Penyusun Makalah :
Tasya Nurhaliza ( 19810672 )
Mella Mar’atush Shalehah ( 19810674 )
Mareitha Ayu Paramaysela ( 18810491 )
Sefrian Arya Pratama ( 19810131 )
Rajatua Situmorang ( 19810112 )
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia kepada kami
sehingga kami senantiasa dapat menyelesaikan makalah Hukum Peradilan Pajak tepat pada
waktunya.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Peradilan Pajak yang
diberikan oleh Bapak Dr. Abdul Hamid, S.H., M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Peradilan Pajak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan Bapak Dr. Abdul Hamid, S.H., M.H. yang telah
memberikan pengajaran kepada kami, serta kepada teman-teman yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Makalah ini disajikan terutama kepada mahasiswa yang mengambil mata kuliah Hukum
Peradilan Pajak, baik yang ada di luar maupun di dalam lingkup Universitas Islam Kalimantan.
Makalah ini juga dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi kalangan pelajar, mahasiswa,
maupun praktisi pajak.
Namun, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Penyusun
ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN..................................................................................................................................................iv
a) Latar Belakang........................................................................................................................................iv
b) Perumusan Masalah.................................................................................................................................v
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................................6
a) Pengertian Sengketa Pajak......................................................................................................................6
b) Timbulnya Sengketa Pajak......................................................................................................................8
c) Sengketa dan Kewenangan Peradilan Pajak..........................................................................................10
d) Para Pihak yang Terlibat dalam Peradilan Pajak Indonesia...................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................................16
a) Kesimpulan...........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSAKA................................................................................................................................................17
iii
PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
Hampir seluruh negara di dunia memungut pajak pada warganya sebagai salah satu sumber
penerimaan negara, hal ini salah satunya disebabkan karena tidak bisa suatunegara itu hanya sekedar
mengandalkan kekayaan alamnya untuk memajukan negaranya dan memakmurkan warganya. Bagi
negara Indonesia, pemungutan pajak bukan merupakan hal baru, apalagi kalau kita melakukan flash
back, bahwa sejak bangsa Indonesia di bawah kekuasaan penjajah, pajak sudah dipungut oleh
pemerintah yang berkuasa. Hanya saja tujuan pemungutan pajak pada masa penjajajahan adalah
berbeda dengan pemungutan pajak pada masa setelah Indonesia merdeka, namun demikian
penerimaan masyarakat atas kebijakan pemungutan pajak memerlukan waktu yang cukup panjang, di
mana masyarakat menjadi faham bahwa pembayaran pajak merupakan salah satu yang diperlukan
bagi usaha untuk mencapai kemakmuran bangsa. Sebab apabila kita hanya sekedar mengandalkan
kekayaan alam untuk memenuhi kebutuhan negara dan warganya demi mencapai kemakmuran,
lambat laun kekayaan itu akan habis, bahkan dalam jangka waktu yang singkat. Sementara untuk
pemulihannya, memerlukan waktu yang panjang. Di sisi lain, pemungutan pajak akan langgeng
sepanjang warga negaranya masih ada serta memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak.
Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa sengketa pajak adalah perbedaan pendapat atau
perselisihan antara wajib pajak dengan pejabat pajak dan atau memotong pajak ketika salah satu
pihak tidak melaksanakan atau melaksanakan tetapi tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan. Biarpun terjadi perselisihan, tetapi salah satu pihak tidak melakukan
singgahan, maka tidak ada sengketa pajak. Adapun objek yang menjadi sengketa pajak terdapat pada
Undang-Undang Pajak yang apabila penerapannya tidak sesuai dengan kaidah hukum pajak sehingga
menimbulkan kerugian, baik terhadap membayar pajak, pemotong pajak, atau pemungut pajak.
