Anda di halaman 1dari 30

SENGKETA PAJAK DI PENGADILAN PAJAK

Oleh

Auliyaa Yufira Juanita – 1806215912

Gabriele Visga – 1806215824

Karina Dwi Agustina – 1806215995

Muhammad Fahryan Joova – 1806184560

Ratna Amiroh Utami – 1806215906

TAHUN 2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan
rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami
dengan judul “Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak” ini.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni
Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling
besar bagi seluruh alam semesta.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat
menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak
kekurangan.
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak
yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini
hingga rampungnya makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang
telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Depok, 13 November 2018

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………..………………………………………….2

Daftar Isi……………………………………..………………………………………..3

1. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang……………………………...……………………………5

1. 2. Rumusan Masalah…………………………………....…………………..6

1. 3. Tujuan Penelitian…………………………………...……………………6

1. 4. Manfaat Penelitian…………………………………………………….…6

1. 5. Metode Penelitian………………………………………..………………7

2. PEMBAHASAN

2. 1. Sengketa Pajak………………………………………...…………………8

2. 2. Peristiwa yang Terjadi di Pengadilan Pajak………………………..…..12

2. 3. Pengambilan Keputusan Sengketa dalam Pengadilan Pajak….………..16

2. 4. Kegagalan Penyelesaian Sengketa Pajak………………….……………20

2. 5. Keberhasilan Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Pajak.24

3
3. PENUTUP

3. 1. Kesimpulan……………………..………………………………………28

3. 2. Saran……………………………………………………………………28

DAFTAR PUSTAKA……………………………..…………………………………29

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Di dalam suatu Negara pajak merupakan menjadi satu instrumen yang penting
dalam hal keuangan . Pajak menjadi sumber pendapatan yang cukup menjanjikan
karena pajak merupakan satu satunnya penerimaan negara yang bersifat aman, murah,
dan berkelanjutan. Di Indonesia, pajak merupakan hal yang benar benar vital dalam
APBN. Pajak menyumbang 70% dari total APBN, bisa dibayangkan apabila pajak di
negara Indonesia tidak terorganisir dengan baik negara ini akan mengalami
guncangan ekonomi yang sangat hebat.

Dari penjabaran diatas kita bisa tahu bahwa pajak adalah instrumen yang
penting, khususnya di Indonesia, namun dalam proses pemungutan atau penarikanya
tidak selalu berjalan dengan baik. Banyak masyarakat di Indonesia yang menghindari
pajak yang terlalu tinggi padahal penghasilan mereka tinggi, melalui sikap
masyarakat yang seperti ini bisa menghambat pekerjaan pemerintah untuk memungut
pajak dengan lancar demi tercapainya target yang telah ditentukan oleh pemerintah
untuk anggaran pembangunan negara.

Seperti diketahui bahwa masih banyak kasus sengketa pajak yang berada di
pengadilan pajak, hal ini disebabkan karena adanya ketidakcocokan hasil
penghitungan pajak dari wajib pajak dengan fiskus. Ada ribuan kasus yang masuk
tiap tahun nya bahkan hampir selalu naik tiap tahun nya karena ketidakcocokan ini
sehingga membuat pemerintah kewalahan untuk bisa mengatasi semua kasus tersebut
karena membutuhkan waktu yang cukup lama.

Karena itu makalah mengenai “Sengketa Pajak dalam Pengadilan Pajak” ini
perlu dibahas lebih dalam agar lebih mengetahui permasalahan, proses, dan hasil dari

5
Pengadilan Pajak agar bisa merumuskan jalan keluar yang terbaik agar setiap masalah
perpajakan yang ada di Indonesia bisa segera teratasi dengan segera sehingga
pemerintah tidak terlalu terganggu konsenterasinya karena sengketa pajak dan bisa
menjalankan fungsi yang lain dengan baik.

1. 2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Sengketa Pajak dan apa saja contohnya?
2. Apa saja peristiwa yang terjadi di Pengadilan Pajak?
3. Bagaimana pengambilan keputusan sengketa dalam Pengadilan Pajak?
4. Apa saja yang menyebabkan kegagalan penyelesaian sengketa pajak?
5. Apa saja yang menyebabkan keberhasilan penyelesaian sengketa pajak?

1. 3. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan Sengketa Pajak dan contoh-contohnya


2. Mengidentifikasi peristiwa-peristiwa yang terjadi di Pengadilan Pajak
3. Mengidentifikasi pengambilan keputusan sengketa dalam Pengadilan Pajak
4. Mengidentifikasi penyebab kegagalan penyelesaian sengketa pajak
5. Mengidentifikasi penyebab keberhasilan penyelesaian sengketa pajak

1. 4. Manfaat Penelitian

Memahami dan berusaha menganalisis apa saja yang terjadi dalam pengadilan
pajak untuk menyelesaikan berbagai sengketa melalui metode penelitian deskriptif
dan studi pustaka.

6
1. 5. Metode Penelitian

Jenis penelitian dan metode analisis yang penulis gunakan adalah metode
penelitian deskriptif, yakni metode yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi
aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau
memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang berlaku, membuat perbandingan atau
evaluasi dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.

