Hukum Pajak
Hukum pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Hukum administrasi
Hukum administrasi umumnya berupa sanksi administrasi, baik berupa bunga, denda,
tambahan pokok pajak, maupun kenaikan dan dijatuhkan oleh fiskus. Sanksi administrasi
umumnya berkaitan dengan masalah-masalah ketidaktaatan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban seperti tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau
menyampaikan SPT tapi tidak benar dan tidak lengkap karena alpa dan lain-lain.
2. Hukum pidana
Hukum pidana berkaitan dengan denda pidana maupun hukum penjara dan
dijatuhkan oleh hakim. Hukuman pidana umumnya berkaitan dengan perbuatan-
perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan seperti sengaja tidak mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP, memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen
lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; dan lain-lain.
Dasar hukum Pasal 25 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pengertian
1. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN, atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
2. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka
jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau
sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
3. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka
jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau
sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda
bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Hal yang dapat dimintakan oleh Wajib Pajak dalam hal pengajuan keberatan adalah untuk
keperluan pengajuan keberatan Wajib Pajak dapat meminta penjelasan/keterangan tambahan dan
Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan, atau pemungutan pajak.
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah, atau Direktur Jenderal
Pajak harus sudah memberikan keputusan atas surat keberatan paling lambat 12 bulan
sejak tanggal surat keberatan diterima. Selanjutnya, surat keputusan keberatan harus
diterbitkan selambat-lambatnya 3 bulan sejak jangka waktu 12 bulan tersebut berakhir.
Apabila dalam jangka waktu 12 bulan, Kepala KPP atau Kepala Kantor Wilayah, atau
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan maka keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak dianggap diterima.
2. Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, tetapi tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan, maka Kepala KPP akan memberikan jawaban tertulis dengan surat biasa
(bukan surat keputusan penolakan) selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak jangka waktu
pengajuan keberatan berakhir. Apabila surat keberatan diajukan setelah batas waktu
pengajuan maka jawaban akan diberikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak surat
keberatan tersebut diterima.
3. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan
atau penjelasan tertulis.
4. Keputusan keberatan dapat berupa dikabulkan seluruhnya, dikabulkan sebagian, ditolak,
dan menambah jumlah pajak. Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan
keputusan yang diberikan atas keberatan maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding
ke Pengadilan Pajak.
1. Jika keberatan ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50 persen (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
2. Jika Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi yang dimaksud
di atas tidak dikenakan.
3. Jika permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 100 persen (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
Kewenangan dalam mengambil keputusan merupakan wewenang Direktur Jenderal Pajak
yang begitu luas dan diberikan oleh undang-undang perpajakan, tentu saja tidak dapat
dilaksanakan sendiri. Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak harus mengambil suatu keputusan
yang disesuaikan dengan struktur organisasi dari Direktorat Jenderal Pajak. Dari sekian banyak
unit yang melayani masyarakat di bidang perpajakan, akan diartikan secara khusus masalah
kewenangan di dalam memutuskan dan segala aspek administrasi dalam hal ajib Pajak yang
melakukan keberatan dan banding atas ketetapan pajak yang telah dikeluarkan.
Banding
Dasar Hukum
Pengertian
1. Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung pajak dengan pejabata yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak serta Surat Paksa.
2. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
pajak terhadap pelaksana penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan
gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
4. Suart uraian banding adalah surat terbanding kepada pengadilan pajak yang berisi
jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.
5. Surat tanggapan adalah surat dari dari tergugat kepada pengadilan pajak yang berisi
jawaban atas gugatan yang diajukan oleh penggugat.
6. Surat bantahan adalah surat dari pemohon banding atau penggugat kepada pengadilan
pajak yang berisi bantahan atas suart uraian banding atau surat tanggapan.
7. Hakim tunggal adalah hakim yang ditunjuk oleh ketua untuk memeriksa dan memutuskan
sengketa pajak.
8. Hakim anggota adalah hakim dalam suatu majelis yang ditunjuk oleh ketua untuk
menjadi anggota dalam majelis
9. Hakim ketua adalah hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua untuk memimpin sidang.
10. Sekretaris, wakil sekretaris, dan sekretaris pengganti adalah sekretaris, wakil sekretaris
dan sekretaris pengganti pada pengadilan pajak.
11. Panitera, wakil panitera, dan panitera pengganti adalah sekretaris, wakil sekretaris, dan
sekretaris pengganti pengadilan pajak yang melaksanakan fungsi kepaniteraan.
Pengadilan Pajak
Pengadilan pajak yang berkedudukan di ibu kota negara. Susunan pengadilan pajak
terdiri atas pimpinan, hakim anggota, sekretaris, dan panitera. Pimpinan pengadilan pajak terdiri
atas seorang ketua dan paling banyak lima orang wakil ketua.
Panitera
Panitera adalah seseorang yang membantu hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan
perkara.