Dengan demikian, bahwa sengketa pajak tidak hanya bermula dari membayar pajak akan tetapi
dapat juga bermula dari pemotongan pajak atau pemungut pajak. Misalnya, penagihan pajak atau
penerapan tarif pajak yang bertentangan dengan pajak penghasilan atau pajak pertambahan nilai
barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah. Pihak-pihak tersebut juga dikatakan sebagai
sumber timbulnya sengketa pajak karena kurangnya kesadaran hukum dalam pelaksanaan atau
penegakan hukum pajak.
iv
b) Perumusan Masalah
4. Siapa saja para pihak yang terlibat dalam peradilan pajak Indonesia ?
v
PEMBAHASAN
Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa sengketa pajak adalah perbedaan pendapat atau
perselisihan antara wajib pajak dengan pejabat pajak dan atau memotong pajak ketika salah
satu pihak tidak melaksanakan atau melaksanakan tetapi tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan. Biarpun terjadi perselisihan, tetapi salah satu
pihak tidak melakukan singgahan, maka tidak ada sengketa pajak3. Adapun objek yang
menjadi sengketa pajak terdapat pada Undang-Undang Pajak yang apabila penerapannya
tidak sesuai dengan kaidah hukum pajak sehingga menimbulkan kerugian, baik terhadap
membayar pajak, pemotong pajak, atau pemungut pajak4.
Dengan demikian, bahwa sengketa pajak tidak hanya bermula dari membayar pajak akan
tetapi dapat juga bermula dari pemotongan pajak atau pemungut pajak. Misalnya, penagihan
pajak atau penerapan tarif pajak yang bertentangan dengan pajak penghasilan atau pajak
pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah. Pihak-pihak
tersebut juga dikatakan sebagai sumber timbulnya sengketa pajak karena kurangnya
kesadaran hukum dalam pelaksanaan atau penegakan hukum pajak.
1
Pasal 1 angka 5, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
2
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 28
3
Reynold Simandjuntak, “Pengaturan Penyelesaian Sengketa Pajak (Ditinjau dari aspek keadilan)”, Jurnal
Hukum Brawijaya, Summer 2014, hal. 4
4
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 29.
6
Sengketa Pajak Sengketa pajak terjadi karena ketidaksamaan presepsi atau perbedaan
pendapat antara Wajib Pajak dengan petugas pajak mengenai penetapan pajak terutang yang
diterbitkan atau adanya tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pengertian Sengketa Pajak umumnya diawali diterbitkannya surat ketetapan pajak atau surat
tindakan penagihan pajak. Surat ketetapan pajak dimaksud adalah Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Selain itu
sengketa juga bisa timbul karena adanya pemotongan atau menyelesaikan Sengketa Pajak
yang dapat dilakukan Wajib Pajak adalah meliputi proses keberatan, banding, peninjauan
kembali, dan gugatan. Upaya hukum keberatan atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorat
Jenderal Pajak, sedang upaya hukum Banding dan Gugatan diajukan ke Pengadilan Pajak
(PP). Khusus upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung (MA).
Namun demikian, ada upaya hukum dengan nama peninjauan kembali (huruf kecil) yang
diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak" (Ilyas & Burton).
Definisi Sengketa Pajak menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak, "Sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa". Lebih lanjut dipertegas bahwa "Dengan demikian sengketa yang timbul sebelum
keluar keputusan Direktorat Jenderal Pajak dimaksud, seperti sengketa yang terjadi di dalam
pemeriksaan misalnya, tidak dapat dianggap sebagai Sengketa Pajak. Rumusan Sengketa
Pajak tidak mengharuskan adanya penyelesaian di Pengadilan Pajak, tetapi hanya memberi
batasan bahwa keputusan tersebut dapat diajukan Banding atau Gugatan ke Pengadilan Pajak.
Atas dasar itu, Sengketa Pajak bisa diselesaikan di Direktorat Jenderal Pajak atau di
Pengadilan Pajak" (IAI, 2009).
