Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HUKUM PAJAK

“HUBUNGAN HUKUM PAJAK DENGAN TINGKAT KEPATUHAN


MEMBAYAR PAJAK OLEH WAJIB PAJAK”

OLEH :

NAMA : ANASTASIA DAMIANA LOKO

NIM : 33118211

SEMESTER : V/5

KELAS :D

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG

2020

KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikiran.

Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis yakin masih banyak


kekuranagn dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, September 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………..1

KATA PENGANTAR………………………………………..………………………………..2

DAFTAR ISI……………………………………………………..…………………………….3

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………..………………………….4

1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………..………………………4


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………................S5
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penulisan…………………………………….…………..6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP…………………………..7

2.1 Tinjauan Umum tentang Pajak…………………………………………………..7

2.2 Fungsi Pemungutan Pajak………………………………………………………..8

2.3 Syarat Pemungutan Pajak………………………………………………………..8

2.4 Asas dan Teori Pemungutan Pajak………………………………………………9

2.5 Kerangka Konsep……………………………………………………………….…10

BAB III PEMBAHASAN ANALISIS………………………………………………………..12

3.1 Pengertian Hukum Pajak…………………………………………………………12


3.2 Fungsi dan Jenis Hukum Pajak…………………………………………………..15
3.3 Kedudukan Hukum Pajak di Indonesia………………………………………….17

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………….20

4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………20

4.2 Saran………………………………………………………………………………..20

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..21

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran


serta masyarakat mengumpulkan dana untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui
perbaikan dan penambahan pelayanan publik, mengalokasikan pajak tidak hanya untuk
rakyat pembayaran pajak juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib membayar
pajak. Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, yaitu
dengan memperluas subyek dan obyek pajak atau dengan menjaring wajib pajak baru. Di
lain pihak perkembangan usaha-usaha kecil dan menengah yang demikian dinamis
barangkali jauh meninggalkan jangkauan pajak.

Pajak dipungut oleh negara berdasarkan norma-norma hukum guna mencapai


kesejahteraan umum. Untuk itu penerimaan pajak yang optimal sangat diharapkan guna
membiayai kegiatan pembangunan nasional yang sedang maupun akan berlangsung
dimasa kini dan masa yang akan datang. Harus diakui bahwa pada saat ini dan pada
masa yang akan datang, penerimaan pajak merupakan penerimaan dana bagi Negara
yang dapat diandalkan guna membiayai pengeluaran dan pembangunan untuk
kesejahteraan bersama. Hal ini disebabkan karena negara tidak mungkin mengandalkan
penerimaan dana dari sektor minyak dan gas terus menerus mengingat bahwa sektor
minyak dan gas akan habis dengan berjalannya waktu. Berbeda dengan pajak yang
merupakan penerimaan negara yang dapat diandalkan karena pajak merupakan sumber
yang dapat diperbaharui (renewable resources) dapat mengisi kas negara dan juga dapat
diatur mengenai ketentuan yang mengatur peraturannya. Oleh karena itu pajak adalah
instrumen yang sangat penting, baik untuk membiayai penyelenggaraan negara,
menyehatkan ekonomi, maupun untuk secara tak langsung memeratakan pendapatan
negara. Pada hakikatnya pajak merupakan salah satu kewajiban masyarakat kepada
negara. Idealnya pajak dapat dianggap sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat dalam
membela dan membangun tanah air dan negara. Dengan pajak, negara bisa menjalankan

4
fungsi-fungsinya baik itu di bidang eksekutif (pemerintahan), legislatif (pengawasan),
dan yudikatif (penegakan hukum) untuk menggapai dan mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Dengan adanya pajak maka diperlukan hukum yang mengaturnya.
Maka munculah hukum pajak untuk mendukung pajak itu sendiri. Hukum pajak dibuat
agar dapat memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk negara
selaku pemungut pajak maupun kepada rakyat selaku wajib pajak.
Di Indonesia ditegaskan bahwa pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea
dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang hal
ini dapat dilihat pada Undang-Undang Dasar 1945 tercantum dalam pasal 23 ayat 2
sebagai dasar hukum pemungutan pajak oleh negara. Hal ini berarti bahwa pemungutan
pajak hanya untuk keperluan negara dan harus mendapatkan persetujuan rakyat melalui
Tindakan pencegahan dan. Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan ini dipertegas dalam
andemen Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat tahun 2003 yang mengatur pungutan pajak pada Pasal 23A. Segala tindakan yang
menyangkut nasib rakyat ataupun memberikan beban kepada rakyat seperti pajak dan
lain-lainnya maka harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.

