Anda di halaman 1dari 16

TUGAS HUKUM PAJAK

“REVIEW BUKU HUKUM PAJAK R. SANTOSO BROTODIHARDJO, SH.”

Nama : Ni Wayan Niti Adnyani


NIM : 1704551015
Kelas : A Reguler Pagi
Mata Kuliah : Hukum Pajak
Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH., M.Hum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
 TENTANG HUKUM PAJAK, ARTI, TUGAS, DAN GUNANYA
Hukum pajak, sering juga disebut hukum fiscal adalah keseluruhan dari peraturan-
peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia
merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara
negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak
(selanjutnya sering disebut wajib pajak).
Tugasnya itu adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat
dihubungkan dengan pengenaan pajak, dalam hal ini lah penting sekali tidak bisa
diabaikan begitu saja latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat
tersebut. Hukum pajak memuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana
dengan acara pidananya. Yang menarik perhatian para cendekiawan adalah seringnya
perubahan aturan, yaitu sebagai akibat dari perubahan yang terdapat pada kehidupan
ekonomi dalam masyarakat di mana perubahan ini mengharuskan pengubahan peraturan-
peraturan pajaknya.
Demikian halnya dengan negara-negara yang telah maju (juga dalam caranya
mengatur pajak tersebut), yang bisa menyesuaikan segala aparaturnya dengan kebutuhan
masyarakat untuk segera terlaksana terhadap segala perubahan terutama di dalam
perekonomian.
 Pajak
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan. Definisi tersebut dikutip dari Prof. Adriani, yang
memasukan pajak sebagai pengertian yang dianggapnya sebagai suatu species ke dalam
genus pungutan (jadi pungutan diartikan lebih luas). Yang dimaksud tidak mendapat
prestasi-kembali dari negara ialah prestasi khusus yang erat hubungannya dengan
pembayaran “iuran” tersebut.
 Definisi Pajak
Berikut disajikan definisi dari beberapa sarjana yang dimuat secara kronologis:
1. Definisi Prancis, termuat dalam buku Leroy Beaulieu “Pajak adalah bantuan, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang dipaksakan oleh kekuasaan public
dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah”
2. Definisi Deutsche Reichs Abgaden Ordnung “Pajak adalah bantuan uang secara
periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang
bersifat umum (negara) untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu
tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan
utang pajak.”
3. Mr. Dr. N.J. Feldmann, “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak terhadap
norma yang ditetapkan oleh penguasa itu sendiri, tanpa adanya kontraprestasi, dan
semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”
4. Prof. Dr. M.J.H. Smeets, “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum, yang dapat memaksa yang ditunjukan dalam hal
yang individual dalam arti membiayai pengeluaran pemerintah.”
5. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat kontra-prestasi yang
langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
6. Dr. Soeparman Soemahamidjaja, “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau
barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.”