Menurut Oktavia & Setyawan (2007), "Terdapat dua sisi persepsi obyek yaitu antara sudut
pandang Fiskus dan Wajib Pajak sebagai akibat dari adanya perbedaan penafsiran dan
pendirian mengenai ketentuan hukum pajak yang memicu terjadinya Sengketa Pajak, ternyata
dapat diselesaikan melalui upaya hukum yakni peradilan administrasi dalam pengajuan
keberatan dan banding".
7
b) Timbulnya Sengketa Pajak
Pada umumnya yang menjadi sebab timbulnya sengketa pajak adalah perbedaan pendapat
atas penerapan hukum terhadap suatu objek pajak antara pemeriksa pajak dengan
Wajib Pajak. Timbulnya sengketa dapat disebabkan karena tidak dapat melakukan perbuatan
hukum/tidak melaksanakannya sebagaimana yang diperintahkan oleh kaidah hukum pajak
dan melakukan perbuatan hukum tetapi tidak sesuai dengan kaidah hukum pajak dan
melakukan perbuatan hukum tetapi tidak sesuai dengan kaidah hukum pajak. Timbulnya
sengketa pajak tidak selalu bermula dari perbuatan hukum yang tidak sesuai, dapat juga
karena seseorang (wajib pajak, pemotong pajak, penanggung pajak, dan pejabat pajak) yang
tidak melakukan perbuatan hukum sesuai yang diperintahkan. Ini merupakan ciri khas dari
sengketa pajak itu sendiri yang sangat berbeda dengan ciri khas sengketa tata usaha negara.
Dimana sengketa tata usaha negara timbul karena adanya akibat hukum yang dirasakan
badan/seseorang perdata karena keputusan badan/pejabat tata usaha negara. Sedangkan
sengketa pajak dapat timbul dari berbagai pihak (wajib pajak perseorangan atau badan hukum
perdata, badan yang tidak berstatus sebagai badan hukum publik, dan pemotong pajak) bukan
hanya melibatkan pejabat pajak saja sebagai salah satu pihak yang bersengketa.
Timbulnya sengketa pajak yang disebabkan karena tidak melakukan perbuatan sebagaimana
diperintahkan oleh kaidah hukum pajak:
5
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak (Depok: PT Raja Grafindo, 2013), Hal 30.
6
Ibid, 30.
8
pajak yang dipungut dapat diartikan tidak melakukan perbuatan hukumberdasarkan
kewenangan. Akan tetapi, hal ini pasti akan dipertanyakan dalam bentuk
pertanggungjawaban kepada pejabat pajak dan apabila terjadi penyalahgunaan
kewenangan maka dapat masuk pada ranah hukum.
3. Penanggung pajak sebagai wakil wajib pajak/wakil pembayar pajak
Misalnya, tidak memenuhi kewajiban membayar secara lunas pajak yang terutang
ditambah dengan biaya penagihan pajak sebagaimana yang tercantum dalam surat
paksa yang diberikan7. Sebelum penanggung pajak membayar pajak bahwa
penanggung pajak telah mendapatkan surat paksa untuk segera dipenuhi
persyaratannya dalam surat tersebut. Jika penanggung pajak ini tidak melaksanakan
sepenuhnya sesuai substansi dalam surat paksa maka tidak melakukan perbuatan
hukum bagaimana yang diperintahkan oleh kaidah hukum pajak.
4. Pejabat pajak
Misalnya, tidak menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar untuk menagih
jumlah pajak yang masih kurang dibayar8. Apabila terdapat wajib pajak atau
penanggung pajak sebagai wakil pajak tidak lunas membayar pajak maka pejabat
pajak bertugas untuk menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar. Jika pejabat
pajak tidak menerbitkan surat ketetapan tersebut maka pejabat pajak tidak melakukan
perbuatan hukum yang sebagaimana diperintahkan.
