Anda di halaman 1dari 14

Surat Keberatan dan Banding atas

SKP Pajak
Bagaimana Mempersiapkan Keberatan dan Banding
A. Mempersiapkan Keberatan
1. Pendahuluan
Dalam menghadapi sengketa pajak, wajib pajak memiliki hak untuk :
a) Mengajukan Keberatan (Pasal 25 26 UU KUP)
Jika Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah, rugi, jumlah pajak, dan pemotongan
atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib pajak dapat
mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
b) Mengajukan Permohonan Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
berupa bunga, denda dan kenaikan (Pasal 36 ayat 1a)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya
c) Mengajukan permohonan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar (pasal 36
ayat 1b)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak
yang tidak benar.
d) Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang
Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 KUP
Keputusan Pembetulan dalam pasal 16 yang berkaitan dengan Surat
Tagihan Pajak.
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan Surat
Tagihan Pajak.
Gugatan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Pajak.
Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan atas suatu :
SKPKB
SKPKBT
SKPLB
SKP
Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan
Syarat pengajuan Keberatan :
Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN,
Pemotongan dan Pemungutan oleh Pihak ketiga;
Surat Keberatan diajukan terhadap satu jenis ketetapan pajak. (Satu SKP satu surat
keberatan)
Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut,
atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak.
Disertai dengan alasan-alasan yang jelas.
Diajukan dalam jangka waktu 3 Bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak, tanggal
pemotongan atau pemungutan, kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan wajib pajak
(Force Majeur)
Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan proses
pelaksanaan penagihan.
Hak Wajib Pajak dalam Keberatan:
Agar Wajib Pajak dapat membuat alasan-alasan yang kuat dalam pengajuan keberatan,
sebelum mengajukan keberatan wajib pajak berhak untuk :
Meminta Dasar Pengenaan Pajak
Meminta Dasar Perhitungan Rugi
Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan.
Pengajuan Surat Keberatan :
Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara :
Secara Langsung ke KPP tempat WP terdaftar
Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat
Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan Surat
keberatan. Surat Keberatan diterima secara Phisik oleh petugas DJP-
Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti
pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam bukti pengiriman surat hal-hal sebagai
berikut :
o Tanggal kirim
o Nama dan alamat pengirim
o Nama dan alamat yang dituju
o Isi atau jenis surat yang dikirim
Surat Keberatan yang tidak memenuhi syarat :
Tidak dianggap sebagai surat kberatan, sehingga tidak dipertimbangkan
Kepada wajib pajak akan diberikan penolakan secara formal melalui surat biasa paling
lambat 1 bulan sejak surat tersebut diterima
Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat formal keberatan, tetapi pengajuannya
belum melampaui 3 bulan, wajib pajak masih diberi kesempatan untuk memperbaiki surat
keberatannya dan dapat diajukan kembali dalam batas waktu 3 bulan setelah tgl SKP
Surat keberatan yang diajukan setelah melewati 3 bulan tidak dapat diperbaiki lagi, kecuali
dapat dibuktikan keterlambatan tersebut karena factor force majeur.
Alternatif lain yang dapat ditempuh Wajib Pajak adalah mengajukan permohonan
peninjauan kembali berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
Jangka waktu Penyelesaian Keberatan
Direktur Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan wajib pajak
Jika jangka waktu 12 bulan terlewati, maka keberatan dianggap DITERIMA.
Keputusan Keberatan
Keputusan keberatan yang diterbitkan DJP dapat berupa :
Menerima seluruhnya
Menerima Sebagian
Menolak
Menambah Besarnya pajak yang terutang
Masalah-masalah dalam keberatan yang terkait dengan wajib pajak :
Wajib Pajak tidak siap dalam hal : data, informasi, catatan dan dokumen dalam pengajuan
keberatan
Wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material pengajuan
keberatan
Wajib pajak terlambat dalam menyampaikan permohonan keberatan (lewat dari 3 bulan)
Wajib pajak memiliki interprestasi dan pemahaman yang lemah terhadap peraturan
perpajakan.
Pihak ketiga yang menjadi wakil wajib pajak tidak memenuhi syarat yang diatur dalam
KMK 576/KMK.04/2001 dan KEP DJP No. 188/PJ./2001.
Komunikasi Wajib pajak dan Fiscus tidak berjalan dengan baik.