7
BAB 2

PEMBAHASAN

2. 1. Sengketa Pajak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sengketa adalah sesuatu


yang menyebabkan perbedaan pendapat. Lantas, apa yang dimaksud dengan sengketa
pajak? Berdasarkan UU KUP 2007 No.28 Pasal 1 Angka 1 pajak didefinisikan
sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
ibalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pajak pada dasarnya adalah peralihan kekayaan rumah tangga
dari anggota masyarakat kepada pemerintah. Untuk menghindari pungutan pajak
yang tidak yang tidak mencederai rasa keadilan masyarakat maka perlu suatu upaya
pemaksaan yang bersifat legal yaitu dengan menyandarkan pungutan pajak melalui
undang-undang. Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, dinyatakan bahwa pelaksanaan pemungutan
pajak yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan akan menimbulkan
ketidakadilan bagi masyarakat wajib pajak atau penanggung pajak, sehingga dapat
menimbulkan sengketa pajak antara wajib pajak dan pejabat yang berwenang.

Menurut (Muhammad Djafar Saidi. 2013:29) sengketa pajak adalah


perselisihan antara pembayar pajak, pemotong pajak, atau pemungut pajak dengan
pejabat pajak. Perbedaan pendapat sering terjadi karena adanya perbedaan penafsiran
dan kepentingan antara petugas pajak atau fiskus dengan wajib pajak. Untuk
menyelesaikan Sengketa Pajak yang dapat dilakukan Wajib Pajak adalah meliputi
proses keberatan, banding, peninjauan kembali, dan gugatan. Upaya hukum keberatan
atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorak Jendral Pajak, sedang upaya hukum
Banding dan Gugatan diajukan ke Pengadilan Pajak (PP). Khususnya upaya hukum

8
Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung (MA). Namun demikian,
ada upaya hukum dengan nama pengajuan kembali (huruf kecil) yang diajukan ke
Direktorat Jendral Pajak” (Ilyas & Burton).

Definisi Sengketa Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002


tentang Pengadilan Pajak “Sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa”. Lebih lanjut dipertegas bahwa “Dengan demikian sengketa
yang timbul sebelum keluar keputusan Direktorak Jendral Pajak dimaksud, seperti
sengketa yang terjadi di dalam pemeriksaan misalnya, tidak dianggap sebagai
Sengketa Pajak. Rumusan Sengketa Pajak tidak mengharuskan adanya penyelesaian
di Pengadilan Pajak, tetapi hanya memberi batasan bahwa keputusan tersebut dapat
diajukan Banding atau Gugatan ke Pengadilan Pajak. Atas dasar itu, Sengketa Pajak
bisa diselesaikan di Direktorat Jendral Pajak atau di Pengadilan Pajak” (IAI, 2009)

1. Keberatan

Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007, “Wajib


Pajak dapat mengajukan keberatan, dengan menyampaikan surat keberatan, hanya
kepada Direktur Jendral Pajak atas suatu: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar; Surat Ketetapan Pajak Nihil; Pemotongan atau pemungutan oleh pihak
ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Keberatan atas penetapan pajak merupakan hak Wajib Pajak yang dijamin oleh
undang-undang dalam rangka keadilan dalam pemenuhan kewajiban pajak.
Keberatan dapat di ajukan apabila Wajib Pajak merasa tidak puas atas penetapan
pajak yang dilakukan oleh Fikus. Dengan adanya hak mengajukan keberatan
membuat terjadinya keseimbangan antara Wajib Pajak dengan Fiskus dan
menjamin Wajib Pajak terhindar dari kesemena-menaan Fiskus.

9
Di Indonesia ketentuan keberatan diatur dalam beberapa undang-undang
pajak, yaitu Undang-Undang KUP, Undang-Undang PBB, Undang-Undang
BPHTB, dan Undang-Undang PDRD. Pengaturan keberatan pajak pusat diatur
dalam tuga undang-undang yang disesuaikan dengan jenis pajak pusat
yangdiajukan keberatan. Sedangkan untuk jenis pajak daerah, keberatan diatur
dalam Undang-Undang PDRD dan peraturan daerah yang memberlakukan pajak
daerah pada suatu provinsi, kabupaten, atau kota.

Direktur Jendral Pajak dalam waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan fiskus tidak menerbitkan surat
keputusan keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan
dan Direktur Jendral Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai
dengan keberatan Wajib Pajak. Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan
dapat berupa mengabulkan seluruhnya, atau sebagian, menolak, atau menambah
besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

2. Banding

Surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak


untuk jenis pajak pusat maupun yang diterbitkan oleh kepala daerah atau pejabat
yang ditunjuk itu disampaikan kepada Wajib Pajak untuk dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan isi Surat
Keputusan Keberatan yang diterimanya, ia memiliki hak untuk mengajukan
banding kepada badan peradilan pajak yang ditunjuk atau ditentukan oleh
undang-undang pajak. Sesuai Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 KUP,
“Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan”. Dengan demikian, proses
pengajuan banding hanya dapat dilakukan apabila telah melalui proses keberatan.

