Oleh
TAHUN 2018
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan
rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami
dengan judul “Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak” ini.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni
Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling
besar bagi seluruh alam semesta.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat
menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak
kekurangan.
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak
yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini
hingga rampungnya makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang
telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………..………………………………………….2
Daftar Isi……………………………………..………………………………………..3
1. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang……………………………...……………………………5
1. 2. Rumusan Masalah…………………………………....…………………..6
1. 3. Tujuan Penelitian…………………………………...……………………6
1. 4. Manfaat Penelitian…………………………………………………….…6
1. 5. Metode Penelitian………………………………………..………………7
2. PEMBAHASAN
2. 1. Sengketa Pajak………………………………………...…………………8
3
3. PENUTUP
3. 1. Kesimpulan……………………..………………………………………28
3. 2. Saran……………………………………………………………………28
DAFTAR PUSTAKA……………………………..…………………………………29
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Di dalam suatu Negara pajak merupakan menjadi satu instrumen yang penting
dalam hal keuangan . Pajak menjadi sumber pendapatan yang cukup menjanjikan
karena pajak merupakan satu satunnya penerimaan negara yang bersifat aman, murah,
dan berkelanjutan. Di Indonesia, pajak merupakan hal yang benar benar vital dalam
APBN. Pajak menyumbang 70% dari total APBN, bisa dibayangkan apabila pajak di
negara Indonesia tidak terorganisir dengan baik negara ini akan mengalami
guncangan ekonomi yang sangat hebat.
Dari penjabaran diatas kita bisa tahu bahwa pajak adalah instrumen yang
penting, khususnya di Indonesia, namun dalam proses pemungutan atau penarikanya
tidak selalu berjalan dengan baik. Banyak masyarakat di Indonesia yang menghindari
pajak yang terlalu tinggi padahal penghasilan mereka tinggi, melalui sikap
masyarakat yang seperti ini bisa menghambat pekerjaan pemerintah untuk memungut
pajak dengan lancar demi tercapainya target yang telah ditentukan oleh pemerintah
untuk anggaran pembangunan negara.
Seperti diketahui bahwa masih banyak kasus sengketa pajak yang berada di
pengadilan pajak, hal ini disebabkan karena adanya ketidakcocokan hasil
penghitungan pajak dari wajib pajak dengan fiskus. Ada ribuan kasus yang masuk
tiap tahun nya bahkan hampir selalu naik tiap tahun nya karena ketidakcocokan ini
sehingga membuat pemerintah kewalahan untuk bisa mengatasi semua kasus tersebut
karena membutuhkan waktu yang cukup lama.
Karena itu makalah mengenai “Sengketa Pajak dalam Pengadilan Pajak” ini
perlu dibahas lebih dalam agar lebih mengetahui permasalahan, proses, dan hasil dari
5
Pengadilan Pajak agar bisa merumuskan jalan keluar yang terbaik agar setiap masalah
perpajakan yang ada di Indonesia bisa segera teratasi dengan segera sehingga
pemerintah tidak terlalu terganggu konsenterasinya karena sengketa pajak dan bisa
menjalankan fungsi yang lain dengan baik.
1. 2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Sengketa Pajak dan apa saja contohnya?
2. Apa saja peristiwa yang terjadi di Pengadilan Pajak?
3. Bagaimana pengambilan keputusan sengketa dalam Pengadilan Pajak?
4. Apa saja yang menyebabkan kegagalan penyelesaian sengketa pajak?
5. Apa saja yang menyebabkan keberhasilan penyelesaian sengketa pajak?
1. 3. Tujuan Penelitian
1. 4. Manfaat Penelitian
Memahami dan berusaha menganalisis apa saja yang terjadi dalam pengadilan
pajak untuk menyelesaikan berbagai sengketa melalui metode penelitian deskriptif
dan studi pustaka.
6
1. 5. Metode Penelitian
Jenis penelitian dan metode analisis yang penulis gunakan adalah metode
penelitian deskriptif, yakni metode yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi
aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau
memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang berlaku, membuat perbandingan atau
evaluasi dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.