Dalam menjalankan tugasnya, panitera dibantu wakil panitera, panitera muda, dan panitera
pengganti pengadilan. Tugas dan perilakunya dipertanggungjawabkan langsung kepada Ketua
Pengadilan
1. Pada pengadilan pajak ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang
panitera.
2. Dalam melaksanakan tugasnya, panitera pengadilan pajak dibantu oleh seorang wakil
panitera dan beberapa orang panitera pengganti.
3. Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, panitera, wakil panitera,
dan panitera pengganti tidak boleh merangkap menjadi :
a. Pelaksana putusan pengadilan pajak
b. Wali, pengampun, atau pejabat yang berkaitan dengan suatu sengketa pajak yang
akan atau sedang diperiksa olehnya.
c. Penasihat hukum
d. Konsultan pajak
e. Akuntan public
f. Pengusaha
4. Panitera, wakil panitera, dan panitera pengganti diangkat dan diberhentikan dari
jabatannya oleh Menteri
5. Pembinaan teknis panitera dilakukan oleh Mahkamah Agung.
1. Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan sengketa
pajak.
2. Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas
keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Pengadilan pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutuskan sengketa atas
pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya.
Gugatan wajib pajak atau penanggung pajak terhadap :
a. Pelaksana Surat Paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau pengunguman
lelang.
b. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan.
c. Keputusan pembetulan yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
4. Pengadilan Pajak adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutuskan sengketa pajak.
Gugatan
Syarat-syarat mengajukan gugatan adalah :
1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada pengadilan pajak.
2. Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksana penagihan pajak adalah 14
hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
3. Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan selain gugatan adalah 30
hari sejak tanggal diterimanya keputusan yang digugat.
4. Jangka waktu sebagaimana yang dimaksud di atas tidak mengikat apabila jangka waktu
dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.
5. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud diatas adalah 14 hari terhitung sejak
berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
6. Terhadap satu pelaksanaan penagihan atau satu keputusan diajukan surat penggugat.
7. Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampirkan Salinan dokumen
yang digugat.
8. Apabila selama proses gugatan, penggugat meninggal dunia, gugatan dapat dilanjutkan
oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, pengampunya dalam hal memohon
banding pailit.
9. Apabila selama proses gugatan, pemohon banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan
oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi yang dimaksud.
10. Terhadap bandingan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan
Pajak.
11. Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan :
a. Ketetapan ketua dalam surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan;
b. Putusan majelis/hakim tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan tergugat.
12. Banding yang telah dicabut melalui penetapan putusan tidak dapat diajukan Kembali.
13. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksankannua penagihan pajak atau
kewajiban perpajakan.
14. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan
pajak ditunda selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan, sampai ada putusan
pengadilan pajak.
15. Permohonan dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu
dari pokok sengketanya.
16. Permohonan penundaan dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat
mendeksak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika
dilaksanakan penagihan pajak yang digugat itu dilaksanakan.
Proses pemeriksaan normal yang seharusnya dilalui oleh setiap gugatan yang diajukan (proses
yang tidak diterapkan secara khusus).
Ketentuan :
Acara cepat adalah percepatan dari jalannya proses pemeriksaan dan pemutusan pokok sengketa.
Dengan mempersingkat tenggang-tenggang dan menyederhanakan unsur-unsur yang terdapat
dalam acara biasa. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar dilakukan pemeriksaan
dengan acara cepat dengan dasar adanya kepentingan Penggugat yang sangat mendesak atau
adanya kegentingan yang memaksa.
Ketentuan :
1. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh majelis atau hakim tunggal.
2. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
a. Sengketa pajak tertentu;
b. Gugatan yang tidak diputuskan dalam jangka waktu enam (6) bulan sejak gugatan
diterima;
c. tidak dipenuhi salah satunya dalam putusan pengadilan pajak atau kesalahan tertulis
dan/atau kesalahan hitung;
d. sengketa yang berdasarkan pertimbanagan hukum bukan merupakan wewenang
pengadilan pajak.
3. Sengketa pajak tertentu adalah sengketa pajak banding atau gugatannya tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku.
4. Pemeriksaan dengan acara yang cepat terhadap sengketa pajak dilakukan tanpa surat
uraian banding atau surat tanggapan dan tanpa surat bantahan.
5. Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk
pemeriksaan dengan acara cepat.
Pembuktian
Pembuktian di pengadilan pajak dapat berupa :
Putusan
Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang
Reformasi Pajak
Reformasi pajak dapat diibaratkan seperti mainan lego. Mainan lego yang berantakan perlu
disusun kembali agar menjadi sesuatu yang lebih kokoh dan teratur. Tax reform atau
reformasi pajak merupakan upaya dari pemerintah dengan melakukan perbaikan atau
perubahan pada sistem pajak secara signifikan yang mencakup pembenahan administrasi
perpajakan, perbaikan regulasi perpajakan, dan peningkatan basis pajak.
Sebagai suatu penopang utama penerimaan negara, maka pajak perlu memiliki sistem yang
adil, sehat, dan efisien. Oleh karena itu, pemerintah terus merumuskan reformasi perpajakan
agar sistem tersebut lebih efisien dan efektif sesuai dengan masanya.