1.2 Rumusan Masalah

5
Berdasarkan uraian ringkas dari latar belakang diatas, memberi dasar bagi peneliti untuk

merumuskan pertanyaan penelitian berikut:

1. Apa saja tinjauan umum tentang Hukum Pajak?

2. Apa saja fungsi dari Hukum Pajak?

3. Apa sajakah syarat dari pemungutan pajak?

4. Asas apa saja yang terdapat dalam hokum pajak?

5. Bagaimana kedudukan Hukum Pajak di Indonesia?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai adalah :

1. Memahami tentang Hukum Pajak yang ada di Indonesia.

2. Memahami ketentuan-ketetuan mengenai wajib pajak.

3. Memhami kedudukan Hukum Pajak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KONSEP

6
2.1 Tinjauan Umum tentang Pajak

1. Pengertian Pajak
Ada berbagai definisi mengenai pajak yang diungkapkan para ahli. Walaupun dilihat
dari sudut pandang yang berbeda, namun definisi yang diungkapkan terdapat berbagai
kesamaan:
 Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
imbal (kotraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Artinya bila utang pajak tidak dibayar, utang itu
dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga
penyanderaan, walaupun atas pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbal
balik tertentu. Hal ini berbeda dengan retribusi, di mana jasa timbal balik dapat
langsung dirasakan atau dapat ditunjuk oleh pembayar retribusi.
 Menurut Prof.Dr.P.J.A. Andriani, pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
 Menurut Prof. Dr. MJH. Smeeths, pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontra
prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai
pengeluaran pemerintah.
 Menurut Undang-undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (selanjutnya di sebut UU KUP), Pasal 1 “Pajak adalah kontribusi
wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.

7
Berdasarkan definisi tersebut, pajak memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pungutan secara paksa oleh Negara
2. Yang bersangkutan tidak mendapatkan prestasi langsung
3. Digunakan untuk membiayai pengeluaran umum

2.2 Fungsi Pemungutan Pajak


Adapun fungsi dari pajak diantaranya:
 Fungsi Budgeter (Sumber Keuangan Negara) Pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan dan pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya
untuk kas negara.
 Fungsi Regulerend (Pengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

2.3 Syarat Pemungutan Pajak


Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan maka pemungutan pajak
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
 Pemungut pajak harus adil (syarat keadilan)Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umun dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedangkanadil dalam pelaksanaannya yakni dengan
memberikan hak bagi Wajib Pajakuntuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak..
 .Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)Di
Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23.Hal ini memberikan jaminan
hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

 Tidak menggangu perekonomian ( Syarat ekonomis)

8
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
 Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga
lebih rendah dari hasil pemungutannya.
 Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan sederhana harus memudahkan dan mendorong masyarakat
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2.4 Asas dan Teori Pemungutan Pajak.

Ada beberapa asas pemungutan pajak, antara lain:


 .Asas Domisilis (asas tempat tinggal): Negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk
Wajib Pajak dalam negeri.
 Asas Sumber: Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber
dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
 Asas Kebangsaaan: Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.Menurut Mardiasmo terdapat beberapa teori yang menjelaskan pemberian
hak kepada negara untuk memungut pajak, teori-teori tersebut antara lain adalah:
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya.Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan
sebagaisuatupremi asuransikarena memperoleh jaminan perlindungan
tersebut.

b. Teori Kepentingan

9
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
c. Teori Daya Pikul Beban
Pajak untuk semua orang harus sama beratnya, untuk mengukur daya
pikul dapat digunakan 2 pendekatan, yaitu:1)Unsur objektif, dengan
melihat besarnya penghasilan ataukekayaanyang dimiliki oleh
seseorang.2)Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya
kebutuhanmateriil yang harus dipenuhi.
d. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.