10
Ketentuan tentang banding diatu dalam Undang-Undang KUP, Undang-
Undang PBB dan Undang-Undang BPHTB untuk jenis pajak pusat, sedangkan
untuk pajak daerah diatur dalam Undang-Undang PDRD maupun peraturan
daerah tentang pemberlakuan suatu jenis pajak daerah di suatu provinsi,
kabupaten atau kota.

Proses keberatan pajak sering disebut sebagai peradilan doleansi atau


peradilan administrasi karena masih dilakukan di dalam organisasi fiskus, yang
bertindak sebagai pihak yang diprotes merangkap piha yang mempertimbangkan
protes dalam bentuk keberatan pajak, sehingga berbeda dengan banding pajak.
Apabila Wajib Pajak masih belum menerima atau setuju dengan isi keputusan
banding dan masih tetap mesara tidak sependapat juga, Wajib Pajak masih dapat
menempuh upaya hukum berikutnya yaitu dengan mengajukan proses ke
Mahkamah Agung dan/atau Direktur Jedral Pajak. Diharapkan proses pencarian
keadilan untuk solusi atas sengketa pajak yang bertingkat tersebut bisa
mendapatkan keadilan dalam pajak.

3. Gugatan

Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan
yang dapat diajukan. Umumnya gugatan diajukan Wajib Pajak yang merasa
dirugikan atas tindakan Fiskus dalam melakukan tindakan penagihan pajak
terhadap Wajib Pajak maupun penanggung pajak. Gugsatan diatur secara tegas
dalam Hukum Pajak Indonesia untuk melindungi kepentingan Wajib Pajak dari
tindakan Fiskus yang menurut Wajib Pajak tidak sesuai dengan ketentuan
undang-undang pajak yang berlaku.

Putusan pengadilan pajak atas gugatan merupakan putusan akhir dan


mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Namun pihak yang bersengketa masih
dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan tersebut kepada Mahkamah

11
Agung. Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian dan berdasarkan keyakinan Hakim. Putusan Pengadilan Pajak dapat
berupa menolak, mengabulkan sebagian atau seluruhnya, menambah pajak yang
harus dibayar, tidak dapat diterima, membetulkan kesalahan tulis dan/atau
kesalahan hitung, dan/atau membatalkan dan pengadilan pajak harus mengambil
putusan ini dalam jangka waktu enam bulan sejak surat gugatan diterima atau
dalam hal-hal khusus dapat diperpanjang paling lama tiga bulan.

4. Peninjauan Kembali

Apabila para pihak yang bersengketa tidak puas dengan keputusan yang
diambil oleh majelis hakim Pengadilan Pajak dapat mengajukan peninjauan
kembali ats putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Salah satu
kemungkinan Putusan Peninjauan Kembali adalah dikabulkan, baik ebagian
maupun seluruhnya. Hal ini tentunya mengakibatkan pajak terutang menjadi
lebih kecil dari surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Fiskus.

Wajib Pajak dapat menempuh upaya hukum tersebut dalam rangka


memberikan rasa keadilan pada masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya
masyarakat sebagai wajib pajak atas kinerja fiskus, serta prinsip dasar bahwa pajak
dipungut demi kesejahteraan rakyat karena dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran negara.

2. 2. Peristiwa yang Terjadi Di Pengadilan Pajak

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan


kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap
Sengketa Pajak. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan
memutus Sengketa Pajak. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang

12
perpajakan antara waj;ib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding
atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan Peraturan Perundangundangan
perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
Undangundang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. (Pasal 31 ayat 1 Pasal 1 angka 5
UU No. 14/2002 )

Peristiwa yang terjadi di Pengadilan Pajak adalah penyelesaian sengketa pajak


antara wajib pajak dengan fiskus atau pejabat yang berwenang. Di Pengadilan Pajak
setiap wajib pajak ataupun pejabat berwenang dapat melakukan gugatan jika ada
kesalahan mengenai pajak itu sendiri. Ada dua jenis gugatan yang ada didalam
pengadilan pajak. Berikut jenis gugatan yang ada didalam pengadilan pajak :

1. Negara dapat melakukan gugatan terhadap wajib pajak bagi yang tidak
melakukan kewajiban membayar pajak
2. Setiap wajib pajak dapat melakukan gugatan terhadap fiskus atau pejabat yang
berwenang jika adanya kesalahan yang dialami oleh wajib pajak itu sendiri.

Wajib pajak yang akan melakukan gugatan harus melalui proses yaitu dengan
cara membuat surat gugatan yang ditujukan ke pengadilan pajak,surat gugatan harus
disertai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh tergugat, dan bukti
pendukung,dan harus disertakan surat kuasa bermaterai jika penggugat dibantu oleh
kuasa hukum. Didalam gugatan memiliki beberapa tahapan-tahapan dalam
melakukan gugatan di pengadilan pajak. Berikut ini proses-proses yang dilakukan
dalam melakukan gugatan :

1. Persiapan gugatan
Pengadilan Pajak akan meminta surat tanggapan kepada DJP yang
berstatus sebagai tergugat.Surat tanggapan kemudian akan dikirimkan
kepada penggugat, penggugat dapat menyampaikan surat bantahan setelah 30
hari sejak diterimanya surat tanggpan.

