MAKALAH
Sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Pajak
Disusun Oleh:
SENTOT EKO BASKORO 102 0612 032
WYASA S KOLOPAKING 102 0612 025
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu mata kuliah wajib pada program Sarjana di Fakultas Hukum
Universitas Veteran Nasional Veteran Jakarta adalah mata kulia Hukum Pajak
yang memberikan dasar-dasar pemahaman perpajakan di Indonesia ditinjau dari
perspektif hukum normatif yang berlaku. Dalam hal ini segala bentuk tinjauan
tentang pajak diperlukan untuk memperkaya khazanah pemahaman para calon
Sarjana Hukum ini untuk dapat menerapkan ilmu pengetahuannya di masyarakat
kelak.
2
Juga di neraca yang sama, PT Ancora Mining Service mengaku tidak memiliki
utang, namun dalam laporan laba rugi ditemukan pembayaran bunga sebesar Rp
18.346.170.191. Pada laporan fiskal per tanggal 31 Desember 2008 ditemukan
bukti pemotongan pajak senilai Rp 5.331.840.000 dari sebuah perusahaan. Tetapi
tidak ada kejelasan atas transaksi apa pemotongan pajak tersebut dilakukan.
3
a. Apakah PT. Ancora Mining Service dapat dikenakan tuduhan melakukan
penggelapan pajak?
b. Apakah laporan ini dapat dikategorikan sebagai salah satu sengketa pajak?
c. Bagaimanakah Sengketa pajak dan cara penyelesaiannya?
1.3 Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengetahui dasar-dasar hukum perpajakan di indonesia
2. Mengetahui Sengketa pajak dan cara penyelesaiannya.
3. Mengetahui keberadaan Pengadilan Pajak sebagai solusi untuk
menyelesaikan masalah sengketa pajak.
4
BAB II
KERANGKA KONSEP DAN TEORI
5
Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002) memang terkesan memunculkan dualisme
bahwa seolaholah Pengadilan Pajak, yang hanya berkedudukan di Jakarta, itu
berada di luar kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU
Nomor 14 Tahun 1970) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 dan terakhir diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 4 Tahun 2004).
6
Tahun 1994). Karena merupakan saat dibentuknya sebuah aturan pajak nasional
yang baru, maka tahun 1983 disebut sebagai tahun reformasi pajak.
7
Artinya, wajib pajak belum dinyatakan bersalah apabila belum ada bukti-bukti
nyata.
8
mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan. Yang termasuk hukum
pajak formal adalah peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk
menjelmakan hukum material tersebut diatas menjadi suatu kenyataan. Bagian
hukum ini memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu
utang pajak, kontrol oleh pemerintah terhadap penyelenggaranya, kewajiban
para wajib pajak (Sebelum dan sesudah menerima surat ketetapan pajak),
kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam pemungutanya. Maksud hukum
formal adalah untuk melindungi, baik Fiskus maupun wajib pajak. Jadi untuk
memberi jaminan bahwa hukum materialnya akan dapat diselenggarakan
setepat-tepatnya. (tulisan ini sengaja disisipkan oleh penyusun: Sentot
Baskoro) Misalnya hukum pajak materiil menetapkan, bahwa seseorang yang
bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua
belas bulan, dan mempunyai penghasilan yang jumlahnya di atas PTKP, maka
orang yang bersangkutan telah mempunyai kewajiban untuk membayar pajak
dan statusnya telah menjadi Wajib Pajak.
9
dibayar wajib pajak dengan persentase antara 50-100% dari jumlah pajak yang
tidak/kurang dibayar.
10
formulir SPT dan buku petunjuknya, waktu untuk berkonsultasi dengan akuntan
dan konsultan pajak untuk mengisi SPT, serta waktu yang terpakai untuk pergi
dan pulang ke kantor pajak.
11
perpajakannya. Menurut pengamatan penulis ada dua macam kepatuhan yakni
kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Yang dimaksud dengan kepatuhan
formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang
perpajakan. Sedangkan kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib
Pajak secara substantif/hakikat memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan
yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan materiil meliputi
juga kepatuhan formal.