 Ciri-Ciri yang Melekat Pada Pengertian Pajak


Kesimpulan dari berbagai definisi selain definisi dari Dr. Soeparman yang
memang membuka ide baru adalah:
a) Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
b) Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
c) Pajak dipungut oleh Negara, baik itu meliputi pemerintah pusat ataupun
pemerintah daerah
d) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, jika dari
pemasukannya masih terdapat surplus, maka dipergunakan untuk membiayai
public investment.
e) Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.
 Retribusi
Retribusi itu berdasarkan atas peraturan-peraturan yang berlaku secara umum dan
sifatnya memaksa; barang siapa yang ingin mendapat suatu prestasi tertentu dari
pemerintah harus membayar. Contoh: pembayarannya seperti pembayaran uang kuliah,
listrik, gas dan sebagainya.
 Sumbangan
Sumbangan yakni biaya yang dikeluarkan untuk mendapat prestasi. Tetapi hanya
golongan tertentu saja yang diwajibkan membayar sumbangan tersebut. contohnya seperti
pajak kendaraan bermotor, peneng untuk sepeda dan sebagainya yang nanti hasilnya
digunakan dalam pembuatan atau pemeliharaan jalan khususnya bermanfaat bagi
pengendara atau pengguna jalan di jalan raya.
 Perbedaan Selanjutnya
Walaupun kelihatan hamper sama, namun sumbangan ini tidak boleh disamakan
dengan retribusi. Pada retrubusi dapat ditunjuk seseorang yang mengenyam kenikmatan
kontra-prestasi dari pemerintah sedangkan dalam sumbangan yang mendapat prestasi
kembali ini adalah suatu golongan.
Pajak maupun sumbangan, keduanya bersifat yuridis, artinya akan membawa akibat-
akibat hukum untuk pelanggrannya dengan perbedaan bahwa pada apajak sifat
memaksanya umumnya jauh lebih kuat daripada sumbangan.
Adapun dalam retribusi paksaanya umumnya bersifat ekonomis sehingga pada hakikatnya
diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk membayarnya atau tidak. Contoh:
seseorang bebas untuk mengikuti mata kuliah pada suatu universitas, tetapi bilamana akan
berbuat demikan, ia harus membayar uang kuliahnya, sebab ia tidak akan diperbolehkan
masuk dalam ruang kuliah bilamana tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran.
 Hukum Pajak Termasuk Hukum Publik
Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik, dan ini merupakan bagian dari tata
tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya .
 Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata dan Hukum Pidana
a. Hukum Perdata
Dalam hukum perdata memiliki sangkut paut dengan hukum pajak karena
hukum perdata adalah bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antar
orang pribadi. Hukum perdata sendiri memiliki peran dalam hal mencari dasar
kemungkinan pemungutan atas kejadian, keadaan serta perbuatan hukum yang
bergerak dalam lingkup hukum perdata.
b. Hukum Pidana
Dalam hukum pidana yang juga memiliki sangkut paut dengan hukum pajak
yakni mengatur tentang adanya sanksi atas kealpaan dan kesenjangan terhadap wajib
pajak yang melanggar peraturan.
 Perlawanan Terhadap Pajak
Sebagian besar diantara rakyat tidak pernag meresap kewajibannya untuk membayar
pajak sedemikian rupa sehingga memenuhinya tanpa menggerutu. Bahkan tidak sedikit
kemungkinan saja, maka pada umumnya mereka cemderung meloloskan diri dari setiap
pajak. Hal ini telah terjad sepanjang masa.
 Perlawanan Pasif Terhadap Pajak
Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan
pajak dan erat kaitannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan
perkembangan intelektual dan moral penduduk dan dengan teknik pemungutan pajak
itu sendiri. Perlawanan pasif terdapat apabila sistem kontrol tidak dilakukan dengan
efektif atau bahkan tidak dapat dilakukan.
 Perlawanan Aktif Terhadap Pajak
Perlawanan aktif meliputi seluruh usaha dan perbuatan yang secara lasngsung
ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Diantaranya dapat
dibedakan dengan cara-cara:
a. Penghindaran diri dari pajak
Pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan
yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan tidak melakukan hal-hal
yang dapat dikenakan pajak. Biasanya dilakukan dengan penahanan diri atau dengan
penggunaan surogat: orang yang mengurangi atau menekan konsumsinya dalam
barang-barang yang dapat dikenakan pajak. Contoh: pajak kendaraan bermotor
dihindari orang dengan membiarkan mobilnya berada di garasi.
b. Pengelakan atau penyeundupan pajak
Pada hakikatnya yang menjadi soal disini adalah suatu bentuk simulasi (perbuatan
berpura-pura) keadaan yang sebenarnya disembunyikan dengan misalnya mengajukan
suatu pernyataan yang tidak benar atau data-data yang tidak benar (ketengan palsu
dalam dokumen). Pengelakkan pajak terutama terhadap pajak yang untuk penentuan
besarnya, para wajib pajak harus bekerja sendiri dengan menggunakan
pemeberitahuan dan dokumen-dokumen lain.
c. Melalaikan pajak.
Melalaikan pajak adalah menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak
memenuhi formalitas yang harus dipenuhi olehnya.
 ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Adam Smith dengan ajaran “The Four Maxims” menyatakan asas yang harus
diperhatikan dalam pemungutan pajak adalah sebagai berikut :
 Asas equality and equity (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai kemampuan wajib pajak,
negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
 Asas certainty (asas kepastian hukum)