13
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan acara
biasa dan acara cepat.
a. Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh majelis yang terdiri dari
tiga orang hakim dan dihadiri oleh tergugat dan penggugat dan kuasa
hukumnya.
b. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh hakim tunggal dan
dihadiri oleh tergugat serta penggugat dan kuasa hukumnya jika
diperlukan.

Dalam pemeriksaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam


proses-proses pemeriksaan dalam persidangan yang harus diketahui. Berikut
ini proses awal yang dilakukan untuk mengawali persidangan :

1) Hakim Ketua/Hakim Tunggal setiap memulai persidangan menyatakan


sidang dibuka dan dinyatakan dengan ditandai pengetukan palu.
2) Hakim Ketua/Hakim Tunggal melakukan pengecekan terhadap identitas
pemohon banding dan kuasa hukumnya dengan cara mencocokan tanda
tangan apakah pihak yang hadir sesuai dengan pihak yang
mendandatangani surat banding.
3) Hakim Ketua dan anggota majelis melakukan pemeriksaan berkas
banding.
4) Dalam setiap pemeriksaan sengketa pajak,panitera harus membuat berita
acara yang memuat semua hal-hal yang terjadi dalam persidangan.
5) Berita acara di tandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan
panitera.
6) Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan,
Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan pajak.

14
3. Pembuktian

Bukti yang sah menurut pasal 11 ayat (1) UU No.13 1985 adalah bukti
yang telah di lunasi bea materainya.Namun selain itu ada juga alat-alat yang
dapat dijadikan sebagai pembuktian.

Alat-alat yang bisa dijadikan sebagai pembuktian:

1) surat atau tulisan


2) keterangan ahli
3) keterangan para saksi
4) pengakuan para pihak
5) pengetahuan hakim

Dalam pembuktian adapula yang tidak dapat dijadikan sebagai saksi atau
keterangan yang diberikanya tidak boleh didengar seperti :

1) Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke
bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa
2) Istri atau suami penggugat walaupun sudah bercerai.
3) Anak yang belum berusia 17 tahun
4) Orang sakit ingatan
5) Peniadaan kewajiban merahasiakan
6) Setiap orang yang pekerjaanya wajib merahasiakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaanya atau jabatanya

Semua hal-hal yang terjadi dalam persidangan pajak tercantum pada UU KUP
dan juga Peraturan Pangadilan Pajak. Dasar hukum yang di gunakan yaitu Undang-
undang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

15
2. 3. Pengambilan Keputusan Sengketa dalam Pengadilan Pajak

Dalam sengketa perpajakkan, tentunya yang ditunggu-tunggu ialah keputusan


terkait sengketa yang bersangkutan. Ketentuan-ketentuannya tertuang pada dasar
hukum Pasal 77-88 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak, berbunyi “bahwa, proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui
pengadilan pajak perlu dilakukan secara cepat, oleh karena itu dalam undang-
undang ini diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di tingkat pengadilan pajak
maupun di tingkat Mahkamah Agung”. Sedangkan untuk memutuskan suatu
sengketa, terdapat dasar hukum penyelesaian sengketa pajak berdasarkan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1997 yang selama ini dilaksanakan oleh Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ).

Dalam pemutusan sengketa, diperlukan keyakinan hakim secara mendalam


agar dihasilkan suatu keputusan yang tepat dan adil menurut pandangan netral.
Putusan Pengadilan Pajak juga diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian yang
kuat, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
Kemudian, putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah oleh para
majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua. Bila tidak tercapai kesepakatan, maka akan
diputuskan berdasarkan suara terbanyak. Jadi, banyak pertimbangan yang diperlukan
dalam memutuskan sebuah sengketa atau kasus di pengadilan pajak dan tidak
sembarang putusan, karena ada beberapa jenis yang diberikan.

Adapun jenis putusan hakim dapat berupa penolakan, pengabulan seluruh atau
sebagian saja, membatalkan putusan, tidak menerima, menambah pajak yang harus
dibayar, ataupun membetulkan kesalahan tulis atau hitung.

 Tata Cara Memutuskan Sengketa

Dalam memutuskan suatu sengketa pun ada tata cara yang harus diikuti,
karena suatu putusan akan menentukan bagaimana nasib seseorang atau suatu
badan nantinya.

16
1) Kepala putusan yang berbunyi "Demi keadilan berketuhanan yang maha
esa”
2) Nama, tempat tinggal atau atau tempat kediaman, dan / atau identitas
lainnya dari pemohon Banding atau penggugat;
3) Nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
4) Hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan
5) Ringkasan Banding atau Gugatan dan ringkasan Surat Uraian Banding
atau Surat Tanggapan atau Surat Bantahan yang jelas;
6) Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang
terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
7) Pokok sengketa;
8) Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
9) Putusan tentang sengketa; dan
10) Hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan
keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.