2.5 Kerangka Konsep


Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dijelaskan maka dapat ditentukan
kerangka berpikir pemecahan masalah yaitu Kepatuhan Pajak dipengaruhi oleh tiga
variabel yaitu : Kesadaran Wajib Pajak,Sistem Administrasi Perpajakan dan Tindakan
Penegakan Hukum di bidang perpajakan. Ketiga variabel tersebut direfleksikan oleh
indikator-indikator yang menjadi bagian dari variabel dan menjelaskan variabel. Untuk
dapat memudahkan alur kerja analisis yang sistemati sdalam penelitian, maka disusun
diagram kerangka berpikir pemecahan masalah yang sekaligus merupakan model
kausal Kesadaran Wajib Pajak, Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan dan

10
Tindakan Penegakan Hukum dan pengaruhnya terhadap Kepatuhan Pajak sebagaimana
ditunjukkan pada gambar di bawah:

PRESEPSI WP

KESADARAN KEPATUHAN FORMAL


PENGETAHUAN
WAJIB PAJAK
PERPAJAKAN

KONDISI KEUANGAN WP

KUALITAS SDM
MODERNISASI
SISTEM INFORMASI SISTEM
KEPATUHAN
PERPAJAKAN ADMINISTRASI
PAJAK PAJAK
PELAYANAN

TINDAKAN
PEMERIKSAAN PAJAK
PENEGAKAN
HUKUM
SANKSI ADMINISTRASI KEPATUHAN MATERIL
DAN PIDANA
Gambar 2.1

Diagram Kerangka Berpikir Model Hubungan Kausal Kesadaran Wajib Pajak, Modernisasi
Sistem Administrasi Pajak dan Tindakan Penegakan Hukum dibidang perpajakan dan
Pengaruhnya terhadap Kepatuhan Pajak. Dengan telah ditentukannya kerangka berpikir
pemecahan masalah maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

 Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positi fterhadap Kepatuhan Pajak


 Modernisasi Sistem Administrasi Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Pajak.
 Tindakan Penegakan Hukum (tax law enforcement) berpengaruh positi fterhadap
Kepatuhan Pajak

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Hukum dan Pajak

 Pengertian Hukum menurut para ahli

a. Prof. Mr. E.M. Mayers dalam bukunnya “De Algmene Begrippen van het Burgerlijk
Recht”: “Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi
pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya”.
b. Leon Duguit : “Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan
reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”.
c. Immanual kant: “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak
bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari
orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.

 Pengertian Pajak menurut para ahli

a. Menurut Rochmat Soemitro, menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan
Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai keperluan umum.
b. Definisi Prof. Dr. M.J.H. Smeets pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
terhutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya
kontra-prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individuil, maksudnya adalah
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

12
c. Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja, pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau
barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.

Guna pajak itu ialah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum sehubungan


dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Jadi
hasil atau imbalan yang kita peroleh dari pembayaran pajak, tidak langsung kita peroleh
dari pemerintah. Adapun pajak itu dapat dibagi dalam golongan-golongan yang berikut :

 Pajak langsung

Pajak langsung ialah pajak-pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan
tidak dilimpahkan kepada orang lain, misalnya pajak seorang pengusaha
dibayarkannya dari bagian pendapatan atau labanya sendiri. Pada pooknya jenis pajak
ini tidak menaikkan harga.

 Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung ialah pajak-pajak yang pada akhirnya dapat menaikkan
harga, karena akhirnya ditanggung oleh pembei, dan pajak tersebut baru terhutang
jika terjadi hal-hal yang menyebabkan terhutang pajak. Sebagai contoh pajak tidak
langsung dapat disebutkan : pajak penjualan , pajak pembangunan, Fea Materai, Bea
warisan, dan bea balik nama.

 Pengertian Hukum Pajak

 Hukum pajak, yang juga disebut Hukum Fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-
peraturan yang meliputi wewenang Pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang
dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui Kas Negara,
sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur hubungan-
hubungan hukum antara Negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang
berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib wajib).