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa tax evasion adalah perbuatan
melanggar undang-undang. Misalnya menyampaikan di dalam SPT jumlah
penghasilan yang lebih rendah daripada yang sebenarnya (understatement of
income) di satu pihak dan atau melaporkan biaya yang lebih besar daripada yang
sebenarnya (overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax evasion
yang lebih parah adalah apabila Wajib Pajak sama sekali tidak melaporkan
penghasilannya (non-reporting of income). Perbuatan ini melanggar baik jiwa atau
semangat maupun kalimat-kalimat dalam undang-undang perpajakan. Di
12
Indonesia perbuatan yang termasuk dalam tax evasion diancam dengan hukuman
pidana fiscal yang diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU KUP 2000.
Subyek Pajak adalah orang yang dituju oleh UU untuk dikenakan pajak.
Subyek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diperolehnya dalam tahun
pajak. Subyek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan, badan dan bentuk usaha tetap. Yang dimaksud dengan Bentuk
Usaha Tetap (BUT atau dalam bahasa Inggris: permanent establishment) adalah
bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak
13
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan
selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama
orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat
dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau
badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
menggunakan agen, broker atau Perantara yang mempunyai kedudukan bebas,
asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya
dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.
14
gedung kantor; pabrik; bengkel; pertambangan dan penggalian sumber alam;
wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; proyek konstruksi,
instalasi, atau proyek perakitan; pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh
pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka
waktu 12 bulan; orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas; dan agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia.
Obyek Pajak adalah sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung
pajak terutang.
Pajak dipandang dari segi hukum akan terutang apabila memenuhi syarat
subjektif yang berhubungan dengan objek pajak dan syarat objektif yang
berhubungan dengan subjek pajak. Utang Pajak menurut faham formal timbul
karena perbuatan fiskus, yakni fiskus menerbitkan SKP. Secara ekstrim, seseorang
tidak mempunyai kewajiban membayar pajak penghasilan/ pendapatannya jika
fiskus belum menerbitkan SKP. Sedangkan menurut faham materiil utang pajak
timbul karena terpenuhinya ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dalam undang-
undang. Terpenuhinya ketentuan dalam undang-undang tersebut disebut sebagai
tatbestand. Misalnya syarat timbulnya utang pajak bagi seseorang (A) menurut
UU PPh 2000 antara lain: Jika si A telah bertempat tinggal atau berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, dan si A telah
mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP, maka sudah timbul utang pajak
bagi si A. Dia tidak perlu menunggu fiskus menerbitkan SKP. Timbulnya utang
pajak menurut faham materiil secara sederhana dapat dikatakan karena Undang-
Undang atau karena tatbestand, yaitu rangkaian dari keadaan-keadaan,
perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa (baik yang feitelijk, yuridis,
persoonlijk maupun zakelijk) yang dapat menimbulkan utang pajak. Terutangnya
15
suatu pajak sekurang-kurangnya harus memenuhi unsur-unsur rumus pajak, yakni
adanya tax base atau dasar pengenaan pajak, tax rate atau tariff pajak dan adanya
tax payer atau Wajib Pajak. Tarif pajak dikalikan dasar pengenaan pajak akan
menghasilkan utang pajak atau tax liability, yang dapat juga disajikan dan
persamaan:
Pajak = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (Tax = Rate x Base)
16
2.1.7 Administrasi Hukum Pajak
Ilmu administrasi adalah cabang atau disiplin ilmu sosial yang melakukan
studi terhadapadministrasi sebagai salah satu fenomena masyarakat modern.
Administrasi sebagai objek studi Ilmu Administrasi paling sedikitnya mempunyai
10 (sepuluh) aspek yang penting yakni administrasi merupakan suatu fenomena
sosial, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat (modern). Eksistensi
daripada Administrasi ini berkaitan dengan organisasi (dalam arti moder),
artinya: administrasi itu terdapat di dalam suatu organisasi. Jadi, barang siapa
hendak mengetahui adanya administrasi dalam masyarakat dia harus mencari
terlebih dahulu suatu organisasi yang masih hidup; di situ terdapat administrasi.