 Jangka Waktu Putusan


Bahkan, dalam mengambil keputusan suatu sengketa tidak bias main-main.
Terdapat waktu yang dibutuhkan untuk para pemutus perkara untuk membuat
hasil akhir yang paling adil dan sesuai :
1) Putusan pemeriksan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sejak Sural Banding diterima.
2) Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak Surat gugatan diterima.
3) Dalam hal-hal khusus, putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding
dan Gugatan diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan
4) Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan
penagihan Pajak, tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan,
Pengadilan Pajak wajib

17
mengambil putusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud dilampui.
5) Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu
dinyatakan tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut :
 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan
dilampui;
 30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal
diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampui.
 Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan berupa
membetulkan kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung, diambil dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui
atau sejak permohonan salah satu pihak diterima.
 Putusan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan
pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak,
berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima.
 Dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak
dimaksud, pemohon Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan
kepada peradilan yang berwenang.

 Pelaksanaan Putusan
1. Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak
memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan
perundang-undangan mengatur lain.
2. Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh
Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.

18
3. Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para
pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan.
4. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima
putusan.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka
waktu tersebut, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang
berlaku.

 Hal-Hal yang Perlu Diketahui


Selain memahami tata cara nya, beberapa hal dibawah ini juga sama
pentingnya yang perlu diketahui, yaitu :
1. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai
kekuatan hukum tetap.
2. Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas Gugatan
berkenaan dengan permohonan menunda atau menghalangi
dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan.
3. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas
putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
4. Putusan Pengadilan Pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.

Seperti penjelasan-penjelasan teknis diatas, seharusnya penyelesaian sengketa


pajak mampu memberi jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi pihak yang
bersengketa serta dapat dilakukan melalui prosedur dan proses yang cepat,
transparan, murah, dan sederhana, karena dapat diamati bahwa setiap tata cara sangat
jelas diatur. Hanya saja perlu adanya kesinambungan dengan para pemutus sengketa
agar berjalannya peradilan yang bersih dan adil dalam memutuskan suatu sengketa.

19
2. 4. Kegagalan Penyelesaian Sengketa Pajak

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perpajakan self


assesment dimana Wajib Pajak harus berperan aktif dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya mulai dari menghitung sendiri, menyetor dan melaporkannya kepada
administrasi pajak (fiskus). Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, terdapat dua pihak yang berada pada posisi yang berlawanan,
yaitu wajib pajak dan petugas pajak yang dapat menimbulkan sengketa. Penyelesaian
sengketa pajak antara WP dan petugas pajak dapat dilakukan melalui beberapa
prosedur, yaitu keberatan, gugatan, banding, dan peninjauan kembali. Nyatanya, tidak
semua sengketa di pengadilan pajak dapat mencapai hasil yang diharapkan.

Ada beberapa faktor yang mendasari penyebab kekalahan DJP ketika


menyelesaikan sengketa banding/gugatan di Pengadilan Pajak. Faktor-faktor tersebut
antara lain :

1. Transparansi dan Independensi

Indonesia merupakan Negara yang menganut prinsip demokrasi, oleh


karena itu setiap badan publik memiliki kewajiban untuk memberikan dan
menyediakan informasi dengan cepat, murah, tepat waktu, dan sederhana
sehingga kebutuhan publik dalam memperoleh informasi terpenuhi secara
transparan.

Masalah transparansi ini telah diatur secara jelas dalam Pasal 2 ayat
(1) UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa
segala informasi yang berhubungan dengan kepentingan publik bersifat
terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi.

Namun dugaan negatif seringkali timbul dari banyak pihak karena


sikap ketertutupan masih begitu kuat di Pengadilan Pajak. Transparansi pada
kenyataannya tidak terjadi di Pengadilan Pajak sebagai suatu badan publik.
Ditambah dengan pengadministrasian putusan pengadilan yang tidak berjalan

20
dengan baik menyebabkan beberapa pihak mengalami kesulitan dalam
mendapatkan informasi mengenai akuntabilitas putusan tersebut. Sudah tentu
keadaan tersebut bertentangan dengan Prinsip Keterbukaan Pengadilan
(Principle of The Open Justice) karena prinsip ini menjunjung tinggi
keterbukaan dan transparansi.

Menurut Pasal 18 ayat (1) huruf a UU KIP menyatakan bahwa putusan


peradilan tidak termasuk kategori informasi yang dikecualikan. Undang-
undang ini diperkuat dengan Putusan MA Nomor: 1-114/KMA/SK/I/2011
poin C.2 menyatakan bahwa seluruh putusan dan penetapan pengadilan baik
yang telah berkekuatan hukum tetap ataupun belum adalah informasi yang
wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik.

Selain masalah transparansi, lemahnya independensi atau kemandirian


pemeriksa menjadi pengaruh yang dapat menyebabkan kekalahan di
pengadilan pajak. DJP melakukan pemeriksaan untuk menguji transaksi bisnis
berdasarkan data keuangan angka yang sebenarnya untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang dalam rangka untuk menegakan hukum dibidang
perpajakan (law enforcement of tax).