13
 Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat
dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan
hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum ini; dalam pada itu adalah
penting sekali bahwa tidak harus diabaikan begitu saja latar belakang ekonomis dari
keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut.
 Hukum pajak memuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana dengan
acara pidananya. Dalam lapangan lain dari hukum administrative, unsur-unsur tadi
tidak begitu Nampak seperti dalam hukum pajak ini; juga peradilan administratifnya
diatur dengan sangat rapinya. Justru inilah, ditambah dengan luasnya lapangannya
karena eratnya hubungannya dengan kehidupan-ekonomi, maka dalam abad ini
banyak sarjana hukum, sarjana ekonomi, dan para cerdik pandai lainnya yang
mencurahkan perhatiannya yang cukup terhadap hukum pajak ini, yang kini dalam
beberapa negara telah merupakan ilmu yang berdiri terendiri.
 Sebagai hukum, peraturan-peraturan perpajakan pada intinya bagi wajib pajak
memuat kewajiban-kewajiban, hak-hak dan senksi administratif maupun sanksi
pidana sehubungan dengan pelanggaran atas ketentuan-ketentuannya.
 Hukum pajak merupakan bagian dari Hukum Publik, khususnya termasuk lingkungan
hukum administrative negara. Hukum pajak tidak terlepas dari bagian-bagian hukum
lainnya, namun mempunyai hubungan erat dengan hukum administrasi negara,
hukum perdata dan hukum pidana.
 Adapun yang dimaksud dengan Hukum Pajak, ialah himpunan peraturan-peraturan
yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan wajib-wajib pajak dan antara lain
mengatur siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak (objek-pajak), timbulnya
kewajiban pajak, cara pemungutannnya, cara penagihannya dan sebagainya.

Dewasa ini hukum pajak diatur dalam :


a. Undang-Undang No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
b. Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.
c. Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang-
barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.

14
3.2 Fungsi dan Jenis Hukum Pajak

 Fungsi Hukum Pajak


fungsi yang didasarkan pada asas-asas yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat.
Adapun fungsi hukum fiskal adalah sebagai berikut:

 Berfungsi sebagai acuan dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang


berlandaskan atas dasar keadilan, efisien, serta diatur sejelas-jelasnya dalam undang-
undang tentang hukum fiskal itu sendiri.
 Berfungsi sebagai sumber yang menerangkan tentang siapa subjek dan objek yang
perlu atau tidak perlu dijadikan sumber pemungutan pajak demi meningkatkan
potensi pajak secara keseluruhan.
 Untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. Negara yang berhasil adalah
negara yang dapat membuat rakyat atau masyarakatnya merasa bahagia secara umum
baik dari sudut pandang ekonomi ataupun sosial kemasyarakatan.
 Untuk menciptakan kertertiban dalam menciptakan suatu kondisi lingkungan yang
bersuasana kondusif serta damai dibutuhkan pemeliharaan atas ketertiban umum yang
mendapat dukungan secara penuh oleh rakyat.
 Hukum ini juga akan membuat sebuah negara harus dapat memberikan rasa aman dan
menjaga dari berbagai macam gangguan ataupun ancaman yang berasal dari luar
ataupun dari dalam negeri sendiri.
 Seperti pada hukum lain, hukum perpajakan juga untuk mengakan keadilan. Negara
menyusun lembaga peradilan yang digunakan sebagai wadah bagi warga negara
untuk meminta keadilan diseluruh aspek / bidang, termasuk pada perpajakan.

 Fungsi pajak bagi Negara dan masyarakat

 Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)


Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara mengumpulkan
dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai pembangunan
nasional atau pengeluaran negara lainnya. Dengan demikian, fungsi pajak merupakan

15
sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran
negara dengan pendapatan negara.
 Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)

Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam
lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:

 Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.


 Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti
pajak ekspor barang.
 Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi
dari dalam negeri, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
 Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu
perekonomian agar semakin produktif.

 Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)


Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian
pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.

 Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian,
seperti untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan
ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang
beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.
Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum dijumpai
di berbagai negara. Di Indonesia, pemerintah lebih menitikberatkan pada dua fungsi
pajak sebagai pengatur dan budgeter. Lembaga pemerintah yang
mengelola pajak negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
berada di bawah Kementerian Keuangan.
Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota
masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai dengan sistem self
assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Self

16
assessment berarti wajib pajak menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melapor kewajiban perpajakannya sendiri. Jadi tidak memaksa wajib pajak membayar
pajak sebesar-besarnya, tapi sesuai dengan aturan perundang-undangan.

 Jenis-jenis Hukum Pajak


1) Hukum Pajak Formal
Hukum perpajakan yang memuat adanya ketentuan-ketentuan dalam mewujudkan
hukum pajak material menjadi kenyataan. Hukum perpajakan  formal memuat tata
cara atau prosedur penetapan jumlah utang perpajakan, hak-hak fiskus untuk
mengadakan evaluasi. Hukum perpajakan formal juga menentukan kewajiban wajib
pajak untuk mengadakan pembukuan, serta prosedur pengajuan surat keberatan
maupun banding. Contoh hukum perpajakan formal adalah Tata Cara Perpajakan.
2) Hukum Pajak Material
Hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan terhadap keadaan yang
dikenai pajak (objek pajak), siapa yang akan dikenakan pajak (subjek pajak) dan
siapa yang dikecualikan dengan pajak serta berapa jumlah yang harus dibayar (tarif
pajak). Contoh hukum perpajakan  material adalah pajak penghasilan (PPh) dan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

3.3 Kedudukan Hukum Pajak di Indoneisa


Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia menganut
paham imperative. Artinya, pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat ditunda. Ketika
terjadi pengajuan keberatan terhadap Pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan
pemerintah, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak tentang keberatan
diterima, maka wajib pajak terlebih dahulu harus membayar pajak sesuai dengan yang
telah ditetapkan. Berikut ini adalah penjelasan kedudukan hukum perpajakan:
1. Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya
2. Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Antara
lain terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi
Negara), Hukum Pajak, dan Hukum Pidana. Berdasarkan dua poin di atas, dapat
diketahui bahwa kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Hukum

17
pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dan rakyat sebagai
wajib pajak. Ini hal hal yang diatur dalam hukum pajak:
 Siapa subjek pajakya
 Apa objeknya
 Siapa wajib pajaknya
 Apa kewajiban subjek pajaknya
 Apa saja hak fiskus atau pemungut pajaknya
 Berapa tarifnya
 Bagaimana cara pemungutannya
 Bagaimana sanksinya jika ada pelanggaran 

Ada alasan mengapa pajak harus punya hukumnya sendiri:


 Bisa digunakan secara langsung untuk keperluan politik perekonomian Negara.
 Memiliki istilah atau ketentuan yang berbeda yang khas dengan bidangnya.
Dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah ini: lex specialis de rogat lex generalis.
artinya: peraturan khusus diutamakan terlebih dahulu dari peraturan umum. Jika ternyata
suatu perkara tidak atau belum diatur oleh peraturan khusus: baru pakai peraturan umum.
Terlepas dari itu, wajib pajak memiliki hak-haknya seperti :
 Memiliki kemampuan untuk mengajukan keberatan apabila beberapa ketentuan pajak
dianggap terlalu berat kepada kepala inspeksi pajak setempat.
 Dapat mengajukan permintaan agar dapat merubah atau melepaskan diri sendiri dari
ketetapan pajak, apabila terdapat kesalahan penulisan, kesalahan perhitungan atau
terdapat kesalahan saat menentukan dasar penetapan pajak.
 Meminta pemindah bukuan setoran dari satu pajak ke pajak lainnya, meminta
mengembalikan pajak retribusi.
 Meminta banding Majelis Pertimbangan Pajak jika ada keberatan dalam pengajuan oleh
kepala inspeksi tidak dipenuhi.

Karena hasil dari pajak ini berupa sarana dan prasana umum jadi nantinya semua lapisan
masyarakat dapat merasakannya. Dengan membayar pajak itu sudah menjadi tanda bahwa
kita sudah menjadi warga negara yang baik karena sudah membantu membangun negara
kamu ke arah yang lebih baik. Pajak memiliki beberapa ciri khas diantaranya.