Semua pemungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan
dapat dikenai sanksi hukum
 Asas convenience of payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan)
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik),
misalnya di saat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau di saat wajib pajak
menerima hadiah
 Asas economics of collection (asas ekonomis)
Biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak
 Asas-Asas Menurut Falsafah Hukum
Untuk memberi dasar menyatakan keadilan-keadilannya dibawah ini dibentangkan
teori-teori pajak yang dilancarkan dari zaman ke zaman :
 Teori Asuransi
Teori ini menjelaskan bahwa negara mempunyai tugas untuk melindungi masyarakat
dan segala kepentingannya. Dalam setiap perjanjian asuransi maka diperlukannya
pembayaran premi yang harus dibayar setiap waktu tertentu. Namun teori ini banyak
ditentang karena menimbulkan ketidakpuasan sehingga berkuranglah jumlah
penganut teori ini.
 Teori Kepentingan
Dalam hal pemungutan pajak dalam teori ini didasarkan atas kepentingan warga
negara masing-masing yang meliputi perlindungan atas jiwa setiap orang beserta harta
bendanya. Namun pajak yang harus dibayar akan semakin tinggi.
 Teori Gaya Pikul
Dalam teori ini dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang
diberikan oleh negara kepada warga negaranya yang meliputi perlindungan atas jiwa
dan harta benda masing-masing. Berat beban pajak yang dijatuhkan kepada setiap
orang harus sama sesuai gaya pikul masing-masing warga negara.
 Teori Bakti
Pada teori ini dasar hukum pajak terletak dalam hubungan rakyat dan negaranya.
Sebagai warga negara yang baik mempunyai kewajiban yakni sadar akan
membayaran pajak setiap tahunnya.
 Teori Gaya Beli
Teori ini menjelaskan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat dapat
dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang meliputi kepentingan
masyarakat dan negara
 Asas Yuridis
Hukum pajak harus dapat memberi jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan
keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya. Maka menegnai pajak di
negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam undang-undang. Hal ini jug
atercantum dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 Negara Republik Indonesia, bahwa
pengenaan dan pemunngutan pajak (termasuk bead dan cukai) untuk keperluan negara
hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang.
Di Indonesia, 23 (ayat 2) UUD 1945 mempunyai arti yang sangat dalam, yaitu sangat
menentukan nasib rakyat. Memori penjelasannya menyatakan: “Betapa caranya rakyat,
sebagai bangsa akan hidup dan darimana di dapatnya belanja untuk hidup, harus
ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karen
penetapan belanja meneganai rakyat untuk menentukan sendiri, maka segala tindakan
yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan
dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain secara formal harus dipungut berdasarkan dengan untuk undang-undang, dalam
penyususnan undang-undangnya harus diusahakan oleh pembuat undang-undang
tercapainya kedailan dalam pemungutan pajak dengan mengindahkan keempat unsur dari
Adam Smith’s Canon. Untuk fiskus hanya dicantumkan haknya, dan untuk wajib pajak
kewajibannya saja, keduluannya harus diatur rapi pada pihak masing-masing.
Pertama, Hak-hak fiskus (Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea
Cukai) yang telah diberikan oleh pembuat undang-undang harus dijamin dapat
terlaksananya dengan lancer telah diketahui oleh umum, bahwa dalam praktek para wajib
pajak suka mencoba dengan secara legal ataupun tidak, untuk menghindarkan diri dari
yang telah ditentukan dalam undang-undang pajak. Keadaan yang semacam ini harus
diatasi dengan penyempurnaan peraturan-peraturan dalam undang-undang lengkap
dengan sanksinya.
Kedua, para wajib pajak harus pula mendapat jaminan hukum, agar supaya ia tidak
diperlukan dengan sewenang-wenang oleh fiskus dengan aparaturnya. Segala sesuatu
harus diatur denga terang dan tegas, bukan hanya menegani kewajiban-kewajiban,
melainkan juga mengenai hak-hak wajib pajak, antara lain: untuk tahap pertama
mengajukan keberatan kepada kepala inspeksi pajak yang menetapkan besarnya pajak,
mengenai ketetapannya itu, termasuk juga hak wajib pajak untuk mengajukan surat minta
banding ke Majelis Pertimbangan Pajak bilamana dia telah ditolak keberatannya mengeni
suatu penetapan pajaknya.
Ketiga, jaminan terhadap tersimpannya rahasia-rahasia mengenai diri atau
perusahaan-perusahaan wajib pajak yang telah dituturkan kepada instansi-instansi pajak,
dan yang harus disalahkan oleh para pejabatnya.
 Asas Ekonomi
Selain fungsi budgeter, pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan
politik perekonomian, karenanya maka politik pemungutan pajaknya:
1. Harus diusahakan supaya jangan samapai menghambat lancarnya produksi dan
perdagangan.
2. Harus diusahan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju ke
bahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.
Pajak dari perspektif ekonomi : beralihnya sumber daya dari sektor privat ke sektor
publik. Dalam hal ini menggambarkan bahwa pajak dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan individu dalam menguasai sumber daya bagi kepentingan penguasa barang
ataupun jasa. Pajak menyebabkan bertambahnya kemampuan keuangan negara di dalam
penyediaan barang ataupun jasa publik yang merupakan kebutuhan warga negara.