Adapun menurut Ketua Pengadilan Pajak I Gusti Ngurah Mayun Winangun mengatakan
banyaknya sengketa pajak yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tiga faktor. Pertama,
perbedaan penafsiran atas ketentuan mengenai jumlah pajak yang disetor ke negara. Kedua,
terbatasnya kemampuan tenaga pajak, dan ketiga, kurangnya koordinasi dalam pelaksanaan
pemungutan pajak antara wajib pajak dan tenaga pajak.9
Contoh lain penyebab sengketa pajak adalah jika terdapat celah hukum dalam peraturan
undang-undang perpajakan. Celah hukum tersebut dapat timbul jika terdapat ketidakjelasan
dalam pengaturan perundang-undangan tersebut. Selain itu juga, salah satu factor utama
timbulnya sengketa pajak adalah karena adanya proses penegakan hukum melalui undang-
undang perpajakan. Ketika terjadi perbedaan penafsiran dari kedua belah pihak, maka
sengketa pajak bisa terjadi.10
Wewenang dan tanggung jawab atas pengawasan kuasa hukum ini pada hakekatnya ada pada
Ketua Pengadilan Pajak. Namun demikian, untuk efektifitas pelaksanaannya, Ketua dapat
dibantu oleh Wakil Ketua atau langsung mendelegasikan kewenangannya kepada Wakil
Ketua. Khusus untuk pelaksanaan administrasi pengawasannya dibantu oleh Sekretaris
Pengadilan Pajak.Untuk pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud diatas, tata caranya
diatur lebih lanjut dalam Keputusan Ketua Pengadilan Pajak.
Pendapat tersebut di atas selain berdasarkan pada sistem hukum yang diatur dalam ketentuan
Pasal 24 Undang-undang Dasar 1945 dan Pasal 10 Undang-undang tentang Kekuasaan
Kehakiman, juga dari fakta yuridis yang ada, akan terjadi presedent yang tidak baik dalam
penegakan hukum, jika sering terjadi konflik kewenangan yang sulit untuk diselesaikan
sebagaimana konflik kewenangan mengadili perkara tindak pemerintahan yang dikatakan
menunggak pajak12. Tetapi tidak dapat dilakukan pelaksanaan surat paksa untuk dapat
menyita dan melelang obyek yang disengketakan, karena adanya putusan dari Peradilan Tata
Usaha Negara yang menangguhkan pelaksanaan surat paksa tersebut. Presedent yang tidak
baik dalam penegakan hukum tersebut, tidak akan berakhir jika tidak adanya upaya yang
nyata untuk mencari pemecahan konfilk kewenangan, dengan mewujudkan kompetensi
absolut “Peradilan Pemerintahan” sebagai satu-satunya peradilan terhadap tindak
pemerintahan.
11
Pasal 1 Ayat 5 Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
12
Rochmat Soemitro, Peradilan Administrasi Dalam Hukum Pajak di Indonesia, Eresco, Jakarta, 1979 hal 135
10
Selaku organisasi yang struktur dan pembinaannya di bawah Departemen Keuangan,
eksistensi dari organisasi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tersebut, juga termasuk dalam
kategori bagian yang tidak terpisahkan dari Badan Administrasi, sekalipun undang-undang
juga memberi wewenang kepada badan ini untuk dapat melakukan fungsi peradilan.
Argumentasi yang dapat dikemukakan untuk mendukung pendapat yang menyatakan, bahwa
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak termasuk dalam kategori bagian yang tidak terpisahkan
dari Badan Administrasi, dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 5 dan angka 6, Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1997, yang isi selengkapnya mengatur dan menentukan hal-hal
yang menyangkut dengan sengketa pajak, hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1
angka 5: ”Sengketa pajak adalah sengketa yang menurut peraturan perundangan-undangan
perpajakan yang bersagkutan dapat diajukan banding atau gugatan ke Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak’. Selanjutnya ketentuan Pasal 1 angka 6 menyebutkan: Banding adalah upaya
hukum terhadap suatu keputusan pejabat yang berwenang sepanjang diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
Selaku Badan Administrasi yang tidak terpisah dari organisasi dan struktur Departemen
Keuangan, Badan Aministrasi ini menyatakan berada di luar tugas dan wewenang Peradilan
Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara13.