7
BAB 2
PEMBAHASAN
2. 1. Sengketa Pajak
8
Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung (MA). Namun demikian,
ada upaya hukum dengan nama pengajuan kembali (huruf kecil) yang diajukan ke
Direktorat Jendral Pajak” (Ilyas & Burton).
1. Keberatan
9
Di Indonesia ketentuan keberatan diatur dalam beberapa undang-undang
pajak, yaitu Undang-Undang KUP, Undang-Undang PBB, Undang-Undang
BPHTB, dan Undang-Undang PDRD. Pengaturan keberatan pajak pusat diatur
dalam tuga undang-undang yang disesuaikan dengan jenis pajak pusat
yangdiajukan keberatan. Sedangkan untuk jenis pajak daerah, keberatan diatur
dalam Undang-Undang PDRD dan peraturan daerah yang memberlakukan pajak
daerah pada suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Direktur Jendral Pajak dalam waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan fiskus tidak menerbitkan surat
keputusan keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan
dan Direktur Jendral Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai
dengan keberatan Wajib Pajak. Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan
dapat berupa mengabulkan seluruhnya, atau sebagian, menolak, atau menambah
besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2. Banding
10
Ketentuan tentang banding diatu dalam Undang-Undang KUP, Undang-
Undang PBB dan Undang-Undang BPHTB untuk jenis pajak pusat, sedangkan
untuk pajak daerah diatur dalam Undang-Undang PDRD maupun peraturan
daerah tentang pemberlakuan suatu jenis pajak daerah di suatu provinsi,
kabupaten atau kota.
3. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan
yang dapat diajukan. Umumnya gugatan diajukan Wajib Pajak yang merasa
dirugikan atas tindakan Fiskus dalam melakukan tindakan penagihan pajak
terhadap Wajib Pajak maupun penanggung pajak. Gugsatan diatur secara tegas
dalam Hukum Pajak Indonesia untuk melindungi kepentingan Wajib Pajak dari
tindakan Fiskus yang menurut Wajib Pajak tidak sesuai dengan ketentuan
undang-undang pajak yang berlaku.
11
Agung. Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian dan berdasarkan keyakinan Hakim. Putusan Pengadilan Pajak dapat
berupa menolak, mengabulkan sebagian atau seluruhnya, menambah pajak yang
harus dibayar, tidak dapat diterima, membetulkan kesalahan tulis dan/atau
kesalahan hitung, dan/atau membatalkan dan pengadilan pajak harus mengambil
putusan ini dalam jangka waktu enam bulan sejak surat gugatan diterima atau
dalam hal-hal khusus dapat diperpanjang paling lama tiga bulan.
4. Peninjauan Kembali
Apabila para pihak yang bersengketa tidak puas dengan keputusan yang
diambil oleh majelis hakim Pengadilan Pajak dapat mengajukan peninjauan
kembali ats putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Salah satu
kemungkinan Putusan Peninjauan Kembali adalah dikabulkan, baik ebagian
maupun seluruhnya. Hal ini tentunya mengakibatkan pajak terutang menjadi
lebih kecil dari surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Fiskus.
12
perpajakan antara waj;ib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding
atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan Peraturan Perundangundangan
perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
Undangundang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. (Pasal 31 ayat 1 Pasal 1 angka 5
UU No. 14/2002 )
1. Negara dapat melakukan gugatan terhadap wajib pajak bagi yang tidak
melakukan kewajiban membayar pajak
2. Setiap wajib pajak dapat melakukan gugatan terhadap fiskus atau pejabat yang
berwenang jika adanya kesalahan yang dialami oleh wajib pajak itu sendiri.
Wajib pajak yang akan melakukan gugatan harus melalui proses yaitu dengan
cara membuat surat gugatan yang ditujukan ke pengadilan pajak,surat gugatan harus
disertai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh tergugat, dan bukti
pendukung,dan harus disertakan surat kuasa bermaterai jika penggugat dibantu oleh
kuasa hukum. Didalam gugatan memiliki beberapa tahapan-tahapan dalam
melakukan gugatan di pengadilan pajak. Berikut ini proses-proses yang dilakukan
dalam melakukan gugatan :
1. Persiapan gugatan
Pengadilan Pajak akan meminta surat tanggapan kepada DJP yang
berstatus sebagai tergugat.Surat tanggapan kemudian akan dikirimkan
kepada penggugat, penggugat dapat menyampaikan surat bantahan setelah 30
hari sejak diterimanya surat tanggpan.
