Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian STP
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menjelaskan bahwa Surat Tagihan Pajak
(STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga atau
denda dan berfungsi sebagai koreksi pajak terutang, sarana mengenakan sanksi kepada Wajib
Pajak, serta sarana menagih pajak. STP ini memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat
Ketetapan Pajak.

B. Fungsi STP
Adapun fungsi dari diterbitkannya STP adalah sebagai berikut:
 Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda terkait aktivitas
perpajakan Wajib Pajak.
 Sarana untuk menagih pajak terutang
 Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut STP Wajib Pajak.
https://www.rusdionoconsulting.com/surat-tagihan-pajak/

Syarat dikeluarkannya Surat Tagihan Pajak (STP) :


Dikeluarkannya STP didasarkan pada beberapa ketentuan, jadi petugas pajak tidak sembarangan
dalam menerbitkan surat ini. Syarat dikeluarkannya STP bisa kita lihat pada Pasal 14 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, yaitu:

 Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, tidak bayar atau kurang bayar.
 Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung.
 Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
 Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
 Pertama, pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
membuat faktur pajak.
 Kedua, pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak
membuat faktur pajak.
 Ketiga, PKP membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi
selengkapnya faktur pajak.

C. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang


Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Sanksi administrasi berupa denda Rp50.000,- apabila Wajib Pajak tidak atau terlambat
menyampaikan SPT Masa. Dikenakan denda Rp100.000,- apabila tidak atau terlambat
menyampaikan SPT Tahunan;
2. Sanksi administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak dalam hal:

a. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak


melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;
b. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak;
c. Pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau
membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur
pajak.

3. Sanksi administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT
miliknya dan hasil pembetulan tersebut menyatakan kurang bayar.

4. Sanksi administrasi berupa bunga apabila Wajib Pajak terlambat atau tidak membayar
pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya.

https://satvika.co.id/news/kode-surat-tagihan-pajak-stp-pajak.html

D. Tata Cara Keberatan dan Banding

Pengertian Keberatan

Keberatan adalah upaya yang dapat ditempuh wajib pajak yang merasa tidak/kurang puas
atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas gugatan oleh pihak ketiga.
Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.

Dalam hal apa keberatan dapat diajukan? 

Keberatan dapat diajukan atas : 

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); 


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); 
3.  Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); 
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); 
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat
ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan
atau pemungutan pajak.

            Sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena Surat Ketetapan Pajak
(SKP) yang dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan sebagai
produk dari pemeriksaan pajak. Keberatan umumnya didahului dengan proses pemeriksaan.
Syarat Pengajuan Keberatan :

1. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak; 
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 
3. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas; 
4. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.
5. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)
pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
6. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan
akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;

Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan? 

1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus; 


2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan; 
3. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga; 
4. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas.

Jangka waktu pengajuan keberatan: 

1. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP atau sejak
tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya 
2. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka waktu 3
bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh
pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. 
3. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu
3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh
pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

*Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.
Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar
kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Pengajuan Keberatan
tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.*

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas
keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke
Badan Peradilan Pajak.

Pengertian Banding

Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas
banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Syarat Pengajuan Banding

1. Surat banding ditulis dalam bahasa Indonesia


2. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan yang dibanding diterima
3. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding
4. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal
diterima surat keputusan yang dibanding
5. Dilampiri salinan Surat Keputusan yang dibanding
6. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%

Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak: 

1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus; 


2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya; 
3. Kuasa Hukum dari butir diatas.

Pencabutan Banding

Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.


Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:

 penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan;
 putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan kembali.

https://taxcenter.vokasi.unair.ac.id/2020/12/02/artikel-tax-edu/

E. Cara Penyelesaian Banding

Proses Penyelesaian Banding :


1. Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register.
2. Ketua pengadilan tinggi agama/mahkamah syar'iyah provinsi membuat Penetapan Majelis
Hakim yang akan memeriksa berkas.
3. Panitera menetapkan panitera pengganti yang akan membantu majelis.
4. Panitera pengganti menyerahkan berkas kepada ketua majelis.
5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi.
6. Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.
7. Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan tingkat    pertama.
https://www.pa-jambi.go.id/layanan-hukum/prosedur-pengajuan-dan-biaya-perkara/prosedur-pengajuan-
perkara/153-proses-penyelesaian-perkara-banding

Anda mungkin juga menyukai