13
Paulus Efendy Lolutung. Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Buana Ilmu,
Jakarta, 1986 hal 139
11
d) Para Pihak yang Terlibat dalam Peradilan Pajak Indonesia
Pengadilan Pajak berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 adalah badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak (WP) yang mencari keadilan terhadap
perkara pajak dimana WP dapat mengajukan Banding atau Gugatan di Pengadilan Pajak.
Banding diajukan WP terhadap keputusan keberatan yang dibuat oleh Direktorat Jenderal
Pajak, sedang Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh WP terhadap
pelaksanaan penagihan Pajak atau keputusan perpajakan.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) mulai
diberlakukan efektif sejak 30 April 2010. Pengadilan Pajak sendiri memiliki data-data atau
informasi yang tergolong sebagai informasi publik. Bagi Sekretariat Pengadilan Pajak,
Undang-undang KIP dimaksudkan untuk memberikan keadilan dan pelayanan kepada WP,
meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan dan meningkatkan keterbukaan
administrasi perpajakan. UU KIP memungkinkan pengawasan publik terhadap
penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya.
Pasal 2
1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna
Informasi Publik.
2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik
dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan UndangUndang,
kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi
yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah
dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi
kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Dalam pasal 2 ayat (2) yang dimaksud dengan informasi bersifat ketat yaitu
12
pengecualian informasi. Informasi yang telah dikecualikan dapat dinyatakan terbuka
Sedangkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a, UU KIP menetapkan secara tegas bahwa
Pasal 18 UU KIP
(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:
Pasal 6
Salah satu yang menjadi sorotan keterbukaan informasi publik di Sekretariat Pengadilan
Pajak adalah keterbukaan masalah putusan. Selama ini putusan yang sudah jadi tidak dapat
dipublikasikan ke publik karena beranggapan bahwa putusan tersebut merupakan data yang
rahasia karena memuat nama dan data Wajib Pajak yang berperkara, nilai dari Pajak yang di
perkarakan dan menyebutkan beberapa asset yang dimiliki oleh wajib Pajak tersebut.
13
Menurut Komisioner Komisi Informasi Pusat, Usman Abdhali pada suatu kesempatan
Sosialisasi KIP untuk Hakim dan Pejabat Eselon 3 di Sekretariat Pengadilan Pajak tanggal 1
Juli 2010, putusan dapat dipublikasikan dengan menghilangkan beberapa point rahasia yang
ditentukan oleh Undang-undang KIP dengan cara memberi mark untuk menutupi poin rahasia
tersebut atau tidak mencantumkannya. Ini berlaku untuk putusan yang akan di publikasikan,
sedangkan untuk putusan asli dibuat sebagaimana mestinya yang biasa dilakukan14.
Ketentuan penghitaman ini diatur dalam Pasal 22 ayat (7) huruf (e) UU No.14 tahun 2008.
Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa “dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang
dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan
tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya”. Pentingnya Proses dan
Putusan Pengadilan Pajak yang terbuka untuk umum dalam hal pengawasan terhadap hakim.
Pengadilan Pajak terdiri atas beberapa majelis hakim yang dapat saja membuat keputusan
yang berbeda atas kasus yang sama jika putusan pengadilan pajak tidak dibuka untuk umum.
Putusan yang terbuka dapat meningkatkan pengawasan oleh masyarakat, pemerintah serta
Komisi Yudisial dalam pengawasan hakim Pengadilan Pajak termasuk di hakim luar Jakarta
karena adanya rencana pemerintah membuka Pengadilan Pajak di daerah.
Hakim Pengadilan Pajak memiliki kewenangan untuk membuat putusan atas kasus
yang belum ada hukumnya tetapi telah masuk ke pengadilan. Keputusan hakim
tersebut menjadi dasar putusan hakim lainnya di Pengadilan Pajak yang mengadili
perkara yang memiliki unsur-unsur yang sama dan selanjutnya putusan hakim tersebut
menjadi sumber hukum di pengadilan sehingga mengurangi disparitas putusan hakim
dalam perkara yang sama (Kaidah Hukum Yurisprudensi, Ahmad Kamil, M. Fauzan,
2004).