Dalam praktiknya, pemeriksa sering melakukan pemeriksaan dengan


menggunakan model pendekatan-pendekatan yang tidak didukung dengan
bukti yang memadai seperti indikasi arus barang dan arus piutang.
Seharusnya, sistem pemeriksaaan dapat mendorong kebenaran dan
kelengakapan pelaporan penghasilan, penyerahan, pemungutan, pemotongan
dan penyetoran oleh Wajib Pajak.

2. Pengetahuan Hakim

Faktor yang paling penting dalam penentukan putusan sengketa


perpajakan adalah keyakinan hakim yang didasarkan pada suatu peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam Pengadilan Pajak, hakim

21
yang memberi keputusan harus memiliki latar belakang mengerti dan
memahami cara perhitungan akuntansi dan perpajakan sehingga ketika di
persidangan tidak menimbulkan argumentasi yang berbeda.

Perdebatan dan perbedaan argumen sering kali terjadi karena latar


belakang hakim yang memberikan keputusan merupakan murni orang hukum
yang kurang mengerti perihal akuntansi dan mekanisme perhitungan
perpajakan di Indonesia. Hal ini tentu menimbulkan masalah yang
berpengaruh terhadap hasil putusan sengketa pajak.

3. Sumber Daya Manusia di Pengadilan Pajak

Sebagai lembaga peradilan, Pengadilan Pajak dibentuk untuk


memastikan bahwa pungutan pajak yang dilakukan oleh aparatur sipil negara
sesuai dengen ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
Pengadilan Pajak diperlukan SDM yang mempunyai kompetensi baik di
bidang hukum, perpajakan maupun di bidang akuntansi untuk memperkuat
fungsi keadilan dan kepastian hukum. Hal ini penting adanya agar proses
penyelesaian perkara di Pengadilan Pajak dapat berjalan secara optimal.

Pada kenyataannya, jumlah SDM Pengadilan Pajak yang sesuai


dengan kriteria tersebut sangatlah minim terutama untuk hakim yang
peminatnya sedikit, dan berbanding terbalik dengan jumlah sengketa yang
ditangani tiap tahun yang jumlahnya cenderung meningkat. Data tahun 2015,
Pengadilan Pajak memiliki 47 orang hakim yang terbagi dalam 18 majelis.
Sementara jumlah sengketa pajak tahun 2015 yang harus ditangani berjumlah
11.284 berkas.

4. Data Materi Sengketa

Data-data yang berkaitan dengan materi sengketa, yang akan


dipertimbangkan oleh majelis hakim baru diberikan oleh wajib pajak saat
persidangan berlangsung. Majelis hakim pengadilan pajak

22
mempertimbangkan keputusan sengketa ketika proses banding salah satunya
dengan penilaian setiap bukti yang diajukan dalam persidangan.

Wajib pajak sering kali lebih memilih untuk tidak menunjukkan dan
meminjamkan data-data atau bukti pada saat proses pemeriksaan dan
penelitian keberatan karena wajib pajak khawatir Fiskus akan memiliki
pandangan yang berbeda mengenai data atau bukti tersebut.

Data-data atau bukti tersebut baru diberikan oleh wajib pajak pada saat
persidangan berlangsung di pengadilan pajak walaupun data tersebut sudah
ada pada saat proses pemeriksaan dan penelitian keberatan. Data-data tersebut
tidak diminta oleh fiskus karena tidak tercantum dalam aturan perpajakan.

Kami mengangkat sebuah kasus dengan judul ” BUMI Kalah di Pengadilan


Pajak ” (Detik.com).

Perusahaan tambang PT Bumi Resources Tbk (BUMI), salah satu anak


perusahaan Grup Bakrie, ditolak gugatannya oleh Pengadilan Pajak atas proses
penyidikan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak terkait dugaan kasus pidana perpajakan.

Menurut Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Riza Noor Karim,
gugatan tersebut muncul karena BUMI menganggap proses penyidikan yang
dilakukan Ditjen Pajak tidak sesuai ketentuan yang berlaku karena Ditjen Pajak tidak
pernah menunjukan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas dugaan kasus
pidana perpajakan tahun 2007 lalu. Padahal menurut hakim BUMI telah sesuai
dengan peraturan yang berlaku (Undang-Undang Perpajakan dan KUHP). Riza
menjelaskan, SPDP memang tidak harus disampaikan ke wajib pajak yang diduga
melakukan pidana perpajakan. Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak Caturini
Widosari mengatakan pihaknya siap untuk melayani gugatan selanjutnya dari BUMI
karena itu adalah hak dari wajib pajak yang tidak boleh dihalangi.

