Anda di halaman 1dari 18

PERPAJAKAN

PPh Umum
Subjek dan Objek PPh
Tidak Termasuk Objek Pajak

Fakultas : FBIS
Program studi : Akuntansi

Tatap Muka

05
Kode Matakuliah : W1219009

Disusun oleh : Islamiah Kamil, SE., M.Ak, CAPM, CAPF


ABSTRAK TUJUAN
Penjelasan Atas Undang- Setelah membaca modul ini, mahasiswa
Undang Republik Indonesia diharapkan mampu untuk :
Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Kemampuan berpartisipasi dalam diskusi
Perubahan Keempat Atas dan sistematika penyusunan tugas
Undang-Undang Nomor 7 berkaitan dengan PPh Umum
Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
WAJIB PAJAK PATUH

Syarat-syarat menjadi Wajib Pajak Patuh

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni


2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai WP Patuh yang dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua
syarat sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua)


tahun terakhir;
b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3
(tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;
c. SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu
penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
d. Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak:

1) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran


pajak;
2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan
untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;

e. Tdak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang


perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan
f. dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang
pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit
harus :

1) disusun dalam bentuk panjang (long form report);


2) menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib
Pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun
buku berakhir, untuk dapat ditetapkan sebagai WP Patuh sepanjang memenuhi syarat
pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat:

 Dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan
 Apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan
pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang
tidak lebih dari 10%.

Keuntungan menjadi Wajib Pajak Patuh

Bagi Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria sebagai WP Patuh akan diberikan
pelayanan khusus dalam restitusi Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai
berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa dilakukan pemeriksaan
terlebih dahulu.

Jangka waktu penyelesaian restitusi


Sesuai dengan Pasal 17C ayat (1) UU KUP, WP Patuh berhak mendapatkan pengembalian
pendahuluan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk
Pajak Penghasilan dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap
untuk Pajak Pertambahan Nilai. Namun mengingat Ditjen Pajak sangat berkeinginan untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada Wajib Pajak, dan untuk membantu cashflow Wajib
Pajak maka Dirjen Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-05/PJ.33/2001 yang
menginstruksikan Kepala KPP agar menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat :

 2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap untuk Pajak
Penghasilan;
 7 (tujuh) hari sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap untuk Pajak
Pertambahan Nilai

setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak


yang diajukan oleh WP Patuh.

Bagaimana caranya menjadi WP Patuh

Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai
Wajib Pajak Patuh setiap bulan Januari.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Direktur Jenderal Pajak berwenang secara jabatan
(ex-officio) menetapkan status Wajib Pajak Patuh tanpa permohonan Wajib Pajak
sepanjang Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut memenuhi persyaratan huruf a sampai
dengan huruf e di atas.

Masa berlakunya penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh

Penetapan WP Patuh berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.

Pencabutan WP Patuh
Surat Penetapan Wajib Pajak Patuh dicabut oleh Kepala Kantor Wilayah setelah
mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dalam hal memenuhi
kriteria pembatalan yaitu:

a) terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana


dibidang perpajakan;
b) Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) masa pajak
untuk semua jenis pajak;
c) dalam hal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa tidak lebih 3 (tiga)
masa pajak, terdapat penyampaian SPT Masa yang lewat dari batas waktu
penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
d) Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk 2 (dua) masa pajak atau
lebih berturut-turut untuk semua jenis pajak; atau
e) dalam suatu masa pajak, ternyata tidak memenuhi kriteria “tidak pernah dijatuhi
hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir” sejak masa pajak yang bersangkutan.

PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK

Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa Wajib


Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan
melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada WP
sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.

Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang
disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data
fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.

Fungsi Surat Ketetapan Pajak


Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :

a) Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata


atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau
kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.

b) Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.

c) Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.

d) Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar

e) Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Jenis-Jenis Ketetapan Pajak


1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok


pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah


pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.

3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan


pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada
pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

4) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)


Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak
sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.

Surat Tagihan Pajak

Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan dalam hal :

Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

 Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat


salah tulis dan atau salah hitung;

 WP dikenakan sanksi administrasi denda atau bunga;

 Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN,


tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;

 Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi


membuat Faktur Pajak, dan

 Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur
Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur
Pajak.

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan
Surat Paksa.

Daluwarsa Penetapan Pajak

Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh)


tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak atau tahun Pajak. Penentuan masa 10 tahun ini sesuai dengan
ketentuan daluwarsa penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-
dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan Wajib Pajak.

PEMBAYARAN PAJAK

Pembayaran pajak terutang adalah kewajiban yang melekat pada diri setiap WP yang
bertanggungjawab terhadap pembayarannya ke Kas Negara, baik sebagai pemikul
beban pajak maupun sebagai pemotong atau pemungut pajak.

1. Kewajiban dan Sarana Pembayaran Pajak.

Setelah diketahui adanya pajak terutang (objek pajak) dan pihak yang
bertanggung jawab terhadap pembayarannya ke Kas Negara (subjek pajak), kewajiban
berikutnya adalah pembayaran dan penyetoran pajak. Kewajiban membayar pajak yang
terutang dinyatakan dalam Pasal 10 ayat 1 UU KUP yang berbunyi: .WP wajib
membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan SSP ke kas
negara melalui tempat pembayaran yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.

Sarana yang dipakai untuk pembayaran dan penyetoran pajak adalah SSP. SSP
adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulir atau cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh
Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan
validasi, dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara {NTPN}. (Pasal 10 ayat 1a UU
KUP).

2. Jatuh Tempo Pembayaran Pajak dan Sanksi Administrasi Atas


Keterlambatannya.
A. 1) Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran/Penyetoran Pajak Suatu Saat/Masa
Pajak.

Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 UU KUP, tanggal jatuh tempo pembayaran dan


penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing
jenis pajak ditentukan oleh Menteri Keuangan, paling lama 15 (lima belas) hari setelah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Berdasarkan PMK No.
184/PMK.03/2007, tanggal 28 Desember 2007 ditentukan sebagai berikut:
1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

2. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

3. PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong Pajak Paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

4. PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri Paling lama tanggal 15 bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

5. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh Paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

6. PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Paling lama
tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

7. PPh Pasal 25 Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir

8. PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM atas impor Dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan,
harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor
9. PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut Ditjen Bea dan Cukai
Jangka waktu 1 (satu hari kerja) setelah dilakukan pemungutan pajak 10. PPh
Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara Pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja
Negara atau belanja Daerah, dengan SSP atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara

10. PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh WP badan yang bergerak dalam
bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

11. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh WP badan tertentu sebagai
Pemungut Pajak Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir

12. PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak Paling lama tanggal 15
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

13. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah
atau instansi

14. Pemerintah yang ditunjuk Paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir

15. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain
Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk Paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

16. PPh Pasal 25 bagi WP dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu
SPT Masa Paling lama pada akhir Masa Pajak berakhir
17. Pembayaran Masa selain PPh Pasal 25 bagi WP dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa Paling lama sesuai dengan batas
waktu untuk masing-masing jenis pajak.

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau
penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Termasuk hari libur
nasional adalah hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang
ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh
Pemerintah.

2) Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Pembayaran Masa.

Sanksi administrasi apabila pembayaran atau penyetoran dilakukan setelah


tanggal jatuh tempo seperti tsb diatas, adalah berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. (Pasal 9 ayat 2a UU KUP).

Contoh: Angsuran masa PPh Pasal 25 Tahun 2008 sejumlah Rp10juta per bulan.
Angsuran Masa Pajak Mei Tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan
tanggal 19 Juni 2008. Tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan STP dengan sanksi bunga 1
bulan (15 Juni s/d 18 Juni) atau sebesar : 1x 2% x Rp.10.000.000,00 = Rp.200.000,00

B. Pembayaran Kekurangan Pajak Terutang Berdasarkan SPT Tahunan PPh.

Jatuh tempo pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT


Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh tsb. disampaikan (Pasal 9 ayat 3
UU KUP). Atas pembayaran/penyetoran pajak yang terutang berdasarkan SPT
Tahunan PPh yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan,
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang
dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai
dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
(Pasal 9 ayat 2b UU KUP).

C. Pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan STP, SKPKB,


SKPKBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding serta Putusan
Peninjauan Kembali.

Dalam Pasal 9 ayat 3 UU KUP ditetapkan bahwa:. STP, SKPKB, serta SKPKBT,
dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus
dilunasi dalam jangka waktu
1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan


tersebut dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan PMK (Pasal 9 ayat 3a UU KUP). Dalam PMK No.
187/PMK.03/2007, batasan WP
usaha kecil ditentukan sbb :

1. WP Orang Pribadi usaha kecil dengan kriteria sbb:

a. WP Orang Pribadi dalam negeri; dan


b. Menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau
menerima penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak
sebelumnya tidak lebih dari Rp.600juta (enam ratus juta rupiah).

2. WP Badan dengan kriteria sebagai berikut:


a. modal WP Badan 100% dimiliki oleh WNI;
b. menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak
sebelumnya tidak lebih dari Rp. 900juta (Sembilan ratus juta rupiah).