13
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan acara
biasa dan acara cepat.
a. Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh majelis yang terdiri dari
tiga orang hakim dan dihadiri oleh tergugat dan penggugat dan kuasa
hukumnya.
b. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh hakim tunggal dan
dihadiri oleh tergugat serta penggugat dan kuasa hukumnya jika
diperlukan.
14
3. Pembuktian
Bukti yang sah menurut pasal 11 ayat (1) UU No.13 1985 adalah bukti
yang telah di lunasi bea materainya.Namun selain itu ada juga alat-alat yang
dapat dijadikan sebagai pembuktian.
Dalam pembuktian adapula yang tidak dapat dijadikan sebagai saksi atau
keterangan yang diberikanya tidak boleh didengar seperti :
1) Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke
bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa
2) Istri atau suami penggugat walaupun sudah bercerai.
3) Anak yang belum berusia 17 tahun
4) Orang sakit ingatan
5) Peniadaan kewajiban merahasiakan
6) Setiap orang yang pekerjaanya wajib merahasiakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaanya atau jabatanya
Semua hal-hal yang terjadi dalam persidangan pajak tercantum pada UU KUP
dan juga Peraturan Pangadilan Pajak. Dasar hukum yang di gunakan yaitu Undang-
undang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
15
2. 3. Pengambilan Keputusan Sengketa dalam Pengadilan Pajak
Adapun jenis putusan hakim dapat berupa penolakan, pengabulan seluruh atau
sebagian saja, membatalkan putusan, tidak menerima, menambah pajak yang harus
dibayar, ataupun membetulkan kesalahan tulis atau hitung.
Dalam memutuskan suatu sengketa pun ada tata cara yang harus diikuti,
karena suatu putusan akan menentukan bagaimana nasib seseorang atau suatu
badan nantinya.
16
1) Kepala putusan yang berbunyi "Demi keadilan berketuhanan yang maha
esa”
2) Nama, tempat tinggal atau atau tempat kediaman, dan / atau identitas
lainnya dari pemohon Banding atau penggugat;
3) Nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat;
4) Hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan
5) Ringkasan Banding atau Gugatan dan ringkasan Surat Uraian Banding
atau Surat Tanggapan atau Surat Bantahan yang jelas;
6) Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang
terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
7) Pokok sengketa;
8) Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
9) Putusan tentang sengketa; dan
10) Hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan
keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
17
mengambil putusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud dilampui.
5) Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu
dinyatakan tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut :
30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan
dilampui;
30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal
diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampui.
Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan berupa
membetulkan kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung, diambil dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui
atau sejak permohonan salah satu pihak diterima.
Putusan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan
pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak,
berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima.
Dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak
dimaksud, pemohon Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan
kepada peradilan yang berwenang.
Pelaksanaan Putusan
1. Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak
memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan
perundang-undangan mengatur lain.
2. Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh
Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
18
3. Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para
pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan.
4. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima
putusan.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka
waktu tersebut, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang
berlaku.
19
2. 4. Kegagalan Penyelesaian Sengketa Pajak
Masalah transparansi ini telah diatur secara jelas dalam Pasal 2 ayat
(1) UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa
segala informasi yang berhubungan dengan kepentingan publik bersifat
terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi.
20
dengan baik menyebabkan beberapa pihak mengalami kesulitan dalam
mendapatkan informasi mengenai akuntabilitas putusan tersebut. Sudah tentu
keadaan tersebut bertentangan dengan Prinsip Keterbukaan Pengadilan
(Principle of The Open Justice) karena prinsip ini menjunjung tinggi
keterbukaan dan transparansi.
2. Pengetahuan Hakim
21
yang memberi keputusan harus memiliki latar belakang mengerti dan
memahami cara perhitungan akuntansi dan perpajakan sehingga ketika di
persidangan tidak menimbulkan argumentasi yang berbeda.