Strategi Dalam Proses Keberatan
Pastikan permohonan keberatan memenuhi persyaratan formal keberatan
Diajukan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
Diajukan Tidak lewat dari 3 bulan
Surat Keberatan dibuat dalam bahasa Indonesia
Dibuat untuk masing-masing SKP. (Satu SKP satu Surat Keberatan).
Menyebutkan Jumlah pajak yang terutang, jumlah rugi dan jumlah pemotongan atau
pemungutan menurut wajib pajak
Menyebutkan alasan pengajuan keberatan
Surat ditandatangani oleh pihak yang berwenang menandatangani surat keberatan
(Board of Director yang tercantum di akta).
Jika ditandatangai pihak lain maka harus dilampiri dengan Surat Kuasa khusus.
Pastikan permohonan keberatan memenuhi persyaratan material keberatan :
Pastikan materi yang diajukan keberatan memiliki alasan yang kuat
Alasan harus didukung dengan :
Bukti pendukung yang kuat (harus valid)
Dasar hokum yang kuat (sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu dan untuk
masalah tsb)
Sebelum membuat alasan keberatan, wajib pajak harus mengetahui :
Butir-butir yang akan dikoreksi oleh Fiscus
Alasan Fiscus melakukan koreksi
Dasar hukum yang digunakan fiscus untuk membuat koreksi
Sehingga alasan yang disampaikan dalam surat keberatan TEPAT.
Jika keberatan ditolak, upaya selanjutnya yang dapat dilakukan wajib pajak adalah
mengajukan banding
Contoh Surat Keberatan yang memenuhi persyaratan formal :
Kasus :
Dari pemeriksaan tahun 2003 fiscus menerbitkan SKPKB PPh Pasal 21. hal ini karena
menurut fiscus terdapat obyek PPh pasal 21 yang belum dilaporkan WP. Padahal selisih
tersebut hanyalah karena adanya perbedaan periode yang digunakan dalam SPT Badan -
Laporan keuangan (menggunakan tahun buku) dengan tahun takwim yang harus
digunakan untuk SPT 1721.
Jakarta, 5 April 2005
No. :
Lampiran : -
Hal : Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No. xxxxxxxxxxxxx
Tgl 17 Pebruari 2005
Kepada Yth.
Direktorat Jenderal Pajak
Kantor Wilayah
Kantor Pelayanan Pajak
Alamat lengkap
U.P : Sie Penerimaan dan Keberatan.
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan telah diterbitkannya SKPKB PPh Pasal 21 No. xxxxxxxxxxx tanggal
17 Pebruari 2005 Sebesar Rp. 132.811.256,- atas nama :
Nama Wajib Pajak : PT Tax Ina
NPWP : 00.000.000.0-000.000
Alamat : JAKARTA
yang kami terima tanggal 20 Pebruari 2005 dengan perincian sebagai berikut :
Uraian : Jumlah (Rp) :
Dasar Pengenaan Pajak 3.052.302.069
PPh pasal 21 terutang 660.806.052
Setoran Masa & Tahunan 553.700.200
PPh 21 Kurang Bayar 107.105.852
Sanksi Bunga pasal 13 (2) 25.705.404
Jumlah Pajak yang masih harus dibayar 132.811.256
Bersama ini kami mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No. xxxxxxxxxxxxx
tersebut.
Adapun alasan kami mengajukan keberatan adalah :
1. Menurut Pemeriksa terdapat obyek PPh 21 yang belum dilaporkan dalam SPT PPh 21
yaitu sebagai berikut :
Jenis Obyek Jumlah (Rp)
Gaji 500.689.595
Tunjangan Lembur, dll 76.272.000
Premi Asuransi 83.559.000
THR 760.000
Total 661.280.595
2. Atas Biaya yang merupakan Obyek PPh 21 telah dipotong PPh 21 seluruhnya. Namun
akibat perbedaan periode tahun buku yang dianut Wajib Pajak, sehingga terdapat
perbedaan periode pembebanan biaya yang merupakan obyek PPh pasal 21 dalam
Laporan Keuangan Vs SPT PPh Pasal 21. Rekonsiliasi Obyek PPh 21 berdasarkan SPT
PPh Badan Vs SPT PPh 21 adalah sebagai berikut :
Keterangan Jumlah
1. Total Biaya Gaji dlm Lap Keuangan [Jul02 Jun03] 3.542.376.049
2. Total Biaya Gaji dlm SPT 1721 th 2003 [Jan03 Des03] 2.794.002.022
3. Selisih Lap Keu Vs SPT 1721 748.374.027
dikurangi Biaya Gaji Jan Jun02 1.646.909.526
ditambah Biaya Gaji Jan Jun03 1.811.798.999
Koreksi Fiskal (BIK) th 2001/2002 321.303.131
Koreksi Fiskal (BIK) th 2002/2003 262.181.423
Total 748.374.027
Menurut pendapat kami seharusnya atas SKP PPh pasal 21 tersebut adalah NIHIL.
Demikian permohonan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
PT TAX INA
Taufik
Direktur
B. Mempersiapkan Banding
Sengketa Pajak Dalam Proses Banding
Sengketa pajak dalam proses banding atau sering disebut sengketa banding adalah
sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dengan fiscus mengenai
keputusan keberatan yang tidak disetujui oleh wajib pajak. Seperti halnya dengan
keberatan, Wajib Pajak atau penanggung pajaklah yang harus mengajukan permohonan
banding.
Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal maupun material, namun kebanyakan
Wajib Pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut sengketa material, sehingga
seringkali tidak disadari bahwa sengketa mungkin sudah berawal saat fiscus mulai
melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan.
Sengketa Formal
Sengketa formal timbul apabila WP atau fiscus atau keduanya tidak mematuhi prosedur
dan tata cara yang telah ditetapkan oleh UU perpajakan, khususnya UU KUP dan UU
Pengadilan Pajak. Bagi fiscus, UU KUP telah menetapkan dan prosedur tata cara
pemeriksaan pajak, penerbitan ketetapan pajak, sempai penerbitan keputusan keberatan.
Apabila fiscus melanggar ketentuan tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan
sengketa formal dari pihak fiscus.
Contoh : fiskus menerbitkan SKP atau Surat Keputusan Keberatan setelah melampaui
jangka waktu yang ditetapkan.
Dilain pihak, sengketa formal dari pihak WP bias terjadi apabila WP tidak melaksanakan
prosedur dan tata cara yang ditetapkan dalam UU KUP maupun UU Pengadilan pajak.
Contohnya WP tidak mengajukan keberatan atau banding dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan.
Sengketa Material
Sengketa material atau lazim disebut maateri sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan
jumlah pajak yang terutang atau terdapat perbedaan jumlah pajak yang lebih dibayar
(dalam kasus restitusi) menurut perhitungan fiscus yang tercantum pada ketetapan pajak-
dengan jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak.
Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai :
Dasar hukum yang seharusnya digunakan ;
Persepsi atas ketentuan peraturan pajak ;
Perselisihan atas suatu transaksi tertentu ;
atau hal-hal lainnya.
Kesemuanya itu dapat mengakibatkan jumlah pajak yang ditetapkan oleh fiscus menjadi
berbeda dibandingkan dengan jumlah pajak menurut perhitunan Wajib Pajak. Dan
perbedaan jumlah pajak menurut fiscus dengan WP itulah yang merupakan sengketa
material.
Baik Sengketa formal maupun sengketa material sangat menentukan hasil akhir putusan
banding. Dalam proses banding, hakim akan melakukan pemeriksaan formal terlebih
dahulu sebelum mulai memeriksa materi sengketa.
Permohonan banding tidak akan diproses lebih lanjut oleh pengadilan pajak tanpa
pemeriksaan materi sengketa- apabila banding WP tidak memenuhi ketentuan formal yang
telah ditetapkan.
Sebaliknya apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak memenuhi ketentuan
formal, maka pengadilan pajak dapat menyatakan ketetapan pajak ataupun keputusan
keberatan harus batal demi hokum. Dalam hal ini, permohonan banding WP dapat diterima
selueuhnya atau diterima sebagian, tergantung hasil pemeriksaan keseluruhan oleh hakim
pengadilan pajak.
Ketentuan Formal Pengajuan Banding
Ketentuan formal mengenai pelaksanaan banding diatur dalam ketentuan pasal 27 UU KUP
Jo UU Pengadilan pajak, yang bisa diuraikan sbb :
a) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan
pajak terhadap suatu keputusan keberatan yang ditetapkan oleh dirjen pajak.
b) Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara.
c) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak
d) Syarat formal pengajuan banding
Diajukan ke pengadilan pajak
Dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia
Diajukan oleh Wajib pajak, ahli warisnya, seornag pengurus atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan formal dalam hal ini meliputi :
Nama Wajib Pajak pemohon banding
NPWP Pemohon Banding
Alamat Pemohon Banding
Nama, NPWP dan Alamat WP Pemohon banding akan dicocokkan dengan data yang
tercantum pada kartu NPWP atau administrasi KPP. Jika terdapat perbedaan, WP
Pemohon banding harus dapat menjelaskan alasan-alasannya.
Nama penandatangan surat banding dan surat kuasa khusus. Apabila nama
penandatangan surat banding berbeda dengan nama WP orang Pribadi yang mengajukan
banding, atau dalam hal nama penandatangan surat banding
Pencabutan Banding
Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan Bading ke Pengadilan Pajak dapat
mencabut permohonan tersebut dengan mengajukan surat pernyataan pencabutan banding
kepada pengadilan pajak.
Permohonan Banding yang dicabut akan dihapus dari daftar sengketa melalui :
a. Penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan
b. Putusan Majelis/Hakim tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
NOTE :
Permohonan Banding yang telah dicabut dan mendapat penetapan/putusan tidak dapat
diajukan kembali
Kuasa Hukum
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, Wajib pajak dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi/mewakili wajib pajak dalam proses banding.
Syarat-syarat untuk menjadi kuasa hukum :
1. WNI
2. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-
undangan perpajakan.
3. Persyaratan lain yang ditentukan Menteri Keuangan
Mengacu pada peraturan tersebut, Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa yang bukan
pegawainya dengan surat kuasa khusus dengan syarat-syarat sbb :
a. Menyerahkan asli surat kuasa khusus yang bermaterai yang memuat :
1) nama dan alamat serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak pemberi kuasa;
2) nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa.
3) Bidang/cakupan hak/kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak selaku
pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang bersangkutan
b. Menguasai ketentuan-ketentuan dibidang perpajakan.
Persyaratan ini terpenuhi apabila telah memperoleh pendidikan dibidang perpajakan yang
dibuktikan dengan memiliki ;
1) brevet yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak atau;
2) Ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan
negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri
b. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak
pidana lain dibidang keuangan Negara.
Tata Cara untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar sebagai Kuasa Hukum
Pengadilan Pajak :
Bagi Kuasa Hukum Pengacara :
Syarat yang harus dipenuhi (kumulatif) : Warga Negara Indonesia, Pengacara
(berlisensi), Sebagai Ahli Pajak, memiliki NPWP atau form 1721 A1 dari pemberi kerja
Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan)
dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:
KTP
Surat Ijin Praktek Pengacara
Brevet Pajak/ Ijasah
NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
Pas Photo 2 x 3 2 lembar
Bagi Kuasa Hukum yang bukan pengacara :
Syarat yang harus dipenuhi : WNI, Sebagai Ahli Pajak, Memiliki NPWP atau Form 1721
A1 dari pemberi kerja.
Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan)
dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir
KTP
Brevet Pajak/ Ijasah
NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
Pas Photo 2 x 3 2 lembar
Proses Pelaksanaan Banding
Batasan waktu pelaskanaan banding telah ditetapkan dalam ketentuan UU Pengadilan
pajak. Berikut ini bagan proses pelaksanaan banding :
Bagan 1. (sumber : Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak hal. 12)
Bagan 1. Proses dan jangka waktu pelaksanaan banding ke Pengadilan Pajak.
(Sumber : Buku Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak hal. 12)
Bagan 2 : Proses Banding dengan acara Biasa.
(Sumber : Syaiful Anwar, SH, Msc. Makalah Seminar)
Persiapan Persidangan
Dalam hal pengajuan banding WP memenuhi ketentuan formal yang disyaratkan, maka
pengadilan pajak akan memulai persiapan persidangan dengan meminta Surat Uraian
Banding (SUB) atau Surat Tanggapan dari Fiskus (pihak Terbanding) dan mengirimklan
salinannya ke WP Pemohon Banding, serta menunjuk Majelis atau Hakim Tunggal untuk
menyelesaikan sengketa antara WP dengan fiskus:
a). Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan
b). Surat Bantahan
c). Penunjukan Majelis atau Hakim Tunggal
Persidangan Banding
Persidangan banding dapat dilakukan melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada 2 jenis
pemeriksaan dalam proses banding :
Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (PAB)
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1
(satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri
oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan apabila surat permohonan banding telah
memenuhi ketentuan formal.
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (PAC)
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim
dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding
atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
Sengketa pajak tertentu
Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima
Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau atas
putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung)
Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan
wewenang pengadilan pajak.
Contoh Surat banding yang memenuhi ketentuan formal.