Buku Putusan Pengadilan Pajak yang diterbitkan oleh Sekretariat Pengadilan Pajak
dapat menunjukkan kepada masyarakat beberapa hal seperti penyebab sebagian besar
banding dimenangkan oleh Wajib Pajak, menguji kualitas pemeriksaan serta putusan
keberatan yang dilakukan DJP, menguji putusan majelis hakim Pengadilan Pajak serta
dapat berfungsi sebagai yurisprudensi pajak di Indonesia.
14
http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/informasi/info_and_opini/detailberita40
14
karena pihak yang berperkara masih dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di
Mahkamah Agung (MA). Putusan PK di MA yang dapat menjadi yurisprudensi pajak yang
berkekuatan hukum tetap bahkan telah dibuka di situs resmi MA sebagai bagian dari
peradilan Tata Usaha Negara. Menjadi hal yang patut dipertimbangkan pula bahwa dalam
Pasal 4 ayat 4 UU KIP, masyarakat dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan jika
mendapat hambatan dalam memperoleh putusan Pengadilan Pajak.
Sedikitnya ada tiga peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban badan publik,
dalam hal ini pengadilan, memberikan informasi. Yakni, Undang-Undang No 14/2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik, Surat Keputusan Ketua MA No 144/22007 dan Surat
Edaran MA No 06/2010.15
15
http://www.jurnas.com/news/15222/Pengadilan _Pajak_Masih_Tertutup/367/Nasional/Hukum
15
PENUTUP
a) Kesimpulan
Sengketa pajak merupakan hal yang menakutkan bagi wajib pajak. Oleh karenanya, sebisa
mungkin wajib pajak akan menghindari sengketa pajak. Sengketa Pajak dapat disimpulkan
sebagai sebuah sengketa antara seseorang atau sebuah badan yang wajib membayar pajak,
dengan pejabat atau Lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan pajak tersebut.
Cara penyelesaian sengketa pajak bisa dengan 4 cara, yaitu dengan mengirimkan surat
Keberatan Pajak atau Banding pajak ke Direktur Jenderal Pajak, Gugat Pajak sampai ke
Pengadilan pajak. Yang terakhir ialah Peninjauan Kembali yang ditujukan ke Mahkamah
Agung. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum
tetap. Namun, para pihak yang tidak puas terhadap putusan Pengadilan Pajak masih dapat
melakukan upaya hukum luar biasa, yaitu mengajukan permohonan peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung.
Meskipun seorang Wajib Pajak mempunyai hak dan wewenang untuk menyelesaikan
sengketa pajak, namun perlu diperhatikan bahwa sengketa pajak biasanya memakan waktu
yang sangat lama. Bahkan, beberapa kasus diketahui bisa mencapai waktu sampai puluhan
tahun untuk menyelesaikan sengketa pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus menilai lagi
sebelum memulai proses sengketa pajak ini.
16
DAFTAR PUSAKA
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak (Depok: PT Raja Grafindo, 2013),
Hal 28.
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak (Depok: PT Raja Grafindo, 2013),
Hal 29.
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak (Depok: PT Raja Grafindo, 2013),
Hal 30.
Muhammad Djafar Saidi, Hukum Acara Peradilan Pajak (Depok: PT Raja Grafindo, 2013),
Hal 31.
http://www.komisiinformasi.go.id/index.php/subMenu/informasi/info_and_opini/detailberita
40
http://www.jurnas.com/news/15222/Pengadilan _Pajak_Masih_Tertutup/367/Nasional/Hukum
https://www.beritasatu.com/ekonomi/170973/ini-3-penyebab-sengketa-pajak
https://www.kompasiana.com/muhamad53241/606f1debd541df499c064063/tb-1-prof-dr-
apollo-sengketa-pajak
17