Ditjen Pajak akan menyelesaikan penyidikan secepatnya untuk bisa


dilimpahkan ke Kepolisian untuk ditindaklanjuti. Tetapi hal ini tergantung dengan

23
banyak pihak, karena bukti penyidikan dikumpulkan dari banyak sumber. Penyidikan
juga tidak ada batas waktunya karena penyidikan itu harus adil dan tidak boleh
sewenang-wenang. Namun, kewenangan penyidikan tetap berada di Ditjen Pajak
sampai bukti-buktinya lengkap, kemudian baru diserahkan ke Kepolisian.

Dari berita yang tertera diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kasus BUMI
ditolak gugatannya oleh Pengadilan Pajak karena Ditjen Pajak tidak melampirkan
SPDP atas dugaan kasus pidana perpajakan tahun 2007, padahal sebetulnya SPDP
tidak wajib disampaikan kepada wajib pajak yang diduga melakukan pidana
perpajakan. Hal ini berhubungan dengan poin 4 faktor kegagalan Ditjen Pajak dalam
menyelesaikan sengketa, yaitu data materi sengketa yang tidak lengkap, hal ini
menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan, karena tanpa bukti yang
kuat, lengkap dan relevan hakim tidak bisa memutuskan keputusan begitu saja,
meskipun wajib pajak telah mengikuti peradilan sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

2. 5. Keberhasilan Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa


Pajak

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama yaitu bisa mengajukan
keberatan kepada pemerintah tentang penghitungan pajak yang terkadang tidak
sinkron antara fiskus dengan wajib pajak. Untuk menampung atau mengatasi
perpajakan di Indonesia maka dibentuklah pengadilan pajak yang didasari oleh UU
No 14 Tahun 2002 yaitu untuk melaksanakana fungsi kekuasaan kehakiman yang
bebas dan merdeka yang berpuncak pada MA dalam penyelesaian sengketa
perpajakan

Banyak permasalahan pajak yang terjadi di Indonesia terutama tentang


besarnya pajak yang terutang dari wajib pajak yang ditetapkan oleh fiskus yang
kebanyakan dibawa ke pengadilan pajak. Di Indonesia ada 3 sistem pemungutan
pajak yang berlaku, yaitu :

24
1. Official Assesment system

Pada system ini dalam penetapan besarnya pajak yang harus ditanggung
oleh wajib pajak dilakukan oleh fiskus, dalam system ini wajib pajak bersifat
pasif, mereka hanya menunggu keputusan dari fiskus berapa banyak pajak
yang harus dibayar oleh wajib pajak.

2. Self Assesment System

Pada system ini penetapan besarnya pajak ditentukan oleh wajib pajak
sendiri dengan menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan kepada
pemerintah, disini wajib pajak bersifat aktif dalam mengurus kewajiban pajak
mereka.

3. With Holding System

Pada system ini penetapan besarnya pajak besarnya pajak yang harus
dibayar ditentukan oleh pihak ketiga yang mempunyai wewenang, mereka
juga langsung memungut atau memotong besarnya wajib pajak yang terutang.

Dari ketiga sistem diatas diharapkan bisa menciptakan sistem pajak yang baik
dan mudah untuk diimplementasikan di masyarakat luas sehingga bisa memperkecil
masalah yang terjadi dalam penetapan beban pajak kepada wajib pajak di indonesia.
Dari ketiga sistem diatas juga bisa didapatkan utang pajak yang harus dibayar, namun
sering terjadi perbedaan antara wajib pajak dengan fiskus dalam menghitung jumlah
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak sehingga terjadi keberatan dan gugatan
dari wajib pajak kepada fiskus yang kebanyakan berakhir di pengadilan pajak tetapi
masih ada wajib pajak yang setelah menerima keputusan dari pengadilan dan masih
belum puas dengan keputusan tersebut karena tidak sesuai dengan penghitungan
mereka sehingga terus berlanjut hingga peninjauan kembali yang membutuhkan
waktu lagi untuk menyelesaikanya. Berikut merupakan data penyelesaian sengketa
pajak dari tahun 2012 – 2017.

25
PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TAHUN 2012 -2017

NO Hasil Putusan 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Total


1 Pencabutan 75 81 95 178 1.352 1.521 3.302
2 Tidak Dapat Diterima 1.037 1.013 854 1.187 1.774 702 6.567
3 Menolak 1.700 1.929 2.438 2.294 2.878 2.600 13.839
Menambah Pajak yang
4
Harus Dibayar 3 2 1 13 8 1 28
5 Mengabulkan Sebagian 732 1.003 1.430 1.217 1.346 1.373 7.101
Mengabulkan
6 2.530 3.276 3.991 4.049 5.367 4.982 24.195
Seluruhnya
7 Membatalkan 476 73 37 94 127 50 857

Total 6.553 7.337 8.846 9.032 12.852 11.229 55.889

Dari data penyelesaian sengketa pajak diatas kita bisa mengetahui bahwa
sangat banyak kasus yang telah diselesaikan di pengadilan pajak hingga mencapai
ribuan hingga puluhan ribu bahkan hampir selalu naik setiap tahun nya kecuali pada
tahun 2017 yang mengalami penurunan, namun penurunannya juga belum signifikan
yaitu pada angka 1.623. Di pengadilan pajak juga pasti ada pihak yang menang dan
kalah, menurut tabel diatas lebih banyak angka yang menunjukan pengabulan dari
pengadilan atas keberatan dari wajib pajak, ini membuktikan bahwa fiskus masih
belum bisa membuat keputusan yang bisa memuaskan atau diterima dengan baik oleh
masyarakat. Ini juga bisa menjadi koreksi pemerintah terutama Direktorat Jendral
Pajak dalam menetapkan besarnya beban pajak kepada masyarakat agar lebih baik
lagi. Semakin banyak gugatan yang diajukan oleh wajib pajak sebenarnya juga proses
yang melelahkan dan banyak sekali waktu yang dibutuhkan hal ini sangat bisa untuk
menghambat kinerja Dirjen Pajak. Menurut Ning Rahayu selaku dosen Universitas
Indonesia Dirjen Pajak harus dipisahkan dari Lembaga keberatan banding dan
Pengadilan Pajak agar target penerimaan pajak juga bisa tercapai, namun sekarang

26
Dirjen Pajak masih banyak juga mengurusi soal keberatan banding dan pengadilan
pajak jadi Dirjen pajak tidak bisa fokus untuk bisa mencapai target penerimaan pajak.

27
BAB 3

PENUTUP

3. 1. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bagaimana melakukakan gugatan


atau banding dalam sengketa pajak di pengadilan pajak yang dapat digunakan untuk
wajib pajak yang merasa adanya ketidakadilan dalam pajak terutangnya. Untuk
melakukan banding pu wajib pajak dikenankan untuk membayar terlebih dahulu
pajak terutangya 50% sebelum pengurusan di persidangan, kecuali wajib pajak yang
lebih bayar atau yang mendapat Surat Ketetapan Pajak Nihil. Jadi, tentu kewajiban
wajib pajak tetap mesti dijalankan walaupun ingin mengajukan gugat dan banding.
Kemudian, pengambilan keputusan tidak dilakukan secara asal-asalan, diputuskan
dengan dua acara yakkni biasa dan cepat, selain itu didukung dengan beragam
pembuktian kuat, mengikuti Undang-Undang, dan musyawarah para majelis.
Walauoun mengikuti berbagai rangkaian aturan, sengketa pajak di Indonesia dapat
menghasilkan kegagalan dalam sengketa bagi satu pihak dan keberhasilan bagi satu
pihak. Walaupun keberhasilan dan kegagalan dirasakan hanya satu pihak saja, namun
putusan yang dihasilkan tentunya harus tidak terlalu merasa membebankan pihak lain
atau mendukung sebelh pihak saja, maka pengadilan pajak harus netral.

3. 2. Saran

Diharapkan dalam penyelesaian sengketa pajak tetap menjamin kejujuran dan


keadilan disetiap pertimbangan sebelum mencapai suatu putusan akhir, hakim tetap
netral dalam menelaah dan meyakinkan diri terhadap bukti-bukti yang ada,
persidangan tetap berjalan dengan kondusif dan efektif , serta patuh terhadap aturan
dan Undang-Undang yang berlaku disetiap detil persidangan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, Ebta. 2012-2018. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) : sengketa”.


Jakarta: kbbi.com

Dewi, Dyah Adriantini Sintha. “Penyelesaian Sengketa Pajak”. Jakarta:


media.neliti.com

Asriyani. 2017. Jurnal: Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. Palu:
Universitas Tadulako

Asriyani. 2017. “Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak”.


Jurnal.untad.ac.id

Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. 2012. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan
Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Pamungkas, Hanggoro. 2011. Jurnal: Penyelesaian Sengketa Pajak. Jakarta:


Universitas Bina Nusantara

“Pemeriksaan Dalam Persidangan Pengadilan Pajak”. Jakarta Selatan: ikpi.or.id,


Seri-04 Pemeriksaan Dalam Persidangan Pengadilan Pajak

2018. “Frequently Ask Questions”. Jakarta: kemenkeu.go.id

https://ptun-jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Peninjauan%20Kembali%20Dalam%20Sen
gketa%20Pajak.pdf

http://www.pajak.go.id/content/257-penyelesaian-sengketa-pajak

https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-1484527/bumi-kalah-di-pengadilan-
pajak--

29
https://news.ddtc.co.id/5-masalah-pengadilan-pajak-dan-alternatif-solusinya-11812

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/independensi

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=326896&val=6470&title=ANA
LISIS%20PENYELESAIAN%20SENGKETA%20BANDING%20ATAS%20KASU
S%20PAJAK%20PERTAMBAHAN%20NILAI%20DI%20PENGADILAN%20PAJ
AK%20(STUDI%20KASUS%20PT%20OP)

http://www.setpp.kemenkeu.go.id/statistik

https://media.neliti.com/media/publications/23266-ID-penyelesaian-sengketa-
pajak.pdf

journal.binus.ac.id/index.php/BBR/article/download/1162/1029

https://www.kompasiana.com/kangagus/553879346ea8341364da42d0/membaca-
fakta-sengketa-pajak-bca

30

Anda mungkin juga menyukai