiban perpajakannya
dihitung sejak tahun 2003 sepanjang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
berdasarkan data yang ada.

7. Sanksi berkaitan dengan kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usaha.

Sanksi berkaitan dengan tidak dipenuhinya kewajiban mendaftarkan diri dan


melaporkan usahanya dapat berupa sanksi administrasi atau sanksi pidana. Sanksi
administrasi adalah berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan diterbitkannya SKP KB sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat
2 UU KUP.
Sanksi pidana diatur pada pasal 39 ayat 1 huruf a dan b yang berbunyi: .Setiap
orang yang dengan sengaja :
a) tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP;
b) menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP;
sehingga dapat menimbul kan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar.Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2
(dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39 ayat 2 UU KUP).

Dalam Pasal 39 ayat 3 dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan
untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
NPWP atau Pengukuhan PKP, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau
melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2
(dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan
dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

8. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP.

Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapus NPWP dari tata usaha KPP.
Penghapusan NPWP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, dan
tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan WP yang bersangkut
an. Berdasarkan Pasal 2 ayat 6 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
20/PMK.03/2008, penghapusan NPWP dilakukan apabila :
A. diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh :
1) WP dan/atau ahli warisnya karena WP sudah tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan;
2) WP Badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau
penggabungan usaha;
3) Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
4) WP BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau

B. dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari WP yang sudah
tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penghapusan NPWP bagi wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan
menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dapat dilakukan
dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai WP. Selanjutnya dalam
Pasal 2 ayat (7) UU KUP dinyatakan bahwa .Dirjen Pajak setelah melakukan
pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk WP Orang Pribadi atau 12 (dua belas) bulan
untuk WP Badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu
keputusan, permohonan penghapusan NPWP itu dianggap dikabulkan, dan Dirjen
Pajak harus menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berakhir (Per.Menkeu 20/2008). Penghapusan NPWP dilakukan apabila utang pajak
telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil
pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin
ditagih lagi, antara lain karena :
a. WP Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan serta
tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau
b. WP tidak mempunyai harta kekayaan.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungut/pemotong pajak tertentu.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak/Jasa Kena Pajak.

Sesuai dengan self assessment sistem, setiap :


 Wajib Pajak (WP) wajib mendaftarkan diri.
 Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib melaporkan usahanya.

Ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana bertempat tinggal/tempat kedudukan/tempat


kegiatan usaha, atau tempat lain yang ditetapkan Menteri Keuangan (WP Khusus dan
WP Besar).

Fungsi NPWP adalah :


 * Identitas Wajib Pajak
 * Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan
 * Sarana dalam administrasi perpajakan
 * Menjaga ketertiban pembayaran pajak.

Penghapusan NPWP dan Pencabutan NPPKP


1. Penghapusan NPWP, karena :
 WP meninggal.
 Warisan yang belum terbagi, selesai dibagi.
 WP bubar secara resmi (ada proses likuidasi).
 BUT kehilangan status sebagai BUT.
2. Pencabutan NPPKP
 PKP pindah alamat.
 WP badan telah bubar secara resmi (ada proses likuidasi)
 PKP lain yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.
KEWAJIBAN YANG PERLU ANDA KETAHUI SETELAH MEMPEROLEH
NPWP/PPKP ?

 Apabila anda telah terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP)/ Pengusaha Kena Pajak (PKP)
berarti anda termasuk warga negara yang baik dan bila telah melakukan pembayaran
pajak dengan tertib, maka anda termasuk salah seorang warga negara sadar pajak
sebab uang pajak tersebut digunakan untuk pembangunan. Pembangunan tersebut
akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Berkenaan dengan telah diperolehnya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)/


Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP) tersebut perlu diketahui ketentuan-
ketentuan yang berlaku untuk dilaksanakan, yaitu :

KEWAJIBAN SEHUBUNGAN DENGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh)

1. Pembayaran Masa

a. PPh Pasal 25

Setiap bulan anda harus melakukan angsuran bulanan yang maksudnya agar
pada akhir tahun pajak beban pajak tidak terlalu berat. Angsuran bulanan
harus dibayar selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.

b. PPh Pasal 21 (PPh Karyawan)

Jika perusahaan anda membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan


pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan atau
sebagai imbalan atas jasa kepada karyawan, maka anda wajib melakukan
pemotongan pajak atas penghasilan itu sebelum dibayarkan kepada yang
bersangkutan. Pajak yang telah anda potong tersebut harus disetor ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya.

c. PPh Pasal 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh :

 Bendaharawan Pemerintah (Pusat maupun Daerah), Instansi atau


Lembaga Pemerintah dan lembaga-lemabaga negara lainnya,
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
 Badan-badan tertentu, baik badan Pemerintah maupun Swasta,
berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain.