WP di daerah tertentu adalah WP yang tempat tinggal, tempat kedudukan, atau


tempat kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen
Pajak. Sanksi bagi keterlambatan pembayaran jumlah pajak yang masih harus dibayar
dalam ketentuan ini diatur dalam Pasal 19 ayat 1 UU KUP yang berbunyi:.Apabila SKP
KB atau SKP KBT, serta SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau
Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari
tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya
STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan..

3. Hak WP Berkaitan dengan Pembayaran Pajak.

Berkaitan dengan pembayaran pajak, WP mempunyai hak untuk mengangsur


atau menunda pembayaran pajak khususnya bagi WP yang mengalami kesulitan
likuiditas yaitu dengan cara mengajukan permohonan. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat
4 UU KUP yang menyatakan bahwa:.Dirjen Pajak atas permohonan WP dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama
12 (dua belas) bulan, yg pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan PMK.

4. Ketentuan mengenai Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak.

PMK No. 184/PMK.03/2007 tentang angsuran dan penundaan pembayaran


pajak diatur sbb :
1. Pembayaran pajak yang dapat dilakukan dengan cara mengangsur atau
menunda pembayaran adalah atas:

a. pajak yang masih harus dibayar dalam STP, SKP KB, SKP KBT, SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yg menyebabkan jumlah pajak yg terutang bertambah; dan
b. PPh Pasal 29.

2. WP terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur


atau menunda pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak;

3. Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum saat
jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai alasan dan jumlah
pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau ditunda;

4. Apabila batas waktu 9 hari tersebut tidak dapat dipenuhi oleh WP karena
keadaan diluar kekuasaannya, permohonan WP masih dapat dipertimbangkan
Dirjen Pajak sepanjang WP dapat membuktikan kebenaran keadaan diluar
kekuasaannya itu;

5. Dirjen Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan WP tersebut berupa


menerima seluruhnya, menerima sebagian, atau menolak paling lama 7 (tujuh)
hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan;

6. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Dirjen Pajak tidak memberi suatu
keputusan, permohonan WP dianggap diterima;

7. Surat Keputusan yang menerima seluruhnya atau sebagian, dengan jangka


waktu masa angsuran atau penundaan tidak melebihi 12 (dua belas) bulan
dengan mempertimbangkan kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan
WP;
8. Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan surat keputusan tidak dapat lagi
diajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran.

5. Sanksi Administrasi akibat Angsuran dan/atau Penundaan Pembayaran Pajak.

Sanksi administrasi berkaitan dengan dikabulkannya permohonan untuk


mengangsur atau menunda pembayaran pajak baik sebagian maupun seluruhnya
diatur dalam Pasal 19 ayat 2 UU KUP yang berbunyi:.Dalam hal WP diperbolehkan
mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan..
Contoh :

a) WP menerima SKP KB sebesar Rp.1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2


Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. WP
tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka
waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp.224.000,00. Sanksi
administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sbb :
a. angsuran ke-1 : 2% x Rp.1.120.000,00 = Rp.22.400,00
b. angsuran ke-2 : 2% x Rp. 896.000,00 = Rp.17.920,00
c. angsuran ke-3 : 2% x Rp. 672.000,00 = Rp.13.440,00
d. angsuran ke-4 : 2% x Rp. 448.000,00 = Rp. 8.960,00
e. angsuran ke-5 : 2% x Rp. 224.000,00 = Rp. 4.480,00.

b) WP sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda


pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009. Sanksi administrasi
berupa bunga atas penundaan pembayaran SKP KB tersebut adalah sebesar : 5
x 2% x Rp.1.120.000,00 = Rp112.000,00

6. Sanksi Pidana terhadap WP yg tidak memenuhi Kewajiban Penyetoran Pajak.


a. Yang termasuk dalam tindak pidana di bidang perpajakan berkaitan dengan
kewajiban pembayaran atau penyetoran pajak adalah apabila WP tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut dengan ancaman
pidana penjara, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 39 ayat (1) hurif i
UU KUP dan hukuman itu dilipat duakan apabila terjadi pengulangan dalam
waktu 1 tahun setelah selesai menjalani pidana yang pertama dijatuhkan.
{Pasal 39 ayat (2) UU KUP}.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU:
Basri, Hasan. “Modul Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan”, BPPK, Widyaiswara
Pusdiklat Pajak
Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas, “Undang-Undang KUP No. 16 Tahun
2009” Direktorat Jenderal Pajak
Wirawan, “Hukum Pajak”, Salemba Empat
Waluyo,(2011).Perpajakan Indonesia: Buku 1 dan Buku 2.Jakarta: Salemba Empat
Wardoyo, Teguh Hadi dan Sapto Windi Argo.(2010). Pajak Terapan A dan B. Jakarta: TaxSys

INTERNET:

www.pajak.go.id
www.ortax.org

Anda mungkin juga menyukai