18
1. Pajak dikelola dan dipungut oleh pemerintah langsung baik itu dari daerah ataupun
pusat.
2. Pajak dipungut mengikuti suatu aturan yang berdasarkan undang-undang yang
berlaku.
3. Pajak akan dipungut sesuai dengan biayanya nantinya biaya tersebut untuk
pengeluaran pemerintah.
4. Pajak ini tidak akan menimbulkan adanya kontra prestasi dalam pemerintah secara
langsung.
5. Pajak memiliki fungsi sebagai pengatur anggaran dari suatu pemerintahan.
6. Pajak ini tidak akan memiliki hasil yang instan.

Sebagai sumber pendapatan utama negara, pajak memiliki nilai strategis dalam
perspektif ekonomi maupun hukum. Berdasarkan 4 ciri di atas, pajak dapat dilihat dari 2
perspektif, yaitu:

1. Pajak dari perspektif ekonomi


Hal ini bisa dinilai dari beralihnya sumber daya dari sektor privat (warga negara)
kepada sektor publik (masyarakat). Hal ini memberikan gambaran bahwa pajak
menyebabkan 2 situasi menjadi berubah, yaitu:
 Berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk
kepentingan penguasaan barang dan jasa.
 Bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan
jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
2. Pajak dari perspektif hukum
Perspektif ini terjadi akibat adanya suatu ikatan yang timbul karena undang-
undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk
menyetorkan sejumlah dana tertentu kepada negara. Di mana negara mempunyai
kekuatan untuk memaksa dan pajak tersebut dipergunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan. Hal ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus
berdasarkan undang-undang, sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik
bagi petugas pajak sebagai pengumpul pajak maupun bagi wajib pajak sebagai
pembayar pajak.

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang


pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat melalui kas Negara, sehingga hukum pajak tersebut merupakan hukum public
yang mengatur hubungan Negara atau orang-orang atau badan-badan hukum yang
berkewajiban membayar pajak. Hukum pajak dibedakan atas:
o hukum pajak materil dan
o hukum pajak formil.

Negara mempunyai kekuatan untuk memaksa, dan uang pajak tersebut harus digunakan
untuk penyelenggaraan pemerintah.

4.2 Saran
Keteladanan dalam  hal penunaian  kewajiban pajak perlu mendapat perhatian tersendiri.
Keteladanan  ini tentu saja harus dimulai dari  jajaran pemerintah sendiri sebagai pengelola
pajak. Jika pemerintah  mampu memberikan teladan dan juga diikuti tokoh-tokoh dan public
figur lainnya, agaknya masyarakat akan lebih mudah untuk menyadari betapa pentingnya
pajak bagi kehidupan dan masa depan negaranya. Sebaliknya, jika pemerintah, para
pemimpin, dan tokoh-tokoh populis sudah memperlihatkan keingkarannya terhadap
kewajiban pajak ini, masyarakat di bawah akan lebih sulit lagi tersadarkan untuk membayar
pajak.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bahari U. Pengantar Hukum Pajak , Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2001

Bachasan Mustafa, Pokok-pokok Administrasi Negara, Bandung: Alumni,1979.

Bohari,Pengantar Singkat Hukum Pajak ,Jakarta: Rajawali Persada, 1995.

Erly Suandy,Hukum Pajak Salemba Empat, Yogyakarta, 2000.

Dewi Kania Sugiharti,Perkembangan Peradilan Pajak di Indonesia

,cet. 1,Bandung: Refika Aditama, 2005.

Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan,Perpajakan Teori dan Aplikasi ,Jakarta:Raja Grafindo
Persada, 2005.

https: // kumpara n.com/angga-suk mawijaya / sya hrini-sekali-posting-di-instagram-rp-100-


juta-berapa-pajaknya # ERD6EbMtS1zT0IGX.99

https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak

http: // iusyusep hukum.blog spot.co.id/2013/09/s ejarah-hukum-paja k-di-indonesia-dan-


di.html

21

Anda mungkin juga menyukai