Pemungut Pasal 22 wajib menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungutnya ke


Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi sebagai berikut :

1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dalam jangka waktu sehari setelah
pemungutan pajak.
2) Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah
(Pusat/Daerah), BUMN/BUMD; pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari anggaran Belanja
negara/daerah.
3) Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja
dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
selambat-lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
4) Atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan Badan Usaha lain
selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis
premix dan gas, dan atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh
Badan Urusan Logistik (BULOG), disetor oleh penyalur dan/atau agen
sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) di tebus.
d. Ph Pasal 23

PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang


diterima atau diperoleh WP Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau pemyelenggaraan kegiatan
selain yang telah dipotong Pajak penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau
terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak Dalam Negeri,
penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya.

Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak


selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak.

Catatan :

Apabila tanggal dimaksud jatuh pada hari libur, maka pembayaran dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran akan
dikenakan denda bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dan bagian dari
bulan (meskipun hanya 1 hari) dihitung 1 (satu) bulan penuh.

2. Pelaporan

Apabila anda sudah membayar angsuran PPh, anda harus melaporkan


pembayaran itu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai berikut :

a. PPh Pasal 25 selambat-lambatnya tanggal 20  (dua puluh) bulan


berikutnya.
b. PPh Pasal 21selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan
berikutnya.
c. PPh Pasal 22 :
 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selambatnya-lambatnya tujuh
hari setelah batas waktu penyetoran berakhir.
 Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah,
BUMN/BUMD, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
masa pajak berakhir.
 Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok,
kertas, baja, dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas
penjualan hasil produksinya di dalam negeri, selambat-lambatnya
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
 Pertamina dan badan usaha lain selain Pertamina yang bergerak di
bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas dan atas
penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, selambat-
lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya.

Catatan :

Apabila batas waktu pelaporan sebagaimana tersebut di atas jatuh pada hari
libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
Keterlambatan melapor akan dikenakan sanksi  berupa denda administrasi
sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

3. SPT Tahunan PPh (Badan/Orang Pribadi/Pasal 21)

Setelah tahun pajak berakhir, anda harus mengambil SPT (Surat


Pemberitahuan) Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) ke KPP/KP4
tempat anda terdaftar.

SPT Tahunan harus diisi dengan benar, lengkap, jelas, ditandatangani, dan
disampaikan kembali ke KPP/KP4 tempat anda terdaftar paling lambat tanggal
31 Maret setelah akhir tahun takwim. Dalam hal tahun buku tidak sama dengan
tahun takwim, SPT Tahunan paling lambat disampaikan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah tahun buku berakhir.
Apabila terjadi keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh, maka anda akan
dikenakan sanksi Administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000,00 (seratus
ribu rupiah).

Untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik, disarankan anda sebaiknya


melaporkan SPT Tahunan sebelum tanggal jatuh temponya.

4.    Pelunasan Utang Pajak yang tercantum dalam ”Surat Ketetapan Pajak”
dan Surat Keputusan lainnya.

Utang pajak yang tercantum dalam :

a. Surat Tagihan Pajak (STP);


b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Surat
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah;

Harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
KEWAJIBAN SEHUBUNGAN DENGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI/PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPN/PPnBM)

1. Pembayaran/Penyetoran

a. PPN/PPnBM yang dihitung sendiri harus disetorkan paling lambat tanggal


15 bulan berikutnya setelah bulan masa pajak

Contoh : Masa pajak Januari 2003, harus disetor paling lambat tanggal 15
Pebruari 2003.

b. PPN/PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus


dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB,
SKPKBT, dan STP tersebut.
c. Cara Pemungut PPN/PPnBM :
 Bendaharawan Pemerintah; disetor paling lambat tanggal 7 (tujuh)
bulan berikutnya.
 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, disetor paling lambat sehari
setelah pemungutan.
d. Atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan badan usaha lain selain
Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis Premix dan
gas, dan atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, disetor
oleh penyalur dan/atau agen sebelum surat perintah pengeluaran barang
(delivery order) ditebus.

2. Faktur Pajak

Apabila anda sebagai PKP melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), anda diharuskan untuk membuat Faktur Pajak
menurut ketentuan yang berlaku.

3.    Pelaporan Pajak yang telah disetor.


a. PKP, selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
c. Bendaharawan, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah masa
pajak berakhir.
d. Pemungut selain Bendaharawan Pemerintah selambat-lambatnya 20 (dua
puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
e. BULOG, selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU:
Basri, Hasan. “Modul Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan”, BPPK, Widyaiswara
Pusdiklat Pajak
Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas, “Undang-Undang KUP No. 16 Tahun
2009” Direktorat Jenderal Pajak
Wirawan, “Hukum Pajak”, Salemba Empat
Waluyo,(2011).Perpajakan Indonesia: Buku 1 dan Buku 2.Jakarta: Salemba Empat
Wardoyo, Teguh Hadi dan Sapto Windi Argo.(2010). Pajak Terapan A dan B. Jakarta: TaxSys

INTERNET:

www.pajak.go.id
www.ortax.org

Anda mungkin juga menyukai