17
Penetapan oleh fiskus dalam kondisi yang demikian ini yakni Wajib Pajak tidak
menyampaikan SPT walaupun telah ditegur dan diperingatkan disebut sebagai
penetapan secara jabatan atau penetapan secara ex-officio. Jumlah pajak terutang
dalam SKP yang ex-officio dapat dipastikan berjumlah jauh lebih besar daripada
yang seharusnya, karena perhitungan fiskus hanya didasarkan pada taksiran saja.
Tidak menyampaikan SPT tepat pada waktunya diancam dengan sanksi
administrasi berupa denda administrasi. Tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT yang isinya tidak benar diancam dengan sanksi pidana.
Prosedur pajak (Corporate tax procedures) di Indonesia berdasarkan UU
No. 16 Tahun 2000 menyangkut masalah Due date for Filing Corporate Tax
Returns, atau batas waktu penyampaian SPT Pajak Penghasilan; Procedures for
extending due date for filing, atau prosedur untuk memperpanjang masa
penyampaian SPT; Estimated tax return atau perkiraan pajak penghasilan yang
terutang untuk tahun depan. Ketentuan ini di Indonesia diatur dalam Pasal 25 UU
PPh 2000; Penalties and Interest; Statute of limitations for examination of
returns; Claim for refund procedures atau prosedur untuk mendapatkan kembali
kelebihan pembayaran pajak dan appeal Procedures to Tax Authority and Court,
atau prosedur mengajukan keberatan ke Direktur Jenderal Pajak dan Pengadilan
Pajak.
Manusia pada dasarnya lahir ke permukaan bumi bebas dan merdeka, dan
pada dirinya melekat hak-hak asasi yang mendasarinya. Namun dia tidak mungkin
hidup seorang diri di tengah-tengah masyarakat, seperti cerita Robinson Crusoe,
seorang pelaut yang terdampar disebuah pulau kecil. Dia hidup tak berkawan
kecuali dengan binatang-binatang, dia tidak butuh hukum, karena hukum itu baru
dibutuhkan dalam suatu pergaulan hidup manusia. Realitasnya manusia hidup
bermasyarakat, dimana didalamnya ada kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat antara keduanya selalu berkaitan atau kadang-kadang terjadi
pertentangan. Disinilah pentingnya kehadiran hukum termasuk didalamnya
lembaga peradilan yang berfungsi menyelesaikan masalah/sengketa diantara
18
pihak, setelah upaya penyelesaian internal (kemanusiaan, tidak berhasil dicapai
kata sepakat/kata damai).
Pada mulanya, bila terjadi sengketa antara rakyat dengan alat-alat Negara,
secara umum diselesaikan oleh Pengadilan Negeri (Umum), yang hasilnya kurang
memuaskan, karena perselisihan itu terjadi di bidang tata usaha Negara.Tetapi
setelah lahirnya Undang-undang No.5 Tahun 1986, permasalahan tersebut menjadi
kewenangan Peradilan Administrasi Negara/Peradilan Tata Usaha Negara.
19
Adanya kewajiban bagi masyarakat untuk membayar pajak terkadang
tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran wajib pajak dalam mematuhi
ketentuan tersebut. Keterbatasan pemerintah melalui aparat penagih pajaknya juga
mengakibatkan munculnya masalah persengketaan di bidang perpajakan.
Masalah sengketa pajak ini dari masa ke masa ditanggapi oleh pemerintah
yang berkuasa dengan jalan lembaga penyelesaian sengketa pajak. Pada masa
Pemerintahan Hindia Belanda, di negara ini telah ada badan penyelesaian
sengketa pajak yang dibentuk dengan Ordonansi 1915 (Staatsblad Nomor 707)
dengan nama Raad van het Beroep voor Belastingzaken (Badan Banding
Administrasi Pajak), yang kemudian diganti dengan Ordonansi 27 Januari 1927,
Staatsblad 1927 Nomor 29 tentang Peraturan Pertimbangan Urusan Pajak
(Regeling van het Beroep in Belastingzaken). Selanjutnya, lembaga tersebut oleh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 diubah menjadi Majelis Pertimbangan
Pajak yang tugasnya memberi keputusan atas surat pemeriksaan banding tentang
pajak-pajak negara dan pajak-pajak daerah. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun
1983, MPP diberlakukan sebagai badan peradilan pajak yang sah dan tidak
bertentangan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana tercantum dalam UU
Nomor 14 Tahun 1970. UU Nomor 6 Tahun 1983 mengatur hal ini dalam Pasal 27
ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan
mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
20
lembaga peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif dan dibentuk
melalui undang-undang. Tujuannya adalah menjamin hak dan kewajiban
pembayar pajak sesuai dengan undang-undang bidang perpajakan serta
memberikan putusan hukum atas sengketa pajak. Putusan lembaga peradilan pajak
dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan undang-undang perpajakan
sehingga ketentuan-ketentuan di dalamnya dapat memberikan kepastian hukum
dan keadilan bagi semua pihak.
21
Walaupun tidak bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 1970, BPSP
pada kenyataannya belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di
Mahkamah Agung. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengadilan pajak yang
sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman yang berlaku di Indonesia sekaligus
mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa
pajak.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia
mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
(UU Nomor 14 Tahun 2002). Definisi pengadilan pajak dijelaskan dalam Pasal 2,
yaitu Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan
terhadap sengketa pajak.
Dalam hal ini sengketa pajak dapat terjadi akibat adanya perbedaan nilai
perhitungan dan pembayaran hutang pajak antara Wajib Pajak dan Pemerintah
(fiscus). Nilai tersebut dapat didasarkan atas laporan keuangan dari wajib Pajak,
22
maupun temuan-temuan lain dari Direktorat Jenderal Pajak atas kegiatan Wajib
Pajak yang bersangkutan.
23
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus PT. Ancora Mining Service terdapat dua kemungkinan ketidak-
cocokan antara laporan keuangan dan arus lalu lintas uang yang ada, yaitu
perusahaan secara sengaja telah menggunakan jasa akuntan baik internal maupun
akuntan publik untuk mengeluarkan laporan keuangan yang tidak benar ini, atau
sering disebut dengan penggunaan pembukuan ganda, dimana pembukuannya
terbagi menjadi pembukuan untuk kepentingan internal dan pembukuan untuk
konsumsi publik dan/atau pajak.
Di sisi lain juga terdapat pelanggaran atas laporan keuangan Yayasan yang
terkait dengan perusahaan, yaitu Yayasan Ancora, dimana tidak melakukan
laporan atas sumbangan dari pihak MEC yang melebihi Rp.500.000.000,- juta
sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat 2 (b) Undang Undang no. 28 tahun 2004
yang memperbaiki Undang Undang no. 16 tahun 2001 tentang Yayasan.
24
Selain itu perusahaan juga dapat langsung dikaitkan dengan tuduhan
penggelapan pajak sesuai dengan Pasal 55 Undang-undang no. 5 tahun 2011
tentang Akuntan Publik jo pasal 24 Undang-undang No. 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
25
c.3 Penyelesaian Sengketa Pajak
26
(UU Nomor 14 Tahun 2002). Definisi pengadilan pajak dijelaskan dalam Pasal 2,
yaitu Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan
terhadap sengketa pajak.
27
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
28
f.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Handoko, Rukiah, Pengantar Hukum Pajak: Seri Buku Ajar. Depok: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2000.
Heru Suyanto dan Agung Palwono, Hukum Pajak dan Penyelesaian Sengketa
Pajak, Cetakan I, Heru Suyanto Publishing, Jakarta, 2011
Undang-Undang
30