 Asas Finansial
Sesuai dengan fungsi budgeter, maka sudah barang tentu bahwa biaya untuk
mengenakan dan untuk memeungutnya harus sekecil-kecilnya apalagi dalam bandingan
dengan pendapatannya. Sebab inilah hasil yang dicapainya yang harus dapat
menyumbang banyak dalam menutup pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh
negara termasuk juga biaya untuk aparatur fiskus sendiri.
Selain itu, untuk menghindarkan tertimbunnya tunggakan-tunggakan pajak, haruslah
selalu diteliti, apakah syarat-syarat penting telah dipenuhi untuk dapat memungut pajak
dengan efektif. Syarat ini antara lain adalah bahwa pengenaan pajak harus dilakukan pada
saat yang terbaik bagi yang harus membayarnya, yaitu harus sedekat-dekatnya saatnya
dengan saat terjadinya perbuatan, peristiwa, ataupun keadaan yang menjadi dasar
pengenaan pajak itu, sehingga sangat mudah dibayar oleh orang-orang yang
bersangkutan. Sistem ini sesuai dengan ajuran para ahli dalam hukum pajak yang
mendengungkan dalil “pays as you learn”.
Sesuai dengan asas finansial, bahwa bilamana pembuat undang-undang (pajak) ingin
menghapuskan satu macam pajak, ia menilik terlebih dahulu, bagaimana keadaan
keungan negara. Bilamana anggaran belanja itu mengizinkan, maka ini akan mendapat
gelar bijaksana jika pajak tadi dipertahankan dulu untuk sementara waktu.