22
mempertimbangkan keputusan sengketa ketika proses banding salah satunya
dengan penilaian setiap bukti yang diajukan dalam persidangan.
Wajib pajak sering kali lebih memilih untuk tidak menunjukkan dan
meminjamkan data-data atau bukti pada saat proses pemeriksaan dan
penelitian keberatan karena wajib pajak khawatir Fiskus akan memiliki
pandangan yang berbeda mengenai data atau bukti tersebut.
Data-data atau bukti tersebut baru diberikan oleh wajib pajak pada saat
persidangan berlangsung di pengadilan pajak walaupun data tersebut sudah
ada pada saat proses pemeriksaan dan penelitian keberatan. Data-data tersebut
tidak diminta oleh fiskus karena tidak tercantum dalam aturan perpajakan.
Menurut Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Riza Noor Karim,
gugatan tersebut muncul karena BUMI menganggap proses penyidikan yang
dilakukan Ditjen Pajak tidak sesuai ketentuan yang berlaku karena Ditjen Pajak tidak
pernah menunjukan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas dugaan kasus
pidana perpajakan tahun 2007 lalu. Padahal menurut hakim BUMI telah sesuai
dengan peraturan yang berlaku (Undang-Undang Perpajakan dan KUHP). Riza
menjelaskan, SPDP memang tidak harus disampaikan ke wajib pajak yang diduga
melakukan pidana perpajakan. Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak Caturini
Widosari mengatakan pihaknya siap untuk melayani gugatan selanjutnya dari BUMI
karena itu adalah hak dari wajib pajak yang tidak boleh dihalangi.
23
banyak pihak, karena bukti penyidikan dikumpulkan dari banyak sumber. Penyidikan
juga tidak ada batas waktunya karena penyidikan itu harus adil dan tidak boleh
sewenang-wenang. Namun, kewenangan penyidikan tetap berada di Ditjen Pajak
sampai bukti-buktinya lengkap, kemudian baru diserahkan ke Kepolisian.
Dari berita yang tertera diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kasus BUMI
ditolak gugatannya oleh Pengadilan Pajak karena Ditjen Pajak tidak melampirkan
SPDP atas dugaan kasus pidana perpajakan tahun 2007, padahal sebetulnya SPDP
tidak wajib disampaikan kepada wajib pajak yang diduga melakukan pidana
perpajakan. Hal ini berhubungan dengan poin 4 faktor kegagalan Ditjen Pajak dalam
menyelesaikan sengketa, yaitu data materi sengketa yang tidak lengkap, hal ini
menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan, karena tanpa bukti yang
kuat, lengkap dan relevan hakim tidak bisa memutuskan keputusan begitu saja,
meskipun wajib pajak telah mengikuti peradilan sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama yaitu bisa mengajukan
keberatan kepada pemerintah tentang penghitungan pajak yang terkadang tidak
sinkron antara fiskus dengan wajib pajak. Untuk menampung atau mengatasi
perpajakan di Indonesia maka dibentuklah pengadilan pajak yang didasari oleh UU
No 14 Tahun 2002 yaitu untuk melaksanakana fungsi kekuasaan kehakiman yang
bebas dan merdeka yang berpuncak pada MA dalam penyelesaian sengketa
perpajakan
24
1. Official Assesment system
Pada system ini dalam penetapan besarnya pajak yang harus ditanggung
oleh wajib pajak dilakukan oleh fiskus, dalam system ini wajib pajak bersifat
pasif, mereka hanya menunggu keputusan dari fiskus berapa banyak pajak
yang harus dibayar oleh wajib pajak.
Pada system ini penetapan besarnya pajak ditentukan oleh wajib pajak
sendiri dengan menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan kepada
pemerintah, disini wajib pajak bersifat aktif dalam mengurus kewajiban pajak
mereka.
Pada system ini penetapan besarnya pajak besarnya pajak yang harus
dibayar ditentukan oleh pihak ketiga yang mempunyai wewenang, mereka
juga langsung memungut atau memotong besarnya wajib pajak yang terutang.
