Anda di halaman 1dari 9

RMK MANAJEMEN PERPAJAKAN

Manajemen Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia

OLEH: KELOMPOK 3

Ridwan Sani Matondang 2007611002


Putu Bunga Maharani Wibawa Putri 2007611008
Sang Ayu Nyoman Nirmala Sri Jayanti 2007611020

Program Studi Profesi Akuntan (PPAk)


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2020
Manajemen Pajak terkait Keberatan, Banding , Peninjauan Kembali dan Gugatan
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
terhadap Wajib Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat
mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak
tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutnya
apabila belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat
mengajukan banding. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam
sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

1. Keberatan
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan
terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang
dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP
dapat mengajukan keberatan.
Hal-Hal yang Dapat Diajukan Keberatan Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga.
Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar,
dengan syarat:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-
alasan yang menjadi dasar penghitungan;
c. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)
pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan
akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;
e. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
 Surat ketetapan pajak dikirim; atau
 Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga; kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaan Wajib Pajak;

f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan
surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang
KUP; dan
g. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
Undang-Undang KUP.

Ketentuan khusus:

a) Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau
huruf f, Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan tersebut dan
menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui.
b) Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah diperbaiki merupakan tanggal Surat
Keberatan diterima.
c) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang
masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan
atau pembahasan akhir hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan belum
dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak
tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

Alur Penyelesaian Keberatan


a. Dalam proses penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:
 Meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau
softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui
penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data dan informasi;
 Meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang
disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan;
 Meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada
pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui penyampaian
surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga;
 Meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan;
 Melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan
memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan;
 Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal
pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.
 Pembahasan dan klarifikasi dituangkan dalam berita acara pembahasan dan
klarifikasi sengketa perpajakan.
 Melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk
mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar
dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.

b. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan paling lama 15 (lima
belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan
keterangan dikirim.

c. Apabila sampai dengan jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat
permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim berakhir, Wajib
Pajak tidak meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau
tidak memberikan keterangan yang diminta, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan:
 Surat permintaan peminjaman yang kedua; dan/atau
 Surat permintaan keterangan yang kedua.
d. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua paling lama 10
(sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yang kedua
dikirim.

2. Banding
Upaya hukum selanjutnya yang dimiliki Wajib Pajak sesuai peraturan perundangan atas
ketidakpuasannya terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak adalah permohonan banding
kepada pengadilan pajak. Apabila Wajib Pajak tetap tidak setuju dengan materi nilai pajak
dalam Surat Keputusan Keberatan, wajib pak hanya dapat mengajukan permohonan banding
hanya kepada pengadilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan yang berlaku.
Proses banding pajak harus dilakukan oleh pihak terkait, antara lain:
a) Banding pajak dapat diajukan oleh wajib pajak itu sendiri, ahli waris, pengurus, atau
kuasa hukum wajib pajak.
b) Apabila selama proses banding pajak pemohon meninggal dunia, maka banding pajak
dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
c) Jika selama proses banding pajak pemohon melakukan penggabungan, pemecahan,
peleburan/pemekaran usaha, maka banding pajak bisa dilanjutkan oleh pihak yang
menerima pertanggung jawaban karena terjadinya kasus tersebut.
Setelah persyaratan banding pajak telah dipenuhi, pemohon banding pajak juga memiliki
hak-hak yang bisa diperjuangkan oleh pemohon banding pajak. Adapun hak sebagai
pemohon banding pajak adalah sebagai berikut:
a) Selama jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya keputusan banding pajak, pemohon
banding berhak melengkapi surat bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku.
b) Surat bantahan bisa dimasukan dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya surat
uraian banding pajak.
c) Pemohon banding berhak hadir dalam persidangan untuk memberikan keterangan
lisan serta bukti yang diperlukan sepanjang memberitahukan kepada ketua pengadilan
pajak secara tertulis.
d) Pemohon banding pajak berhak hadir dalam sidang pembacaan keputusan.
e) Pemohon banding pajak berhak didampingi atau diwakilkan oleh kuasa hukumnya
yang telah terdaftar/mendapat izin kuasa hukum dari ketua pengadilan pajak.
f) Pemohon banding pajak bisa meminta kepada majelis perihal kehadiran saksi.
Proses banding pajak memang terbilang cukup lama, pengadilan pajak wajib menetapkan
putusan paling lambat 12 bulan sejak surat banding pajak diterima. Apabila permohonan
banding pajak ditolak atau dikabulkan namun hanya sebagian, maka wajib pajak dikenai
sanksi administrasi berupa denda 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding.
Kemudian dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan.

3. Peninjauan Kembali
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak
masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.
Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan
putusan pengadilan. Permohonan dapat diajukan dengan alasan:
a) Putusan pengadilan didasarkan pada suatu kebohongan pihak lawan berdasarkan
bukti-bukti yang kemudian dinyatakan palsu oleh hakim pidana
b) Bukti tertulis baru yang dapat menghasilkan putusan berbeda
c) Bagian dari tuntutan yang belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
d) Putusan yang senyatanya tidak sesuai peraturan perundangan
Syarat Pengajuan :
a) Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
b) Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
c) Hukum Acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum
acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU
Pengadilan Pajak.
Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan
ketentuan:
a) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak
mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa;
b) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima
oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak
mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
c) Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.
4. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang
dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap
hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat
diajukan gugatan.
Syarat Pengajuan Gugatan :
a) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
b) Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak
adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini
tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas)
hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
c) Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan adalah
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu ini
tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas)
hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
d) Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu)
Surat Gugatan Gugatan.
e) Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen
yang digugat.
Pihak yang Dapat Diajukan Gugatan :
a) pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman
Lelang;
b) keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c) keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
d) penerbitan Surat Keputusan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pencabutan Gugatan
a) Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan
Pajak.
b) Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:
c) penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang;
d) putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat.
e) Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan ketua atau putusan Majelis/Hakim
Tunggal tidak dapat diajukan kembali.
REFERENSI :
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Manajemen Perpajakan Modul Chartered Accountant.
_________.2019. Keberatan Wajib Pajak. https://www.pajak.go.id.
Diakses, 10 Desember 2020
_________ 2019. Banding dalam Perpajakan. https://pajak.go.id/ .
Diakses, 10 Desember 2020
_________ 2019. Peninjauan Kembali Wajib Pajak. https://pajak.go.id/ .
Diakses, 10 Desember 2020
_________ 2019. Gugatan yang Diajukan Wajib Pajak. https://pajak.go.id/ .
Diakses, 10 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai