Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS TERHADAP SENGKETA KASUS PAJAK

BANK BCA
SENGKETA KASUS PAJAK BANK BCA

Gambar Ilustrasi diambil dari kompas.com


Baru-baru ini mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo ditetapkan sebagai tersangka karena
diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak setelah menerima seluruh
permohonan keberatan pajak PT BCA Tbk atas transaksi non-performing loan (NPL) sebesar Rp
5,7 triliun dan negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 375 miliar.
Non-Performing Loan adalah istilah dalam dunia perbankan yang dalam bahasa
sederhananya adalah kredit bermasalah. Kredit bermasalah ini dapat diklarifikasikan Kredit
Kurang Lancar, Kredit Diragukan dan Kredit Macet..
A. DEFINISI KEBERATAN PAJAK.
Keberatan dalam perpajakan merupakan salah satu upaya hukum yang dilakukan wajib pajak
dalam memperoleh keadilan di bidang perpajakan. Keberatan pajak timbul akibat dari adanya
ketidak-setujuan Wajib Pajak atas hasil Pemeriksaan Pajak yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak
(fiskus). Jika hasil Keberatan tidak memuaskan, Wajib Pajak dapat mengambil upaya hukum yang
lebih tinggi yaitu Banding atau Gugatan dengan mendaftarkannya di Pengadilan Pajak.
B. PEMERIKSAAN PAJAK WAJIB PAJAK BCA
Krisis moneter di tahun 1998, berdampak negatif bagi perbankan, dimana banyak debitur-
debitur yang tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur (Bank). BCA membukukan kerugian
fiskal sebesar Rp 29,2 triliun. Sesuai UU Perpajakan kerugian tersebut dapat dikompensasikan
dengan penghasilan tahun berikutnya dan dibatasi hingga 5 tahun saja. Atau biasa disebut “tax loss
carry forward”.
Setelah beberapa tahun berselang, Wajib Pajak BCA diperiksa oleh fiskus untuk tahun pajak
2002. Dalam pemeriksaan tahun 2002 tersebut, fiskus mendapat temuan dan melakukan koreksi
laba fiskal periode 1999, sehingga laba fiskal tahun 1999 menjadi jauh lebih besar yaitu sebesar
Rp 6,78 triliun. Sebelumnya BCA mencatat laba fiskal tahun 1999 sebesar Rp 174 miliar.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah tahun pajak 1998 sudah diperiksa oleh fiskus, Hal ini
mengingat dalam praktisnya Lebih bayar atau Rugi fiskal, merupakan prioritas pemeriksaan pajak.
Sehingga keabsahan “loss carry forward” tahun 1998 secara UU Perpajakan dapat dinilai lebih
awal.
C. TAFSIR PAJAK.
Dalam jumpa pers yang dilakukan pihak BCA, menyebutkan bahwa dari nilai koreksi 6,78
triliun, ada koreksi terkait transaksi pengalihan aset, termasuk jaminan Rp 5,77 triliun. yang
dilakukan dengan proses jual beli dengan BPPN. sesuai Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan
Piutang No SP-165/BPPN/0600. Hal inilah yang menjadi salah satu sengketa, karena beda
persepsi dan penafsiran Peraturan Perpajakan. Menurut pihak BCA hal itu seharusnya tidak
dikoreksi sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan No 117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank
Indonesia No 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret 1998,
Ternyata fiskus berpendapat lain, menurut fiskus transaksi tersebut adalah penghapusan
piutang macet/tak tertagih. Sehingga dikoreksi positif menjadi menambah penghasilan kena
pajak. Jika benar fiskus menganggap transaksi tersebut merupakan penghapusan piutang tak
tertagih, maka aturan yang menjadi dasar hukum bagi fiskus adalah NOMOR 130/KMK.04/1998
TANGGAL 27 FEBRUARI 1998 (peraturan yang berlaku saat itu dan sudah dicabut saat ini).
Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur tentang Penghapusan piutang tak tertagih yang boleh
dikurangkan sebagai biaya. Adapun syarat yang ditetapkan dalam peraturan tersebut adalah:
a. Wajib Pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian perusahaan dalam
Laporan Keuangan Komersial; dan
b. menyerahkan nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih tersebut kepada Pengadilan Negeri
atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN); dan
c. mengumumkan daftar nama tersebut dalam suatu penerbitan; dan
d. menyerahkan Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan yang mencantumkan nama, alamat,
NPWP dan jumlahnya, serta dokumen lain yang dipandang perlu oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam pemeriksaan, fiskus pasti menguji apakah transaksi tersebut sudah memenuhi syarat-
syarat tersebut. Jika tidak, maka akan dilakukan koreksi fiskal.
D. TAFSIR WAJIB PAJAK
Sedangkan menurut BCA, transaksi tersebut tidak dapat digolongkan sebagai “penghapusan
piutang macet”. Pihak BCA beralasan bahwa transaksi pengalihan aset itu merupakan jual beli
piutang dengan BPPN sesuai Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No SP-165/BPPN/0600
dan sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan No 117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank
Indonesia No 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret 1998. Hal ini juga sejalan dengan instruksi
Menteri Keuangan dan Gubernur BI No 117/KMK.017/1999 dan 31/15/KEP/GBI tanggal 26
Maret 1999 tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank dalam Penyehatan yang Berstatus
Bank Take Over.
BCA beranggapan tidak melanggar undang-undang maupun peraturan perpajakan yang
berlaku. Dengan demikian BCA tidak setuju hasil pemeriksaan pajak.
E. PENGAJUAN KEBERATAN PAJAK
Tentu saja BCA menolak hasil pemeriksaan tersebut dan mengambil upaya hukum untuk
memperoleh keadilan dengan mengajukan Surat keberatan pada tanggal 17 Juni 2003 kepada
Dirjen Pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan oleh fiskus. Surat Keberatan paling lambat
diajukan 3 bulan sejak tanggal Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dan menurut peraturan
perundang-undangan dalam perpajakan, proses penyelesaian keberatan paling lambat 12 bulan
sejak surat keberatan diterima.
F. HASIL PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK.
Setelah dilakukan kajian, Direktur PPh mengeluarkan hasil risalah beserta kesimpulan. Inti
risalah itu menyebut bahwa keberatan pajak yang dimohonkan oleh Bank BCA ditolak. Dan Bank
BCA diwajibkan memenuhi pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77 trilyun dengan batas
waktu pembayaran 18 Juli 2004.
Nah, hasil keberatan pajak inilah yang menjadi sorotan sekarang ini yang membawa Hadi Purnomo
menjadi tersangka oleh KPK. Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak mengeluarkan nota dinas yang
memerintahkan Direktur PPH mengubah kesimpulan atas keberatan BCA dari awalnya "ditolak"
menjadi 'diterima' seluruhnya. Hadi Poernomo menandatangani SK Nomor KEP-870/PJ.44/2004
tertanggal 18 Juni 2004 yang isinya menyatakan bahwa Keberatan yang disampaikan BCA
diterima Ditjen Pajak.
G. URAIAN HASIL ANALISIS
1. a) Materi Yang Diajukan
Materi yang diajukan oleh pihak Bank BCA terkait kasus pengajuan banding tersebut
adalah : BCA menilai transaksi pengalihan aset ke BPPN merupakan jual-beli-piutang. Namun
Ditjen Pajak menilainya sebagai transaksi penghapusan piutang macet atau non-performing loan
(NPL), Karena ada perbedaan itu, pada 17 Juni 2003 BCA mengajukan surat keberatan ke Ditjen
Pajak terkait koreksi transaksi pengalihan piutang macet kepada BPPN tahun 1999 sebesar Rp
5,77 trilyun;. Sesuai Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No SP-165/BPPN/0600. Hal
inilah yang menjadi salah satu sengketa, karena beda persepsi dan penafsiran Peraturan
Perpajakan. Menurut pihak BCA hal itu seharusnya tidak dikoreksi dengan alasan transaksi
pengalihan aset itu merupakan jual beli piutang sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan No
117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank Indonesia No 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret 1998.
b) Putusan atau Hasil
Putusan atau hasil dari pengajuan banding yang diajukan oleh Pihak BCA atas tuduhan
menyalahi aturan perhitungan pajak adalah : Direktur PPh mengeluarkan hasil risalah beserta
kesimpulan. Inti risalah itu menyebut bahwa keberatan pajak yang dimohonkan oleh Bank BCA
ditolak. Dan Bank BCA diwajibkan memenuhi pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77
trilyun dengan batas waktu pembayaran 18 Juli 2004.
Namun,Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak mengeluarkan nota dinas yang memerintahkan
Direktur PPH mengubah kesimpulan atas keberatan BCA dari awalnya “ditolak” menjadi
‘diterima’ seluruhnya.
Hadi Poernomo menandatangani SK Nomor KEP-870/PJ.44/2004tertanggal 18 Juni 2004
yang isinya menyatakan bahwa Keberatan yang disampaikan BCA diterima Ditjen Pajak.
Namun, setelah diusut kembali ternyata Hadi Purnomo-lah yang melakukan
pemanipulasian data, dimana yang seharusnya keberatan BCA ditolak oleh Direktur Pph namun
malah Hadi Purnomo meminta Direktur Pajak mengganti putusan tersebut menjadi diterima
sepenuhnya. Sehingga, pada akhirnya Bank BCA tetap diwajibkan memenuhi pembayaran pajak
tahun 1999 sebesar Rp 5,77 trilyun dengan batas waktu pembayaran 18 Juli 2004;
Inilah yang akhirnya mengakibatkan hadi Purnomo ditetapkan oleh KPK sebagai
tersangka.
c) Lama Putusan
Upaya hukum yang dilakukan Bank BCA untuk memperoleh keadilan adalah dengan
mengajukan Surat keberatan pada tanggal 17 Juni 2003.Kemudian, setelah dilakukan kajian,
Direktur PPh, pada tanggal 13 Maret 2004, mengeluarkan hasil risalah beserta kesimpulan. Inti
risalah itu menyebut bahwa keberatan pajak yang dimohonkan oleh Bank BCA ditolak. Dan Bank
BCA diwajibkan memenuhi pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77 trilyun dengan batas
waktu pembayaran 18 Juli 2004. Atas pemanipulasian Hadi Purnomo, keputusan pengajuan
keberatan pihak BCA ini keluar pada tanggal 18 Juli 2004 dengan SK Nomor KEP-870/PJ.44/2004
tertanggal 18 Juni 2004 yang isinya menyatakan bahwa Keberatan yang disampaikan BCA
diterima Ditjen Pajak.
2. Jangka Waktu Kadaluarsa atas Setiap Penetapan Banding
Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Penentuan masa 10 tahun ini sesuai dengan ketentuan daluwarsa penyimpanan buku-buku,
catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan Wajib
Pajak.Mulai 1 Januari 2008, daluwarsa penetapan pajak ditentukan menjadi 5 (lima) tahun sejak
akhir Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam ketetapan pajak yang tidak mengandung
persengketaan antara skus dan Wajib Pajak, dapat dibetulkan oleh Direktur Jenderal Pajak secara
jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
permohonan diterima, harus memberikan keputusan. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat,
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan pembetulan yang
diajukan tersebut dianggap diterima.
Mulai 1 Januari 2008, jangka waktu penyelesaian permohonan pembetulan Wajib Pajak
harus diselesaikan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
surat permohonan pembetulan diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan pembetulan yang diajukan
dianggap dikabulkan.

DAFTAR RUJUKAN

http://smsadheererd-samsulriadirosdu.blogspot.com/2012/10/makalah-penetapan-dan-ketetapan-
pajak.html
http://www.gatra.com/fokus-berita/51740-jalur-panjang-kasus-pajak-bca.html
https://ungkapsemua.wordpress.com/2014/05/11/kasusbca/
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2014/04/diduga-rugikan-negara-370-miliar-mantan-dirjen-
pajak-jadi-tersangka/

Anda mungkin juga menyukai