Dari ketiga sistem diatas diharapkan bisa menciptakan sistem pajak yang baik
dan mudah untuk diimplementasikan di masyarakat luas sehingga bisa memperkecil
masalah yang terjadi dalam penetapan beban pajak kepada wajib pajak di indonesia.
Dari ketiga sistem diatas juga bisa didapatkan utang pajak yang harus dibayar, namun
sering terjadi perbedaan antara wajib pajak dengan fiskus dalam menghitung jumlah
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak sehingga terjadi keberatan dan gugatan
dari wajib pajak kepada fiskus yang kebanyakan berakhir di pengadilan pajak tetapi
masih ada wajib pajak yang setelah menerima keputusan dari pengadilan dan masih
belum puas dengan keputusan tersebut karena tidak sesuai dengan penghitungan
mereka sehingga terus berlanjut hingga peninjauan kembali yang membutuhkan
waktu lagi untuk menyelesaikanya. Berikut merupakan data penyelesaian sengketa
pajak dari tahun 2012 – 2017.
25
PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TAHUN 2012 -2017
Dari data penyelesaian sengketa pajak diatas kita bisa mengetahui bahwa
sangat banyak kasus yang telah diselesaikan di pengadilan pajak hingga mencapai
ribuan hingga puluhan ribu bahkan hampir selalu naik setiap tahun nya kecuali pada
tahun 2017 yang mengalami penurunan, namun penurunannya juga belum signifikan
yaitu pada angka 1.623. Di pengadilan pajak juga pasti ada pihak yang menang dan
kalah, menurut tabel diatas lebih banyak angka yang menunjukan pengabulan dari
pengadilan atas keberatan dari wajib pajak, ini membuktikan bahwa fiskus masih
belum bisa membuat keputusan yang bisa memuaskan atau diterima dengan baik oleh
masyarakat. Ini juga bisa menjadi koreksi pemerintah terutama Direktorat Jendral
Pajak dalam menetapkan besarnya beban pajak kepada masyarakat agar lebih baik
lagi. Semakin banyak gugatan yang diajukan oleh wajib pajak sebenarnya juga proses
yang melelahkan dan banyak sekali waktu yang dibutuhkan hal ini sangat bisa untuk
menghambat kinerja Dirjen Pajak. Menurut Ning Rahayu selaku dosen Universitas
Indonesia Dirjen Pajak harus dipisahkan dari Lembaga keberatan banding dan
Pengadilan Pajak agar target penerimaan pajak juga bisa tercapai, namun sekarang
26
Dirjen Pajak masih banyak juga mengurusi soal keberatan banding dan pengadilan
pajak jadi Dirjen pajak tidak bisa fokus untuk bisa mencapai target penerimaan pajak.
27
BAB 3
PENUTUP
3. 1. Kesimpulan
3. 2. Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
Asriyani. 2017. Jurnal: Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. Palu:
Universitas Tadulako
Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. 2012. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan
Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
https://ptun-jakarta.go.id/wp-
content/uploads/file/berita/daftar_artikel/Peninjauan%20Kembali%20Dalam%20Sen
gketa%20Pajak.pdf
http://www.pajak.go.id/content/257-penyelesaian-sengketa-pajak
https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-1484527/bumi-kalah-di-pengadilan-
pajak--
29
https://news.ddtc.co.id/5-masalah-pengadilan-pajak-dan-alternatif-solusinya-11812
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/independensi
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=326896&val=6470&title=ANA
LISIS%20PENYELESAIAN%20SENGKETA%20BANDING%20ATAS%20KASU
S%20PAJAK%20PERTAMBAHAN%20NILAI%20DI%20PENGADILAN%20PAJ
AK%20(STUDI%20KASUS%20PT%20OP)
http://www.setpp.kemenkeu.go.id/statistik
https://media.neliti.com/media/publications/23266-ID-penyelesaian-sengketa-
pajak.pdf
journal.binus.ac.id/index.php/BBR/article/download/1162/1029
https://www.kompasiana.com/kangagus/553879346ea8341364da42d0/membaca-
fakta-sengketa-pajak-bca
30