 PEMBAGIAN HUKUM PAJAK DAN PEMBEDAANNYA


Dalam setiap Undang-Undang hukum pajak, pajak material dan pajak formal saling
berdampingan, walaupun diatur dalam Undang-Undang yang terpisah.
1. Hukum Pajak Material
Yakni membuat norma/aturan yang menerangkan; keadaan-keadaan, perbuatan-
perbuatan serta peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa
yang harus dikenakan pajak, berapa besar pajaknya. Dengan kata lain, segala sesuatu
tentang timbulnya, besar dan hapusnya utang pajak, akan ada kaitannya antara
pemerintah dan wajib pajak. Dengan kata lain hukum pajak meteriil mengatur :
 Segala sesuatu tentang timbulny, besarya, dan hapusnya utang pajak
 Hubungan hukum pajak antara pemerintah dengan wajib pajak
 Memuat kenaikan-kenaika, denda-denda, dan hukuma-hukuman
 Cara-cara tentang pembeasan dan pengendalian

2. Hukum Pajak Formil


Yang termasuk hukum pajak formal terdiri dari peraturan-peraturan mengenai cara-
cara untuk menjelmakan hukum material tersebut diatas menjadi suatu kenyataan.
Selain itu, bagian hukum ini memuat bagaimana cara-cara penyelenggaraan mengenai
penetapan suatu utang pajak, control oleh pemerintah terhadap penyelenggaraanny,
kewajiban para pihak wajib pajak (sebelum dan sesudah menerima surat ketetapan
pajak, kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam pemungutan suatu pajak. Dengan
kata lain hukum pajak formil mengatur :
 Peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk menggunakan hukum pajak materiil
menjadi suatu kenyataan
 Memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu hutang pajak
 Merupakan control pemerintah terhadap penyelenggaraan pemungutan pajak
 Kewajiban para wajib pajak (sebelum dan sesudah menerima surat ketentuan pajak)
 Prosedur peungutan pajak
 Melindungi fiscus maupun wajib pajak
 Pembagian Pajak Berdasarkan Golongan
 Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib
pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contohnya
adalah pajak penghasilan
 Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain.
Contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
 Pembagian Pajak Berdasarkan Sifat
 Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan wajib pajak.
Dalam menentukan pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat
dengan keadaan materialnya yaitu gaya pikul
 Pajak Objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya
 Pembagian Pajak Berdasarkan Wewenang Pemungut
 Pajak Pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah
pusat dan dilakukan oleh Menteri Keuangan melalui Dirjen Pajak (diatur melalui
undang-undang dan hasil pemungutannya dimasukkan ke dalam APBN). Contohnya
adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), bea materai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan
 Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya dilakukan oleh
pemerintah daerah dan dilakukan oleh Badan Pengelola Keungan Daerah (BPKD)
melalui Dispenda (diatur oleh Perda dan hasil pemungutannya dimasukkan ke dalam
APBD). Contohnya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajak hotel, pajak
restoran, pajak hiburan, pajak reklame, Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan
(BPHTB), dan lain sebagainya.
 Fungsi Pajak
 Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan yang berfungsi untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan,
uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan
sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini
terutama diharapkan dari sektor pajak.
 Fungsi mengatur (regulerend)
Sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan
ekonomi. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujua. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam
negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk
yang tinggi untuk produk luar negeri. Contoh lainnya pajak yang tinggi untuk miras
dalam rangka mengurangi konsumsi miras
 Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien
 Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk pembangunan sehingga dapat membuka
kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
 Pengertian Hukum Pajak (Hukum Fiskal)
Keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali ke masyarakat melalui kas
negara. Jadi hukum pajak menerangkan:
 Siapa-siapa saja wajib pajak dan apa kewajiban mereka terhadap pemerintah;
 Objek-objek apa yang dikenakan pajak;
 Cara penagihan;
 Cara mengajukan keberatan, dsb.
 Jenis-Jenis Pajak
1. Pajak Pusat :
o Pajak Penghasilan (PPh)
o Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
o Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
o Bea materai
o Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan
2. Pajak Daerah :
a. Pajak Provinsi :
o Pajak Kendaraan Bermotor
o Bea balik nama kendaraan bermotor
o Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
o Pajak air permukaan
o Pajak rokok
b. Pajak Kabupaten :
o Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan Perkotaan (PBB-P2)
o Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan (BPHTB)
o Pajak restoran
o Pajak reklame (iklan)
o Pajak parker
o Pajak hiburan
o Pajak Hotel
 Syarat Pemungutan Pajak
1. Pemungutan pajak harus adil artinya seperti halnya produk hukum pajak pun
mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil
dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
 Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
 Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang telah memenuhi syarat
sebagai wajib pajak
 Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat
ringannya pelanggaran
2. Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang
Sesuai dengan Pasall 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat
untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
 Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut
harus dijamin kelancarannya
 Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
 Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak
3. Pungutan pajak tidak menggganggu perekonomian artinya pemungutan pajak harus
diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik
kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai
merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat
pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah
4. Pemungutan pajak harus efisien artinya biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka
pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih
rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan
pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak
tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan
maupun dari segi waktu
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana artinya bagaimana pajak dipungut akan
sangat menentukan keberhasilan dalam pemungutan pajak. Sistem yang sederhana
akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit,
orang akan semakin ennggan membayar pajak
 Asas Pemungutan Pajak
 Asas Domisili, negara mengenakan pajak berdasarkan pada domisili wajib pajak
tanpa melihat dari mana sumber penghasilan diperoleh tanpa melihat
kewarganegaraan
 Asas Sumber, negara megenakan pajak didasarkan pada sumber pendapatan dalam
suatu negara. Dalam hal ini tidak dipersoalkan mengenai siapa dan status wajib pajak.
 Asas Kebangsaan/citizen principle, negara mengenakan pajak didasarkan pada status
kebangsaan/kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.