Awal mula adanya reformasi pajak di tahun 1983 dikarenakan pemerintah menganggap
bahwa aturan perpajakan yang berlaku saat itu dan sebelumnya merupakan peninggalan dari
Belanda dan sudah tidak sesuai dengan zamannya, struktur dan organisasi pemerintah
Indonesia yang notabene berdasar kepada Pancasila serta perkembangan ekonomi di
Indonesia.
Menurut Bapak Radius Prawiro selaku Menteri Keuangan RI, tujuan utama adanya reformasi
pajak adalah untuk lebih menegakkan kemandirian dalam membiayai pembangunan nasional
dengan jalan yang lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri.
Reformasi pajak dilakukan guna meningkatkan penerimaan negara. Namun tidak hanya
penyempurnaan dari segi sistemnya saja, melainkan juga penyempurnaan terhadap aparatur
perpajakan dengan adanya komputerisasi dan peningkatan mutu.
Sejarah mencatat penyempurnaan sistem perpajakan di Indonesia sudah mulai dirintis oleh
Menteri Keuangan Ali Wardhana sejak awal masa jabatannya sekitar tahun 1978. Pada tahun
1983, beliau berhasil merampungkan suatu sistem perpajakan baru yang lebih sederhana dan
lebih memperhatikan peran serta masyarakat. Tiga RUU bidang perpajakan yang berhasil
dirumuskan saat itu antara lain RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP),
RUU Pajak Penghasilan (PPh), dan RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sejak tahun 1983, sistem pemungutan di Indonesia menjadi self assessment dimana Wajib
Pajak menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri ke KPP. Adapun pembaruan
pajak tersebut telah efektif dilakukan sejak 1 Januari 1984 bersamaan dengan dikeluarkannya
undang-undang berikut.
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
4. Undang-Undang Nomor 12 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
5. Undang-Undang Nomor 13 tentang Bea Materai
Reformasi perpajakan terus dilakukan demi penyempurnaan sesuai dengan perubahan dalam
sistem perekonomian. Pada tahun 1991, perubahan pertama dilakukan terhadap Pajak
Penghasilan. Pada tahun 1994, setelah satu dasawarsa peraturan pajak dilaksanakan diadakan
lagi serangkaian perubahan terhadap peraturan perpajakan dengan undang-undang yang
dikeluarkan sebagai berikut.
Pada tahun 1997, dikeluarkan lagi serangkaian undang-undang berikut demi melengkapi
undang-undang yang telah ada sebelumnya.
Untuk lebih memberikan kedilan dan kepastian hukum, pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. UU tersebut menggantikan Undang-
Undang Nomor 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang selama ini
dirasakan kurang berpihak pada Wajib Pajak.
Di tahun 2008, ada perubahan undang-undang terkait Pajak Penghasilan menjadi Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Pada tanggal 7 Oktober 2021 dalam Sidang Paripurna DPR RI mengesahkan Undang-Undang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan sebagai bagian dari reformasi pajak. Secara garis besar, UU
HPP berisikan tentang pengaturan kembali terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kebijakan
aturan tarif Pajak Penghasilan (PPh), penerapan implementasi pajak karbon, aturan mekanisme
penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai, tentang aturan program pengungkapan
sukarela wajib pajak (tax amnesty), dan ketentuan penghapusan terkait sanksi pidana perpajakan,
integrasi Nomor Induk Kependudukan sekaligus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk
wajib pajak orang pribadi.
Dari sisi Pajak Penghasilan, basis keadilan dan keberpihakan dalam UU HPP tercermin pada
hal-hal berikut:
(i) Dukungan penguatan UMKM dengan memberikan batasan peredaran bruto usaha tidak
kena pajak sebesar Rp500 juta dan tetap mempertahankan diskon PPh sebesar 50%.
(ii) Perbaikan progesivitas PPh Orang Pribadi dengan melebarkan rentang penghasilan kena
pajak s.d. Rp60 juta untuk lapisan tarif PPh Orang Pribadi terendah 5% dari yang
sebelumnya hanya s.d. Rp50 juta, dan menambah satu lapisan tarif PPh Orang tertinggi
35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun.
(iii) Perluasan basis pajak dengan menerapkan pajak atas natura (fringe benefit).
(iv) Mempertahankan tarif PPh badan mulai tahun pajak 2022 sebesar 22%.
Sedangkan dari sisi Pajak Pertambahan Nilai, basis keadilan dan keberpihakan dalam UU
HPP tercermin pada hal-hal berikut:
(i) Melindungi masyarakat kecil dengan adanya fasilitas pembebasan PPN terhadap barang
kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lainnya.
(ii) Memberikan kemudahan dan dukungan pada pengusaha kecil dalam melakukan
kewajiban PPN dengan memperkenalkan tarif final untuk Pengusaha Kena Pajak dengan
peredaran usaha tertentu, jenis barang/jasa tertentu, dan/atau sektor tertentu.