Tangerang , 20 April 2005
No :
Lampiran : 11 Set
Hal : Permohonan Banding Atas Keputusan Keberatan atas SKPKB PPh
Pasal 21 No. xxxxxxxx tgl 10 Desember 2003 yang diterbitkan oleh KPP Mana.
Kepada Yth.
Badan Peradilan Pajak
Gedung D Departemen Keuangan Lt V-IX
Jalan Kalilio Jakarta Pusat
Dengan hormat,
Bersama ini kami :
Nama : PT Apa Saja
NPWP : 00.000.000.0-000.000
Alamat : Tangerang
bermaksud mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan Nomor
xxxxxxxxxxx tgl 10 Desember 2003 yang kami terima pada tanggal 2 Maret 2005 mengenai
Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 Nomor xxxxxxxx tanggal 24 Pebruari
2003.
Besarnya SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 yang diterbitkan berdasarkan hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan oleh KPP Mana adalah sebagai berikut :
Perhitungan tersebut diatas tetap dipertahankan dalam Surat Keputusan Keberatan.
Sedangkan PPh Pasal 21 tahun 2001 yang terutang menurut PT Apasaja adalah :
Perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya koreksi penambahan obyek PPh
Pasal 21 yang tidak disetujui Wajib Pajak. Koreksi tersebut menurut Fiscus karena adanya
pemberian kepada karyawan yang belum dilaporkan dalam ST Tahunan PPh Pasal 21.
Wajib Pajak tidak menyetujui koreksi tersebut. Menurut wajib pajak semua Pembayaran
kepada karyawan yang merupakan obyek PPh Pasal 21 telah dilaporkan dalam SPT
Tahunan PPh Pasal 21.
Adapun alasan kami mengajukan banding adalah karena :
1. Permohonan Keberatan yang kami ajukan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 No.
xxxxxx ditolak oleh KPP mana setelah melewati jangka waktu 12 bulan.
2. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas
bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas Surat
Keberatan yang diajukan Wajib Pajak.
3. Wajib Pajak telah mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 ke KPP Mana pada
tanggal 10 Maret 2003 (Photocopi surat keberatan terlampir).
4. Sampai dengan tanggal 10 Maret 2004 Wajib Pajak belum mendapatkan keputusan atas
keberatan yang telah diajukan sebelumnya.
5. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (5) apabila jangka waktu dua belas bulan telah
lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang
diajukan wajib pajak dianggap diterima.
6. Pada tanggal 2 Maret 2005 Wajib Pajak menerima Surat Keputusan Keberatan No
xxxxxxxx tertanggal 10 Desember 2003 yang memutuskan bahwa Direktur Jenderal Pajak
MENOLAK Keberatan Wajib Pajak Dalam Surat Keputusan Keberatan tersebut tertulis
bahwa, KPP menolak keberatan atas SKPKB PPh Badan, padahal Wajib Pajak
mengajukan keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21.
7. Berdasarkan Cap Pos yang tertera pada amplop KPP (sampul surat keberatan) yang
diterima Wajib Pajak tertulis cap pos tanggal 27 Pebruari 2005
Sebelum mengajukan permohonan banding, kami juga telah melunasi SKPKB PPh Pasal
21 No. xxxxxxxxx tanggal xxxxxx (Photocopi SSP terlampir).
Untuk memenuhi persyaratan formal permohonan banding ini, bersama ini kami lampirkan
dokumen-dokumen sebagai berikut :
1. Salinan Surat Keputusan Keberatan No. xxxxx tanggal 10 Desember 2003.
2. Salinan SKPKB PPh Pasal 21 No xxxxxx tanggal 24 Pebruari 2003.
3. Salinan Surat Keberatan No xxxx tanggal 10 Maret 2003 dan tanda terima surat
keberatan.
4. Salinan SSP tanggal xxxxxx.
5. Photocopi NPWP Wajib Pajak
6. Salinan Akta Pendirian PT Apa Saja dan Perubahannya.
7. Salinan Audit Report th 2001 (Laporan Keuangan) PT Apa Saja .
8. Surat Kuasa Asli .
Demi kelancaran proses banding ini, kuasa hukum kami akan menghadiri persidangan
untuk menyampaikan data-data dan dokumen pendukung lainnya, serta memberikan
keterangan yang diperlukan selama proses banding berlangsung.
Demikian permohonan banding ini kami buat dengan harapan agar dapat dikabulkan. Atas
Perhatian dan kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Triyani Budianto
Kuasa Hukum Wajib Pajak

Anda mungkin juga menyukai