Selain diatas terdapat juga asas pemungutan pajak yang dikemukan oleh Adam Smith
dengan ajaran The Four Maxims :

 System Pemungutan Pajak


1. Self assessment system, yakni suatu system perpajakan yang memberi kepercayaan
kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak
perpajakannya. Wajib pajak bersifat aktif karena diberi wewenang oleh fiscus untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Fiscus hanya mengawasi.
2. Witholding Tax Sytem, yakni suatu system perpajakan dimana pihak ketiga
diberiwewenang untuk melakukan pemungutan/pemotonga pajak kepada pihak lain
dari penghasilan yang dibayarkan wajib pajak.
3. Official Assesment, yakni suatu system perpajakan dimana inisiatif untuk memenuhi
kewajiban perpajakan berada pada fiscus.
 Cara Memungut Pajak
Mengenai terjadinya suatu ketetapan pajak atas pengahasilan dan atau kekayaan.
Dalam hukum pajak dikenal tiga macam cara pemungutan pajak atas suatu penghasilan
atau kekayaan, yaitu yang dinamakan:
a. Stelsel Nyata
b. Stelsel fiktif (anggapan)
c. Stelsel Campuran
 Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yakni setelah penghasilan
yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan dari stelsel nyata yakni pajak yang dikenakan
lebih realistis, sedangkan kelemahannya yakni pajak baru dapat dikenakan pada akhir
tahun/periode pajak.
 Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang.
Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun pajak sebelumnya,
sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang
untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan dari pajak anggapan ini pajak dapat dibayar sealam
tahun berjalan tanpa menunggu akhir tahun sedangkan kelemahannya adalah pajak yang
dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
 Stelses Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal
tahunn besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu angggapan, kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan maka wajib pajak harus
menambah. Sebaliknya jika lebih kecil, kelebihannya dapat diminta diminta kembali.

 TIMBULNYA UTANG PAJAK


Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk saksi admiistrasi
berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau
surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan pajak. Ada 2 ajaran tentang
timbulnya utang pajak yakni :
 Ajaran formal, pajak timbul karena dikeluarkannya SKP oleh fiscus, ajaran ini
diterapkan pada official assessment system.
 Ajaran materiil, pajak timbul karena berlakunya Undang-Undand jadi utang pajak
timbul karena terpenuhinya ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan oleh Undang-
Undang, diterapkan pada self assessment system.
 Hapusnya Utang Pajak
a. Pembayaran, utang pajak yang melekat ada wajib pajak akan hapus karena
pembayaran yang dilakukan wajib pajak ke kas negara.
b. Kompensasi
- Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan
seorang diluar pajak tidak diperbolehkan
- Kompensasi terjadi apabila wajib pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan
pembayaran pajak
- Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima wajib pajak sebelumnya
harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terhutang.
c. Daluwarsa, lampaunya jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam Undang-
Undang.
- Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lewat 10 tahun
terhitung sejak terhutangnya pajak/berakhirnya masa pajak/ tahun pajak yang
bersangkutan
- Hal ini memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tidak dapat ditagih
kembali
d. Pembebasan :
- Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena
ditiadakan
- Pembebasan umunya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya tetapi terhadap
sanksi administrasinya.
e. Penghapusan
Penghapusan utang pajak bukan diberikan berhubung dengan sifat khusus dari
keadaan yang menimbulkan utang pajak, dengan sifat khusus dari keadaan wajib
pajak. Misalnya dalam PPd, penghapusan itu dapat diberikan berhubungan dengan
kemunduran yang menyolok mata dalam kepada kepada finansial wajib pajak,
sehingga akan berarti bencana besar baginya jika utangnya itu tidak dihapuskan,
sekurang-kurangnya.
f. Pengecualian Pajak
Dikemukakan Ord. PPd 1944 pasal 9 yang mengecualikan dari pengenaan
pajak pendapatan.
a. Wakil-wakil diplomatik, konsul, atau wakil-wakil negara asing lainnya, serta
orang-orang yang dipekerjakan kepada mereka dan orang yang bekerja kepada
mereka. Asal saja memenuhi syarat tertentu.
b. Pegawai-pegawai sipil militer dari angkatan darat, angkatan laut, dan
anagkatan udara negara masing-masing.
c. Wakil-wakil organisasi internasional yang ditunjuk oleh menteri keuangan.

Anda mungkin juga menyukai